Anda di halaman 1dari 21

BAB 1

PENDAHULUAN
Miastenia gravis adalah salah satu karakteristik penyakit autoimun pada manusia.
Selama beberapa dekade terakhir telah dilakukan penelitian tentang gejala miastenia pada
kelinci yang diimunisasi dengan acetylcholine receptor (AchR). Sedangkan pada manusia
yang menderita miastenia gravis, ditemukan adanya defisiensi dari acetylcholine receptor
(AchR) pada neuromuscular junction. ada tahun !"##, karakteristik autoimun pada
miastenia gravis dan peran patogenik dari antibodi AchR telah berhasil ditemukan melalui
beberapa penelitian. $al ini meliputi demonstrasi tentang sirkulasi antibodi AchR pada
hampir "%& penderita miastenia gravis, transfer pasif 'g( pada beberapa bentuk penyakit dari
manusia ke tikus, lokalisasi imun kompleks ('g( dan komplemen) pada membran post
sinaptik, dan efek menguntungkan dari plasmaparesis
!
.
)emudian terdapat perkembangan dalam pengertian tentang struktur dan fungsi dari
AchR serta interaksinya dengan antibodi AchR. $ubungan antara konsentrasi,spesifisitas, dan
fungsi dari antibodi terhadap manifestasi klinik pada miastenia gravis telah dianalisis dengan
sangat hati*hati, dan mekanisme dimana antibodi AchR mempengaruhi transmisi
neuromuskular telah diinvestigasi lebih jauh
!
.
)elainan miastenik yang terjadi secara genetik atau kongenital, dapat terjadi karena
berbagai faktor. $al ini menyebabkan sindrom miastenik kongenital banyak diteliti dan
diinvestigasi. Akhirnya, kelainan pada transmisi neuromuskular yang berbeda dari miastenia
gravis yaitu The Lambert-Eaton Myasthenic Syndrome ternyata juga merupakan kelainan
yang berbasis autoimun. ada sindrom ini, +ona partikel aktif dari membran presinaptik
merupakan target dari autoantibodi yang patogen baik secara langsung maupun tidak
langsung
!
.
,alaupun terdapat banyak penelitian tentang terapi miastenia gravis yang berbeda*
beda, tetapi tidak dapat diragukan bah-a terapi imunomodulasi dan imunosupresif dapat
memberikan prognosis yang baik pada penyakit ini. 'ronisnya, beberapa dari terapi ini justru
diperkenalkan saat pengetahuan dan pengertian tentang imunopatogenesis masih sangat
kurang
.
.
!
BAB 2
/'01A2A0 2S/A)A
2.1 DEFINISI MIASTENIA GRAVIS
Miastenia gravis adalah suatu kelainan autoimun yang ditandai oleh suatu kelemahan
abnormal dan progresif pada otot rangka yang dipergunakan secara terus*menerus dan
disertai dengan kelelahan saat beraktivitas
3,4
.
5ila penderita beristirahat, maka tidak lama kemudian kekuatan otot akan pulih kembali.
enyakit ini timbul karena adanya gangguan dari synaptic transmission atau pada
neuromuscular junction
3
.
2.2 EPIDEMIOLOGI
Miastenia gravis merupakan penyakit yang jarang ditemui, dan dapat terjadi pada
berbagai usia. 5iasanya penyakit ini lebih sering tampak pada usia .%*6% tahun. ,anita
lebih sering menderita penyakit ini dibandingkan pria. Rasio perbandingan -anita dan
pria yang menderita miastenia gravis adalah 7 8 4. ada -anita, penyakit ini tampak pada
usia yang lebih muda, yaitu sekitar .9 tahun, sedangkan pada pria, penyakit ini sering
terjadi pada usia 4. tahun
3,4
.
2.3 ANATOMI, FISIOLOGIS, DAN BIOKIMIA NEUROMUSCULAR JUNCTION
2.3.1 Anatomi Neuromuscular Junction
Sebelum memahami tentang miastenia gravis, pengetahuan tentang anatomi dan
fungsi normal dari neuromuscular junction sangatlah penting. /iap*tiap serat saraf
secara normal bercabang beberapa kali dan merangsang tiga hingga beberapa ratus
serat otot rangka. 2jung*ujung saraf membuat suatu sambungan yang disebut
neuromuscular junction atau sambungan neuromuskular
4,6
.
5agian terminal dari saraf motorik melebar pada bagian akhirnya yang disebut
terminal bulb, yang terbentang diantara celah*celah yang terdapat di sepanjang serat
saraf. Membran presinaptik (membran saraf), membran post sinaptik (membran
otot), dan celah sinaps merupakan bagian*bagian pembentuk neuromuscular
junction
4
.
.
(ambar !. Anatomi suatu Neuromuscular Junction
4
2.3.2 Fiio!o"i #an Bio$imia Neuromuscular Junction
:elah sinaps merupakan jarak antara membran presinaptik dan membran post
sinaptik. ;ebarnya berkisar antara .%*3% nanometer dan terisi oleh suatu lamina
basalis, yang merupakan lapisan tipis dengan serat retikular seperti busa yang dapat
dilalui oleh cairan ekstraselular secara difusi
6
.
/erminal presinaptik mengandung vesikel yang didalamnya berisi asetilkolin
(A:h). Asetilkolin disintesis dalam sitoplasma bagian terminal namun dengan cepat
diabsorpsi ke dalam sejumlah vesikel sinaps yang kecil, yang dalam keadaan
normal terdapat di bagian terminal suatu lempeng akhir motorik (motor end
plate)
4,6
.
5ila suatu impuls saraf tiba di neuromuscular junction, kira*kira !.6 kantong
asetilkolin dilepaskan dari terminal masuk ke dalam celah sinaps. 5ila potensial
aksi menyebar ke seluruh terminal, maka akan terjadi difusi dari ion*ion kalsium ke
bagian dalam terminal. 'on*ion kalsium ini kemudian diduga mempunyai pengaruh
tarikan terhadap vesikel asetilkolin. 5eberapa vesikel akan bersatu ke membran
saraf dan mengeluarkan asetilkolinnya ke dalam celah sinaps. Asetilkolin yang
dilepaskan berdifusi sepanjang sinaps dan berikatan dengan reseptor asetilkolin
(A:hRs) pada membran post sinaptik
4,6
.
Secara biokimia-i keseluruhan proses pada neuromuscular junction dianggap
berlangsung dalam 7 tahap, yaitu8
7
!. Sintesis asetil kolin terjadi dalam sitosol terminal saraf dengan menggunakan
en+im kolin asetiltransferase yang mengkatalisasi reaksi berikut ini8
3
Asetil*)oA < )olin = Asetilkolin < )oA
.. Asetilkolin kemudian disatukan ke dalam partikel kecil terikat*membran yang
disebut vesikel sinap dan disimpan di dalam vesikel ini.
3. elepasan asetilkolin dari vesikel ke dalam celah sinaps merupakan tahap
berikutnya. eristi-a ini terjadi melalui eksositosis yang melibatkan fusi vesikel
dengan membran presinaptik. >alam keadaan istirahat, kuanta tunggal (sekitar
!%.%%% molekul transmitter yang mungkin sesuai dengan isi satu vesikel sinaps)
akan dilepaskan secara spontan sehingga menghasilkan potensial endplate miniature
yang kecil. )alau sebuah akhir saraf mengalami depolarisasi akibat transmisi
sebuah impuls saraf, proses ini akan membuka saluran :a
.<
yang sensitive terhadap
voltase listrik sehingga memungkinkan aliran masuk :a
.<
dari ruang sinaps ke
terminal saraf. 'on :a
.<
ini memerankan peranan yang esensial dalam eksositosis
yang melepaskan asitilkolin (isi kurang lebih !.6 vesikel) ke dalam rongga sinaps.
4. Asetilkolin yang dilepaskan akan berdifusi dengan cepat melintasi celah sinaps ke
dalam reseptor di dalam lipatan taut (junctional fold), merupakan bagian yang
menonjol dari motor end plate yang mengandung reseptor asetilkolin (A:hR)
dengan kerapatan yang tinggi dan sangat rapat dengan terminal saraf. )alau .
molekul asetilkolin terikat pada sebuah reseptor, maka reseptor ini akan mengalami
perubahan bentuk dengan membuka saluran dalam reseptor yang memungkinkan
aliran kation melintasi membran. Masuknya ion 0a
<
akan menimbulkan
depolarisasi membran otot sehingga terbentuk potensial end plate. )eadaan ini
selanjutnya akan menimbulkan depolarisasi membran otot di dekatnya dan terjadi
potensial aksi yang ditransmisikan disepanjang serabut saraf sehingga timbul
kontraksi otot.
6. )alau saluran tersebut menutup, asetilkolin akan terurai dan dihidrolisis oleh
en+im asetilkolinesterase yang mengkatalisasi reaksi berikut8
Asetilkolin < $
.
? = Asetat < )olin
@n+im yang penting ini terdapat dengan jumlah yang besar dalam lamina basalis
rongga sinaps
7. )olin didaur ulang ke dalam terminal saraf melalui mekanisme transport aktif di
mana protein tersebut dapat digunakan kembali bagi sintesis asetilkolin.
4
Setiap reseptor asetilkolin merupakan kompleks protein besar dengan saluran yang
akan segera terbuka setelah melekatnya asetilkolin. )ompleks ini terdiri dari 6
protein subunit, yaitu . protein alfa, dan masing*masing satu protein beta, delta, dan
gamma. Melekatnya asetilkolin memungkinkan natrium dapat bergerak secara
mudah mele-ati saluran tersebut, sehingga akan terjadi depolarisasi parsial dari
membran post sinaptik. eristi-a ini akan menyebabkan suatu perubahan potensial
setempat pada membran serat otot yang disebut excitatory postsynaptic potential
(potensial lempeng akhir). Apabila pembukaan gerbang natrium telah mencukupi,
maka akan terjadi suatu potensial aksi pada membran otot yang selanjutnya
menyebabkan kontraksi otot
4,6
.
5eberapa sifat dari reseptor asetilkolin di neuromuscular junction adalah sebagai
berikut8
7
Merupakan reseptor nikotinik (nikotin adalah agonis terhadap reseptor)
Merupakan glikoprotein bermembran dengan berat molekul sekitar .#6 k>a.
Mengandung lima subunit, terdiri dari . alfa, beta, delta dan gamma.
>ua molekul asetilkolin harus berikatan untuk membuka saluran ion, yang
memungkinkan aliran baik 0a
<
maupun )
<
.
Autoantibody terhadap reseptor termasuk penyebab miastenia grafis.
(ambar .. Aisiologi Neuromuscular Junction
5
6
2.% PATOFISIOLOGI
Mekanisme imunogenik memegang peranan yang sangat penting pada patofisiologi
miastenia gravis. ?bservasi klinik yang mendukung hal ini mencakup timbulnya kelainan
autoimun yang terkait dengan pasien yang menderita miastenia gravis, misalnya autoimun
tiroiditis, sistemik lupus eritematosus, arthritis rheumatoid, dan lain*lain
4
.
Sejak tahun !"7%, telah didemonstrasikan bagaimana autoantibodi pada serum
penderita miastenia gravis secara langsung mela-an konstituen pada otot. $al inilah yang
memegang peranan penting pada melemahnya otot penderita dengan miatenia gravis.
/idak diragukan lagi, bah-a antibody pada reseptor nikotinik asetilkolin merupakan
penyebab utama kelemahan otot pasien dengan miastenia gravis. Autoantibodi terhadap
asetilkolin reseptor (anti*A:hRs), telah dideteksi pada serum "%& pasien yang menderita
acquired myasthenia ra!is generalisata
.
.
Mekanisme pasti tentang hilangnya toleransi imunologik terhadap reseptor asetilkolin
pada penderita miastenia gravis belum sepenuhnya dapat dimengerti. Miastenia gravis
dapat dikatakan sebagai Bpenyakit terkait sel 5C, dimana antibodi yang merupakan produk
dari sel 5 justru mela-an reseptor asetilkolin. eranan sel / pada patogenesis miastenia
gravis mulai semakin menonjol. /imus merupakan organ sentral terhadap imunitas yang
terkait dengan sel /. Abnormalitas pada timus seperti hiperplasia timus atau thymoma,
biasanya muncul lebih a-al pada pasien dengan gejala miastenik
4
.
ada pasien miastenia gravis, antibodi 'g( dikomposisikan dalam berbagai subklas
yang berbeda, dimana satu antibodi secara langsung mela-an area imunogenik utama
pada subunit alfa. Subunit alfa juga merupakan bindin site dari asetilkolin. 'katan
antibodi reseptor asetilkolin pada reseptor asetilkolin akan mengakibatkan terhalangnya
transmisi neuromuskular melalui beberapa cara, antara lain 8 ikatan silang reseptor
asetilkolin terhadap antibodi anti*reseptor asetilkolin dan mengurangi jumlah reseptor
asetilkolin pada neuromuscular junction dengan cara menghancurkan sambungan ikatan
pada membran post sinaptik, sehingga mengurangi area permukaan yang dapat digunakan
untuk insersi reseptor*reseptor asetilkolin yang baru disintesis
4
.
2.& GE'ALA KLINIS
Miastenia gravis dikarakteristikkan melalui adanya kelemahan yang berfluktuasi pada
otot rangka dan kelemahan ini akan meningkat apabila sedang beraktivitas. enderita akan
7
merasa ototnya sangat lemah pada siang hari dan kelemahan ini akan berkurang apabila
penderita beristirahat
4
. (ejala klinis miastenia gravis antara lain 8
)elemahan pada otot ekstraokular atau ptosis
tosis yang merupakan salah satu gejala kelumpuhan nervus okulomotorius, seing
menjadi keluhan utama penderita miastenia gravis. ,alaupun pada miastenia gravis
otot levator palpebra jelas lumpuh, namun ada kalanya otot*otot okular masih bergerak
normal. /etapi pada tahap lanjut kelumpuhan otot okular kedua belah sisi akan
melengkapi ptosis miastenia gravis
#
. )elemahan otot bulbar juga sering terjadi, diikuti
dengan kelemahan pada fleksi dan ekstensi kepala
4
.
(ambar 3. enderita Miastenia (ravis yang mengalami kelemahan otot esktraokular (ptosis).
)elemahan otot penderita semakin lama akan semakin memburuk. )elemahan tersebut
akan menyebar mulai dari otot ocular, otot -ajah, otot leher, hingga ke otot
ekstremitas
4
.
Se-aktu*-aktu dapat pula timbul kelemahan dari otot masseter sehingga mulut
penderita sukar untuk ditutup. Selain itu dapat pula timbul kelemahan dari otot faring,
lidah, pallatum molle, dan laring sehingga timbullah kesukaran menelan dan berbicara.
aresis dari pallatum molle akan menimbulkan suara sengau. Selain itu bila penderita
minum air, mungkin air itu dapat keluar dari hidungnya.
2.( KLASIFIKASI MIASTENIA GRAVIS
Menurut Myasthenia "ra!is #oundation o$ %merica (M(AA), miastenia gravis dapat
diklasifikasikan sebagai berikut
#
8
a. )las '
Adanya kelemahan otot*otot okular, kelemahan pada saat menutup mata, dan kekuatan
otot*otot lain normal.
b. )las ''
#
/erdapat kelemahan otot okular yang semakin parah, serta adanya kelemahan ringan
pada otot*otot lain selain otot okular.
c. )las ''a
Mempengaruhi otot*otot aksial, anggota tubuh, atau keduanya. 1uga terdapat kelemahan
otot*otot orofaringeal yang ringan.
d. )las ''b
Mempengaruhi otot*otot orofaringeal, otot pernapasan atau keduanya. )elemahan pada
otot*otot anggota tubuh dan otot*otot aksial lebih ringan dibandingkan klas ''a.
e. )las '''
/erdapat kelemahan yang berat pada otot*otot okular. Sedangkan otot*otot lain selain
otot*otot ocular mengalami kelemahan tingkat sedang.
f. )las '''a
Mempengaruhi otot*otot anggota tubuh, otot*otot aksial, atau keduanya secara
predominan. /erdapat kelemahan otot orofaringeal yang ringan.
g. )las '''b
Mempengaruhi otot orofaringeal, otot*otot pernapasan, atau keduanya secara
predominan. /erdapat kelemahan otot*otot anggota tubuh, otot*otot aksial, atau
keduanya dalam derajat ringan.
h. )las 'D
?tot*otot lain selain otot*otot okular mengalami kelemahan dalam derajat yang berat,
sedangkan otot*otot okular mengalami kelemahan dalam berbagai derajat.
i. )las 'Da
Secara predominan mempengaruhi otot*otot anggota tubuh dan atau otot*otot aksial.
?tot orofaringeal mengalami kelemahan dalam derajat ringan.
j. )las 'Db
Mempengaruhi otot orofaringeal, otot*otot pernapasan atau keduanya secara
predominan. Selain itu juga terdapat kelemahan pada otot*otot anggota tubuh, otot*otot
aksial, atau keduanya dengan derajat ringan. enderita menggunakan $eedin tube tanpa
dilakukan intubasi.
9
k. )las D
enderita terintubasi, dengan atau tanpa ventilasi mekanik.
5iasanya gejala*gejala miastenia gravis sepeti ptosis dan strabismus tidak akan tampak
pada -aktu pagi hari. >i -aktu sore hari atau dalam cuaca panas, gejala*gejala itu akan
tampak lebih jelas. ada pemeriksaan, tonus otot tampaknya agak menurun
3
.
Miastenia gravis juga dapat dikelompokkan secara lebih sederhana seperti diba-ah ini
3
8
a. Miastenia gravis dengan ptosis atau diplopia ringan.
b. Miastenia gravis dengan ptosis, diplopi, dan kelemahan otot*otot untuk untuk
mengunyah, menelan, dan berbicara. ?tot*otot anggota tubuhpun dapat ikut menjadi
lemah. ernapasan tidak terganggu.
c. Miastenia (ravis yang berlangsung secara cepat dengan kelemahan otot*otot
okulobulbar. ernapasan tidak terganggu. enderita dapat meninggal dunia.
2.) DIAGNOSIS MIASTENIA GRAVIS
2.).1 P*n*"a$an Dia"noi Miat*nia G+a,i
emeriksaan fisik yang cermat harus dilakukan untuk menegakkan diagnosis
suatu miastenia gravis. )elemahan otot dapat muncul dalam berbagai derajat yang
berbeda, biasanya menghinggapi bagian proksimal dari tubuh serta simetris di
kedua anggota gerak kanan dan kiri. Refleks tendon biasanya masih ada dalam batas
normal
4
.
Miastenia gravis biasanya selalu disertai dengan adanya kelemahan pada otot
-ajah. )elemahan otot -ajah bilateral akan menyebabkan timbulnya a mas&-li&e
$ace dengan adanya ptosis dan senyum yang hori+ontal
4
.
)elemahan otot bulbar juga sering terjadi pada penderita dengan miastenia
gravis. ada pemeriksaan fisik, terdapat kelemahan otot*otot palatum, yang
menyebabkan suara penderita seperti berada di hidung (nasal t'an to the !oice)
serta regurgitasi makanan terutama yang bersifat cair ke hidung penderita. Selain
itu, penderita miastenia gravis akan mengalami kesulitan dalam mengunyah serta
menelan makanan, sehingga dapat terjadi aspirasi cairan yang menyebabbkan
penderita batuk dan tersedak saat minum. )elemahan otot*otot rahang pada
miastenia gravis menyebakan penderita sulit untuk menutup mulutnya, sehingga
"
dagu penderita harus terus ditopang dengan tangan. ?tot*otot leher juga mengalami
kelemahan, sehingga terjadi gangguan pada saat fleksi serta ekstensi dari leher
4
.
?tot*otot anggota tubuh tertentu mengalami kelemahan lebih sering
dibandingkan otot*otot anggota tubuh yang lain, dimana otot*otot anggota tubuh
atas lebih sering mengalami kelemahan dibandingkan otot*otot anggota tubuh
ba-ah. (eltoid serta fungsi ekstensi dari otot*otot pergelangan tangan serta jari*jari
tangan sering kali mengalami kelemahan. ?tot trisep lebih sering terpengaruh
dibandingkan otot bisep. ada ekstremitas ba-ah, sering kali terjadi kelemahan saat
melakukan fleksi panggul, serta melakukan dorsofleksi jari*jari kaki dibandingkan
dengan melakukan plantarfleksi jari*jari kaki
4
.
)elemahan otot*otot pernapasan dapat menyebabkan gagal napas akut, dimana
hal ini merupakan suatu keadaan ga-at darurat dan tindakan intubasi cepat sangat
diperlukan. )elemahan otot*otot interkostal serta diafragma dapat menyebabkan
retensi karbondioksida sehingga akan berakibat terjadinya hipoventilasi. )elemahan
otot*otot faring dapat menyebabkan kolapsnya saluran napas atas, penga-asan yang
ketat terhadap fungsi respirasi pada pasien miastenia gravis fase akut sangat
diperlukan
4
.
5iasanya kelemahan otot*otot ekstraokular terjadi secara asimetris. )elemahan
sering kali mempengaruhi lebih dari satu otot ekstraokular, dan tidak hanya terbatas
pada otot yang diinervasi oleh satu nervus cranialis. $al ini merupakan tanda yang
sangat penting untuk mendiagnosis suatu miastenia gravis. )elemahan pada
muskulus rektus lateralis dan medialis akan menyebabkan terjadinya suatu
pseudointernuclear ophthalmopleia, yang ditandai dengan terbatasnya kemampuan
adduksi salah satu mata yang disertai nistagmus pada mata yang melakukan
abduksi
4
.
2ntuk penegakan diagnosis miastenia gravis, dapat dilakukan pemeriksaan sebagai
berikut
3
8
!. enderita ditugaskan untuk menghitung dengan suara yang keras. ;ama
kelamaan akan terdengar bah-a suaranya bertambah lemah dan menjadi kurang
terang. enderita menjadi anartris dan afonis.
.. enderita ditugaskan untuk mengedipkan matanya secara terus*menerus. ;ama
kelamaan akan timbul ptosis. Setelah suara penderita menjadi parau atau tampak
!%
ada ptosis, maka penderita disuruh beristirahat.. )emudian tampak bah-a
suaranya akan kembali baik dan ptosis juga tidak tampak lagi.
2ntuk memastikan diagnosis miastenia gravis, dapat dilakukan beberapa tes antara
lain
3
8
!. 2ji /ensilon (edrophonium chloride)
2ntuk uji tensilon, disuntikkan . mg tensilon secara intravena, bila tidak terdapat
reaksi maka disuntikkan lagi sebanyak 9 mg tensilon secara intravena. Segera
sesudah tensilon disuntikkan hendaknya diperhatikan otot*otot yang lemah
seperti misalnya kelopak mata yang memperlihatkan ptosis. 5ila kelemahan itu
benar disebabkan oleh miastenia gravis, maka ptosis itu akan segera lenyap. ada
uji ini kelopak mata yang lemah harus diperhatikan dengan sangat seksama,
karena efektivitas tensilon sangat singkat.
.. 2ji rostigmin (neostimin)
ada tes ini disuntikkan 3 cc atau !,6 mg prostigmin methylsulfat secara
intramuskular (bila perlu, diberikan pula atropin E atau F mg). 5ila kelemahan
itu benar disebabkan oleh miastenia gravis maka gejala*gejala seperti misalnya
ptosis, strabismus atau kelemahan lain tidak lama kemudian akan lenyap.
3. 2ji )inin
>iberikan 3 tablet kinin masing*masing .%% mg. 3 jam kemudian diberikan 3
tablet lagi (masing*masing .%% mg per tablet). 5ila kelemahan itu benar
disebabkan oleh miastenia gravis, maka gejala seperti ptosis, strabismus, dan
lain*lain akan bertambah berat. 2ntuk uji ini, sebaiknya disiapkan juga injeksi
prostigmin, agar gejala*gejala miastenik tidak bertambah berat.
2.).2 P*m*+i$aan P*n-n.an" -nt-$ Dia"noi Pati
..#...! emeriksaan ;aboratorium
Anti*asetilkolin reseptor antibodi
$asil dari pemeriksaan ini dapat digunakan untuk mendiagnosis suatu
miastenia gravis, dimana terdapat hasil yang postitif pada #4& pasien. 9%&
dari penderita miastenia gravis generalisata dan 6%& dari penderita dengan
miastenia okular murni menunjukkan hasil tes anti*asetilkolin reseptor
antibodi yang positif. ada pasien thymoma tanpa miastenia gravis sering
kali terjadi $alse positi!e anti-%*h+ antibody
4
.
!!
Rata*rata titer antibody pada pemeriksaan anti*asetilkolin reseptor antibody,
yang dilakukan oleh /idall, di sampaikan pada tabel berikut
4
8
/abel !. revalensi dan /iter Anti*A:hR Ab pada asien Miastenia (ravis
O*+man /!a M*an anti0o#1 Tit*+ P*+2*nt Poiti,*
R %.#" .4
' ..!# 66
''A 4".9 9%
''5 6#." !%%
''' #9.6 !%%
'D .%6.3 9"
)lasifikasi 8 R G remission, ' G ocular only, ''A G mild enerali-ed, ''5 G moderate enerali-ed, ''' G
acute se!ere, 'D G chronic se!ere
4
ada tabel ini menunjukkan bah-a titer antibodi lebih tinggi pada penderita
miastenia gravis dalam kondisi yang parah, -alaupun titer tersebut tidak
dapat digunakan untuk memprediksikan derajat penyakit miastenia gravis.
%ntistriated muscle .anti-SM) antibody
Merupakan salah satu tes yang penting pada penderita miastenia gravis. /es
ini menunjukkan hasil positif pada sekitar 94& pasien yang menderita
thymoma dalam usia kurang dari 4% tahun. ada pasien tanpa thymoma
dengan usia lebih dari 4% tahun, anti*SM Ab dapat menunjukkan hasil
positif.
%nti-muscle-speci$ic &inase .MuS/) antibodies.
$ampir 6%& penderita miastenia gravis yang menunjukkan hasil anti*A:hR
Ab negatif (miastenia gravis seronegarif), menunjukkan hasil yang positif
untuk anti*MuS) Ab.
%ntistriational antibodies
>alam serum beberapa pasien dengan miastenia gravis menunjukkan adanya
antibody yang berikatan dalam pola cross-striational pada otot rangka dan
otot jantung penderita. Antibodi ini bereaksi dengan epitop pada reseptor
protein titin dan ryanodine (RyR). Antibody ini selalu dikaitkan dengan
pasien thymoma dengan miastenia gravis pada usia muda. /erdeteksinya
titinHRyR antibody merupakan suatu kecurigaaan yang kuat akan adanya
thymoma pada pasien muda dengan miastenia gravis.
!.
..#.... 'maging
4
*hest x-ray (foto roentgen thorak)
>apat dilakukan dalam posisi anteroposterior dan lateral. ada roentgen
thorak, thymoma dapat diidentifikasi sebagai suatu massa pada bagian
anterior mediastinum.
$asil roentgen yang negatif belum tentu dapat menyingkirkan adanya
thymoma ukuran kecil, sehingga terkadang perlu dilakukan chest *t-
scan untuk mengidentifikasi thymoma pada semua kasus miastenia
gravis, terutama pada penderita dengan usia tua.
MR' pada otak dan orbita sebaiknya tidak digunakan sebagai
pemeriksaan rutin. MR' dapat digunakan apabila diagnosis miastenia
gravis tidak dapat ditegakkan dengan pemeriksaan penunjang lainnya
dan untuk mencari penyebab defisit pada saraf otak.
..#...3 endekatan @lektrodiagnostik
endekatan elektrodiagnostik dapat memperlihatkan defek pada transmisi
neuromuscular melalui . teknik
4
8
+epetiti!e Ner!e Stimulation (R0S)
ada penderita miastenia gravis terdapat penurunan jumlah reseptor
asetilkolin, sehingga pada R0S tidak terdapat adanya suatu potensial aksi.
Sinle-$iber Electromyoraphy (SA@M()
Menggunakan jarum sinle-$iber, yang memiliki permukaan kecil untuk
merekam serat otot penderita. SA@M( dapat mendeteksi suatu jitter
(variabilitas pada interval interpotensial diantara . atau lebih serat otot
tunggal pada motor unit yang sama) dan suatu $iber density (jumlah
potensial aksi dari serat otot tunggal yang dapat direkam oleh jarum
perekam). SA@M( mendeteksi adanya defek transmisi pada neuromuscular
$iber berupa peningkatan jitter dan $iber density yang normal.
!3
2.).3 Dia"noi Ban#in"
5eberapa diagnosis banding untuk menegakkan diagnosis miastenia gravis, antara
lain
3,4
8
Adanya ptosis atau strabismus dapat juga disebabkan oleh lesi nervus ''' pada
beberapa penyakit selain miastenia gravis, antara lain 8
o Meningitis basalis (tuberkulosa atau luetika)
o 'nfiltrasi karsinoma anaplastik dari nasofaring
o Aneurisma di sirkulus arteriosus ,illisii
o aralisis pasca difteri
o seudoptosis pada trachoma
Apabila terdapat suatu diplopia yang transient maka kemungkinan adanya
suatu sklerosis multipleks.
Sindrom @aton*;ambert (Lambert-Eaton Myasthenic Syndrome)
enyakit ini dikarakteristikkan dengan adanya kelemahan dan kelelahan pada otot
anggota tubuh bagian proksimal dan disertai dengan keIemahan relatif pada otot*
otot ekstraokular dan bulbar. ada ;@MS, terjadi peningkatan tenaga pada detik*
detik a-al suatu kontraksi volunter, terjadi hiporefleksia, mulut kering, dan sering
kali dihubungkan dengan suatu karsinoma terutama oat cell carcinoma pada paru.
@M( pada ;@MS sangat berbeda dengan @M( pada miastenia gravis. >efek pada
transmisi neuromuscular terjadi pada frekuensi renah (.$+) tetapi akan terjadi
ahmbatan stimulasi pada frekuensi yang tinggi (4% $+). )elainan pada miastenia
gravis terjadi pada membran postsinaptik sedangkan kelainan pada ;@MS terjadi
pada membran pre sinaptik, dimana pelepasan asetilkolin tidak berjalan dengan
normal, sehingga jumlah asetilkolin yang akhirnya sampai ke membran postdinaptik
tidak mencukupi untuk menimbulkan depolarisasi.
2.3 PENATALAKSANAAN
,alaupun belum ada penelitian tentang strategi pengobatan yang pasti, tetapi
miastenia gravis merupakan kelainan neurologik yang paling dapat diobati.
Antikolinesterase (asetilkolinesterase inhibitor) dan terapi imunomudulasi merupakan
penatalaksanaan utama pada miastenia gravis. Antikolinesterase biasanya digunakan pada
!4
miastenia gravis yang ringan. Sedangkan pada pasien dengn miastenia gravis generalisata,
perlu dilakukan terapi imunomudulasi yang rutin
4
.
/erapi imunosupresif dan imunomodulasi yang dikombinasikan dengan pemberian
antibiotik dan penunjang ventilasi, mampu menghambat terjadinya mortalitas dan
menurunkan morbiditas pada penderita miastenia gravis. engobatan ini dapat
digolongkan menjadi terapi yang dapat memulihkan kekuatan otot secara cepat dan terpai
yang memiliki onset lebih lambat tetapi memiliki efek yang lebih lama sehingga dapat
mencegah terjadinya kekambuhan
.
.
2.3.1 T*+a4i 'an"$a P*n#*$ -nt-$ Int*+,*ni K*a#aan A$-t
..9.!.! 0lasma Exchane (@)
.
1umlah pasien yang mendapat tindakan berupa hospitalisasi dan intubasi dalam
-aktu yang lama serta trakeostomi, dapat diminimalisasikan karena efek dramatis
dari @. >asar terapi dengan @ adalah pemindahan anti*asetilkolin secara efektif.
Respon dari terapi ini adalah menurunnya titer antibodi.
@ paling efektif digunakan pada situasi dimana terapi jangka pendek yang
menguntungkan menjadi prioritas. /erapi ini digunakan pada pasien yang akan
memasuki atau sedang mengalami masa krisis. @ dapat memaksimalkan tenaga
pasien yang akan menjalani thymektomi atau pasien yang kesulitan menjalani
periode postoperative.
5elum ada regimen standar untuk terapi ini, tetapi banyak pusat kesehatan
yang mengganti sekitar satu volume plasma tiap kali terapi untuk 6 atau 7 kali terapi
setiap hari. Albumin (6&) dengan larutan salin yang disuplementasikan dengan
kalsium dan natrium dapat digunakan untuk replacement. @fek @ akan muncul
pada .4 jam pertama dan dapat bertahan hingga lebih dari !% minggu.
@fek samping utama dari terapi @ adalah terjadinya pergeseran cairan selama
pertukaran berlangsung. /erjadi retensi kalsium, magnesium, dan natrium yang dpat
menimbulkan terjadinya hipotensi. /rombositopenia dan perubahan pada berbagai
faktor pembekuan darah dapat terjadi pada terapi @ berulang. /etapi hal itu bukan
merupakan suatu keadaan yang dapat dihubungkan dengan terjadinya perdarahan,
dan pemberian $resh-$ro-en plasma tidak diperlukan.
!6
..9.!.. 1ntra!enous 1mmunolobulin ('D'()
.
roduk tertentu dimana ""& merupakan 'g( adalah complement-acti!atin
areates yang relatif aman untuk diberikan secara intravena. Mekanisme kerja
dari 'D'( belum diketahui secara pasti, tetapi 'D'( diperkirakan mampu
memodulasi respon imun. Reduksi dari titer antibody tidak dapat dibuktikan secara
klinis, karena pada sebagian besar pasien tidak terdapat penurunan dari titer
antibodi. @fek dari terapi dengan 'D'( dapat muncul sekitar 3*4 hari setelah
memulai terapi.
'D'( diindikasikan pada pasien yang juga menggunakan terapi @, karena
kedua terapi ini memiliki onset yang cepat dengan durasi yang hanya beberapa
minggu. /etapi berdasarkan pengalaman dan beberapa data, tidak terdapat respon
yang sama antara terapi @ dengan 'D'(, sehingga banyak pusat kesehatan yang
tidak menggunakan 'D'( sebagai terapi a-al untuk pasien dalam kondisi krisis.
>osis standar 'D'( adalah 4%% mgHkgbbHhari pada 6 hari pertama, dilanjutkan !
gramHkgbbHhari selama . hari. 'D'( dilaporkan memiliki keuntungan klinis berupa
penurunan level anti*asetilkolin reseptor yang dimulai sejak !% hingga !6 hari sejak
dilakukan pemasangan infus.
@fek samping dari terapi dengan menggunakan 'D'( adalah nyeri kepala yang
hebat, serta rasa mual selama pemasangan infus, sehingga tetesan infus menjadi
lebih lambat. #luli&e symdrome seperti demam, menggigil, mual, muntah, sakit
kepala, dan malaise dapat terjadi pada .4 jam pertama.
..9.!.3 1ntra!enous Methylprednisolone ('DMp)
.
'DMp diberikan dengan dosis . gram dalam -aktu !. jam. 5ila tidak ada
respon, maka pemberian dapat diulangi 6 hari kemudian. 1ika respon masih juga
tidak ada, maka pemberian dapat diulangi 6 hari kemudian. Sekitar !% dari !6
pasien menunjukkan respon terhadap 'DMp pada terapi kedua, sedangkan . pasien
lainnya menunjukkan respon pada terapi ketiga. @fek maksimal tercapai dalam
-aktu sekitar ! minggu setelah terapi. enggunaan 'DMp pada keadaan kritis akan
dipertimbangkan apabila terapi lain gagal atau tidak dapat digunakan.
!7
2.3.2 P*n"o0atan Fa+ma$o!o"i 'an"$a Pan.an"
..9...! )ortikosteroid
.
)ortikosteroid adalah terapi yang paling lama digunakan dan paling murah
untuk pengobatan miastenia gravis. Respon terhadap pengobatan kortikosteroid
mulai tampak dalam -aktu .*3 minggu setelah inisiasi terapi. >urasi kerja
kortikosteroid dapat berlangsung hingga !9 bulan, dengan rata*rata selama 3 bulan.
)ortikosteroid memiliki efek yang kompleks terhadap sistem imun dan efek
terapi yang pasti terhadap miastenia gravis masih belum diketahui. )oortikosteroid
diperkirakan memiliki efek pada aktivasi sel / helper dan pada fase proliferasi dari
sel 5. Sel t serta antien-presentin cell yang teraktivasi diperkirakan memiliki
peran yang menguntungkan dalam memposisikan kortikosteroid di tempat kelainan
imun pada miastenia gravis. asien yang berespon terhadap kortikosteroid akan
mengalami penurunan dari titer antibodinya.
)ortikosteroid diindikasikan pada penderita dengan gejala klinis yang sangat
menggangu, yang tidak dapat di kontrol dengan antikolinesterase. >osis maksimal
penggunaan kortikosteroid adalah 7% mgHhari kemudian dilakukan tapering pada
pemberiannya. ada penggunaan dengan dosis diatas 3% mg setiap harinya, aka
timbul efek samping berupa osteoporosis, diabetes, dan komplikasi obesitas serta
hipertensi.
..9.... A+athioprine
.
A+athioprine biasanya digunakan pada pasien miastenia gravis yang secara
relatif terkontrol tetapi menggunakan kortikosteroid dengan dosis tinggi.
A+athioprine dapat dikonversi menjadi merkaptopurin, suatu analog dari purin yang
memiliki efek terhadap penghambatan sintesis nukleotida pada >0A dan R0A.
A+athioprine diberikan secara oral dengan dosis pemeliharaan .*3
mgHkgbbHhari. asien diberikan dosis a-al sebesar .6*6% mgHhari hingga dosis
optimafl tercapai. A+athioprine merupakan obat yang secara relatif dapat ditoleransi
dengan baik oleh tubuh dan secara umum memiliki efek samping yang lebih sedikit
dibandingkan dengan obat imunosupresif lainnya.
Respon A+athioprine sangant lambat, dengan respon maksimal didapatkan
dalam !.*37 bulan. )ekambuhan dilaporkan terjadi pada sekitar 6%& kasus, kecuali
penggunaannya juga dikombinasikan dengan obat imunomodulasi yang lain.
!#
..9...3 :yclosporine
.
:yclosporine berpengaruh pada produksi dan pelepasan interleukin*. dari sel
/*helper. Supresi terhadap aktivasi sel /*helper, menimbulkan efek pada produksi
antibodi. >osis a-al pemberian :yclosporine sekitar 6 mgHkgbbHhari terbagi dalam
dua atau tiga dosis. Respon terhadap :yclosporine lebih cepat dibandingkan
a+athioprine. :yclosporine dapat menimbulkan efek samping berupa nefrotoksisitas
dan hipertensi.
..9...4 :yclophosphamide (:M)
:M adalah suatu alkilating agent yang berefek pada proliferasi sel 5, dan
secara tidak langsung dapat menekan sintesis imunoglobulin. Secara teori :M
memiliki efek langsung terhadap produksi antibodi dibandingkan obat lainnya.
2.3.3 T51m*2tom1 6S-+"i2a! /a+*7
.,4
Thymectomy telah digunakan untuk mengobati pasien dengan miastenia gravis
sejak tahun !"4% dan untuk pengobatan thymoma dengan atau tanpa miastenia gravis
sejak a-al tahun !"%%. /elah banyak dilakukan penelitian tentang hubungan antara
kelenjar timus dengan kejadian miastenia gravis. (erminal center hiperplasia timus
dianggap sebagai penyebab yang mungkin bertanggung ja-ab terhadap kejadian
miastenia gravis. enelitian terbaru menyebutkan bah-a terdapat faktor lain sehingga
timus kemungkinan berpengaruh terhadap perkembangan dan inisiasi imunologi pada
miastenia gravis.
/ujuan neurologi utama dari /hymectomi ini adalah tercapainya perbaikan
signifikan dari kelemahan pasien, mengurangi dosis obat yang harus dikonsumsi
pasien, serta idealnya adalah kesembuhan yang permanen dari pasien
9
.
5anyak ahli saraf memiliki pengalaman meyakinkan bah-a thymektomi memiliki
peranan yang penting untuk terapi miastenia gravis, -alaupun kentungannya
bervariasi, sulit untuk dijelaskan dan masih tidak dapat dibuktikan oleh standar yang
seksama. Secara umum, kebanyakan pasien mulai mengalami perbaikan dalam -aktu
satu tahun setelah thymektomi dan tidak sedikit yang menunjukkan remisi yang
permanen (tidak ada lagi kelemahan serta obat*obatan). 5eberapa ahli percaya
besarnya angka remisi setelah pembedahan adalah antara .%*4%& tergantung dari jenis
thymektomi yang dilakukan. Ahli lainnya percaya bah-a remisi yang tergantung dari
!9
semakin banyaknya prosedur ekstensif adalah antara 4%*7%& lima hingga sepuluh
tahun setelah pembedahan
9
.
(ambar 4. )elenjar /hymus
9
!"
BAB 3
RINGKASAN
Miastenia gravis adalah suatu kelainan autoimun yang ditandai oleh suatu kelemahan
abnormal dan progresif pada otot rangka yang dipergunakan secara terus*menerus dan disertai
dengan kelelahan saat beraktivitas
3,4
. . enyakit ini timbul karena adanya gangguan dari
synaptic transmission atau pada neuromuscular junction
3
.
Sebelum memahami tentang miastenia gravis, pengetahuan tentang anatomi dan
fungsi normal dari neuromuscular junction sangatlah penting. Membran presinaptik
(membran saraf), membran post sinaptik (membran otot), dan celah sinaps merupakan bagian*
bagian pembentuk neuromuscular junction
4
.
Mekanisme imunogenik memegang peranan yang sangat penting pada patofisiologi
miastenia gravis, dimana antibodi yang merupakan produk dari sel 5 justru mela-an reseptor
asetilkolin
4
.
enatalaksanaan miastenia gravis dapat dilakukan dengan obat*obatan, thymomectomy
ataupun dengan imunomodulasi dan imunosupresif terapi yang dapat memberikan prognosis
yang baik pada kesembuhan miastenia gravis
.,4
.
.%
DAFTAR PUSTAKA
!. @ngel, A. (. M>. Myasthenia (ravis and Myasthenic Syndromes. Ann 0eurol !78
age8 6!"*634. !"94.
.. ;e-is, R.A, Sel-a 1.A, ;isak, R.. Myasthenia (ravis8 'mmunological
Mechanisms and 'mmunotherapy. Ann 0eurol. 3#(S!)8S6!*S7.. !""6.
3. 0goerah, '. (. 0. (, >asar*dasar 'lmu enyakit Saraf. Airlanga 2niversity ress.
age8 3%!*3%6. !""!.
4. $o-ard, 1. A. Myasthenia (ravis, a Summary. Available at 8
http8HH---.ninds.nih.govHdisordersHmyastheniaJgravisHdetailJmyastheniaJgravis.h
tm. Accessed 8 March .., .%%9.
6. 0e-ton, @. Myasthenia (ravis. Available at 8
http8HHen.-ikipedia.orgH-ikiHMyastheniaJgravis. accessed 8 March .., .%%9.
7. Murray, R.), (ranner, >.), Mayes, .A. 5iokimia $arper8 >asar 5iokimia
5eberapa )elainan 0europsikiatri. @disi .4. @(:. 1akarta. age8 9!7*936. !""".
#. Anonim, Myasthenia (ravis. Available at8
http8HH---.myasthenia.orgHdocsHM(AAJ5rochureJ?cular.pd . Accessed8 March
.., .%%9.
9. Anonim, /hymectomy, Available at 8
http8HH---.myasthenia.orgHamgJtreatments.cfm . Accessed 8 March .., .%%9.
.!

Anda mungkin juga menyukai