Anda di halaman 1dari 13

1

BAB I

PENDAHULUAN
Sindroma Guillain-Barre (SGB) mempunyai banyak sinonim, antara lain
polyneuritis akut pasca-infeksi, polineuritis akut toksik, polyneuritis febril, poli
radikulopati dan acute ascending paralysis. Ditandai dengan kelemahan motorik
progresif dan arefleksia. Biasanya juga disertai dengan abnormalitas fungsi sensorik
otonom dan batang otak. Gejala-gejala tersebut biasanya adalah gejala yang mengikuti
demam dan atau penyakit yang disebabkan oleh virus.
Penjelasan mengenai suatu penyakit ini pertama kali dipublikasikan oleh Landry
pada tahun 1859. Oster menguraikannya lebih detil dengan apa yang ia sebut sebagai
febril polyneuritis pada tahun 1892. Pada tahun 1916, Guillain, Barre, dan Strohl
memperluas deskripsi klinis SGB dan pertama sekali mengemukakan penilaian melalui
cairan serebrospinal (CSF), disosiasi albinositologik (peningkatan protein CSF terhadap
hitung sel CSF normal ). Penilaian CSF digabungkan dengan gejala-gejala klinis tertentu,
akan mengarah kepada poliradiopati demielinisasi yang membedakannya dengan
poliomyelitis dan neuropati lainnya.
1,2












2
BAB II

A. DEFINISI
Sindroma Guillain Barre, adalah polineuropati yang menyeluruh , dapat
berlangsung akut atau subakut, mungkin terjadi secara spontan atau sesudah suatu
infeksi. Mikroorganisme penyebab belum pernah ditemukan pada penderita penyakit ini
dan pada pemeriksaan patologis tidak ditemukan tanda radang.
1,2,3,4,5,6

B. ETIOLOGI
Dahulu, sindrom ini diduga disebabkan oleh infeksi virus. Tetapi akhir-akhir ini
terungkap bahwa ternyata virus bukan sebagai penyebab. Teori yang dianut sekarang
adalah suatu kelainan imunobiologik, baik secara primary immune responde maupun
immune mediated process.
Sindrom terlihat dicetuskan oleh infeksi virus atau bakteri akut, seperti infeksi
saluran pernapasan atau infeksi saluran gastrointestinal yang muncul 1 atau 3 minggu
sebelumnya. Antibodi yang dihasilkan pada saat infeksi menyerang selubung myelin
yang melapisi sel-sel neuron dan kemudian menyebabkan paralysis, kelemahan otot dan
kelemahan fungsi sensoris. Sindrom ini dapat pula didahului oleh vaksinasi, kehamilan,
atau setelah pembedahan pada bulan sebelum terjadinya sindrom.
3,4,7

Tabel 1. Infeksi akut yang berhubung dengan SGB.
INFEKSI DEFINITE PROBABLE POSSIBLE
Virus CMV
EBV
HIV
Varicella- Zoster
Vaccinia/Smallpox
Influenza
Measles
Mumps
Rubella
Hepatitis
Coxsackie
3
Echo
Bakteri Campylobacter
Jejeni
Mycoplasma
Pneumonia
Typhoid Borreila B
Paratyphoid
Brucellosis
Chlamydia
Legionella
Listeria


C. KLASIFIKASI
Sindroma Guillain Barre diklasifikasikan sebagai berikut:
1. Acute I nflammatory Demyelinating Polyradiculoneuropathy
Acute inflammatory demyelinating polyradiculoneuropathy (AIDP) adalah jenis
paling umum ditemukan pada SGB, yang juga cocok dengan gejala asli dari sindrom
tersebut. Manifestasi klinis paling sering adalah kelemahan anggota gerak proksimal
dibanding distal. Saraf kranialis yang paling umum terlibat adalah nervus facialis.
Penelitian telah menunjukkan bahwa pada AIDP terdapat infiltrasi limfositik saraf
perifer dan demielinasi segmental makrofag.

2. Acute Motor Axonal Neuropathy
Acute motor axonal neuropathy (AMAN) dilaporkan selama musim panas SGB
epidemik pada tahun 1991 dan 1992 di Cina Utara dan 55% hingga 65% dari pasien
SGB merupakan jenis ini. Jenis ini lebih menonjol pada kelompok anak-anak, dengan
ciri khas degenerasi motor axon. Klinisnya, ditandai dengan kelemahan yang
berkembang cepat dan sering dikaitkan dengan kegagalan pernapasan, meskipun
pasien biasanya memiliki prognosis yang baik. Sepertiga dari pasien dengan AMAN
dapat hiperrefleks, tetapi mekanisme belum jelas. Disfungsi sistem penghambatan
melalui interneuron spinal dapat meningkatkan rangsangan neuron motorik.

4
3. Acute Motor Sensory Axonal Neuropathy
Acute Motor Sensory Axonal Neuropathy (AMSAN) adalah penyakit akut yang
berbeda dari AMAN, AMSAN juga mempengaruhi saraf sensorik dan motorik.
Pasien biasanya usia dewasa, dengan karakteristik atrofi otot. Dan pemulihan lebih
buruk dari AMAN.

4. Miller Fisher Syndrome
Miller Fisher Syndrome adalah karakteristik dari triad ataxia, arefleksia, dan
oftalmoplegia. Kelemahan pada ekstremitas, ptosis, facial palsy, dan bulbar palsy
mungkin terjadi pada beberapa pasien. Hampir semua menunjukkan IgG auto
antibodi terhadap ganglioside GQ1b. Kerusakan imunitas tampak terjadi di daerah
paranodal pada saraf kranialis III, IV, VI, dan dorsal root ganglia.

5. Acute Neuropatic panautonomic
Acute Neuropatic panautonomic adalah varian yang paling langka pada SGB.
Kadang-kadang disertai dengan ensefalopati. Hal ini terkait dengan tingkat kematian
tinggi, karena keterlibatan kardiovaskular, dan terkait disritmia. Gangguan
berkeringat, kurangnya pembentukan air mata, mual, disfaga, sembelit dengan obat
pencahar atau bergantian dengan diare sering terjadi pada kelompok pasien ini. Gejala
nonspesifik awal adalah kelesuan, kelelahan, sakit kepala, dan inisiatif penurunan
diikuti dengan gejala otonom termasuk ortostatik ringan. Gejala yang paling umum
saat onset berhubungan dengan intoleransi ortostatik, serta disfungsi pencernaan.

6. Ensefalitis Batang Otak Bickerstaffs (BBE)
Tipe ini adalah varian lebih lanjut dari SGB. Hal ini ditandai dengan onset akut
oftalmoplegia, ataksia, gangguan kesadaran, hiperrefleks atau babinsky sign.
Perjalanan penyakit dapat monophasic atau terutama di otak tengah, pons, dan
medula. BEE meskipun presentasi awal parah biasanya memiliki prognosis baik. MRI
memainkan peran penting dalam diagnosis BEE. Sebagian besar pasien BEE telah
dikaitkan dengan SGB aksonal, dengan indikasi bahwa dua gangguan yang erat
terkait dan membentuk spectrum lanjutan.
1,2,4,7
5
D. PATOFISIOLOGI
Terjadi reaksi inflamasi (infiltrat) dan edema pada saraf yang terganggu. Infiltrat
terdiri dari atas sel mononuclear. Sel-sel infiltrate terutama terdiri dari sel limfosit
berukuran kecil, sedang, dan tampak pula mikrofag serta sel polimorfonuklear pada
permulaan penyakit. Setelah itu muncul sel plasma dan sel mast. Serbanut saraf
mengalami degenerasi segmental dan aksonal.
Kerusakan pada radiks ventralis (dan dorsalis) yang reversible dan menyeluruh
dapat terjadi. Kerusakan itu merupakan perwujudan reaksi imunopatologik walaupun
segenap radiks terkena, namun yang berada di intumesensia servikalis dan lumbosakralis
paling berat mengalami kerusakan keadaan patologik itu dikenal sebagai
poliradikulopatia atau polyneuritis post infeksiosa. Atau lebih dikenal sebagai Sindroma
Gullain Barre.
2,3,4

Gambar 1. Patogenesis dan fase klinikal dari SGB

6

Gambar 2. Stadium kerusakan saraf perifer pada SGB


Gambar 3. Lokasi SGB yang menyerang saraf perifer




7
E. GAMBARAN KLINIS
Tanda dan gejala kelemahan motorik terjadi dengan cepat, tetapi progresifitasnya
akan berhenti setelah berjalan selama 4 minggu, lebih kurang 50% akan terjadi
kelemahan menjelang 2 minggu, 80% menjelang 3 minggu, dan lebih dari 90% selama 4
minggu.
Pasien dengan SGB dijumpai adanya kelemahan disertai dengan diestesia,
perasaan kebas, geli pada ekstremitas, kelemahan ini terutama pada otot-otot proksimal,
kaki lebih sering terkena dibandingkan lengan. Parestesia terjadi menjalar secara
proksimal tetapi jarang meluas melewati pergelangan tangan dan pergelangan kaki.
Refleks tendon melemah, bahkan bisa menghilang dalam beberapa hari perjalanan
penyakit.
Kelumpuhan terjadi secara simetris lebih dari satu anggota gerak, jarang yang
asimetris. Kelumpuhan dapat ringan dan terbatas pada kedua tungkai saja dan dapat pula
terjadi paralysis total keempat anggota gerak terjadii secara cepat, dalam waktu kurang
dari 72 jam. Keadaan ini disebut sebagai ascending paralysis.
Gejala motorik biasanya timbul lebih awal daripada gangguan sensorik Biasanya
terdapat gangguan sensasi perifer dengan distribusi sarung tangan dan kaus kaki, tetapi
kadang-kadang gangguan tampak segmental, otot-otot proksimal dan distal terganggu dan
reflek tendon menghilang. Nyeri bahu dan punggung biasanya ditemukan.
Nervi kraniales dapat terkena. Kelemahan otot wajah terjadi pada 50% kasus dan
sering bilateral. Saraf kranialis lainnya dapat pula terkena,khususnya yang mengurus
lidah, otot-otot menelan, dan otot-otot motorik ekstra ocular. Terlibatnya nervi kraniales
dapat merupakan awal sindrom Guillain-Barre.
Fungsi saraf autonom dapat pula terganggu. Takikardia, aritmia jantung, hipotensi
postural, hipertensi, atau gejala gangguan vasomotor dapat melengkapi gejala dan tanda
klinik sindrom ini.
Proses penyembuhan biasanya dimulai setelah 2-4 minggu terhentinya
progesifitas klinik. Namun demikian, proses penyembuhan bisa tertunda selama 4 bulan.
Secara klinis banyak penderita yang bisa sembuh secara fungsional.
1,2,5,6,7

8
F. DIAGNOSIS
Kriteria diagnosa yang umum dipakai adalah kriteria dari National Institute of
Neurological and Communicative Disorder and Stroke (NINCDS), yaitu:
1. Ciri-ciri yang perlu untuk diagnosis :
- Terjadinya kelemahan yang progresif
- Hiporefleksi
2. Ciri-ciri yang secara kuat menyokong diagnosis GBS:
a. Gejala klinis:
Diagnosa GBS terutama ditegakkan secara klinis. GBS ditandai dengan
timbulnya suatu kelumpuhan akut/ kelemahan motorik yang progresis cepat
(maksimal dalam 4 minggu, 50% mencapai puncak dalam 2 minggu, 80% dalam
3 minggu, dan 90% dalam 4 minggu), relatif simetris yang disertai hilangnya
refleks-refleks tendon (arefleksi atau hipofleksia) dan didahului parestesi dua atau
tiga minggu setelah mengalami demam disertai disosiasi sitoalbumin pada likuor
dan gangguan sensorik ringan dan motorik perifer. Gejala saraf kranial 50%
terjadi parese N VII dan sering bilateral. Saraf otak lain dapat terkena khususnya
yang mempersarafi lidah dan otot-otot menelan, kadang < 5% kasus, neuropati
dimulai dari otot ekstraokuler atau saraf otak lain. Pemulihan: dimulai 2-4 minggu
setelah progresifitas berhenti, dapat memanjang sampai beberapa bulan. Disfungsi
otonom. Takikardi dan aritmia, hipotensi postural,hipertensi dan gejala
vasomotor. Tidak ada demam saat onset gejala neurologis.
b. Ciri-ciri kelainan cairan serebrospinal yang kuat menyokong diagnosa:
Gambaran cairan otak Protein CSS. Meningkat setelah gejala 1 minggu atau
terjadi peningkatan pada LP serial Jumlah sel mononuklear cairan otak < 10
sel/mm.
Varian:
1) Tidak ada peningkatan protein CSS setelah 1 minggu gejala
2) Jumlah sel CSS: 11-50 MN/mm3


9
c.Pemeriksaan EMG
Gambaran elektrodiagnostik yang mendukung diagnosis : terdapat
perlambatan kecepatan hantar/ konduksi saraf pada EMG bahkan blok pada 80%
kasus. Biasanya kecepatan hantar kurang 60% dari normal.
1,2,5

G. DIAGNOSIS BANDING
1. Peradangan akut/kronis demielinisasi poliradikuloneuropati
2. Sindrom Kauda Equina
3. Sindrom Konus Medullaris
4. Penyakit Lynne
5. Myastenia Gravis
6. Neuropati toksik.
7


H. PENATALAKSANAAN
Pengobatan SGB terdiri dari 2 komponen, yaitu pengobatan secara suportif dan
terapi khusus. Pengobatan secara suportif tetap merupakan terapi yang utama, jika pasien
sebelumnya melewati fase akut pada penyakit, kebanyakannya akan mengalami
kesembuhan. Bagaimanapun, neuropati dapat memburuk dengan cepat dan diperlukan
intubasi endotrakeal dan ventilasi mekanik dalam 24 jam selama onset gejala. Oleh
karena itu, semua pasien SGB harus diterima di Rumah Sakit untuk diobservasi tertutup
untuk kedaruratan system respirasi pasien, disfungsi kranialis, dan ketidakstabilan system
autonom. Disfungsi sistem saraf autonom dapat bermanifestasi; tekanan darah yang
berubah-ubah, disritmia, pseudo-obstruktif gastrointestinal dan retensi urin. Profilaksis
untuk trombosis vena dalam harus tersedia karena pasien seringkali tidak dapat bergerak
selama beberapa minggu.
Pada depresi otot pernafasan harus dipertimbangkan persiapan intubasi. Pasien
tidak sanggup untuk menunjukkan fungsi minimal paru memerlukan intubasi. Penilaian
ulang frekuensi pernafasan dengan tes fungsi paru untuk progresi yang cepat sangat
diperlukan.

10
Perkiraan tambahan untuk ventilasi mekanik selanjutnya adalah :
Waktu dari onset SGB sampai masuk RS kurang dari 7 hari
Ketidaksanggupan untuk mengangkat siku atau kepala dari tampat tidur
Tidak sanggup berdiri
Peninggian kadar enzim hati

Kriteria terjadinya kegagalan nafas pada SGB :
Kapasitas vital < 1L ; diperlukan observasi di ICU
33% memerlukan intubasi
Indikasi intubasi:
Kapasitas vital < 12-15 ml/Kg, khususnya dengan derajat cepat
Inspirasi paksa negative ; 25 cmH2O
Hipoxemia ; PaO2 80mmHg
Kesulitan sekresi
Waktu onset ; 7 hari
Waktu bernafas ; 50% < 3 minggu
Kadang-kadang berhubungan dengan aspirasi

Nyeri dan stress psikologi juga harus diobati. Terapi psikologis termasuk memijat
dengan lembut, latihan pergerakan secara pasif dan sering merubah posisi dapat
meringankan nyeri. Karbamazepin (tegretol) dan Gabapentin (nerontin) telah digunakan
sebagai tambahan untuk menghilangkan nyeri pada SGB. Pada pasien dengan paralisis
memiliki jiwa yang cemas dan takut. Menenangkan pasien dan diskusi tentang fase
penyakit dan perbaikan dapat membantu mengurangi stress psikologi.
Belum ada drug of choice yang tepat untuk SGB. Yang diperlukan adalah
kewaspadaan terhadap kemungkinan memburuknya situasi sebagai akibat perjalanan
klinik yang memberat sehingga mengancam otot-otot pernafasan.
Pasien yang tidak mampu bergerak atau dengan berbagai derajat disfungsi otot-
otot respirasi harus mendapatkan terapi aktif dengan plasmapharesis atau
immunoglobulin secara intravena (IVIg). Plasmapharesis menggunakan suatu plasma
exchange lebih kurang 20 L (200-250 mL/Kg selama beberapa hari) secara bermakna
11
menurunkan lama dan beratnya disability pada pasien SGB, namun beberapa
penyelidikan terbaru juga memperlihatkan keuntungan dari IVIg.
The Dutch Guillain-Barre Study Group mengemukakan pengobatan dengan IVIg
(400mg/KgBB selama 5 hari) sama atau malahan lebih superior dibandingkan dengan
plasma exchange. Penyelidikan-penyelidikan yang lain kurang meyakinkan dan
mengemukakan kemungkinan terjadinya relaps pada pasien dengan pemberian IVIg
dibandingkan plasma exchange.
IVIg merupakan pengobatan lini pertama yang lebih praktis yang tidak diragukan
lagi kemanjurannya dengan komplikasi yang rendah, dan mudah digunakan, namun
sangat mahal biayanya. Plasma exchange memerlukan tenaga yang terlatih dan peralatan
yang tidak selalu dapat tersedia dengan biaya yang juga mahal, namun lebih murah
dibandingkan dengan IVIg. Tidak ada studi tentang keuntungan menggabungkan
penggunaan IVIg dan plasma exchange, sehingga hanya salah satu terapi saja yang
digunakan.
Kerugian plasmapharesis termasuk komplikasinya jarang ditemukan, seperti
sepsis yang diyakini dapat menyebabkan penipisan immunoglobulin. Jika plasma beku
digunakan sebagai cairan pengganti, beresiko untuk mendapatkan virus seperti hepatitis
dan HIV.
IVIg memiliki efek samping dari terapi. IVIg memperluas volume plasma juga
dapat memicu terjadinya Congestif Heart Failure (CHF) dan Renal Insuffiensi. Pasien-
pasien dapat menjadi demam, myalgia, sakit kepala, mual, dan muntah, tetapi
gejalaseperti influenza dapat sembuh dengan sendirinya. Pasien juga dapat mnegalami
meningitis aseptic, nutropenia, dan hipertensi. Riwayat alergi sebelumnya terhadap
penggunaan IVIg merupakan kontra indikasi pengobatan.
Manfaat kortikosteroid untuk SGB masih controversial. Namun demikian, apabila
keadaan menjadi gawat akibat terjadinya paralysis otot-otot respirasi maka kortikosteroid
dosis tinggi dapat diberikan. Pemberian kortikosteroid harus diiringi dengan
kewaspadaan terhadap efek samping yang mungkin terjadi.

12
Penggunaan ventilator mekanik menjadi suatu keharusan apabila diduga telah
terjadi paralysis otot-otot respirasi. Diperlukan rawatan intensif apabila didapati keadaan
seperti ini.
Apabila terjadi kelumpuhan otot-otot wajah dan menelan, maka perlu dipasang
pipa hidung-lambung (NGT) untuk dapat memenuhi kebutuhan makanan dan cairan.
Latihan dan fisioterapi sangat diperlukan untuk mempercepat proses pemulihan.
1,2,3,4,5,7

I. PROGNOSIS
Prognosis akan lebih baik apabila penderita berusia muda, selama sakit tidak
memerlukan pernafasan bantuan, perjalanan penyakit yang lebih lambat, dan tidak terjadi
kelumpuhan total.
Sekitar 85% pasien dengan SGB berhasil sembuh dengan penyembuhan fungsi
dalam 6-12 bulan. Penyembuhan maksimal dalam 18 bulan setelah onset, bagimanapun
pada beberapa pasien memiliki kelemahan yang menetap, arefleksia, dan parestesia.
Sekitar 7-15% pasien memiliki gejala neurologist sisa yang menetap termasuk bilateral
footdrop. Otot tangan instrinsik kebas, sensori ataxia, dan disestesia. Angka kematian
<5% pada pengobatan yang professional. Penyebab kematian biasanya berupa sindrom
distress pernafasan, sepsis, emboli paru, dan henti jantung.
Pada umumnya, sekitar 3% sampai 5% pasien tidak dapat bertahan dengan
penyakitnya, tetapi pada sebagian kecil penderita dapat bertahan dengan gejala sisa. 95%
terjadi penyembuhan tanpa gejala sisa dalam waktu 3 bulan bila dengan keadaan antara
lain pada pemeriksaan NCV-EMG relatif normal, mendapat terapi plasmaparesis dalam 4
minggu mulai saat onset, progresifitas penyakit lambat dan pendek, dan terjadi pada
penderita berusia 30-60 tahun.
Faktor-faktor yang memperberat selama fase akut dari penyakit dapat
memperburuk proses penyembuhan. Faktor-faktor ini yaitu, usia > 60 tahun, berat,
memerlukan pernafasan bantuan. Pada umumnya, prognosis yang jelek secara langsung
berhubungan dengan beratnya episode akut dan lambatnya onset pada pengobatan
spesifik.
3,5,7
13


DAFTAR PUSTAKA


1. GBS Support Group of UK. Gullian-Barre Syndrome. UK. 1998;1-11.
2. Burns T M. Gullian-Barre Syndrome. Semin Neurol Vol 2. 2008;152-162.
Available from : www.thieme.com
3. Khan F. Rehabilitation in Gullian-Barre Syndrome. Australian Family Physician.
2004;1013-1014.
4. Hahn A F. Gullian-Barre Syndrome. The Lancet Vol 352. 1998;635-640.
5. Muscular Dystrophy Canada. Gullian-Barre Syndrome. France. 2007;1-3.
6. Ang C W, Jacobs B C, Laman J D. The Gullian-Barre Syndrome. Trends In
Immunology Vol 25. Netherlands. Elsevier. 2004;61.
7. Berger A R. Gullian-Barre Syndrome and Its Variants. Florida.

Anda mungkin juga menyukai