PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER GIGI SPESIALIS BEDAH MULUT DAN MAKSILOFASIAL FKG UNPAD / RS HASAN SADIKIN BANDUNG 2013
Pendahuluan Bentuk wajah yang sempurna atau setidaknya tanpa keadaan cacat merupakan dambaan setiap manusia. Konsep estetik pada wajah telah menjadi pemikiran para ahli sejak dari dahulu kala. Kata estetik berasal dari bahasa Yunani aisthesis yang artinya pengabdian pada kecantikan. Bangsa Yunani juga berusaha mengartikan kecantikan melalui model proporsi geometric dan matematika. Salah satu pemikir Yunani yaitu Marcus Vitruvius Polio mempunyai teori dalam hal bangunan yang dimuliakan harus mengikuti proporsi dari bentuk tubuh manusia, dimana menurutnya proporsi badan manusia merupakan model yang paling ideal. Pada zaman Renaisance, Leonardo Da Vinci juga mempelajari prinsip dari Vitruvian, dia menitikberatkan proporsi daripada kecantikan. Prinsipnya mengenai Vitruvian menjadi salah satu karyanya yang terkenal (Neoclassical canon). Da Vinci membagi wajah menjadi tiga bagian, dari batas rambut depan sampai pangkal hidung, dari pangkal hidung sampai dasar hidung, dan dari dasar hidung sampai batas bawah dari dagu. 1
Pada penderita celah bibir dan langit-langit terdapat variasi anomali yang diderita. Setiap anomali memerlukan pendekatan tersendiri. Klasifikasi untuk celah, seperti unilateral, bilateral, komplit serta inkomplit tidak dapat mencerminkan seluruh variasi yang ada, untuk itu diperlukan suatu analisa kualitatif yang menggambarkan defek serta disproporsi secara lebih detail. Pengukuran antropometrik secara langsung dilakukan untuk mendapatkan data mengenai deformitas, dislokasi, serta keparahan defek jaringan lunak wajah. Karena kompleks nasolabial adalah area yang sangat sensitif secara estetik, maka pengukuran antropometrik dilakukan pada seluruh wajah. Nilai normal ukuran wajah berbeda pada setiap ras. Sehingga diperlukan suatu acuan nilai normal pada setiap ras dalam melakukan koreksi bedah pada penderita CBL. 2
Definisi Antropometri Antropometri berasal dari bahasa Latin, yaitu dari kata anthropos yang berarti man (orang) dan Metron yang berarti measure (ukuran), jadi antropometri adalah pengukuran manusia dan lebih cenderung terfokus pada dimensi tubuh manusia. Ilmu pengetahuan mengenai antropometri berkembang terutama dalam konteks antropologi. Antropometri meliputi penggunaan secara hati-hati dan teliti dari titik-titik pada tubuh untuk pengukuran, posisi spesifik dari subjek yang ingin diukur dan penggunaan alat yang benar. Pengukuran yang dapat dilakukan pada manusia secara umum meliputi pengukuran massa, panjang, tinggi, lebar, dalam, circumference (putaran), curvature (busur), pengukuran jaringan lunak (lipatan kulit). Pada intinya pengukuran dapat dilakukan pada tubuh secara keseluruhan maupun membagi tubuh dalam bagian yang spesifik. 3
Penggunaan metode antropometrik pada craniofacial framework dalam praktek klinis dapat mengungkapkan berbagai karakteristik khas yang berbeda dari berbagai rasa atau etnis. Untuk memperoleh hasil yang baik pada perawatan kelainan bentuk wajah baik akibat kelainan kongenital maupun paska trauma dan penyebab lainnya, seorang ahi bedah harus memiliki akses terhadap database hasil pengukuran antropometrik kraniofasial. Oleh karena itu data normative dari antropometrik kraniofasial merupakan sesuatu yang sangat penting dalam menentukan derajat kelainan/deviasi wajah dibandingkan dengan yang normal. 4
Titik Referensi Pada Wajah Normal Sebagaimana disebutkan di atas bahwa pengukuran antropometri wajah akan berbeda pada masing masing rasa atau etnis, sehingga sebagai referensi dalam penanganan kelainan kraniofasial pada suatu ras tertentu idealnya harus ada database dari pengukuran nilai normalnya terlebih dahulu. Di Indonesia sudah dilakukan penelitian tentang hal ini yang dilakukan oleh Asri Arumsari pada tahun 2004, yaitu: Ukuran Antropometri Wajah Dan Kepala Sebagai Acuan Nilai Normal Untuk Evaluasi Penderita Celah Bibir Dan Langit- Langit. Dalam penelitian ini dibahas berbagai nilai normal dari pengukuran wajah dan kepala yang didasarkan pada titik referensi tertentu. 2
Gambar1. Titik-titik patokan antropometri pada kepala dan wajah dari pandangan frontal dan lateral (Arumsari, 2004)
Keterangan gambar: g: glabella, titik paling menonjol pada garis tengah antara kedua alis mata dan identik dengan glabella pada tulang frontal. op: opisthocranion, titik yang berada pada daerah occipital kepala dan merupakan titik paling jauh dari glabella, sehingga merupakan titik yang paling posterior. Titik ini berimpit atau berdekatan dengan garis tengah rim posterior dari foramen magnum. Lokasi titik ini tergantung pada bentuk tulang occipital. n: nasion, titik pada garis median dasar hidung dan sutura nasofrontale. Tonjolan halus pada daerah tersebut dapat teraba oleh kuku jari. Titik ini selalu di atas garis yang menghubungkan kedua endocanthion. Nasion pada jaringan lunak identik dengan nasion pada tulang. gn: gnathion atau menton, adalah titik median terendah mandibular. Titik ini diidentifikasi dengan cara palpasi dan identic dengan gnathion tulang mandibular. Titik ini biasanya digunakan untuk mengkur tinggi wajah. st: stomion, titik imajiner pada perpotongan antara garis tengah wajah dengan garis horizontal fissure bibir yang menutup dengan lembut, dan gigi berada pada posisi natural. pra: preauriculare, titik paling anterior telingan, letaknya di depan perlekatan helix dengan kepala pa: postauriculare, titik paling posterior margin bebas telinga sa: superauriculare, titik tertinggi margin bebas telinga eu: eurion, titik paling lateral pada kedua sisi tengkorak di aderah tulang parietal dan temporal ex: exanthion, titik commisura luar pada fissure mata. Titik ex yang lembut, terletak lateral dari titik tulang yang dipergunakan sebagai titik acuan pada cephalometry. en: endocanthion, titik pada commisura dalam fissure mata. Titik en yang lembut terletak sebelah lateral dari titik pada tulang yang dipergnakan sebagai titik acuan pada cephalometry. mf: maxillofrontale, terletak pada dasar hidung, medial dari kedua endocanthion. Titik ini dekat dengan maxillofrontale dari sisi median masing-masing orbit dimana sutura maxillofronale dan sutura nasofrontale bertemu. zy: zygion, titik paling lateral lengkung zygomatik dan titik ini diidentifikasi dengan pengukuran yang berulang-uang. Titik ini identik dengan zygion tulang malar. ch: cheilon, titik commisura bibir.
Gambar 2. Titik-titik patokan antropometri pada hidung dipandang dari dasar (Arumsari, 2004) Keterangan gambar: al: alare, titik paling lateral lengkung cuping hidung sbal: subalare, titik batas bawah dasar alar, dimana dasar alar menghilang kedalam kulit bibir atas. Titik ini mengindikasikan insersi labial dasar alar. prn: pronsale, titik paling anterior dari puncak hidung ls: labiale superius, titik median garis vermilion bibir atas sn: subnasale, titik tengah sudut dasar columela dimana batas bawah septum nasal dan permukaan bibir atas bertemu. Titik ini tidak identik dengan titik subnasion tulang atau nasospinale yang merupakan titik tengah sisi anterior aperture piriformis pada dasar spina nasalis anterior li: labiale inferius, titik median garis vermilion bibir bawah sl: sublabiale, titik median yang membedakan antara batas bawah bibir bawah dengan batas atas dagu. Identifikasi titik ini mudah dilakukan dengan melihat adanya daerah yang melekuk pada sulkus mentalis. Pada ridge yang dangkal atau pada permukaan yang datar, identifikasi dilakukan dengan mengangkat bibir bawah dari arah intra oral. ac: alar curvature (alar crest), titik yang paling lateral dari lengkungan alar yang menunjukkan titik insersi fasial dari sayap hidung. c: titik tertinggi columella (columella breakdown of Daniel) adalh titik di columella yang tingginya sama dengan titik tertinggi nostril. sn: titik bantu yang dipergunakan jika pengukuran dilakukan dari titik bantu dasar columella, tetapi bukan dari dasar columella
Titik Referensi dan Jarak Pengukuran
Gambar 3. Jarak pengukuran dan titik referensi pada pengukuran antropometrik wajah dari pandangan lateral 2
Keterangan gambar: 1. Panjang kepala, jarak dari glabella ke opisthrocranium (g-op) 2. Panjang wajah, jarak dari nasion ke gnathion (n-gn) 3. Panjang hidung, jarak dari nasion ke subnasion (n sn) 4. Tinggi dermis bibir atas, jarak dari nasion ke labialis superior (sn ls) 5. Tinggi vermilion bibir atas, jarak dari labialis superior ke stomion (ls sto) 6. Tinggi bibir atas, jarak dari subnasion ke stomion (sn sto) 7. Tinggi vermilion bibir bawah, jarak dari stomion ke labialis inferior (sto li) 8. Tinggi bibir bawah, jarak dari stomion ke sublabiale (sto sl) 9. Lebar telinga, jarak preauriculare ke postauriclare (pra pa)
Gambar 4. Jarak pengukuran dan titik referensi pada pengukuran antropometrik wajah dari pandangan frontal 2
Keterangan gambar: 1. Lebar kepala, jarak antara euryon kiri dan kanan (eu eu) 2. Lebar binocular, jarak antara exanthion kiri dan kanan (ex ex) 3. Lebar interchantal, jarak antara encanthion kiri dan kanan ( en en) 4. Lebar dasar hidung, jarak antara maksilofrontale kiri dan kanan (mf mf) 5. Lebar wajah, jarak antara zygion kiri dan kanan (zy zy) 6. Lebar hidung, jara antara alar kiri dan kanan (al al) 7. Lebar mulut, jarak antara cheion kiri dan kanan (ch ch) 8. Tinggi bibir atas lateral, jarak antara subalare ke labial superior (sbal ls)
Titik Referensi dan Pengukuran Sudut
Gambar 5. Jarak pengukuran dan titik referensi pada pengukuran antropometrik wajah
Keterangan gambar: Dari pandangan lateral: A. Sudut inklinasi hidung, antara nasal bridge dengan Frankfurt Horizontal Plane (FHP) B. Sudut inklinasi bibir atas, antara permukaan bibir atas di daerah philtrum dengan FHP C. Sudut nasolabial, antara permukaan bibir atas di daerah philtrum dengan columella.
Titik referensi dan jarak pengukuran hidung dari pandangan inferior
Gambar 6. Keterangan Gambar: 1. Tinggi protrusi ujung hidung, antara subnasion dengan pronasion (sn prn) 2. Tinggi columella, antara subnasale (sn) dengan titik tertinggi columella (sn c) 3. Lebar dasar alar, jarak antara subalare kiri dan kanan (sbal abal) 4. Lebar insersi alar, jarak antara alar curvature kiri dan kanan (ac ac)
Penentuan Titik Referensi Pada Cela Bibir Bukan hal yang mudah untuk menentukan titik titik referensi pada operasi celah bibir, banyak pendapat para ahli yang disampaikan dalam jurnal jurnal internasional, namun secara sederhana penentuan titik referensi dalam operasi celah bibir adalah sebagai berikut: 5
A B
Gambar 7. Titik Referensi Pada Celah Bibir 5
A. Unilateral B. Bilateral
Keterangan Gambar: Titik 1 : pertengahan bibir pada titik terendah cupids bow, yaitu pertengahan lekukan garis mukokutaneus Titik 2&3 : puncak cupids bow (puncak mukokutaneus) Titik 2&3 : proyeksi dari titik 2 & 3 pada garis mukokutaneus yang merupakan puncak cupids bow Titik 4&5 : dasar kolumela pada sisi normal pertemuan dasar hidung Titik 4&5 : proyeksi dari titik 4 & 5 Titik 6&7 : Sudut bibir (comisura) kiri dan kanan
Kesimpulan Untuk memperoleh hasil yang baik pada perawatan kelainan bentuk wajah baik akibat kelainan kongenital maupun paska trauma dan penyebab lainnya, seorang ahi bedah harus memiliki akses terhadap database hasil pengukuran antropometrik kraniofasial. Oleh karena itu data normative dari antropometrik kraniofasial merupakan sesuatu yang sangat penting dalam menentukan derajat kelainan/deviasi wajah dibandingkan dengan yang normal.
Daftar Pustaka 1. Papel ID. 2002. Facial analysis and nasal aesthetics. Aesthetic Plastic Surgery. Springer-Verlag. New York 2. Asri Arumsari, Sunardi Mangundjaja, Alwin Kasim. 2004. Ukuran Antropometri Wajah Dan Kepala Sebagai Acuan Nilai Normal Untuk Evaluasi Penderita Celah Bibir Dan Langit-Langit. Disampaikan pada Kongres Nasional PABMI IX, Bandung, 15-17 Januari 2004. 3. Glinka, J, Artaria, MD, & Koesbardiati, T 2008, Metode pengukuran manusia, Airlangga University Press, Surabaya 4. Farkas LG. et.al, 2005, International anthropometric study of facial morphology in various ethnic groups/races.J Craniofac Surg. 2005 Jul;16(4):615-46. 5. Malek R. 2001. Cleft Lip and Palate, Lesion, Pathophysiology and Primary Treatment, Martin Dunitz, United Kingdom, London.