Anda di halaman 1dari 11

1

KARAKTERISTIK PEMBAKARAN PREMIXED MINYAK JARAK PADA CIRCULAR


TUBE BURNER

Bayu Alif Hardiyansyah, Lilis Yuliati, Francisca Gayuh Utami Dewi
Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Brawijaya
Jalan M.T. Haryono no. 167, Malang 65145, Indonesia
Email: 105060207111022@mail.ub.ac.id

Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik pembakaran berupa kestabilan api,
dimensi api, kecepatan pembakaran api, dan temperatur api pembakaran premixed minyak jarak pada
circular tube burner. Variabel bebas dalam penelitian ini yaitu variasi debit udara hingga mengalami
perubahan nilai equivalence ratio. Dengan equivalence ratio tertentu api dapat menyala sampai nantinya
api mengalami lift off kemudian padam (blow off). Sedangkan laju alir penguapan minyak jarak dijaga
konstan sebesar 0,046 ; 0,092 ; dan 0,123 mL/min. Hasil penelitian menunjukkan pada equivalence ratio
semakin tinggi menyebabkan dimensi api semakin tinggi, kecepatan api semakin rendah dan temperatur
api yang semakin rendah. Selain itu dengan perubahan laju penguapan minyak jarak yang semakin tinggi
menyebabkan kenaikan tinggi api, kecepatan api, dan temperatur api. Sedangkan semakin besar laju alir
penguapan minyak jarak menyebabkan api mengalami blow off pada equivalence ratio yang semakin
tinggi.
Kata Kunci: minyak jarak, pembakaran premixed, karakteristik pembakaran, circular tube burner.
Pendahuluan
Kebutuhan manusia yang sangat
besar terhadap bahan bakar fosil
menyebabkan cadangan sumber energi
semakin lama semakin berkurang, selain itu
berdampak pada lingkungan karena dapat
menyebabkan polusi udara. Hal ini membuat
masyarakat sadar bahwa ketergantungan
terhadap bahan bakar fosil harus dikurangi.
Untuk mengatasi permasalahan tersebut
diperlukan adanya bahan bakar alternatif
yang murah dan mudah didapatkan serta
bersifat terbarukan (renewable). Salah satu
bahan bakar alternatif yaitu minyak jarak
(Jatropha Curcas Linneaus oil).
Umumnya minyak jarak
dimanfaatkan energinya dengan pembakaran
secara difusi. Contoh penggunaan
pembakaran minyak jarak secara umum
yaitu sebagai bahan bakar mesin diesel yang
menggunakan pembakaran difusi. Oleh
karena itu, untuk penggunaan minyak jarak
sebagai energi alternatif yang lebih luas
diperlukan penelitian yang lebih mendalam
agar penggunaan bahan bakar minyak jarak
dapat digunakan dalam berbagai aplikasi
yang lebih luas.
Equivalence ratio berpengaruh
penting dalam suatu reaksi pembakaran.
Dharma (2013) meneliti tentang pengaruh
variasi equivalence ratio terhadap
karakteristik api pembakaran premixed
minyak jarak pada perforated burner. Dari
hasil penelitiannya didapatkan kesimpulan
bahwa variasi equivalence ratio
mempengaruhi pola api pembakaran
premixed minyak jarak dan udara. Dengan
laju penguapan bahan bakar yang konstan,
penambahan debit udara mempengaruhi
perubahan equivalence ratio. Perubahan
nilai equivalence ratio akan mempengaruhi
stabilitas nyala api. Penambahan debit udara
yang semakin besar akan menyebabkan
difusivitas massa reaktan lebih besar
daripada difusivitas panas, sehingga api akan
mengalami lift off sampai pada akhirnya api
akan padam.
Pranoto (2014) meneliti tentang
pembakaran campuran uap minyak kapuk
dan udara pada perforated burner. Peneliti
2



memvariasikan AFR pembakaran dengan
debit bahan bakar minyak kapuk konstan dan
udara divariasikan hingga debit tertentu
hingga api mengalami lift off (api terangkat
menjauhi mulut nosel) sebelum padam (blow
off). Hasil penelitian ini menunjukkan
pengaruh AFR mempengaruhi pola warna
api yang tadinya berwarna kekuningan
menjadi biru lalu api mulai terangkat (lift off)
kemudian padam.
Berdasarkan penelitian sebelumnya,
perlu diteliti lebih lanjut karakteristik dari
pembakaran premixed minyak jarak pada
circular tube burner karena pada circular
tube burner dapat menghasilkan api yang
lebih sederhana sehingga didapatkan hasil
penelitian yang lebih akurat tentang
karakteristik pembakaran minyak jarak.

Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan
adalah metode penelitian eksperimental
nyata (true experimental research). Variabel
bebas dalam penelitian ini yaitu variasi debit
udara. Variabel terikat yang diteliti yaitu
dimensi api, kecepatan pembakaran,
kestabilan api, dan temperatur api.
Sedangkan variabel terkontrol dalam
penelitian ini yaitu laju penguapan minyak
jarak sebesar 0,046 ; 0,092 ; 0,123 mL/min
dan dimensi burner.
Dalam penelitian ini diamati
karakteristik minyak jarak pada beberapa
laju penguapan yang berbeda. Minyak jarak
yang digunakan dalam penelitian ini adalah
minyak jarak produksi BALITAS Malang,
dengan komposisi asam lemak seperti
ditunjukkan pada Tabel 1.







Tabel 1. Jenis dan komposisi asam lemak
pada minyak jarak
Asam Lemak
Rumus
Kimia
Prosentase
massa
(gram)
Asam Miristat
C14H28O2
0,06
Asam 7-
heksadekenoat
C16H30O2
0,04
Asam Palmitoleat
C16H30O2
0,75
Asam Palmitat
C16H32O2
16,04
Asam
Heptadekanoat
C17H34O2
0,08
Asam Linoleat
C18H32O2
28,71
Asam Oleat
C18H34O2
43,8
Asam 7-
oktadekenoat
C18H34O2
1,7
Asam Stearat
C18H36O2
8,64
Asam Eikosanoat
C20H40O2
0,18
Dari tabel komposisi asam lemak
tersebut, didapatkan reaksi pembakaran
stokiometri minyak jarak sebagai berikut :
0.00026 C14H28O2 + 0.00015 C16H30O2 + 0.00295
C16H30O2 + 0.06265 C16H32O2 + 0.00029 C17H34O2
+ 0.10253 C18H32O2 + 0.15531 C18H34O2 + 0.00602
C18H34O2 + 0.03042 C18H36O2 + 0.00057 C20H40O2
+ 9,0091 (O2 + 3,76 N2) 6,37 CO2 + 6,0005
H2O + 33,874 N2
Dari reaksi pembakaran stokiometri
tersebut didapatkan AFRstokiometri sebesar
12,367 gram massa udara/gram massa bahan
bakar.
Burner terbuat dari bahan material
kuningan dengan ukuran diameter dalam
nosel 3 mm, diameter luar burner 7 mm, dan
ketebalan burner sebesar 2 mm. Dimensi
burner dapat dilihat pada Gambar 1.
3




(Satuan = milimeter)
Gambar 1. Dimensi circular tube burner

Pengambilan data
Sebelelum melakukan pengambilan
data, dilakukan pra-penelitian untuk
mendapatkan data laju penguapan minyak
jarak pada debit bahan bakar LPG tertentu,
dengan cara menghitung waktu penguapan
minyak jarak setiap 5 ml pada skala yang
terlihat pada ketel. Sehingga didapatkan
variasi laju penguapan minyak jarak sebagai
berikut:
Tabel 2. Variasi laju penguapan minyak
jarak pada debit LPG tertentu
Debit LPG
(satuan skala)
Debit Penguapan Minyak
Jarak (mL/min)
0,4 0,046
0,5 0,092
0,55 0,123
Sedangkan untuk mendapatkan
massa jenis minyak jarak yang diuapkan
dapat dicari dengan menimbang massa
minyak jarak dibagi dengan volume minyak
jarak pada saat mendidih. Didapatkan massa
jenis minyak jarak yang diuapkan sebesar
0,714 gram/mL. Sedangkan massa jenis
udara sebesar 0,0012 gram/mL. Skema
instalasi dalam penelitian ini dapat dilihat
pada Gambar 2.

Gambar 2. Skema instalasi alat penelitian
Setelah semua instalasi terpasang
seperti pada Gambar 2 dan minyak jarak
telah dimasukkan ke dalam ketel, atur katup
LPG pada flow meter LPG sesuai dengan
variasi penguapan bahan bakar minyak jarak
yaitu 0,046; 0,092; atau 0,123 mL/min, lalu
hidupkan kompor gas mawar. Tunggu
beberapa menit hingga uap minyak jarak
telah benar benar terbentuk. Percikkan api
dengan korek pada ujung circular tube
burner hingga terbentuk nyala api. Buka
katup udara pada flow meter udara hingga
debit udara yang terukur pada flow meter
udara sesuai dengan variasi debit udara yang
telah ditentukan. Setelah itu potret nyala api
yang terbentuk pada ujung nozzle dan ukur
temperatur api dengan thermocouple dan
data logger. Titik pengukuran temperatur api
dapat dilihat pada Gambar 3. Titik 1, 2, dan
3 terletak pada daerah tengah, puncak, dan
sisi samping api. Lakukan langkah tersebut
sampai pada akhirnya api padam.

Gambar 3. Titik pengukuran temperatur api
4



Pengolahan data
Foto nyala api pada saat
pengambilan data diolah dan dipotong
dengan menggunakan software Microsoft
Word dan Autocad 2010 sehingga tampak
ukuran api yang sebenarnya. Foto tersebut
kemudian disusun berjajar sesuai dengan
nilai equivalence ratio minyak jarak terkecil
hingga terbesar hingga api mengalami blow
off. Susun foto nyala api tersebut dari variasi
laju penguapan minyak jarak terkecil hingga
terbesar, sehingga akan tampak visualisasi
dan perbedaan dimensi dan warna api pada
variasi laju penguapan minyak jarak dan
debit udara yang berbeda.
Dari visualisasi foto tersebut dapat
diketahui tinggi dan sudut kerucut api. Dari
sudut api dapat diketahui kecepatan api.

Hasil dan Pembahasan
Visualisasi nyala api
Visualisasi nyala api pembakaran
premixed minyak jarak dilakukan pada 3
variasi laju penguapan yang berbeda, yaitu
sebesar 0,046; 0,092; 0,123 mL/min. Untuk
setiap variasi laju penguapan minyak jarak,
debit udara divariasikan dari 0 mL/min dan
ditingkatkan hingga api mengalami blow off.
Visualisasi api pada pembakaran premixed
minyak jarak pada laju penguapan minyak
jarak sebesar 0,046; 0,092; dan 0,123
mL/min berturut-turut dapat dilihat pada
Gambar 4, 5, dan 6.

Gambar 4. Visualisasi nyala api pembakaran
minyak jarak pada laju penguapan
0,046 mL/min
Gambar 4 menunjukkan bahwa api
dapat menyala dengan stabil pada debit
udara 0 (difusi) hingga equivalence ratio
0,95. Pada equivalence ratio 0,87 api
mengalami lift off kemudian padam. Nyala
api berwarna biru menandakan pembakaran
yang terjadi mendekati stokiometrinya
dimana sebagian besar didominasi
pembakaran premixed. Pada pembakaran
difusi dapat dilihat terdapat nyala api
bewarna biru terang, biru gelap, dan kuning
di daerah tepi bawah, tengah bawah, dan atas
atau puncak api. Terjadi pembakaran kaya
udara di daerah tepi bawah pada api difusi
dengan pencampuran udara dari lingkungan
sekitar. Lalu pada daerah tengah bawah api
difusi terdapat daerah preheat zone atau
daerah pemanasan awal dimana nyala api
bewarna biru gelap yang diakibatkan oleh
bahan bakar yang belum terbakar.
Sedangkan daerah berwarna kuning disebut
daerah non-stoikiometri dimana pada daerah
ini rasio campuran antara bahan bakar dan
udara menjauhi nilai 1. Warna kuning ini
diakibatkan karena adanya jelaga atau sisa
bahan bakar yang belum terbakar. Sisa bahan
bakar yang belum terbakar tersebut terbakar
kembali dengan udara sekitar secara difusi
sehingga api bewarna kuning.
Pada equivalence ratio kurang dari
2,28 terlihat dua lapis kerucut api yaitu pada
kerucut dalam yang ditandai dengan nyala
api bewarna biru tebal terjadi nyala api
premixed akibat pencampuran bahan bakar
dan udara dari T connector. Sedangkan nyala
api premixed biru tipis terjadi pembakaran
difusi dengan udara dari lingkungan sekitar
api.
Semakin mendekati nilai
equivalence ratio 1 menyebabkan nyala api
lebih terang, hal ini dikarenakan pembakaran
mendekati kondisi stokiometrinya. Kondisi
api mendekati pembakaran stokiometrinya
menyebabkan bahan bakar minyak jarak
terbakar sempurna dengan udara, sehingga
pembakaran terbakar secara premixed yang
menyebabkan api bewarna biru terang.
Akibat pembakaran mendekati sempurna
tersebut menyebabkan tidak ada daerah api
5



bewarna kuning yang terbakar secara difusi
sehingga terbentuk nyala api yang semakin
pendek. Sedangkan pada puncak api dengan
equivalence ratio semakin kecil
menyebabkan api semakin kurus dan sudut
puncak api yang semakin runcing, hal ini
dikarenakan kecepatan reaktan yang
semakin tinggi.
Sedangkan kestabilan api pada laju
penguapan minyak jarak 0,092 mL/min dan
0,123 mL/min dapat diamati dari hasil foto
visualisasi api pada Gambar 5 dan 6.

Gambar 5. Visualisasi nyala api pembakaran
minyak jarak pada laju penguapan
0,092 mL/min

Gambar 6. Visualisasi nyala api pembakaran
minyak jarak pada laju penguapan
0,123 mL/min
Gambar 5 menunjukkan pada laju
penguapan minyak jarak 0,092 mL/min api
dapat menyala dengan stabil pada debit
udara 0 (difusi) hingga equivalence ratio
1,41 kemudian mengalami lift off dan padam
saat equivalence ratio 1,32. Sedangkan
Gambar 6 menunjukkan pada laju penguapan
minyak jarak 0,123 mL/min api dapat
menyala mulai debit udara 0 (difusi) hingga
equivalence ratio 2,15. Saat mencapai
equivalence ratio 2,01 api mengalami blow
off atau padam. Semakin tinggi laju
penguapan minyak jarak menyebabkan api
mengalami blow off pada equivalence ratio
yang semakin tinggi pula. Hal ini disebabkan
oleh rasio bahan bakar yang terbakar
semakin besar menyebabkan nilai
equivalence ratio yang semakin besar pula
pada saat api mengalami lift off dan blow off.
Dari ketiga variasi laju penguapan
minyak jarak tersebut dapat dibandingkan
nilai equivalence ratio yang sama yaitu
sekitar 3,75 - 3,8 terjadi perbedaan
ketinggian dan warna api yang terbentuk
dalam pembakaran tersebut. Semakin tinggi
laju penguapan minyak jarak pada nilai
equivalence ratio yang sama menghasilkan
api yang semakin tinggi. Hal ini disebabkan
oleh semakin banyaknya uap minyak jarak
yang terbakar sehingga menghasilkan tinggi
api yang lebih besar pula.
Pada variasi penguapan minyak jarak
0,046; 0,092; dan 0,123 mL/min api tidak
tampak lagi terdapat daerah bewarna
kuning/difusi pada equivalence ratio 1,62;
1,73; dan 2,32. Nilai equivalence ratio
tersebut membuktikan bahwa semakin
rendah laju penguapan minyak jarak yang
terbakar menyebabkan semakin rendah nilai
equivalence ratio yang dibutuhkan untuk
terjadi pembakaran premixed. Hal ini
disebabkan semakin sedikit minyak jarak
yang terbakar membutuhkan kandungan
udara yang sedikit pula untuk mencapai
pembakaran mendekati stokiometriknya
sehingga pada laju penguapan minyak jarak
yang kecil membutuhkan nilai equivalence
ratio yang semakin kecil pula untuk
menghasilkan nyala api yang mendekati nilai
stokiometriknya.
6




Hubungan equivalence ratio terhadap -
dimensi api
Dari tabel hasil penelitian didapatkan
suatu hubungan laju penguapan minyak jarak
yang berbeda terhadap karakteristik tinggi
api yang terbentuk. Kecenderungan tersebut
dapat dilihat pada Gambar 7 berikut.

Gambar 7. Hubungan equivalence ratio
terhadap tinggi api
Api cenderung semakin tinggi pada
laju penguapan minyak jarak yang semakin
besar. Hal ini disebabkan semakin
banyaknya bahan bakar minyak jarak yang
terbakar saat laju penguapan minyak jarak
tinggi, sehingga mengakibatkan tinggi api
yang semakin besar pula. Selain itu pada
equivalence ratio yang semakin tinggi pada
ketiga variasi laju penguapan minyak jarak
terdapat kecenderungan kenaikan tinggi api.
Pada equivalence ratio tinggi, terjadi
pembakaran tidak sempurna yang ditandai
dengan munculnya warna api kuning pada
api bagian atas. Pada pembakaran miskin
udara terdapat dua warna api yaitu biru dan
kuning, dimana warna biru merupakan bahan
bakar terbakar secara premixed, dan warna
kuning merupakan api yang terbakar tidak
sempurna karena kekurangan oksidator.
Kurangnya udara sebagai oksidator
menyebabkan terjadinya pembakaran secara
difusi. Hal inilah yang menyebabkan warna
api bagian atas pada pembakaran miskin
udara bewarna kuning yang menyebabkan
api semakin tinggi. Oleh karena itu pada
equivalence ratio yang tinggi terbentuk
nyala api yang lebih tinggi daripada
equivalence ratio yang rendah.
Pada Gambar 6, antara laju penguapan
minyak jarak yang tertinggi 0,123 mL/min
menghasilkan grafik kenaikan ketinggian
yang lebih curam dibandingkan pada laju
penguapan minyak jarak rendah 0,046
mL/min. Selain itu dapat dilihat pula pada
foto visualisasi nyala api, dapat
dibandingkan nyala api difusi yang terbentuk
pada laju penguapan minyak jarak tertinggi
terdapat zona warna kuning yang lebih tinggi
daripada nyala api difusi yang terbentuk
pada laju penguapan minyak jarak lebih
rendah. Hal ini dikarenakan pada laju
penguapan minyak jarak tertinggi
menghasilkan lebih banyak bahan bakar
yang tidak terbakar sempurna sehingga
terdapat lebih banyak jelaga yang terbentuk
akibat pembakaran non-stokiometri pada
equivalence ratio yang semakin tinggi yaitu
pada laju penguapan tertinggi memiliki
equivalence ratio hingga mencapai 30,22
sedangkan pada laju penguapan minyak
jarak terendah hanya mencapai 11,4.
Semakin tinggi nilai equivalence ratio
menandakan semakin besar uap minyak
jarak yang tidak terbakar sempurna.
Sehingga pada laju penguapan minyak jarak
tertinggi memiliki grafik ketinggian yang
lebih curam daripada laju penguapan lain
yang lebih rendah.

Hubungan equivalence ratio terhadap
kecepatan api
Untuk mendapatkan hubungan dari
kecepatan api dari variasi laju penguapan
minyak jarak yang berbeda-beda dapat
dilihat pada Gambar 8.
7





Gambar 8. Hubungan equivalence ratio
udara terhadap kecepatan api
Laju penguapan minyak jarak yang
semakin besar menyebabkan kecepatan api
yang semakin besar pada nilai equivalence
ratio yang sama. Hal ini disebabkan oleh
sudut kerucut api yang terbentuk pada laju
penguapan minyak jarak 0,123 mL/min
memiliki sudut kerucut api yang lebih besar
daripada laju penguapan minyak jarak 0,046
dan 0,092 mL/min pada equivalence ratio
yang sama. Sesuai dengan rumus kecepatan
api yaitu SL = Vu . sin , nilai sudut kerucut api
() berbanding lurus dengan nilai SL
sehingga menyebabkan kecepatan api yang
semakin tinggi saat sudut yang terbentuk
juga semakin besar. Selain itu laju
penguapan minyak jarak yang semakin
tinggi menyebabkan kecepatan reaktan (Vu)
semakin tinggi, yang mengakibatkan
semakin tinggi nilai kecepatan api (SL) yang
terbentuk.
Sedangkan semakin rendah
equivalence ratio menyebabkan kecepatan
api semakin tinggi. Hal ini disebabkan pada
equivalence ratio yang rendah terjadi
pembakaran mendekati kaya udara, sehingga
pembakaran akan berlangsung secara cepat
dengan bantuan jumlah udara yang lebih
besar. Pada Gambar 8 terjadi penurunan
kecepatan pembakaran yang signifikan pada
equivalence ratio kecil. Hal ini disebabkan
pada nilai equivalence ratio kecil terjadi
pembakaran kaya udara dan mendekati
pembakaran stokiometrinya. Hal ini ditandai
dengan equivalence ratio mendekati 1. Oleh
karena fraksi udara dan bahan bakar terbakar
mendekati sempurna, maka kecepatan
pembakaran semakin meningkat pada nilai
equivalence ratio mendekati 1.

Hubungan Equivalence Ratio Terhadap
Temperatur Api
Dapat dilihat pada Gambar 3, titik 1
merupakan daerah tengah api yang berjarak
2 mm dari mulut burner, titik 2 merupakan
daerah pada puncak tertinggi api, dan titik 3
merupakan daerah pada tepi samping api
yang berjarak 2 mm dari burner. Sedangkan
grafik hubungan equivalence ratio terhadap
temperatur api pada laju penguapan uap
minyak jarak 0,046 mL/min dapat dilihat
pada Gambar 9.

Gambar 9. Hubungan equivalence ratio
terhadap temperatur api pada laju
penguapan minyak jarak 0,046
mL/min

Dapat dibandingkan temperatur api
pada laju penguapan uap minyak jarak 0,046
mL/min terlihat kecenderungan bahwa
temperatur di titik 1 merupakan daerah
temperatur terendah. Hal ini disebabkan oleh
masih banyaknya reaktan yang belum
terbakar karena zona tersebut merupakan
daerah pemanasan awal sehingga temperatur
yang terbentuk masih rendah. Pada
temperatur di titik 2 lebih tinggi dari titik 1
karena bahan bakar terbakar lebih sempurna
sehingga temperaturnya meningkat pada
puncak api. Temperatur tertinggi pada suatu
8



pembakaran terletak pada daerah di titik 3
yaitu terdapat pada daerah tepi samping api.
Hal ini dikarenakan zona reaksi pembakaran
terjadi di tepi api dan semakin lama akan
menuju ke pusat api. Temperatur di daerah
tengah api lebih rendah karena daerah
tersebut merupakan daerah dimana fraksi
reaktan masih belum terbakar secara
sempurna akibat zona tersebut berada di atas
mulut nosel. Sedangkan Gambar 4.8-4.10
merupakan grafik hubungan equivalence
ratio terhadap temperatur api di titik 1, 2, dan
3 pada laju penguapan 0,046; 0,092; dan
0,123 mL/min.


Gambar 10. Hubungan equivalence ratio
terhadap temperatur api di titik 1
pada laju penguapan 0,046; 0,092;
dan 0,123 mL/min


Gambar 11. Hubungan debit udara terhadap
temperatur api pada laju penguapan
minyak jarak 0,123 mL/min
Dapat dilihat pada Gambar 3, titik
1, 2, dan 3 berada pada zona tengah, puncak,
dan sisi samping api. Sedangkan pada
Gambar 9 11 terlihat kecenderungan
bahwa temperatur di titik 1 merupakan
daerah temperatur terendah. Hal ini
disebabkan oleh masih banyak reaktan yang
belum terbakar karena zona tersebut
merupakan daerah pemanasan awal sehingga
temperatur yang terbentuk masih rendah.
Sedangkan temperatur di titik 2 lebih tinggi
dari titik 1 karena bahan bakar terbakar lebih
sempurna sehingga temperaturnya
meningkat pada puncak api. Temperatur
tertinggi pada suatu pembakaran terletak
pada daerah di titik 3 yaitu terdapat pada
daerah tepi api. Hal ini dikarenakan zona
reaksi pembakaran terjadi di tepi api dan
semakin lama akan menuju ke pusat api.
Temperatur di tengah lebih rendah karena
daerah tersebut merupakan daerah dimana
fraksi reaktan masih belum terbakar secara
sempurna akibat zona tersebut berada di atas
mulut nosel.
Sedangkan hubungan equivalence
ratio yang sama terhadap temperatur api
pada laju penguapan minyak jarak berbeda
dapat dilihat pada Gambar 12.

Gambar 12. Hubungan equivalence ratio
terhadap temperatur api pada laju
penguapan minyak jarak 0,046 ;
0,092 ; dan 0,123 mL/min
Pada Gambar 12 membandingkan
temperatur api pada titik 1, 2, dan 3 pada
nilai equivalence ratio yang sama pada laju
penguapan minyak jarak yang berbeda. Dari
gambar tersebut menunjukkan bahwa laju
penguapan minyak jarak 0,123 mL/min
menghasilkan temperatur yang paling tinggi
difusi
Titik 1
Titik 2 Titik 3
9



dari laju penguapan minyak jarak 0,046 dan
0,092 mL/min. Hal ini disebabkan oleh
semakin banyak laju penguapan minyak
jarak menghasilkan kalor yang lebih tinggi
pada suatu pembakaran.

Kesimpulan
Dari hasil dan analisa pembahasan
karakteristik pembakaran minyak jarak pada
circular tube burner, didapatkan kesimpulan
sebagai berikut:
Semakin besar equivalence ratio maka
semakin tinggi api yang terbentuk dan
mengakibatkan sudut kerucut api yang
semakin kecil.
Perubahan laju penguapan minyak jarak
yang semakin besar menyebabkan
dimensi api yang semakin tinggi dan
sudut api yang semakin kecil.
Semakin besar equivalence ratio
menyebabkan kecepatan pembakaran
yang semakin kecil.
Semakin besar laju penguapan minyak
jarak menyebabkan kecepatan api yang
semakin besar.
Semakin besar debit udara
menyebabkan temperatur api yang
semakin tinggi.
Semakin besar laju penguapan minyak
jarak yang diuapkan menyebabkan
temperatur yang lebih tinggi.
Semakin tinggi laju penguapan minyak
jarak yang diuapkan menyebabkan api
mengalami blow off pada equivalence
ratio yang lebih tinggi.

Daftar Pustaka
Turns, Stephen R. 1996. An Introduction to
Combustion: Concept and
Applications. Singapore: McGraw-
Hill,Inc
Wardana, ING. 2008. Bahan bakar dan
Teknologi Pembakaran. PT. Danar
Wijaya Brawijaya University Press,
Malang
Buffam, J. & Cox, K. 2008. Measure of
Laminar Burning Velocity of
Methane Air Mixture Using a Slot
and Bunsen Burner
10



11

Anda mungkin juga menyukai