KARAKTERISTIK PEMBAKARAN PREMIXED MINYAK JARAK PADA CIRCULAR
TUBE BURNER
Bayu Alif Hardiyansyah, Lilis Yuliati, Francisca Gayuh Utami Dewi Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Brawijaya Jalan M.T. Haryono no. 167, Malang 65145, Indonesia Email: 105060207111022@mail.ub.ac.id
Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik pembakaran berupa kestabilan api, dimensi api, kecepatan pembakaran api, dan temperatur api pembakaran premixed minyak jarak pada circular tube burner. Variabel bebas dalam penelitian ini yaitu variasi debit udara hingga mengalami perubahan nilai equivalence ratio. Dengan equivalence ratio tertentu api dapat menyala sampai nantinya api mengalami lift off kemudian padam (blow off). Sedangkan laju alir penguapan minyak jarak dijaga konstan sebesar 0,046 ; 0,092 ; dan 0,123 mL/min. Hasil penelitian menunjukkan pada equivalence ratio semakin tinggi menyebabkan dimensi api semakin tinggi, kecepatan api semakin rendah dan temperatur api yang semakin rendah. Selain itu dengan perubahan laju penguapan minyak jarak yang semakin tinggi menyebabkan kenaikan tinggi api, kecepatan api, dan temperatur api. Sedangkan semakin besar laju alir penguapan minyak jarak menyebabkan api mengalami blow off pada equivalence ratio yang semakin tinggi. Kata Kunci: minyak jarak, pembakaran premixed, karakteristik pembakaran, circular tube burner. Pendahuluan Kebutuhan manusia yang sangat besar terhadap bahan bakar fosil menyebabkan cadangan sumber energi semakin lama semakin berkurang, selain itu berdampak pada lingkungan karena dapat menyebabkan polusi udara. Hal ini membuat masyarakat sadar bahwa ketergantungan terhadap bahan bakar fosil harus dikurangi. Untuk mengatasi permasalahan tersebut diperlukan adanya bahan bakar alternatif yang murah dan mudah didapatkan serta bersifat terbarukan (renewable). Salah satu bahan bakar alternatif yaitu minyak jarak (Jatropha Curcas Linneaus oil). Umumnya minyak jarak dimanfaatkan energinya dengan pembakaran secara difusi. Contoh penggunaan pembakaran minyak jarak secara umum yaitu sebagai bahan bakar mesin diesel yang menggunakan pembakaran difusi. Oleh karena itu, untuk penggunaan minyak jarak sebagai energi alternatif yang lebih luas diperlukan penelitian yang lebih mendalam agar penggunaan bahan bakar minyak jarak dapat digunakan dalam berbagai aplikasi yang lebih luas. Equivalence ratio berpengaruh penting dalam suatu reaksi pembakaran. Dharma (2013) meneliti tentang pengaruh variasi equivalence ratio terhadap karakteristik api pembakaran premixed minyak jarak pada perforated burner. Dari hasil penelitiannya didapatkan kesimpulan bahwa variasi equivalence ratio mempengaruhi pola api pembakaran premixed minyak jarak dan udara. Dengan laju penguapan bahan bakar yang konstan, penambahan debit udara mempengaruhi perubahan equivalence ratio. Perubahan nilai equivalence ratio akan mempengaruhi stabilitas nyala api. Penambahan debit udara yang semakin besar akan menyebabkan difusivitas massa reaktan lebih besar daripada difusivitas panas, sehingga api akan mengalami lift off sampai pada akhirnya api akan padam. Pranoto (2014) meneliti tentang pembakaran campuran uap minyak kapuk dan udara pada perforated burner. Peneliti 2
memvariasikan AFR pembakaran dengan debit bahan bakar minyak kapuk konstan dan udara divariasikan hingga debit tertentu hingga api mengalami lift off (api terangkat menjauhi mulut nosel) sebelum padam (blow off). Hasil penelitian ini menunjukkan pengaruh AFR mempengaruhi pola warna api yang tadinya berwarna kekuningan menjadi biru lalu api mulai terangkat (lift off) kemudian padam. Berdasarkan penelitian sebelumnya, perlu diteliti lebih lanjut karakteristik dari pembakaran premixed minyak jarak pada circular tube burner karena pada circular tube burner dapat menghasilkan api yang lebih sederhana sehingga didapatkan hasil penelitian yang lebih akurat tentang karakteristik pembakaran minyak jarak.
Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian eksperimental nyata (true experimental research). Variabel bebas dalam penelitian ini yaitu variasi debit udara. Variabel terikat yang diteliti yaitu dimensi api, kecepatan pembakaran, kestabilan api, dan temperatur api. Sedangkan variabel terkontrol dalam penelitian ini yaitu laju penguapan minyak jarak sebesar 0,046 ; 0,092 ; 0,123 mL/min dan dimensi burner. Dalam penelitian ini diamati karakteristik minyak jarak pada beberapa laju penguapan yang berbeda. Minyak jarak yang digunakan dalam penelitian ini adalah minyak jarak produksi BALITAS Malang, dengan komposisi asam lemak seperti ditunjukkan pada Tabel 1.
Tabel 1. Jenis dan komposisi asam lemak pada minyak jarak Asam Lemak Rumus Kimia Prosentase massa (gram) Asam Miristat C14H28O2 0,06 Asam 7- heksadekenoat C16H30O2 0,04 Asam Palmitoleat C16H30O2 0,75 Asam Palmitat C16H32O2 16,04 Asam Heptadekanoat C17H34O2 0,08 Asam Linoleat C18H32O2 28,71 Asam Oleat C18H34O2 43,8 Asam 7- oktadekenoat C18H34O2 1,7 Asam Stearat C18H36O2 8,64 Asam Eikosanoat C20H40O2 0,18 Dari tabel komposisi asam lemak tersebut, didapatkan reaksi pembakaran stokiometri minyak jarak sebagai berikut : 0.00026 C14H28O2 + 0.00015 C16H30O2 + 0.00295 C16H30O2 + 0.06265 C16H32O2 + 0.00029 C17H34O2 + 0.10253 C18H32O2 + 0.15531 C18H34O2 + 0.00602 C18H34O2 + 0.03042 C18H36O2 + 0.00057 C20H40O2 + 9,0091 (O2 + 3,76 N2) 6,37 CO2 + 6,0005 H2O + 33,874 N2 Dari reaksi pembakaran stokiometri tersebut didapatkan AFRstokiometri sebesar 12,367 gram massa udara/gram massa bahan bakar. Burner terbuat dari bahan material kuningan dengan ukuran diameter dalam nosel 3 mm, diameter luar burner 7 mm, dan ketebalan burner sebesar 2 mm. Dimensi burner dapat dilihat pada Gambar 1. 3
(Satuan = milimeter) Gambar 1. Dimensi circular tube burner
Pengambilan data Sebelelum melakukan pengambilan data, dilakukan pra-penelitian untuk mendapatkan data laju penguapan minyak jarak pada debit bahan bakar LPG tertentu, dengan cara menghitung waktu penguapan minyak jarak setiap 5 ml pada skala yang terlihat pada ketel. Sehingga didapatkan variasi laju penguapan minyak jarak sebagai berikut: Tabel 2. Variasi laju penguapan minyak jarak pada debit LPG tertentu Debit LPG (satuan skala) Debit Penguapan Minyak Jarak (mL/min) 0,4 0,046 0,5 0,092 0,55 0,123 Sedangkan untuk mendapatkan massa jenis minyak jarak yang diuapkan dapat dicari dengan menimbang massa minyak jarak dibagi dengan volume minyak jarak pada saat mendidih. Didapatkan massa jenis minyak jarak yang diuapkan sebesar 0,714 gram/mL. Sedangkan massa jenis udara sebesar 0,0012 gram/mL. Skema instalasi dalam penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2. Skema instalasi alat penelitian Setelah semua instalasi terpasang seperti pada Gambar 2 dan minyak jarak telah dimasukkan ke dalam ketel, atur katup LPG pada flow meter LPG sesuai dengan variasi penguapan bahan bakar minyak jarak yaitu 0,046; 0,092; atau 0,123 mL/min, lalu hidupkan kompor gas mawar. Tunggu beberapa menit hingga uap minyak jarak telah benar benar terbentuk. Percikkan api dengan korek pada ujung circular tube burner hingga terbentuk nyala api. Buka katup udara pada flow meter udara hingga debit udara yang terukur pada flow meter udara sesuai dengan variasi debit udara yang telah ditentukan. Setelah itu potret nyala api yang terbentuk pada ujung nozzle dan ukur temperatur api dengan thermocouple dan data logger. Titik pengukuran temperatur api dapat dilihat pada Gambar 3. Titik 1, 2, dan 3 terletak pada daerah tengah, puncak, dan sisi samping api. Lakukan langkah tersebut sampai pada akhirnya api padam.
Gambar 3. Titik pengukuran temperatur api 4
Pengolahan data Foto nyala api pada saat pengambilan data diolah dan dipotong dengan menggunakan software Microsoft Word dan Autocad 2010 sehingga tampak ukuran api yang sebenarnya. Foto tersebut kemudian disusun berjajar sesuai dengan nilai equivalence ratio minyak jarak terkecil hingga terbesar hingga api mengalami blow off. Susun foto nyala api tersebut dari variasi laju penguapan minyak jarak terkecil hingga terbesar, sehingga akan tampak visualisasi dan perbedaan dimensi dan warna api pada variasi laju penguapan minyak jarak dan debit udara yang berbeda. Dari visualisasi foto tersebut dapat diketahui tinggi dan sudut kerucut api. Dari sudut api dapat diketahui kecepatan api.
Hasil dan Pembahasan Visualisasi nyala api Visualisasi nyala api pembakaran premixed minyak jarak dilakukan pada 3 variasi laju penguapan yang berbeda, yaitu sebesar 0,046; 0,092; 0,123 mL/min. Untuk setiap variasi laju penguapan minyak jarak, debit udara divariasikan dari 0 mL/min dan ditingkatkan hingga api mengalami blow off. Visualisasi api pada pembakaran premixed minyak jarak pada laju penguapan minyak jarak sebesar 0,046; 0,092; dan 0,123 mL/min berturut-turut dapat dilihat pada Gambar 4, 5, dan 6.
Gambar 4. Visualisasi nyala api pembakaran minyak jarak pada laju penguapan 0,046 mL/min Gambar 4 menunjukkan bahwa api dapat menyala dengan stabil pada debit udara 0 (difusi) hingga equivalence ratio 0,95. Pada equivalence ratio 0,87 api mengalami lift off kemudian padam. Nyala api berwarna biru menandakan pembakaran yang terjadi mendekati stokiometrinya dimana sebagian besar didominasi pembakaran premixed. Pada pembakaran difusi dapat dilihat terdapat nyala api bewarna biru terang, biru gelap, dan kuning di daerah tepi bawah, tengah bawah, dan atas atau puncak api. Terjadi pembakaran kaya udara di daerah tepi bawah pada api difusi dengan pencampuran udara dari lingkungan sekitar. Lalu pada daerah tengah bawah api difusi terdapat daerah preheat zone atau daerah pemanasan awal dimana nyala api bewarna biru gelap yang diakibatkan oleh bahan bakar yang belum terbakar. Sedangkan daerah berwarna kuning disebut daerah non-stoikiometri dimana pada daerah ini rasio campuran antara bahan bakar dan udara menjauhi nilai 1. Warna kuning ini diakibatkan karena adanya jelaga atau sisa bahan bakar yang belum terbakar. Sisa bahan bakar yang belum terbakar tersebut terbakar kembali dengan udara sekitar secara difusi sehingga api bewarna kuning. Pada equivalence ratio kurang dari 2,28 terlihat dua lapis kerucut api yaitu pada kerucut dalam yang ditandai dengan nyala api bewarna biru tebal terjadi nyala api premixed akibat pencampuran bahan bakar dan udara dari T connector. Sedangkan nyala api premixed biru tipis terjadi pembakaran difusi dengan udara dari lingkungan sekitar api. Semakin mendekati nilai equivalence ratio 1 menyebabkan nyala api lebih terang, hal ini dikarenakan pembakaran mendekati kondisi stokiometrinya. Kondisi api mendekati pembakaran stokiometrinya menyebabkan bahan bakar minyak jarak terbakar sempurna dengan udara, sehingga pembakaran terbakar secara premixed yang menyebabkan api bewarna biru terang. Akibat pembakaran mendekati sempurna tersebut menyebabkan tidak ada daerah api 5
bewarna kuning yang terbakar secara difusi sehingga terbentuk nyala api yang semakin pendek. Sedangkan pada puncak api dengan equivalence ratio semakin kecil menyebabkan api semakin kurus dan sudut puncak api yang semakin runcing, hal ini dikarenakan kecepatan reaktan yang semakin tinggi. Sedangkan kestabilan api pada laju penguapan minyak jarak 0,092 mL/min dan 0,123 mL/min dapat diamati dari hasil foto visualisasi api pada Gambar 5 dan 6.
Gambar 5. Visualisasi nyala api pembakaran minyak jarak pada laju penguapan 0,092 mL/min
Gambar 6. Visualisasi nyala api pembakaran minyak jarak pada laju penguapan 0,123 mL/min Gambar 5 menunjukkan pada laju penguapan minyak jarak 0,092 mL/min api dapat menyala dengan stabil pada debit udara 0 (difusi) hingga equivalence ratio 1,41 kemudian mengalami lift off dan padam saat equivalence ratio 1,32. Sedangkan Gambar 6 menunjukkan pada laju penguapan minyak jarak 0,123 mL/min api dapat menyala mulai debit udara 0 (difusi) hingga equivalence ratio 2,15. Saat mencapai equivalence ratio 2,01 api mengalami blow off atau padam. Semakin tinggi laju penguapan minyak jarak menyebabkan api mengalami blow off pada equivalence ratio yang semakin tinggi pula. Hal ini disebabkan oleh rasio bahan bakar yang terbakar semakin besar menyebabkan nilai equivalence ratio yang semakin besar pula pada saat api mengalami lift off dan blow off. Dari ketiga variasi laju penguapan minyak jarak tersebut dapat dibandingkan nilai equivalence ratio yang sama yaitu sekitar 3,75 - 3,8 terjadi perbedaan ketinggian dan warna api yang terbentuk dalam pembakaran tersebut. Semakin tinggi laju penguapan minyak jarak pada nilai equivalence ratio yang sama menghasilkan api yang semakin tinggi. Hal ini disebabkan oleh semakin banyaknya uap minyak jarak yang terbakar sehingga menghasilkan tinggi api yang lebih besar pula. Pada variasi penguapan minyak jarak 0,046; 0,092; dan 0,123 mL/min api tidak tampak lagi terdapat daerah bewarna kuning/difusi pada equivalence ratio 1,62; 1,73; dan 2,32. Nilai equivalence ratio tersebut membuktikan bahwa semakin rendah laju penguapan minyak jarak yang terbakar menyebabkan semakin rendah nilai equivalence ratio yang dibutuhkan untuk terjadi pembakaran premixed. Hal ini disebabkan semakin sedikit minyak jarak yang terbakar membutuhkan kandungan udara yang sedikit pula untuk mencapai pembakaran mendekati stokiometriknya sehingga pada laju penguapan minyak jarak yang kecil membutuhkan nilai equivalence ratio yang semakin kecil pula untuk menghasilkan nyala api yang mendekati nilai stokiometriknya. 6
Hubungan equivalence ratio terhadap - dimensi api Dari tabel hasil penelitian didapatkan suatu hubungan laju penguapan minyak jarak yang berbeda terhadap karakteristik tinggi api yang terbentuk. Kecenderungan tersebut dapat dilihat pada Gambar 7 berikut.
Gambar 7. Hubungan equivalence ratio terhadap tinggi api Api cenderung semakin tinggi pada laju penguapan minyak jarak yang semakin besar. Hal ini disebabkan semakin banyaknya bahan bakar minyak jarak yang terbakar saat laju penguapan minyak jarak tinggi, sehingga mengakibatkan tinggi api yang semakin besar pula. Selain itu pada equivalence ratio yang semakin tinggi pada ketiga variasi laju penguapan minyak jarak terdapat kecenderungan kenaikan tinggi api. Pada equivalence ratio tinggi, terjadi pembakaran tidak sempurna yang ditandai dengan munculnya warna api kuning pada api bagian atas. Pada pembakaran miskin udara terdapat dua warna api yaitu biru dan kuning, dimana warna biru merupakan bahan bakar terbakar secara premixed, dan warna kuning merupakan api yang terbakar tidak sempurna karena kekurangan oksidator. Kurangnya udara sebagai oksidator menyebabkan terjadinya pembakaran secara difusi. Hal inilah yang menyebabkan warna api bagian atas pada pembakaran miskin udara bewarna kuning yang menyebabkan api semakin tinggi. Oleh karena itu pada equivalence ratio yang tinggi terbentuk nyala api yang lebih tinggi daripada equivalence ratio yang rendah. Pada Gambar 6, antara laju penguapan minyak jarak yang tertinggi 0,123 mL/min menghasilkan grafik kenaikan ketinggian yang lebih curam dibandingkan pada laju penguapan minyak jarak rendah 0,046 mL/min. Selain itu dapat dilihat pula pada foto visualisasi nyala api, dapat dibandingkan nyala api difusi yang terbentuk pada laju penguapan minyak jarak tertinggi terdapat zona warna kuning yang lebih tinggi daripada nyala api difusi yang terbentuk pada laju penguapan minyak jarak lebih rendah. Hal ini dikarenakan pada laju penguapan minyak jarak tertinggi menghasilkan lebih banyak bahan bakar yang tidak terbakar sempurna sehingga terdapat lebih banyak jelaga yang terbentuk akibat pembakaran non-stokiometri pada equivalence ratio yang semakin tinggi yaitu pada laju penguapan tertinggi memiliki equivalence ratio hingga mencapai 30,22 sedangkan pada laju penguapan minyak jarak terendah hanya mencapai 11,4. Semakin tinggi nilai equivalence ratio menandakan semakin besar uap minyak jarak yang tidak terbakar sempurna. Sehingga pada laju penguapan minyak jarak tertinggi memiliki grafik ketinggian yang lebih curam daripada laju penguapan lain yang lebih rendah.
Hubungan equivalence ratio terhadap kecepatan api Untuk mendapatkan hubungan dari kecepatan api dari variasi laju penguapan minyak jarak yang berbeda-beda dapat dilihat pada Gambar 8. 7
Gambar 8. Hubungan equivalence ratio udara terhadap kecepatan api Laju penguapan minyak jarak yang semakin besar menyebabkan kecepatan api yang semakin besar pada nilai equivalence ratio yang sama. Hal ini disebabkan oleh sudut kerucut api yang terbentuk pada laju penguapan minyak jarak 0,123 mL/min memiliki sudut kerucut api yang lebih besar daripada laju penguapan minyak jarak 0,046 dan 0,092 mL/min pada equivalence ratio yang sama. Sesuai dengan rumus kecepatan api yaitu SL = Vu . sin , nilai sudut kerucut api () berbanding lurus dengan nilai SL sehingga menyebabkan kecepatan api yang semakin tinggi saat sudut yang terbentuk juga semakin besar. Selain itu laju penguapan minyak jarak yang semakin tinggi menyebabkan kecepatan reaktan (Vu) semakin tinggi, yang mengakibatkan semakin tinggi nilai kecepatan api (SL) yang terbentuk. Sedangkan semakin rendah equivalence ratio menyebabkan kecepatan api semakin tinggi. Hal ini disebabkan pada equivalence ratio yang rendah terjadi pembakaran mendekati kaya udara, sehingga pembakaran akan berlangsung secara cepat dengan bantuan jumlah udara yang lebih besar. Pada Gambar 8 terjadi penurunan kecepatan pembakaran yang signifikan pada equivalence ratio kecil. Hal ini disebabkan pada nilai equivalence ratio kecil terjadi pembakaran kaya udara dan mendekati pembakaran stokiometrinya. Hal ini ditandai dengan equivalence ratio mendekati 1. Oleh karena fraksi udara dan bahan bakar terbakar mendekati sempurna, maka kecepatan pembakaran semakin meningkat pada nilai equivalence ratio mendekati 1.
Hubungan Equivalence Ratio Terhadap Temperatur Api Dapat dilihat pada Gambar 3, titik 1 merupakan daerah tengah api yang berjarak 2 mm dari mulut burner, titik 2 merupakan daerah pada puncak tertinggi api, dan titik 3 merupakan daerah pada tepi samping api yang berjarak 2 mm dari burner. Sedangkan grafik hubungan equivalence ratio terhadap temperatur api pada laju penguapan uap minyak jarak 0,046 mL/min dapat dilihat pada Gambar 9.
Gambar 9. Hubungan equivalence ratio terhadap temperatur api pada laju penguapan minyak jarak 0,046 mL/min
Dapat dibandingkan temperatur api pada laju penguapan uap minyak jarak 0,046 mL/min terlihat kecenderungan bahwa temperatur di titik 1 merupakan daerah temperatur terendah. Hal ini disebabkan oleh masih banyaknya reaktan yang belum terbakar karena zona tersebut merupakan daerah pemanasan awal sehingga temperatur yang terbentuk masih rendah. Pada temperatur di titik 2 lebih tinggi dari titik 1 karena bahan bakar terbakar lebih sempurna sehingga temperaturnya meningkat pada puncak api. Temperatur tertinggi pada suatu 8
pembakaran terletak pada daerah di titik 3 yaitu terdapat pada daerah tepi samping api. Hal ini dikarenakan zona reaksi pembakaran terjadi di tepi api dan semakin lama akan menuju ke pusat api. Temperatur di daerah tengah api lebih rendah karena daerah tersebut merupakan daerah dimana fraksi reaktan masih belum terbakar secara sempurna akibat zona tersebut berada di atas mulut nosel. Sedangkan Gambar 4.8-4.10 merupakan grafik hubungan equivalence ratio terhadap temperatur api di titik 1, 2, dan 3 pada laju penguapan 0,046; 0,092; dan 0,123 mL/min.
Gambar 10. Hubungan equivalence ratio terhadap temperatur api di titik 1 pada laju penguapan 0,046; 0,092; dan 0,123 mL/min
Gambar 11. Hubungan debit udara terhadap temperatur api pada laju penguapan minyak jarak 0,123 mL/min Dapat dilihat pada Gambar 3, titik 1, 2, dan 3 berada pada zona tengah, puncak, dan sisi samping api. Sedangkan pada Gambar 9 11 terlihat kecenderungan bahwa temperatur di titik 1 merupakan daerah temperatur terendah. Hal ini disebabkan oleh masih banyak reaktan yang belum terbakar karena zona tersebut merupakan daerah pemanasan awal sehingga temperatur yang terbentuk masih rendah. Sedangkan temperatur di titik 2 lebih tinggi dari titik 1 karena bahan bakar terbakar lebih sempurna sehingga temperaturnya meningkat pada puncak api. Temperatur tertinggi pada suatu pembakaran terletak pada daerah di titik 3 yaitu terdapat pada daerah tepi api. Hal ini dikarenakan zona reaksi pembakaran terjadi di tepi api dan semakin lama akan menuju ke pusat api. Temperatur di tengah lebih rendah karena daerah tersebut merupakan daerah dimana fraksi reaktan masih belum terbakar secara sempurna akibat zona tersebut berada di atas mulut nosel. Sedangkan hubungan equivalence ratio yang sama terhadap temperatur api pada laju penguapan minyak jarak berbeda dapat dilihat pada Gambar 12.
Gambar 12. Hubungan equivalence ratio terhadap temperatur api pada laju penguapan minyak jarak 0,046 ; 0,092 ; dan 0,123 mL/min Pada Gambar 12 membandingkan temperatur api pada titik 1, 2, dan 3 pada nilai equivalence ratio yang sama pada laju penguapan minyak jarak yang berbeda. Dari gambar tersebut menunjukkan bahwa laju penguapan minyak jarak 0,123 mL/min menghasilkan temperatur yang paling tinggi difusi Titik 1 Titik 2 Titik 3 9
dari laju penguapan minyak jarak 0,046 dan 0,092 mL/min. Hal ini disebabkan oleh semakin banyak laju penguapan minyak jarak menghasilkan kalor yang lebih tinggi pada suatu pembakaran.
Kesimpulan Dari hasil dan analisa pembahasan karakteristik pembakaran minyak jarak pada circular tube burner, didapatkan kesimpulan sebagai berikut: Semakin besar equivalence ratio maka semakin tinggi api yang terbentuk dan mengakibatkan sudut kerucut api yang semakin kecil. Perubahan laju penguapan minyak jarak yang semakin besar menyebabkan dimensi api yang semakin tinggi dan sudut api yang semakin kecil. Semakin besar equivalence ratio menyebabkan kecepatan pembakaran yang semakin kecil. Semakin besar laju penguapan minyak jarak menyebabkan kecepatan api yang semakin besar. Semakin besar debit udara menyebabkan temperatur api yang semakin tinggi. Semakin besar laju penguapan minyak jarak yang diuapkan menyebabkan temperatur yang lebih tinggi. Semakin tinggi laju penguapan minyak jarak yang diuapkan menyebabkan api mengalami blow off pada equivalence ratio yang lebih tinggi.
Daftar Pustaka Turns, Stephen R. 1996. An Introduction to Combustion: Concept and Applications. Singapore: McGraw- Hill,Inc Wardana, ING. 2008. Bahan bakar dan Teknologi Pembakaran. PT. Danar Wijaya Brawijaya University Press, Malang Buffam, J. & Cox, K. 2008. Measure of Laminar Burning Velocity of Methane Air Mixture Using a Slot and Bunsen Burner 10