Anda di halaman 1dari 21

MOLA HIDATIDOSA

Yang dimaksud dengan mola hidatidosa adalah suatu kehamilan yang berkembang tidak wajar di
mana tidak ditemukan janin dan hampir seluruh vili korialis mengalami perubahan berupa
degenerasi hidropik. Secara makroskopik, mola hidatidosa mudah dikenal yaitu berupa
gelembung-gelembung putih, tembus pandang, berisi cairan jernih, dengan ukuran bervariasi dari
beberapa milimeter sampai 1 atau 2 cm.
1

Gambaran histopatologik yang khas dari mola hidatidosa ialah edema stroma vili. Tidak
ada pembuluh darah pada vili/degenerasi hidropik dan proliferasi sel-sel trofoblas.
1

Patologi
Sebagian dari villi berubah menjadi gelembung-gelembung berisi cairan jernih. Biasanya tidak
ada janin, hanya pada mola partialis kadang-kadang ada janin.
Gelembung itu sebesar butir kacang hijau sampai sebesar buah anggur. Gelembung ini
dapat mengisi seluruh cavum uteri.
Di bawah mikroskop Nampak degenerasi hydropik dari stroma jonjot, tidak adanya
pembuluh darah dan proliferasi trofoblast. Pada pemeriksaan chromosome didapatkan poliploidi
dan hampir pada semua kasus mola susunan sex chromatin adalah wanita. Pada mola hydatidosa,
ovaria dapat mengandung kista lutein kadang-kadang hanya pada satu ovarium kadang-kadang
pada kedua-duanya.
Kista ini berdinding tipis dan berisikan cairan kekuning-kuningan dan dapat mencapai
ukuran sebesar tinju atau kepala bayi Kista lutein terjadi karena perangsangan ovarium oleh
kadar gonadotropin chorion yang tinggi. Kista ini hilang sendiri setelah mola dilahirkan.

Gejala-gejala dan Tanda
Pada permulaannya gejala mola hidatidosa tidak seberapa berbeda dengan kehamilan biasa, yaitu
mual, muntah, pusing dan lain-lain, hanya saja derajat keluhannya sering lebih hebat.
Selanjutnya perkembangan lebih pesat, sehingga pada umumnya besar uterus lebih besar dari
umur kehamilan. Ada pula kasus-kasus yang uterusnya lebih kecil atau sama besar walaupun
jaringannya belum dikeluarkan. Dalam hal ini perkembangan jaringan trofoblas tidak begitu aktif
sehingga perlu dipikirkan kemungkinan adanya dying mole.
Perdarahan merupakan gejala utama mola. Biasanya keluhan perdarahan inilah yang
menyebabkan mereka datang ke rumah sakit. Gejala perdarahan ini biasanya terjadi antara bulan
pertama sampai ketujuh dengan rata-rata 12-14 minggu. Sifat perdarahan bisa intermiten, sedikit-
sedikit atau sekaligus banyak sehingga menyebabkan syok atau kematian. Karena perdarahan ini
umumnya pasien mola hidatidosa masuk dalam keadaan anemia.
Seperti juga pada kehamilan biasa, mola hidatidosa bisa disertai dengan preeclampsia
(eklampsia), hanya perbedaannya ialah bahwa preeclampsia pada mola terjadinya lebih muda
daripada kehamilan biasa. Penyulit lain yang akhir-akhir ini banyak dipermasalahkan ialah
tirotoksikosis. Maka, harus dicari tanda-tanda tirotoksikosis secara aktif, karena biasanya
penderita meninggal karena krisis tiroid.
Penyulit lain yang mungkin terjadi ialah emboli sel trofoblas ke paru-paru. Sebetulnya
pada tiap kehamilan selalu ada migrasi sel trofoblas ke paru-paru tanpa memberikan gejala apa-
apa. Akan tetapi, pada mola kadang-kadang jumlah sel trofoblas ini sedemikian banyak sehingga
dapat menimbulkan emboli paru-paru akut yang bisa menyebabkan kematian.
Mola hidatidosa sering disertai dengan kista lutein, baik unilateral maupun bilateral.
Umumnya kista ini menghilang setelah jaringan mola dikeluarkan, tetapi ada juga kasus-kasus
dimana kista lutein baru ditemukan pada waktu follow up. Dengan pemeriksaan klinis insidensi
kista lutein lebih kurang 10,2 %, tetapi bila menggunakan USG angkanya meningkat sampai 50
%. Kasus mola dengan kista lutein mempunyai resiko 4 kali lebih besar untuk mendapat
degenerasi keganasan di kemudian hari daripada kasus-kasus tanpa kista.

Diagnosis
Adanya mola hidatidosa harus dicurigai bila ada perempuan dengan amenorea, perdarahan
pervaginam, uterus yang lebih besar dari tuanya kehamilan dan tidak ditemukan tanda kehamilan
pasti seperti balotemen dan detak jantung anak. Untuk memperkuat diagnosis dapat dilakukan
pemeriksaan kadar Human Chorionic Gonadotropin (hCG) dalam darah atau urin, baik secara
bioassay, immunoasay, maupun radioimmunoassay. Peninggian hCG, terutama dari hari ke-100,
sangat sugestif. Bila belum jelas dapat dilakukan pemeriksaan USG, dimana kasus mola
menunjukkan gambaran yang khas, yaitu berupa badai salju (snow flake pattern) atau gambaran
seperti sarang lebah (honey comb).
Diagnosis yang paling tepat bila kita telah melihat keluarnya gelembung mola. Namun,
bila kita menunggu sampai gelembung mola keluar biasanya sudah terlambat karena pengeluaran
gelembung umumnya disertai perdarahan yang banyak dan keadaan umum pasien menurun.
Terbaik ialah bila dapat mendiagnosis mola sebelum keluar.
Pada kehamilan trimester I gambaran mola hidatidosa tidak spesifik, sehingga seringkali
sulit dibedakan dengan dari kehamilan anembrionik, missed abortion, abortus inkompletus, atau
mioma uteri. Pada kehamilan trimester II gambaran mola hidatidosa umumnya lebih spesifik.
Kavum uteri berisi massa ekogenik bercampur bagian-bagian anekoik vesicular berdiameter
antara 5-10 mm. Gambaran tersebut dapat dibayangkan seperti gambaran sarang lebah (honey
comb) atau badai salju (snow storm). Pada 20-50% kasus dijumpai adanya massa kistik
multilokuler di daerah adneksa. Massa tersebut berasal dari kista teka-lutein.
Apabila jaringan mola memenuhi sebagian kavum uteri dan sebagian berisi janin yang
ukurannya relative kecil dari umur kehamilannya disebut mola parsialis. Umumnya janin mati
pada bulan pertama, tapi ada juga yang hidup sampai cukup besar atau bahkan aterm. Pada
pemeriksaan histopatologik tampak di beberapa tempat vili yang edema dengan sel trofoblas
yang tidak begitu berproliferasi, sedangkan di tempat lain masih tampak vili yang normal.
Umumnya mola parsialis mempunyai karotipe triploid. Pada perkembangan selanjutnya jenis
mola ini jarang menjadi ganas.

Pengelolaan Mola Hidatidosa
Pengelolaan mola hidatidosa dapat terdiri atas 4 tahap berikut ini.

Perbaikan Keadaan Umum
Yang termasuk usaha ini misalnya pemberian transfusi darah untuk memperbaiki syok atau
anemia dan menghilangkan atau mengurangi penyulit seperti preeclampsia atau tirotoksikosis.
Pengeluaran J aringan Mola
Ada 2 cara yaitu :
Vakum kuretase
Setelah keadaan umum diperbaiki dilakukan vakum kuretase tanpa pembiusan. Untuk
memperbaiki kontraksi diberikan pula uterotonika. Vakum kuretase dilanjutkan dengan
kuretase dengan menggunakan sendok kuret biasa yang tumpul. Tindakan kuret cukup
dilakukan 1 kali saja, asal bersih. Kuret kedua hanya dilakukan bila ada indikasi.
Sebelum tindakan kuret sebaiknya disediakan darah untuk menjaga bila terjadi
perdarahan yang banyak.
Histerektomi
Tindakan ini dilakukan pada perempuan yang telah cukup umur dan cukup mempunyai
anak. Alasan untuk melakukan histerektomi ialah karena umur tua dan paritas tinggi
merupakan faktor predisposisi untuk terjadinya keganasan. Batasan yang dipakai adalah
umur 35 tahun dengan anak hidup tiga. Tidak jarang bahwa pada sediaan histerektomi
bila dilakukan pemeriksaan histopatologik sudah tampak adanya tanda-tanda keganasan
berupa mola invasive/koriokarsinoma.
Pemeriksaan Tindak Lanjut
Hal ini perlu dilakukan mengingat adanya kemungkinan keganasan setelah mola hidatidosa. Tes
hCG harus mencapai nilai normal 8 minggu setelah evakuasi. Lama pengawasan berkisar satu
tahun. Untuk tidak mengacaukan pemeriksaan selama periode ini pasien dianjurkan untuk tidak
hamil dulu dengan menggunakan kondom, diafragma, atau pantang berkala.

Prognosis
Kematian pada mola hidatidosa disebabkan oleh perdarahan, infeksi, payah jantung atau
tirotoksikosis. Di negara maju kematian karena mola hampir tidak ada lagi. Akan tetapi, di
negara berkembang masih cukup tinggi yaitu berkisar antara 2,2% dan 5,7%. Sebagian dari
pasien mola akan segera sehat kembali setelah jaringannya dikeluarkan, tetapi ada sekelompok
perempuan yang kemudian menderita degenerasi keganasan menjadi koriokarsinoma. Persentase
keganasan yang dilaporkan oleh berbagai klinik sangat berbeda-beda, berkisar antara 5,56%. Bila
terjadi keganasan, maka pengelolaan secara khusus pada divisi Onkologi Ginekologi.

(Sumber : Prawirohardjo, Sarwono. (2010). ILMU KEBIDANAN. Edisi keempat. Jakarta: P.T.
Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo: 488)
(Sumber : Bagian Obstetri dan Ginekologi. (1984). OBSTETRI PATOLOGI. Bandung: Elstar
Offset)

Mola Hidatidosa / Hamil Anggur
Mola Hidatidosa merupakan bagian dari penyakit tropoblas dan dimasukan dalam Gestasional
Trophoblastic Disease. Sel trofoblas hanya ditemukan pada wanita hamil, apabila ditemukan pada
wanita tidak hamil pada teratoma ovarium disebut Non Gestasional Trophoblastic Disease. Pada
umumnya kehamilan diharapkan berakhir dengan sempurna tetapi sering kali terjadi kegagalan,
maka dapat kita simpulkan bahwa penyakit trofoblas dimana Mola Hidatidosa termasuk di
dalamnya pada hakekatnya adalah kegagalan konsepsi kehamilan.
Mola Hidatidosa yang dikenal awam sebagai hamil anggur, mempunyai frekuensi insiden yang
cukup tinggi. Frekuensi insiden di Asia menunjukan lebih tinggi daripada di negara barat. Di
Indonesia 1:51 sampai 1:141 kehamilan, di Jepang 1: 500 kehamilan, di USA 1:1450 sementara itu di
Inggris 1:1500. Secara umum sebagian besar negara di dunia 1: 1000 kehamilan. Hal ini mungkin
dikarenakan sebagian besar negara Asia mempunyai jumlah penduduk yang masih di bawah garis
kemiskinan ( status sosio ekonomi yang rendah ) yang menyebabkan tingkat gizi yang rendah
khususnya defisiensi protein, asam folat dan karoten. Menurut penelitian umur memegang peranan,
umur di bawah 20 tahun dan diatas 40 tahun mempunyai resiko lebih tinggi menderita kehamilan
mola ini.
Mola yang termasuk jinak dapat berubah menjadi tumor trofoblas yang ganas. Mola ini kadang
masih mengandung vilus di samping trofoblas yang berproliferasi dan dapat mengadakan invasi
yang umumnya bersifat lokal dan dinamakan mola destruens ( jenis vilosum ) selain itu, terdapat
pula tumor trofoblas tanpa stroma yang umumnya tidak hanya berinvasi pada uterus saja tapi dapat
menyebar ke organ lain dinamakan koriokarsinoma. Hal ini akan dijelaskan lebih lanjut.
Untuk mengetahui adanya mola hidatidosa harus dideteksi secara dini, perdarahan yang disertai
dengan gelembung-gelembung, hiperemesis gravidarum atau pre-eklamsia eklamsia sebelum 24
minggu, pemeriksaan penunjang USG dan kadar kuantitatif menentukan diagnosis lebih cepat dan
prognosis yang lebih baik.

A. Definisi
Mola berasal dari bahasa latin yang berarti massa dan hidatidosa berasal dari
kata Hydats yang berarti tetesan air.
Mola hidatidosa adalah kehamilan yang berkembang tidak wajar ( konsepsi yang patologis) dimana
tidak ditemukan janin dan hampir seluruh vili korialis mengalalami perubahan hidropik. Dalam hal
demikian disebut Mola Hidatidosa atau Complete mole sedangkan bila disertai janin atau bagian
janin disebut sebagai Mola Parsialis atau Partial mole.



B. Etiologi dan faktor resiko
Penyebab dari mola belum sepenuhnya diketahui dengan pasti tetapi ada beberapa dugaan
yang bisa menyebabkan terjadinya mola :
1) Faktor ovum memang sudah patologik, tetapi terlambat untuk dikeluarkan
2) Imunoselektif dari trofoblas
3) Keadaan sosioekonomi yang rendah
4) Malnutrisi, defisiensi protein, asam folat, karoten, vitamin, lemak hewani
5) Paritas tinggi
6) Umur, resiko tinggi kehamilan dibawah 20 atau diatas 40 tahun
7) Infeksi virus dan faktor kromosom yang belum jelas
8) Suku bangsa ( ras ) dan faktor geografi yang belum jelas
C. Patogenesis
Ada beberapa teori yang dapat menerangkan patogenesis penyakit ini.
1. Teori missed abortion.
Kematian mudigah pada usia kehamilan 3-5 minggu saat dimana seharusnya sirkulasi fetomaternal
terbentuk menyebabkan gangguan peredaran darah. Sekresi dari sel-sel yang mengalami hiperplasia
dan menghasilkan substansi-substansi yang berasal dari sirkulasi ibu diakumulasikan ke dalam
stroma villi sehingga terjadi kista villi yang kecil-kecil. Cairan yang terdapat dalam kista tersebut
menyerupai cairan ascites atau edema tetapi kaya akan HCG.
2. Teori neoplasma dari park
Teori ini mengemukakan bahwa yang abnormal adalah sel-sel trofoblas, yang mempunyai fungsi
yang abnormal pula, dimana terjadi resorpsi cairan yang berlebihan ke dalam vili sehingga timbul
gelembung. Hal ini menyebabkan gangguan peredaran darah dan kematian mudigah. Sebagian dari
vili berubah menjadi gelembung-gelembung yang berisi cairan jernih. Biasanya tidak ada janin,
hanya pada mola parsial kadang-kadang ditemukan janin. Gelembung-gelembung ini sebesar butir
kacang hijau sampai sebesar buah anggur. Gelembung ini dapat mengisi seluruh kavum uterus.
D. Histopatologi
Pada mola komplit didapatkan gambaran histologi berupa pembengkakan stroma vili, avaskular vili,
proliferasi trofoblas sedangkan pada mola parsial bisa didapatkan stroma vili yang mengalami
pembengkakan maupun stroma vili yang berukuran normal, fibrosis stroma vili-vili kecil dan
invaginasi trofoblas ke dalam stroma vili.
E. Patofisiologi
Pada Mola Hidatidosa atau Complete mole tidak ada jaringan fetus/janin. 90% merupakan
kromosom 46,XX dan 10% merupakan kromosom 46, XY. Semua kromosom berasal dari paternal.
Sebuah enukliasi telur dibuahi oleh sperma haploid (yang kemudian berduplikasi menjadi masing-
masing kromosom), atau sel telur dibuahi oleh dua sperma. Pada mola hidatidosa, vili korion
menyerupai anggur dan hiperplasia trofoblastik muncul.
Pada Mola parsialis atau Partial mole jaringan fetus/janin dapat ditemukan. Eritrosit dan pembuluh
darah janin pada vili dapat ditemukan. Komplemen kromosom nya 69,XXX atau 69 XXY.
Kromosom tersebut merupakan hasil dari pembuahan sel telur haploid dan duplikasi dari kromosom
haploid paternal. Seperti pada Complete mole, jaringan hiperplasia trofoblastik dan vili korion yang
lunak pun muncul pada mola ini.
F. Klasifikasi
Ada 4 tipe Gestasional Trophoblastic Disease / Penyakit Trofoblas menurut ACS (American Cancer
Society) yaitu:
1. Mola hidatidosa (komplit dan parsial)
2. Mola invasiv / koriokarsinoma villosum
3. koriokarsinoma / koriokarsinoma non villosum
4. placental site trophoblastic disease
Ada berbagai macam klasifikasi dalam kepustakaan dunia, salah satu-nya adalah :
1. Penyakit trofoblas jinak
1. mola hidatidosa/komplit
2. mola hidatidosa parsial
2. Penyakit trofoblas ganas
1. Non metastase
2. Metastase
- Prognosis baik
- Prognosis buruk
Mola hidatidosa/komplet
Mola hidatidosa komplet lebih sering daripada mola hidatidosa parsial. Resiko untuk berkembang
menjadi tumor trofoblas dari mola sekitara 20 %. Mola hidatidosa merupakan hasil konsepsi tanpa
adanya embrio. Ditandai dengan gambaran seperti sekelompok buah anggur. Villi khorialis yang
berkembang menjadi massa vesikel yang jernih vesikel tersebut tumbuh besar dan mengisi seluruh
cavum uteri
vesikel tersebut terdiri dari berbagai ukuran yang hampir tidak terlihat sampai beberapa centimeter
diameternya struktur histologis nya bersifat
degenerasi hidropik dan edema/pembengkakan stroma villi
tidak adanya pembuluh darah pada villi yang edema
proliferasi dari epitel tropoblas mencapai beberapa tingkatan/derajat beragam
tidak adanya fetus atau amnion
Berbagai penelitian sitogenetik terhadap kehamilan mola komplit, menemukan komposisi
kromosom yang paling sering 46, XX, dengan kromosom sepenuhnya berasal dari ayah. Ovum
dibuahi oleh sebuah sperma haploid yang kemudian mengadakan duplikasi kromosomnya sendiri
setelah meiosis. Kromosom ovum bisa tidak terlihat atau tampak tidak aktif. Tetapi semua mola
hidatidosa komplit tidak begitu khas dan kadang-kadang pola kromosom pada mola komplit bisa 46,
XY. Dalam keadaan ini, dua sperma membuahi satu ovum yang tidak mengandung kromosom.
Variasi lain juga pernah dikemukakan yaitu 45,X. Resiko neoplasia trofoblastik yang terjadi pada
mola komplit kurang lebih sebesar 20%.
Mola hidatidosa parsial
Kalau perubahan hidatidosa bersifat fokal dan belum begitu jauh dan masih terdapat janin dan
sedikitnya kantong amnion keadaan ini disebut sebagai mola parsialis. Pada sebagian villi yang
biasanya avaskuler terjadi pembengkakan hidatidosa yang berjalan lambat sementara villi yang
lainnya yang vaskuler dengan sirkulasi darah fetus plasenta yang berfungsi tidak mengalami
perubahan .
Hiperplasia tropoblastik yang terjadi lebih bersifat fokal daripada generalisata, kariotipe secara khas
triploid yang bisa 69,xxy atau 69,xyy dengan satu komplemen maternal tapi biasanya dengan dua
komplemen haploid paternal. Janin secara khas menunjukan stigmata triploid yang mencakup
malformasi kongenital multipel dan retardasi pertumbuhan. Resiko terjadinya koriokarasinoma
sangatlah kecil
Tabel karakteristik mola hidatidosa komplet dan parsialis
Mola hidatidosa/komplet Mola hidatidosa parsial
Kariotipe Diploid(46,XX atau 46,XY) Triploid (69,XXX atau 69,
XXY)
Patologi
Fetus Tidak ada kadang-kadang ada
Amnion, sel darah merah
janin
Tidak ada kadang-kadang ada
Edema villa Difus Bervariasi, fokal
Proliferasi trofoblastik Bervariasi, ringan sampai
berat
Bervariasi, fokal, ringan
sampai sedang
Gambaran klinis
Diagnosis Kehamilan mola Missed Abortion
Ukuran uterus 50% lebih besar u/ umur
kehamilan
Kecil u/ umur kehamilan
Kista theca-lutein 25-30% Jarang
Komplikasi Sering terjadi Jarang
Penyakit post mola

-Hcg20%
meningkat (> 50.000)< 5-10%
Meningkat sedikit (<50.000
(dari The American College of Obstetricians and Gynecologists 1993)
Mola invasiv / koriokarsinoma villosum
Mola invasiv merupakan bentuk mola hidatidosa yang menginvasi miometrium. Sel-sel trofoblas
dengan vili korialis akan menyusup ke dalam miometrium kemudian tidak jarang mengadakan
perforasi pada dinding uterus dan menyebabkan perdarahan intraabdominal. Dapat pula masuk ke
dalam vena seperti vena uterina dan terus ke vena iliaka interna. Mola ini berkembang pada 20%
wanita yang menderita mola hidatidosa komplet setelah dikuret. Resiko pada wanita ini meningkat
bila :
- waktu yang lama (> 4 bulan) dari periode berhenti dan perawatan
- uterus menjadi sangat besar
- usia > 40 tahun
- mempunyai riwayat GTD sebelumnya
Apabila mola ini berkembang terus, dapat menyebabkan lubang di uterus dan berdarah dengan
mudah. Mola ini dapat komplet atau parsial, terkadang dapat menghilang sendiri atau
membutuhkan kemoterapi. Apabila disertai perdarahan abdomen sering dilakukan
histerektomi. Pada 15% kasus tumor menyebar/metastasis melalui pembuluh darah ke organ lain,
biasanya ke paru-paru.
Koriokarsinoma / koriokarsinoma non villosum
Penyakit ini merupakan jenis yang terganas dari penyakit trofoblas. Sebagian besar didahului oleh
mola hidatidosa (83,3%) tetapi dapat juga didahului oleh abortus atau persalinan biasa (7,6%).
Tumbuh sangat cepat dan sering menyebabkan metastasis ke organ-organ lain seperti paru-paru,
vulva, vagina, hepar dan otak. Bila setelah akhir suatu kehamilan terjadi perdarahan-perdarahan
yang tidak teratur, disertai tanda subinvolusi uterus kita harus curiga adanya koriokarsinoma.
Acosta Sison mengajukan istilah HBEs
- H having expelled a product of conception
- B bleeding
- Es Enlargement and softness of the uterus
Terlebih lagi apabila disertai kenaikan Hcg dan adanya metastasis.
Placental site trophoblastic disease
Merupakan bentuk yang jarang terjadi, berkembang ketika plasenta menyentuh uterus. Tumor ini
biasanya berkembang setelah kehamilan normal atau abortus. Kebanyakan tidak menyebar ke organ
lain dan tidak sensitif terhadap kemoterapi seperti jenis lain, oleh karena itu pada tipe ini
memerlukan operasi sebagai penanganan
.

Trofoblas non metastase
Pada jenis ini tidak terdapat penyebaran penyakit di luar uterus. Diagnosa biasanya dibuat selama
follow up setelah penanganan kehamilan mola. Terapi untuk pasien ini ada dua pilihan yaitu
kemoterapi dosis tunggal atau kombinasi kemoterapi dan histerektomi pada pasien yang tidak ingin
mempertahankan fungsi reproduksinya lagi.
Dosis obat yang dianjurkan:
- MTX 30-60 mg/m
2
IM 1 minggu sekali
- MTX 0,4 mg/kgbb/hari IV atau IM untuk 5 hari, ulangi tiap 14 hari
- MTX 1 mg/kgbb IM pada hari 1,3,5,7 dan asam folat 0,1 mg/kgbb IM pada hari 2,4,6,8
- Dactinomycin 1,25 mg/m
2
IV setiap 14 hari
- Dactinomycin 10-12 g/kg/hari IV untuk 5 hari, ulangi setiap 14 hari.
MTX kontraindikasi pada kelainan hepar atau ketika fungsi ginjal terganggu. Selama pengobatan,
kadar -hCG dan darah lengkap harus diperiksa. -hCG harus diperiksa sekurang-kurangnya selama
12 bulan setelah kadarnya normal.
Trofoblas metastase / Koriokarsinoma klinik
Pada jenis ini terdapat penyebaran penyakit di luar uterus. Ada beberapa klasifikasi untuk penyakit
trofoblas metastase.
Menurut National Cancer Institute, kategori ini dibagi dalam dua kelompok yaitu:
1. Kelompok Prognosis baik/Resiko rendah
- Kehamilan terakhir < 4 bulan
- Kadar HCG < 40.000 mUI/mL
- Tidak terdapat metastase ke otak maupun hati
- Belum pernah dikemoterapi sebelumnya
2. Kelompok Prognosis buruk/Resiko tinggi
- Kehamilan terakhir > 4 bulan
- Kadar HCG > 40.000 mUI/mL
- Terdapat metastase ke otak maupun hati
- Terdapat kegagalan kemoterapi sebelumnya
- Kehamilan sebelumnya aterm
Pada kelompok prognosis baik, kemoterapi dosis tunggal seperti pada trofoblas non metastase di
atas biasanya berhasil dengan MTX sebagai obat pilihan. Dosis MTX 20 mg/hari selama 5 hari
berturut-turut, berhenti satu minggu, kemudian diulangi kembali sampai kadar HCG mencapai nilai
normal tiga kali berturut-turut. Keuntungan dosis tunggal ini adalah lebih sedikit toksik
dibandingkan dengan dosis ganda.
Pada kelompok prognosis buruk, diberikan pengobatan kombinasi. Untuk mengurangi efek
samping, diberikan leucovorin. Untuk kasus dengan pendarahan hebat atau uterus yang besar,
histeroktomi masih mempunyai tempat, tetapi harus diteruskan dengan sitostatika. Harahap
menganggap bahwa terapi gabungan antara histerektomi dan sitostatika memberikan hasil yang
lebih baik. Hal ini dapat diterima bila penderita tidak muda lagi dan telah cukup mempunyai anak.
Walaupun sitostatika ini sangat berharga dalam pengobatan koriokarsinoma, tetapi harus diinsyafi
bahwa obat ini berbahaya bahkan dapat menimbulkan kematian kalau tidak diawasi dengan benar.
Karena itu, sebelum dan sesudah pemberian sitostatika harus diperiksa sistem hemopoetis, fungsi
hepar dan fungsi ginjal.
Dosis obat yang dianjurkan untuk penyakit trofoblas kelompok pognosis buruk/resiko tinggi
: hari ke-
1. Etoposide 100mg/m
2
IV lebih dari 30 menit
Actinomycin D 0.5 mg IV bolus
Methotrexate2 100 mg/m
2
IV bolus
200 mg/m
2
IV lebih dari 12 jam
2. Etoposide 100 mg/m
2
IV lebih dari 30 menit
Actinomycin D 0.5 mg IV bolus
Folinic acid 15 mg IM, IV atau oral setiap 12 jam untuk 4 dosis awal 24 jam setelah MTX
diberikan.
8. Cyclophospamide 600 mg/m
2
IV
Vincristine 1 mg/m
2
IVbolus
Pilihan terbaik pada jenis ini adalah kemoterapi EMA/CO.
Klasifikasi WHO didasarkan pada beberapa parameter yang disebut WHO Scoring System.
Parameter 0 1 2 3
Usia (thn)
Kehamilan sebelumnya
Interval (bln)
< 39
Mola
< 4
> 39
Abortus
4 6
Aterm
7 12
10000 100000
> 12
> 100000
Otak
HCG sebelum terapi
ABO maternal-paternal
Ukuran tumor terbesar
(cm)
Lokasi metastase
Jumlah metastase
Kemoterapi terdahulu
< 1000 1000 10000
OxA, AxO
3 5
Limpa, ginjal
1 4
B, AB
> 5
GIT, hati
4 8
single
> 8
> 2
Total score:
0 4 resiko rendah 5 7 resiko sedang > 8 resiko tinggi
Klasifikasi menurut FIGO (International Federation on Gynecology and Obstetrics), sistem stadium
berdasarkan penyebaran dan keadaan dua faktor resiko berupa kadar HCG dan jarak sejak
kehamilan awal.
1. Stadium I : terbatas pada uterus
2. Stadium II : metastatis ke parametrium, serviks dan vagina
3. Stadium III : metastatis ke paru-paru
4. Stadium IV : metastatis ke organ lain, seperti usus, hepar atau otak.
Faktor resiko: -. HCG . 100.000 mUI/ml
-. Jarak dari terminasi kehamilan awal ke diagnosis > 6 bulan
G. Diagnosis
Gejala Klinik
Perdarahan vaginal
Perdarahan vaginalmerupakan gejala yang mencolok dan dapat bervariasi mulai spotting sampai
perdarahan yang banyak. Biasanya terjadi pada trisemester pertama dan merupakan gejala yang
paling banyak muncul pada lebih dari 90% pasien mola. Tiga perempat pasien mengalami gejala ini
sebelum usia kehamilan 3 bulan. Hanya sepertiga pasien yang mengalami perdarahan hebat. Sebagai
akibat dari perdarahan tersebut, gejala anemia agak sering dijumpai lebih jauh. Kadang-kadang
terdapat perdarahan tersembunyi yang cukup banyak di dalam uterus. Pembesaran uterus yang
tumbuh sering lebih besar dan lebih cepat daripada kehamilan normal, hal ini ditemukan pada
setengah kasus pasien mola. Adapula kasus-kasus yang uterusnya lebih kecil atau sama dengan
besarnya kehamilan normal walaupun jaringan belum dikeluarkan.
Hiperemesis gravidarum
Pasien biasanya mengeluh mual muntah hebat. Hal ini akibat dari proliferasi trofoblas yang
berlebihan dan akibatnya memproduksi terus menerus B HCG yang menyebabkan peningkatan B
HCG hiperemesis gravidarum tampak pada 15 -25 % pasien mola hidatidosa. Walaupun hal ini sulit
untuk dibedakan dengan kehamilan biasa. 10% pasien mola dengan mual dan muntah cukup berat
sehingga membutuhkan perawatan di rumah sakit.
Ukuran uterus lebih besar dari usia kehamilan
Hal ini disebabkan oleh pertumbuhan tropoblastik yang berlebihan, volume vesikuler vilii yang besar
rasa tidak enak pada uterus akibat regangan miometrium yang berlebihan. Pada sebagian besar
pasien ditemukan tanda ini tetapi pada sepertiga pasien uterus ditemukan lebih kecil dari yang
diharapkan.
Aktifitas janin
Meskipun uterus cukup besara untuk mencapai simfisis secara khas tidak ditemukan aktifitas janin
sekalipun dideteksi dengan instrumen yang paling sensitif tidak teraba bagian janin dan tidak teraba
gerakan janin.
Pre-eklamsia
Tanda tanda pre-eklamsia selama trisemester pertama atau awal trisemester kedua muncul pada 10-
12%. Pada trisemester kedua sekitar 27 % pasien mola hidatidosa komplit berlanjut dengan toksemia
yang dicirikan oleh tekanan darah > 140 /90 proteinuria > 300 mg/dl dan edema generalisata
dengan hiperrefleksi. Pasien dengan konvulsi jarang.
Hipertiroid
Kadar tiroksin plasma pada wanita dengan kehamilan mola sering meningkat (10%), namun gejala
hipertiroid jarang muncul. Terjadinya tirotoksikosis pada mola hidatidosa berhubungan erat dengan
besarnya uterus. Makin besar uterus makin besar kemungkinan terjadi tirotoksikosis. Oleh karena
kasus mola dengan uterus besar masih banyak ditemukan, maka dianjurkan agar pada setiap kasus
mola hidatidosa dicari tanda-tanda tirotoksikosis secara aktif dan memerlukan evakuasi segera
karena gejala-gejala ini akan menghilang dengan menghilangnya mola.
Mola yang disertai tirotoksikosis mempunyai prognosis yang lebih buruk, baik dari segi kematian
maupun kemungkinan terjadinya keganasan. Biasanya penderita meninggal karena krisis tiroid.
Peningkatan tiroksin plasma mungkin karena efek dari estrogen seperti yang dijumpai pada
kehamilan normal. Serum bebas tiroksin yang meningkat sebagai akibat thyrotropin like effect
dari Chorionic Gonadotropin Hormon. Terdapat korelasi antara kadar hCG dan fungsi endogen
tiroid tapi hanya kadar hCG yang melebihi 100.000 iu/L yang bersifat tirotoksis. Sekitar 7 % mola
hidatidosa komplit datang dengan keluhan seperti hipertensi, takikardi, tremor, hiperhidrosis,
gelisah emosi labil dan warm skin
Kista teka lutein
Diameter kista ovarium lebih dari 6 cm dan menyertai pembesaran ovarium. Kista ini biasanya tidak
dapat dipalpasi dengan manual tetapi diidentifikasi dengan USG pasien dapat memberikan tekanan
dan nyeri pada pelvik karena peningkatan ukuran ovarium dapat menyebabkan torsi ovarium. Kista
ini terjadi akibat respon BHCG yang sangat meningkat dan secara spontan mengalami penurunan
(regresi) setelah mola dievakuasi, rangsangan elemen lutein yang berlebih oleh hormon korionik
gonadotropin dalam jumlah besar yang disekresi oleh trofoblas yang berproliferasi.
Kista teka lutein multipel yang menyebabkan pembesaran satu atau kedua ovarium terjadi pada 15-
30% penderita mola. Umumnya kista ini menghilang setelah jaringan mola dikeluarkan tetapi ada
juga kasus dimana kista lutein baru ditemukan pada saat follow up. Kasus mola dengan kista lutein
mempunyai resiko 4 kali lebih besar untuk mendapatkan degenerasi keganasan di kemudian hari.
Pada setengah jumlah kasus, kedua ovarium membesar dan involusi dari kista terjadi setelah
beberapa minggu, biasanya seiring dengan penurunan kadar HCG. Tindakan bedah hanya
dilakukan bila ada ruptur dan perdarahan atau pembesaran ovarium tadi mengalami infeksi.
Embolisasi
Sejumlah trofoblas dengan atau tanpa stroma vili keluar dari uterus ke vena pada saat evakuasi.
Sebetulnya pada setiap kehamilan selalu ada migrasi sel trofoblas ke peredaran darah kemudian ke
paru tanpa memberi gejala apapun. Tetapi pada kasus mola kadang-kadang sel trofoblas ini
sedemikian banyak sehingga dapat menimbulkan emboli paru akut yang dapat menyebabkan
kematian. Jumlah dan volume akan menentukan gejala dan tanda dari emboli paru akut bahkan
akibat yang fatal, walaupun kefatalan jarang terjadi.
Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik didapatkan
1. inspeksi
- muka dan kadang kadang badan kelihatan pucat kekuning-kunigan yang disebut sebagai mola
face
- gelembung mola yang keluar
2. palpasi
- uterus lembek dan membesar tidak sesuai kehamilan
- adanya fenomena harmonika kalau darah dan gelembung mola keluar maka tinggi fundus uteri
akan turun lalu naik lagi karena terkumpulnya darah baru.
- Tidak teraba bagian-bagian janin dan balotemen yang gerak janin
3. auskultasi
- Tidak terdengar bunyi denyut jantung janin (pada mola hidatidosa parsial mungkin dapat
didengar BJJ)
- Terdengar bising dan bunyi khas

4. pemeriksaan dalam
- Pastikan besarnya rahim, rahim terasa lembek, tidak ada bagian-bagian janin, terdapat
perdarahan dan jaringan dalam kanalis servikalis dan vagina, serta evaluasi keadaan serviks.
Pemeriksaan penunjang
Laboratorium
Karakteristik yang terpenting pada penyakit ini adalah kemampuan dalam memproduksi hCG,
sehingga jumlahnya meningkat lebih tinggi dibandingkan kadar -hCG seharusnya pada usia
kehamilan yang sama.
Hormon ini dapat dideteksi pada serum maupun urin penderita dan pemeriksaan yang lebih sering
dipakai adalah -hCG kuantitatif serum. Pemantauan secara hati-hati dari kadar -hCG penting
untuk diagnosis, penatalaksanaan dan tindak lanjut pada semua kasus penyakit trofoblastik. Jumlah
-hCG yang ditemukan pada serum atau pada urin berhubungan dengan jumlah sel-sel tumor yang
ada.
Untuk pemeriksaan Gallli mainini 1/300 suspek mola hidatiosa dan jika 1/200 kemungkinan mola
hidatidosa atau gemelli. Pengukuran -hCG pada urin dengan kadar >100.000 mIU /ml/24 jam
dapat dianggap sebagai mola.

Foto rontgen abdomen
Tidak tampaknya tulang janin pada kehamilan 3-4 bulan
USG
Gambaran berupa badai salju tanpa disertai kantong gestasi atau janin USG ini merupakan
pemeriksaan penunjang yang spesifik antar kehamilan dengan mola hidatiosa.
Pada kelainan mola, bentuk karakteristik berupa gambaran seperti badai salju dengan atau tanpa
kantong gestasi atau janin. Pemeriksaan ini sebaiknya dilakukan pada setiap pasien yang pernah
mengalami perdarahan pada trimester awal kehamilan dan memiliki uterus lebih besar dari usia
kehamilan. USG dapat menjadi pemeriksaan yang spesifik untuk membedakan antara kehamilan
normal dengan mola hidatidosa.
Pada 20-50% kasus dijumpai adanya massa kistik di daerah adneksa. Massa tersebut berasal dari
kista teka lutein.
Amniografi
Penggunaan bahan radiopak yang dimasukkan ke dalam uterus secara trans abdominal akan
memberikan gambaran radiografik khas pada kasus mola hidatidosa kavum uteri ditembus dengan
jarum untuk amniosentesis. 20 ml Hypaque disuntikkan segera dan 5-10 menit kemudian dibuat
foto anteroposterior. Pola sinar X seperti sarang tawon, khas ditimbulkan oleh bahan kontras yang
mengelilingi gelombang-gelombang korion. Dengan semakin banyaknya sarana USG yang tersedia
teknik pemeriksaan amniografi ini sudah jarang dipakai lagi. Bahan radiopaq yang dimasukan ke
dalam uterus akan memberikan gambaran seperti sarang tawon.
Uji sonde Hanifa
Sonde dimasukan pelan-pelan dan hati-hati ke dalam kanalis servikalis dan cavum uteri . bila tidak
ada tahanan sonde diputar setelah ditarik sedikit bila tetap tidak ada tahanan maka kemungkinan
adalah mola.
Foto thorax
Untuk melihat metastase.
T3dan T4
Untuk membuktikan gejala tirotoksikosis.

H. Diagnosis banding
1. Abortus
2. Kehamilan ganda
3. Kehamilan dengan mioma
4. Hidramnion
I. Penanganan
Terapi mola hidatidosa terdiri dari 4 tahap yaitu
1. Perbaiki keadaan umum
2. Pengeluaran jaringan mola
3. Terapi dengan profilaksis dengan sistostatika
4. Follow up

Ad.1 Perbaiki keadaan umum
Yang termasuk usaha ini misalnya koreksi dehidrasi, transfusi darah pada anemia berat (jika <8 gr
%) atau karena terjadi syok, dan menghilangkan atau mengurangi penyulit seperti preeklampsia dan
tirotoksikosis. Preeklampsia diobati seperti pada kehamilan biasa, sedangkan untuk tirotoksikosis
diobati sesuai protokol penyakit dalam misalnya propiltiourasil 3 x 100 mg oral dan propanolol 40-
80 mg.
Ad. 2 Pengeluaran jaringan mola
1. Kuretase
Dilakukan jika pemeriksaan DPL kadar -hCG serta foto thorax selesai
bila kanalis servikalis belum terbuka maka dilakukan pemasangan laminaria dan kuretase dilakukan
24 jam kemudian. Sebelum kuretase dengan kuret tumpul terlebih dahulu siapkan darah 500 cc dan
pasang infus dengan tetesan oxitocyn 10 mIU dalam 500 cc Dextrose 5 % dan seluruh jaringan
hasil kerokan di PA. Tujuh sampai 10 hari sesudah kerokan itu dilakukan kerokan ulangan dengan
kuret tajam, agar ada kepastian bahwa uterus betul-betul kosong dan untuk memeriksa tingkat
proliferasi sisa-sisa trofoblas yang dapat ditemukan. Makin tinggi tingkat itu, makin perlu untuk
waspada terhadap kemungkinan keganasan.
2. Histerektomi
Untuk mengurangi frekuensi terjadinya penyakit tropoblas ganas sebaiknya histerektomi dilakukan
pada
- wanita diatas 35 tahun
- anak hidup di atas 3 orang
- wanita yang tidak menginginkan anak lagi
Apabila ada kista teka lutein maka saat histerektomi, ovarium harus dalam keadaan baik, karena
akan menjadi normal lagi setelah kadar -HCG menurun.
3. Histerotomi
Tidak lagi menjadi metode pilihan.


Ad.3 Terapi profilaksis dengan sitostatika
Diberikan pada kasus mola dengan resiko tinggi akan terjadi keganasan, misalnya pada umur
tua (35 tahun), riwayat kehamilan mola sebelumnya dan paritas tinggi yang menolak untuk
dilakukan histerektomi, atau kasus dengan hasil histopatologi yang mencurigakan.Biasanya
diberikan methotrexat atau actinomycin D. Tidak semua ahli setuju dengan cara ini, dengan alasan
jumlah kasus mola menjadi ganas tidak banyak dan sitostatika merupakan obat yang berbahaya.
Goldstein berpendapat bahwa pemberian sitostatika profilaksis dapat menghindarkan keganasan
dengan metastase, serta mengurangi koriokarsinoma di uterus sebanyak 3 kali.
Kadar -hCG di atas 100.000 IU/L praevakuasi dianggap sebagai resiko tinggi untuk
perubahan ke arah ganas, pertimbangkan untuk memberikan methotrexate (MTX) 35 mg sehari
selama 5 hari dengan interval 2 minggu sebanyak 3 kali pemberian. Dapat juga diberikan
actinomycin D 12 g/kgBB/hari selama 5 hari.
Ad .4 Follow up
Lama pengawasan berkisar antara satu atau dua tahun, mengingat kemungkinan terjadi
keganasan setelah mola hidatidosa ( 20%). Untuk tidak mengacaukan pemeriksaan selama periode
ini pasien dianjurkan untuk tidak hamil dulu, dengan pemakaian alat kontrasepsi.
Selama pengawasan, secara berkala dilakukan pemeriksaan ginekologik, kadar -hCG dan
radiologi. Pemeriksaan ginekologi dimulai satu minggu setelah pengeluaran jaringan mola. Pada
pemeriksaan ini dinilai ukuran uterus, keadaan adneksa serta cari kemungkinan metastase ke vulva,
vagina, uretra dan cervix. Sekurang-kurangnya pemeriksaan diulang setiap 4 minggu.
Cara yang paling peka saat ini adalah dengan pemeriksaan -hCG yang menetap untuk
beberapa lama. Jika masih meninggi, hal ini berarti masih ada sel-sel trofoblas yang aktif. Cara yang
umum dipakai sekarang ini adalah dengan radioimmunoassay terhadap -HCG sub unit.
Pemeriksaan kadar -HCG dilakukan setiap minggu atau setiap 2 minggu sampai kadar menjadi
negatif lalu diperiksa ulang sebulan sekali selama 6 bulan, kemudian 2 bulan selama 6 bulan.
Seharusnya kadar -HCG harus kembali normal dalam 14 minggu setelah evakuasi.
Pemeriksaan foto toraks dilakukan tiap 4 minggu, apabila ditemukan adanya metastase
penderita harus dievaluasi dan dimulai pemberian kemoterapi.
Apabila Pemeriksaan fisik, foto toraks dan kadar -HCG dalam batas normal, follow up dapat
dihentikan dan ibu diperbolehkan hamil setelah 1 tahun. Bila selama masa observasi kadar -HCG
menetap atau bahkan cenderung meningkat atau pada pemeriksaan klinis.
Pemakaian IUD merupakan kontraindikasi. Pil KB kombinasi tidak hanya memperlambat
penurunan titer -HCG namun juga dapat menstimulasi neoplasia trofoblas dan pil KB kombinasi
ini dapat digunakan bila -HCG negatif. Anjuran sterilisasi biasa dilakukan pada penderita usia tua
ataupun penderita yang telah memiliki cukup anak.
J. Komplikasi
1. 1. Komplikasi non maligna
Perforasi uterus
Selama kehamilan kadang-kadang terjadi dan jika terjadi perforasi uterus , kuretase harus
dihentikan. Laparoskopi atau laparotomi harus dilakukan untuk mengetahui tempat terjadinya
perforasi.
Perdarahan
Merupakan komplikasi yang terjadi sebelum selama dan bahkan setelah tindakan kuretase. Oleh
karena itu oksitosin intravena dilakukan sebelum memulai tindakan kuretase sehingga mengurangi
kejadian perdarahan ini.
DIC
Faktor yang dilepaskan jaringan mola mempunyai aktivitas fibinolitik. Semua pasien di-skreening
untuk melihat adanya koagulopati.
Embolisme tropoblastik
Dapat menyebabkan insufisiensi pernapasan akut. Faktor resiko terbesar terjadi pada uterus yang
lebih besar dari yang diharapkan pada usia gestasi 16 minggu. Keadaan ini bisa fatal.
Infeksi pada sevikal atau vaginal.
Perforasi pada dinding uterus yang tipis selama evakuasi mola dapat menyebabkan penyebaran
infeksi. Ruptur uteri spontan bisa terjadi pada mola benigna dan mola maligna.
1. 2. Komplikasi maligna
mola invasif atau koriokarsinoma berkembang pada 20 % kasus mola dan identifikasi pasien penting
untuk tindakan selanjutnya setelah mola komplit invasi uteri terjadi pada 15 % pasien dan metastase
4 pasien. Tidak terdapat kasus koriokarsinoma yang dilaporkan selah terjadi mola incomplete
meskipun ada juga yang menjadi penyakit tropoblastik non metastase yang menetap yang
membutuhkan kemoterapi.
K. Prognosis
Karena diagnosis yang dini dan pengobatan yang tepat mortalitas akibat mola hidatidosa pada
dasarnya tidak terjadi. Sekitar 20 % mola komplet berkembang menjadi keganasan trofoblas.
Anjuran untuk memberikan kemoterapi pada pasien pasca mola hidatidosa untuk 20 % belum dapat
diterima semua pihak untuk mencegah keganasan.

Anda mungkin juga menyukai