Anda di halaman 1dari 12

NAMA : AYU SYARTIKA

NIM : 04121001143
SKENARIO E BLOK 19 (THT)

1. Anatomi Telinga
Telinga dibagi menjadi 3 bagian, yaitu telinga luar, telinga tengah, dan telinga dalam.


Telinga Luar
Terdiri dari auricula dan meatus acusticus eksternus. Auricula/daun telinga sebagian
besar terdiri dari kartilago elastis yang dilapisi oleh kulit. Pada bagian lobule, auricula tidak
memiliki kartilago/tulang rawan. Fungsi dari auricula adalah mengumpulkan dan
menyalurkan gelombang suara menuju meatus acusticus eksternus (lobang telinga).
Meatus acusticus eksternus, panjang sekitar 2,5 cm, menghubungkan auricula dengan
gendang telinga atau membran timfani. Pada bagian auricula, meatus acusticus eksternus
tersusun dari tulang rawan elastis, tetapi pada sepertiga mendekati membran timfani dilapisi
kulit yang mengandung rambut, glandula sebasea, dan glandula serumens. Kedua glandula ini
memproduksi serumen berwarna kuning kecokelatan yang disebut juga earwax. Earwax ini
berfungsi menangkap debu dan serangga-serangga, sehingga mereka tidak bisa masuk ke
telinga tengah. Gelombang suara yang masuk ke meatus acusticus eksternus akan mengenai
membran tifani. Membran timfani ini merupakan batas antara telinga luar dan telinga tengah.

Telinga Tengah
Telinga tengah, disebut juga cavum timfani, merupakan ruang yang berisi udara di
dalam petrous part dari os temporalis, dilapisi oleh membran mukosa tipis. Pada dinding
medial, terdapat dua lobang, yaitu oval window dan round window. Pada bagian superior,
terdapat epitymphanic recess. Melalui lubang ini, infeksi telinga tengah dapat menyebar ke
meninges dan otak. Pada dinding posterior terdapat antrum mastoid yang menghubungkan
telinga tengah ke processus mastoideus yang berisi mastoid air cell. Melalui lobang ini,
infeksi telinga tengah dapat menyebar ke mastoid air cell. . dinding anterior dari cavum
timfani berada dibelakang arteri carotis interna.
Pada bagian anterior, terdapat tuba pharingotimfanicus, atau disebut juga tuba
eustachius, menghubungkan telinga tengah dengan faring. Bagian sepertiga lateral, tersusun
dari tulang, sedangkan bagian lainnya tersusun dari kartilago. Normalnya, tuba ini tertutup
dan akan terbuka pada saat menelan, dan menguap sehingga tekanan udara di cavum
timfani sama dengan tekanan udara di atmosfir. Hal ini sangat penting mengingat MT tidak
akan bergetar kecuali kedua tekanan tersebut sama.
Membran timpani/gendang telinga, penghubung antara telinga luar dan telingah dalam. Jika
dilihat dari arah liang telinga berbentuk bundar cekung, dan terlihat oblik terhadap sumbu
liang telinga, dengan luas permukaan + 55 mm
2
. Terdiri dari :
Pars flasid (membran sharpnell) : dibagian atas
Terdiri dari 2 lapis :
Bagian luar : epitel kulit liang telinga
Bagian dalam : dilapisi oleh sel kubus bersilia ( mirip epitel saluran nafas)
Pars tensa : dibagian bawah
Terdiri dari 3 lapis :
Lapisan luar dan dalam mirip pada pars flasid
Bagian tengah terdiri dari serat kolagen dan sedikit serat elastin yang berjalan radier
(dibagian luar) dan sirkuler (dibagian dalam)
Penonjolan bagian bawah maleus pada membaran timpani disebut umbo. Dari umbo inilah
bermula suatu reflek cahaya ( cone of light ) kearah bawah :
Pukul 7 untuk membran timpani kiri
Pukul 5 untuk sebelah kanan
Reflek cahaya ini di timbulkan oreh serat radier dan sirkuler yang terdapat pada membran
timpani.



Pada cavum timfani, terentang tiga tulang terkecil di tubuh, yaitu (dari lateral ke
medial) malleus, incus, dan stapes. Malleus menempel pada membran timfani, dan stapes
menempel pada oval window. Ketiga tulang ini saling berhubungan, berfungsi untuk
mentransmisikan getaran dari MT menuju cairan yang ada di telinga dalam, dan juga untuk
mengamplifikasi tekanan dari getaran suara sekitar 20 kali lipat.
Ada 2 otot yang terdapat pada cavum timfani yaitu musculus tensor timfanicus,
berorigo di bagian kartilago tuba eustachius dan insersio-nya di malleus, dan musculus
stapedius, ber-origo di dinding posterior dan insersio di stapes. Ketika telinga menerima suara
yang sangat keras, otot-otot ini akan berkontraksi untuk membatasi vibrasi dari ossicles yang
mencegah kerusakan pada reseptor pendengaran.

Telinga Dalam
Disebut juga labirin. Telinga dalam dibagi menjadi dua bagian, yaitu bony labyrinth
dan membranous labyrinth. Bony labyrinth terdiri dari 3 bagian, (dari posterolateral ke
anteromedial) yaitu canalis semicircularis, vestibulam dan cochlea. Membranous labyrinth
merupakan kantong ataupun saluran bermembran yang terdapat di dalam bony labyrinth. Ada
3 bagian dari membranous labyrinth, yaitu (1) ductus semisircularis (terdapat pada masing-
masing canalis semicircularis), (2) urticula dan sacula (di dalam vestibula), dan (3) ductus
cochlearis (di dalam cochlea). Dinding dari membranous labyrinth dilapisi oleh epitel
squamous simple. Pada bagian yang mengandung reseptor pendengaran, membrannya sedikit
lebih tebal.


Di dalam membranous labyrinth, terdapat cairan yang disebut endolymph. Sedangkan pada
eksternal dari membranous, bony labyrinth diisi oleh perilymph. Perilimph berhubungan
dengan cerebrospinal fluid (CSF) yang mengisi celah subarachnoid.
1) Cochlea
Pada cochlea terdapat ductus cochlearis. Pada duktus ini, terdapat reseptor sensoris untuk
pendengaran. Ini merupakan saluran yang buntu pada apeks cochlea. Di dalam cochlea,
ductus cochlearis yang berisi endolymph (disebut juga skala media) ini terletak diantara dua
ruang yang berisi perilymph yang merupakan bagian dari bony labyrinth, yaitu scala vestibuli
dan scala tymfani. Scala vestibuli berbatasan dengan oval window, sedangkan scala timfani
berbatasan dengan round window. Scala vestibuli dan scala timfani saling berhubungan pada
apec cochlea pada daerah helicotrema.


Scala media dan scala vestibuli dipisahkan oleh membran vestibular. Dinding eksternal dari
scala media (ductus cochlearis) adalah stria vascularis, yang merupakan jaringan epitelium
yang mengandung kapiler darah dan mensekresi endolymph. floor dari scala media terdiri
dari osseus spiral lamina dan membran basilaris yang memisahkan scala media dan scala
timfani. Pada membran basilaris ini, terdapat organo cortii, epitel reseptor untuk
pendengaran. Epitel ini terdiri dari 3 bagian, yaitu columnar supporting cell, satu baris inner
hair cell, dan 3 baris outer hair cell yang merupakan sel reseptor. Pada bagian apeks dari hair
cell ini terdapat rambut yang disebut streocilia yang menempel pada membrana tectorial. Di
bagian dasar dari hair cell bersinaps dengan serabut saraf sensoris nervus cochlearis, yang
merupakan bagian dari N VIII.
Jalur dan mekanisme gelombang suara dapat menstimulasi hair cell dapat dilihat pada gambar
di bawah ini.



Hair cell pada organo corti bergerak bersamaan dengan membrana basilaris, namun
membrana tectorial tidak bergerak. Oleh karena itu, pergerakan dari hair cell ini
menyebabkan streocilia menjadi melengkung. Saat streocilia ini melengkung pada arah yang
spesifik, hair cell akan melepaskan neurotransmiter yang merangsang serabut nervus
cochlearis untuk membawa informasi getaran (suara). Getaran pada membrana basilaris akan
menggetarkan perilymph, kemudia getaran akan berlanjut ke membran yang melapisi round
window sehingga menghambur sisa energi (getaran) ke udara di cavum timfani.
Inner dan outer hair cell mempunyai fungsi yang berbeda. Inner hair cell merupakan
reseptor pendengaran yang sebenarnya yang mentransmisi vibrasi dari membrana basilaris ke
nervus cochlearis. Outer cell berfungsi mengamplifikasi signal. Outer cell menerima serabut
efferen sehingga dapat berkontraksi dan melebar.

2) Vestibula
Pada vestibula, ada dua bagian dari membranous labyrinth, utricula dan sakula. Sakula
bersambung dengan duktus semicircularis dan dengan duktus coclearis. Pada utricula dan
saccula terdapat macula. Macula mengandung sel reseptor yang memonitor posisi kepala,
yang merupakan equalibrium statis. Reseptor ini juga mendeteksi perubahan arah pergerakan
kepala (linear accelaration)
Macula merupakan epitel yang terdiri dari supporting cell dan hair cell. Bagian basis
dari hair cel bersinaps dengan sensory fiber dari nervus vestibularis. Masing-masing hair cell
mengandung beberapa streocilia dan 1 buah kinocilium. Streocilian dan kinocilium berada
dibawah otolithic membrane, yang mengandung kristal calsium karbonat yang disebut otolit.
Macula dari utrikula horizontal di dalam telinga. ketika menunduk, membrana otilit
akan bergerak ke bawah, reseptor cell akan memberi informasi bahwa kepala sedang
menunduk. Makula saccula vertikal terhadap telinga.
Macula diinervasi oleh dua serabut saraf dari nervus vestibularis. Neuron sensoris dari
saraf ini adalah neuron bipolar, cell body terletak di superior dan inferior ganglia.

3) Canalis semicircularis
Canalis semicircularis mengandung reseptor yang mendeteksi pergerakkan rotasi dari
kepala. Ada 3 canalis semicircularis, yaitu anterior, posterior, dan lateral. Di dalam masing-
masing canal terdapat duktus semicircularis. Pada masing-masing duktus, terdapat
penonjolan yang disebut membranous ampulla.
Masing-masing membranous ampula terdapat crista ampularis. Pada crista ampularis
mengandung receptor cell ayng mendeteksi adanya rotational acceleration dari kepala. Pada
crista ini, juga terdapat supporting cell dan hair cell. Basis dari hair cell bersinap dengan
nervus vestibularis.

2. Fisiologi Pendengaran
Proses pendengaran terjadi mengikuti alur sebagai berikut: gelombang suara
mencapai membran tympani, membran tympani bergetar menyebabkan tulang-tulang
pendengaran bergetar. Tulang stapes yang bergetar masuk-keluar dari tingkat oval
menimbulkan getaran pada perilymph di scala vestibuli. Karena luas permukaan
membran tympani 22 x lebih besar dari luas tingkap oval, maka terjadi penguatan 15-22
x pada tingkap oval.
Membran basilaris yang terletak dekat telinga tengah lebih pendek dan kaku,
akan bergetar bila ada getaran dengan nada rendah. Hal ini dapat diibaratkan dengan
senar gitar yang pendek dan tegang, akan beresonansi dengan nada tinggi.
Getaran yang bernada tinggi pada perilymp scala vestibuli akan melintasi
membrana vestibularis yang terletak dekat ke telinga tengah. Sebaliknya nada rendah
akan menggetarkan bagian membrana basilaris di daerah apex. Getaran ini kemudian
akan turun ke perilymp scala tympani, kemudian keluar melalui tingkap bulat ke telinga
tengah untuk diredam.
Sewaktu membrana basilaris bergetar, rambut-rambut pada sel-sel rambut
bergetar terhadap membrana tectoria, hal ini menimbulkan suatu potensial aksi yang
akan berubah menjadi impuls. Impuls dijalarkan melalui saraf otak statoacustikus (saraf
pendengaran) ke medulla oblongata kemudian ke colliculus Persepsi auditif terjadi
setelah proses sensori atau sensasi auditif. Sensori auditif diaktifkan oleh adanya
rangsang bunyi atau suara. Persepsi auditif berkaitan dengan kemampuan otak untuk
memproses dan menginterpretasikan berbagai bunyi atau suara yang didengar oleh
telinga. Kemampuan persepsi auditif yang baik memungkinkan seorang anak dapat
membedakan berbagai bunyi dengan sumber, ritme, volume, dan pitch yang berbeda.
Kemampuan ini sangat berguna dalam proses belajar membaca. Persepsi auditif
mencakup kemampuan-kemampuan berikut :
a. Kesadaran fonologis yaitu kesadaran bahwa bahasa dapat dipecah ke dalam kata, suku
kata, dan fonem (bunyi huruf)
b. Diskriminasi auditif yaitu kemampuan mengingat perbedaan antara bunyi-bunyi
fonem dan mengidentifikasi kata-kata yang sama dengan kata-kata yang berbeda
c. Ingatan (memori) auditif yaitu kemampuan untuk menyimpan dan mengingat sesuatu
yang didengar
d. Urutan auditif yaitu kemampuan mengingat urutan hal-hal yang disampaikan secara
lisan
e. Perpaduan auditif yaitu kemampuan memadukan elemen-elemen fonem tunggal atau
berbagai fonem menjadi suatu kata yang utuh

a. Pendenganaran Normal
Getaran suara ditangkap oleh daun telinga yang diteruskan ke liang telinga dan
mengenai membrana timpani sehingga membrana timpani bergetar. Getaran ini
diteruskan ke tulang-tulang pendengaran yang berhubungan satu sama lain.
Selanjutnya, stapes menggerakkan foramen ovale yang juga menggerakkan perilimfe
dalam skala vestibuli. Getaran diteruskan melalui membrana Reissner yang
mendorong endolimfe dan membrana basalis ke arah bawah. Perilimfe dalam skala
timpani akan bergerak sehingga foramen rotundum terdorong ke arah luar (Tortora
dan Derrickson, 2009).
Menurut Ismail, pada waktu istirahat, ujung sel rambut Corti berkelok dan
dengan terdorongnya membrana basal, ujung sel rambut itu menjadi lurus.
Rangsangan fisik ini berubah menjadi rangsangan listrik akibat adanya perbedaan ion
Natrium dan Kalium yang diteruskan ke cabang-cabang nervus vestibulokoklearis.
Kemudian meneruskan rangsangan itu ke pusat sensorik pendengaran di otak melalui
saraf pusat yang ada di lobus temporalis
b. Gangguan Pendengaran
Gangguan pada telinga luar, tengah, dan dalam dapat menyebabkan ketulian.
Tuli dibagi atas tuli konduktif, tuli sensorineural, dan tuli campur. Tuli konduktif
terjadi akibat kelainan telinga luar, seperti infeksi, serumen atau kelainan telinga
tengah seperti otitis media atau otosklerosis.
Tuli sensorineural melibatkan kerusakan koklea atau saraf vestibulokoklear.
Salah satu penyebabnya adalah pemakaian obat-obat ototoksik seperti streptomisin
yang dapat merusak stria vaskularis. Selain tuli konduksi dan sensorineural, dapat
juga terjadi tuli campuran. Tuli campuran adalah tuli baik konduktif maupun
sensorineural akibat disfungsi konduksi udara maupun konduksi tulang.

Analisis Masalah
1. Bagaimana anatomi dan fisiologi telinga?
Terbahas di sintesis
2. Bagaimana hubungan riwayat penyakit dan pengaruh pekejaan terhadap keluhan
pasien ?
Riwayat penyakit yang dipaparkan di skenario tidak ada hubungan dengan keluhan yang
diderita pasien, namun riwayat bekerja di pabrik dengan tidak rutin menggunakan
pelindung telinga memiliki keterkaitan erat dengan keluhan yang dialami pasien. Pasien
diduga mengalami gangguan pendengaran akibat bising, dimana gangguan ini
diakibatkan oleh terpajan bising terus menerus dalam waktu yang lama sehingga
membuat kemampuan mendengar pasien menjadi berkurang. Berdasarkan Keputusan
Menteri Tenaga Kerja Nomor : KEP-51/MEN/1999, tentang Nilai Ambang Batas (NAB)
kebisingan di tempat kerja, ditetapkan sebesar 85 dBA. Nilai ambang batas kebisingan di
tempat kerja adalah intensitas tertinggi dan merupakan nilai rata-rata yang masih dapat
diterima tenaga kerja tanpa mengakibatkan hilangnya daya dengar yang tetap untuk
waktu kerja secara terus menerus tidak lebih dari 8 jam sehari dan 40 jam seminggu.

3. Bagaimana penutup telinga yang aman ? (standarisasi)
Alat pelindung telinga terdiri dari:
a. Yang paling sederhana adalah dengan menggunakan kapas. Kapas ini dapat
mengurangi 10-15 dB pada frekuensi 1.000-1.800 Hz.
b. Ear plug/mold
Suatu alat yang dimasukkan ke dalam telinga, dapat dibuat dari karet. Mold dapat
mengurangi sebesar 30-40 dB, dicetak sesuai kontur telinga.
c. Ear muff/valve, dapat menutup sendiri bila ada suara yang keras, dan membuka
sendiri bila suara kurang kerasnya.
d. Helmet, suatu penutup kepala yang melindungi kepala sekaligus sebagai pelindung
telinga.

4. Perlukah pemeriksaan lain untuk menunjang diagnosis?
Diperlukan beberapa pemeriksaan audiologi tambahan lain untuk menunjang diagnosis,
diantaranya:
1. Audiometri, untuk menentukan derajat ketulian pasien
2. SISI (short increment sensitivity index), Speech Audiometry dan ABLB (alternate
binaural loudness balance) untuk menunujukkan fenomena rekrutment pada pasien.

5. Etiologi
Faktor-faktor yang mempengaruhi pemaparan kebisingan :
1. Intensitas kebisingan
2. Frekwensi kebisingan
3. Lamanya waktu pemaparan bising
4. Kerentanan individu
5. Jenis kelamin
6. Usia
7. Kelainan di telinga tengah

6. Epidemiologi
Prevalensi terjadinya gangguan pendengaran akibat bising dari tahun ke tahun
cenderung meningkat. Viraporn menemukan angka prevalensi gangguan pendengaran
akibat bising di Thailand meningkat dari tahun 1988 (28,1%) ke tahun 2001 (35,2%).
Hampir di semua negara industri, gangguan pendengaran akibat bising telah
menjadi suatu masalah yang serius dan menghabiskan banyak biaya di tengah
masyarakat. Di Amerika Serikat, berdasarkan National Institute for Deafness and
Communication Disorders (NIDCD) dan Occupational Safety and Health Administrasion
(OSHA) mengatakan bahwa lebih dari 30-40 juta masyarakat AS terpajan bunyi bising,
dan setengah diantaranya adalah pekerja aktif, sehingga gangguan pendengaran akibat
bising ini merupakan penyakit akibat kerja yang menghabiskan cukup banyak biaya
kesehatan. Bidang pekerjaan seperti militer, pabrik, konstruksi, pertanian, pertambangan
terutama yang berada di negara berkembang melaporkan perlunya program konservasi
pendengaran akibat bising.
Dilihat berdasarkan jenis kelaminnya, angka kejadian gangguan pendengaran
akibat bising ini lebih sering terjadi pada laki-laki dibandingkan pada perempuan, dengan
rasio 9,5 : 1.11 Usia rata-rata terjadinya gangguan ini berkisar pada usia produktif yaitu
antara usia 20-50 tahun.11 Pada laporan kasus ini, semua penderita adalah laki-laki dan
berusia antara 30-55 tahun. Guerra3 di Brazil juga melaporkan pekerja usia di atas 50
tahun, memiliki prevalensi kejadian gangguan akibat bising sebesar 48,4%.
Tuli akibat bising merupakan tuli sensorineural yang paling sering dijumpai
setelah presbikusis. Lebih dari 28 juta orang Amerika mengalami ketulian dengan
berbagai macam derajat, dimana 10 juta orang diantaranya mengalami ketulian akibat
terpapar bunyi yang keras pada tempat kerjanya. Sedangkan Sataloff dan Sataloff (1987)
mendapati sebanyak 35 juta orang Amerika menderita ketulian dan 8 juta orang
diantaranya merupakan tuli akibat kerja.
Oetomo, A dkk (Semarang, 1993) dalam penelitiannya terhadap 105 karyawan
pabrik dengan intensitas bising antara 79 s/d 100 dB didapati bahwa sebanyak 74 telinga
belum terjadi pergeseran nilai ambang, sedangkan sebanyak 136 telinga telah mengalami
pergeseran nilai ambang dengar, derajat ringan sebanyak 116 telinga (55,3%), derajat
sedang 17 (8%) dan derajat berat 3 (1,4%).
Kamal, A ( 1991 ) melakukan penelitian terhadap pandai besi yang berada di
sekitar kota Medan. Ia mendapatkan sebanyak 92,30 % dari pandai besi tersebut
menderita sangkaan NIHL.
Sedangkan Harnita, N (1995) dalam suatu penelitian terhadap karyawan
pabrik gula mendapati sebanyak 32,2% menderita sangkaan NIHL.


Sumber:
1. Pohan, fiona.2013. Gangguan Kebisingan Penyakit Akibat Kerja. FK Universitas
Muhammadiyah Sumatera Utara: Medan.
2. Rambe, Andrina Yunita Murni. 2003. Gangguan Pendengaran Akibat Bising. Bagian
THT FK USU: Medan. Pg 4 Pg 8
3. Jacky Munilson, dkk. 2010. Gangguan Pendengaran Akibat Bising: Tinjauan
beberapa Kasus. Bagian Ilmu Kesehatan THT Bedah Kepala dan Leher FK
Universitas Andalas: Padang. Pg 5

Anda mungkin juga menyukai