PENGERTIAN, TUJUAN, PERSYARATAN DAN KEGUNAAN ASPEK
LEGAL PELAYANAN KEBIDANAN, OTONOMI DALAM PELAYANAN KEBIDANAN A. Pengertian Kebidanan Kebidanan adalah ilmu yang terbentuk dari sintesa berbagai disiplin ilmu atau multi disiplin yang terkait dengan pelayanan kebidanan meliputi ilmu kedokteran, ilmu keperawatan, ilmu sosial, ilmu perilaku, ilmu budaya, ilmu kesehatan masyarakat, dan ilmu manajemen, untuk dapat memberikan pelayanan kepada ibu dalam masa pra konsepsi, hamil, bersalin, post partum, dan bayi baru lahir. Pelayanan kebidanan tersebut meliputi pendeteksian keadaan abnormal pada ibu dan anak, melaksanakan konseling dan pendidikan kesehatan terhadap individu, keluarga dan masyarakat. Kebidanan adalah seni dan praktek yang mengkombinasikan keilmiahan, filosofi dan pendekatan pada manusia sebagai syarat atau ketetapan dalam pemeliharaan kesehatan wanita dan proses reproduksinya yang normal, termasuk kelahiran bayi yang mengikutsertakan keluarga dan atau orang yang berarti lainnya. Lang,1979.
B. Fungsi Etika Dan Moralitas Dalam Pelayanan Kebidanan 2. Menjaga otonomi dari setiap individu khususnya Bidan dan Klien 3. Menjaga kita untuk melakukan tindakan kebaikan dan mencegah tindakan yg merugikan/membahayakan orang lain 4. Menjaga privacy setiap individu 5. Mengatur manusia untuk berbuat adil dan bijaksana sesuai dengan porsinya 6. Dengan etik kita mengatahui apakah suatu tindakan itu dapat diterima dan apa alasannya 7. Mengarahkan pola pikir seseorang dalam bertindak atau dalam menganalisis suatu masalah 8. Menghasilkan tindakan yg benar 9. Mendapatkan informasi tenfang hal yg sebenarnya 10. Memberikan petunjuk terhadap tingkah laku/perilaku manusia antara baik, buruk, benar atau salah sesuai dengan moral yg berlaku pada umumnya 11. Berhubungan dengans pengaturan hal-hal yg bersifat abstrak 12. Memfasilitasi proses pemecahan masalah etik 13. Mengatur hal-hal yang bersifat praktik 14. Mengatur tata cara pergaulan baik di dalam tata tertib masyarakat maupun tata cara di dalam organisasi profesi 15. Mengatur sikap, tindak tanduk orang dalam menjalankan tugas profesinya yg biasa disebut kode etik profesi.
C. Hak Kewajiban Dan Tanggungjawab Hak dan kewajiban adalah hubungan timbal balik dalam kehidupan sosial sehari- hari. Pasien memiliki hak terhadap bidan atas pelayanan yang diterimanya. Hak pasti berhubungan dengan individu, yaitu pasien. Sedangkan bidan mempunyai kewajiban/keharusan untuk pasien, jadi hak adalah sesuatu yang diterima oleh pasien. Sedang kewajiban adalah suatu yang diberikan oleh bidan. Seharusnya juga ada hak yang harus diterima oleh bidan dan kewajiban yang harus diberikan oleh pasien. a. Hak Pasien Hak pasien adalah hak-hak pribadi yang dimiliki manusia sebagai pasien/klien: 1) Pasien berhak memperoleh informasi mengenai tata tertib dan peraturan yang berlaku di rumah sakit atau instusi pelayanan kesehatan. 2) Pasien berhak atas pelayanan yang manusiawi, adil dan jujur. 3) Pasien berhak memperoleh pelayanan kebidanan sesuai dengan profesi bidan tanpa diskriminasi. 4) Pasien berhak memilih bidan yang akan menolongnya sesuai dengan keinginannya. 5) Pasien berhak mendapatkan ;nformasi yang meliputi kehamilan, persalinan, nifas dan bayinya yang baru dilahirkan. 6) Pasien berhak mendapat pendampingan suami atau keluarga selama proses persalinan berlangsung. 7) Pasien berhak memilih dokter dan kelas perawatan seuai dengan keinginannya dan sesuai dengan peraturan yang berlaku di rumah sakit. 8) Pasien berhak dirawat oleh dokter yang secara bebas menentukan pendapat kritis dan pendapat etisnya tanpa campur tangan dad pihak luar. 9) Pasien berhak meminta konsultasi kepada dokter lain yang terdaftar di rumah sakit tersebut (second opinion) terhadap penyakit yang dideritanya, sepengatahuan dokter yang merawat. 10) Pasien berhak meminta atas privasi dan kerahasiaan penyakit yang diderita termasuk data-data medisnya. 11) Pasien berhak mendapat informasi yang meliputi: a) Penyakit yang diderita b) Tindakan kebidanan yang akan dilakukan c) Alternatif terapi lainnya d) Prognosisnya e) Perkiraan biaya pengobatan 12) Pasien berhak men yetujui/mem berikan izin atas tindakan yang akan dilakukan oleh dokter sehubungan dengan penyakit yang dideritanya. 13) Pasien berhak menolak tindakan yang hendak dilakukan terhadap dirinya dan mengakhiri pengobatan serta perawatan atas tanggungjawab sendiri sesuadah memperoleh informasi yang jelas tentang penyakitnya. 14) Pasien berhak didampingi keluarganya dalam keadaan kritis. 15) Pasien berhak menjalankan ibadah sesuai agama/kepercayaan yang dianutnya selama hal itu tidak mengganggu pasien lainnya. 16) Pasien berhak atas keamanan dan keselamatan dirinya selama dalam perawatan di rumah sakit. 17) Pasien berhak menerima atau menolak bimbingan moril maupun spiritual. 18) Pasien berhak mendapatkan perlindungan hukum atas terjadinya kasus malpraktek.
b. Kewaiiban Bidan 1) Bidan wajib mematuhi peraturan rumah sakit sesuai dengan hubungan hukum antara bidan tersebut dengan rumah sakit bersalin dan sarana pelayanan dimana ia bekerja. 2) Bidan wajib memberikan pelayanan asuhan kebidanan sesuai dengan standar profesi dengan menghormati hak-hak pasien. 3) Bidan wajib merujuk pasien dengan penyulit kepada dokter yang mempunyai kemampuan dan keahlian sesuai dengan kebutuhan pasien. 4) Bidan wajib memberi kesempatan kepada pasien untuk didampingi suami atau keluarga. 5) Bidan wajib memberikan kesempatan kepada pasien untuk menjalankan ibadah sesuai dengan keyakinannya. 6) Bidan wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang seorang pasien. 7) Bidan wajib memberikan informasi yang akurat tentang tindakan yang akan dilakukan serta risiko yang mungkiri dapat timbul. 8) Bidan wajib meminta persetujuan tertulis (informed consent) atas tindakan yang akan dilakukan. 9) Bidan wajib mendokumentasikan asuhan kebidanan yang diberikan. 10) BidanwajibmengikutiperkembanganIPTEKdanmenambahilmupengetahuannya melalui pendidikan formal atau non formal. 11) Bidan wajib bekerja sama dengan profesi lain dan pihak yang terkait secra timbal balik dalam memberikan asuhan kebidanan.
KESIMPULAN Dalam upaya mendorong profesi keperawatan dan kebidanan agar dapat diterima dan dihargai oleh pasien, masyarakat atau profesi lain, maka mereka harus memanfaatkan nilai-nilai keperawatan/kebidanan dalam menerapkan etika dan moral disertai komitmen yang kuat dalam mengemban peran profesionalnya. Dengan demikian perawat atau bidan yang menerima tanggung jawab, dapat melaksanakan asuhan keperawatan atau kebidanan secara etis profesional. Sikap etis profesional berarti bekerja sesuai dengan standar, melaksanakan advokasi, keadaan tersebut akan dapat memberi jaminan bagi keselamatan pasen, penghormatan terhadap hak-hak pasen, akan berdampak terhadap peningkatan kualitas asuhan keperawatan atau kebidanan
ASPEK LEGAL PELAYANAN KEBIDANAN PENGERTIAN BIDAN MENURUT IBI: Adalah seorang wanita yang telah mengikuti dan menyelesaikan pendidikan bidan yang telah diakui pemerintah dan lulus ujian sesuai persyaratan yang berlaku, dicatat, diberi ijin secara sah untuk menjalankan praktik. KEPMENKES NOMOR 900/ MENKES/SK/ VII/2002 bab I pasal 1: Bidan adalah seorang wanita yang telah mengikuti program pendidikan bidan dan lulus ujian sesuai persyaratan yang berlaku. MENURUT WHO: Bidan adalah seseorang yang telah diakui secara regular dalam program pendidikan kebidanan sebagaimana yang telah diakui skala yuridis, dimana ia ditempatkan dan telah menyelesaikan pendidikan kebidanan dan memperoleh izin melaksanakan praktek kebidanan. INTERNATIONAL CONFEDERATION of MIDWIFE: Bidan adalah seseorang yang telah menyelesaikan pendidikan bidan yang diakui oleh negara serta memperoleh kualifikasi dan diberi izin untuk melaksanakan praktek kebidanan di negara itu. PENGERTIAN KEBIDANAN Kebidanan adalah ilmu yang terbentuk dari sintesa berbagai disiplin ilmu atau multi disiplin yang terkait dengan pelayanan kebidanan meliputi ilmu kedokteran, ilmu keperawatan, ilmu sosial, ilmu perilaku, ilmu budaya, ilmu kesehatan masyarakat, dan ilmu manajemen, untuk dapat memberikan pelayanan kepada ibu dalam masa pra konsepsi, hamil, bersalin, post partum, dan bayi baru lahir. Pelayanan kebidanan tersebut meliputi pendeteksian keadaan abnormal pada ibu dan anak, melaksanakan konseling dan pendidikan kesehatan terhadap individu, keluarga dan masyarakat. Kebidanan adalah seni dan praktek yang mengkombinasikan keilmiahan, filosofi dan pendekatan pada manusia sebagai syarat atau ketetapan dalam pemeliharaan kesehatan wanita dan proses reproduksinya yang normal, termasuk kelahiran bayi yang mengikutsertakan keluarga dan atau orang yang berarti lainnya. Lang,1979.
OLEH : Siskayani Midwifery PERATURAN DAN PERUNDANGAN YANG MENDUKUNG KEBERADAAN PROFESI BIDAN
1. KEPMENKES NO. 49/1968 tentang Peraturan Penyelenggaraan Sekolah Bidan. 2. NO. 363/MENKES/ PER/ IX/ 1980, 27 SEPTEMBER 1980, tentang Wewenang Bidan. 3. NO.623/MENKES/ PER/ IX/ 1989, 25 SEPTEMBER 1989, tentang Perubahan atas Peraturan No. 363/ Menkes/ Per/ IX/ 1980, tentang wewenang bidan. 4. Kepmenkes No. 900/ Menkes/ SK/ VII/ 2002, tentang Registrasi dan Praktek Bidan.
ASPEK LEGAL PELAYANAN KEBIDANAN,
1. Kegiatan Belajar 1. OLEH: Drs.NGADIYONO, SKp., Ns., MHKes. PENGERTIAN ASPEK LEGAL PELAYANAN KEBIDANAN. 1) Uraian Materi. Sebelum membahas tentang aspek legal atau aspek hukum dalam pelayanan kebidanan, baiklah saudara saya ajak untuk belajar bersama tentang kata yang mengikuti kata legal, yaitu pelayanan dan kebidanan. Pelayanan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan membantu melayani apa yang dibutuhkan oleh seseorang, selanjutnya masih menurut kamus besar Bahasa Indonesia, kalau dikaitkan dengan masalah kesehatan diartikan pelayanan yang diterima oleh sesorang dalam hubungannya dengan pencegahan, diagnosis dan pengobatan suatu gangguan kesehatan tertentu[1]. Kalau dihubungkan dengan perkembangan bidang kesehatan terutama profesi kesehatan, pengertian pelayanan yang ada dalam kamus tersebut terasa sangat sempit, sebab pengertian tersebut belum mencakup keseluruhan aspek dalam pelayanan kesehatan. Selanjutnya kalau memperhatikan Ps. 1 UU Kesehatan No: 36 Th. 2009[2], dalam Ketentuan Umum, terdapat pengertian pelayanan kesehatan yang lebih mengarahkan pada obyek pelayanan. Yaitu pelayanan kesehatan yang ditujukan pada jenis upaya, meliputi upaya peningkatan (promotif) pencegahan (preventif), pengobatan (kuratif) dan pemulihan (rehabilitatif). Dua sumber pengertian tersebut, masih belum menggambarkan subyek atau pelaksana pelayanan. Kalaupun ditambahkan dengan subyeknya tentu akan menjadikan sederatan kalimat yang panjang, sebab subyek atau pelaksana pelayanan kesehatan terdiri dari berbagai profesi. Selanjutnya saudara saya ajak untuk membaca pengertian pelayanan kebidananan yang termuat dalam Kepmenkes. RI Nomor: 369/Menkes/SK/III/2007 tentang standart profesi bidan, pelayanan kebidanan adalah bagian integral dari sistem pelayanan kesehatan yang diberikan oleh bidan yang telah terdaftar (teregister) yang dapat dilakukan secara mandiri, kolaborasi atau rujukan. Dan dengan demikian saudara memiliki tiga pengertian tentang pelayanan kebidanan dari tiga sumber tersebut dikatakan sebagai definisi ditinjau dari teori pembuatannya, maka definisi pelayanan yang dihubungkan dengan kesehatan tersebut belum kalau tidak boleh dikatakan tidak tepat. Sebab sebuah definisi tidak boleh mengulang kata yang didefinisikan[3] , yaitu pelayanan. Namun kalau digabungkan pengertian tersebut adalah kegiatan membantu memenuhi kebutuhan seseorang atau pasien, oleh tenaga kesehatan (bisa bidan, perawat, dokter dsb) dalam upaya kesehatan (meliputi peningkatan, pencegahan, pengobatan dan pemulihan) yang sesuai dengan wewenang dan tanggung jawabnya. Bahasan kita berikutnya adalah tentang aspek legal. Legal, berasal dari kata leggal (bahasa Belanda) yang pengertiannya adalah sah menurut undang-undang[4]. Atau menurut kamus Bahasa Indonesia, legal diartikan sesuai dengan undang-undang atau hukum. Dari dua sumber pengertian tersebut sama-sama menyebut undang-undang. Sedangkan dalam kamus Besar Bahasa Indonesia terdapat kata hukum. Untuk memberi gambaran berikut ini akan dibahas tentang konsep undang- undang dan konsep hukum secara garis besarnya. Seperti yang telah dibahas dalam pengantar bahwa hukum itu salah satu tatanan yang ada dalam kehidupan masyarakat dan merupakan perlengkapan masyarakat untuk menciptakan ketertiban dan keteraturan, 2 tatanan lainnya adalah, tatanan kebiasaan, dan tatanan kesusilaan. Dalam tatanan hukum, dicirikan oleh penciptaan norma-norma hukum yang dibuat secara sengaja oleh suatu badan perlengkapan dalam masyarakat yang khusus ditugasi untuk menjalankan penciptaan atau pembuatan hukum itu dan menghasilkan substansi yang sah. Norma hukum yang telah disahkan oleh badan yang ditugasi untuk itu menjadi sumber hukum yang paling utama dan kegiatan badan itu disebut dengan kegiatan perundang-undangan. Hukum yang dihasilkan oleh proses seperti itu disebut sebagai hukum yang diundangkan[5]. Dengan uraian tersebut diatas, maka pengertian Aspek Hukum Pelayanan Kebidanan adalah penggunaan Norma hukum yang telah disahkan oleh badan yang ditugasi untuk itu menjadi sumber hukum yang paling utama dan sebagai dasar pelaksanaan kegiatan membantu memenuhi kebutuhan seseorang atau pasien/kelompok masyarakat oleh Bidan dalam upaya peningkatan, pencegahan, pengobatan dan pemulihan kesehatan. Perlu disampaikan pula pada saudara, bahwa Undang-undang atau peraturan perundangan yang digunakan oleh tenaga kesehatan termasuk bidan sebagai dasar pelayanan adalah undang-undang atau peraturan perundangan yang khusus diperuntukannya. Sehingga akan muncul berbagai macam undang-undang dari berbagai macam profesi, misalnya saat ini sudah ada UU Praktik Kedokteran untuk Perawat dan Bidan sedang dalam proses di Badan Legislasi Nasional- dan seterusnya tentu akan disusul dengan profesi lain yang belum memiliki undang-undang. Dan perlu diketahui pula semua bentuk peraturan hukum maupun perundang-undangan yang menyangkut tentang pelayanan kepada masyarakat dan menjadi fungsi bidan dan kebidanan menjadi acuan pelaksanaan pelayanan kebidanan. Oleh karena belum ada literatur yang secara spesifik menguraikan tentang peraturan perundang undangan yang digunakan atau yang menjadi dasar pelayanan kebidanan, maka menjadi tugas kita bersama untuk menginventarisasi peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan pelayanan kebidanan, mulai dari UUD 1945, UU, Peraturan Pemerintah Pengganti Undang Undang, PP termasuk peraturan / keputusan Menteri maupun peraturan daerah Perda.
2) Latihan. Untuk memberikan pemahaman tentang pengertian Aspek Hukum Pelayanan Kebidanan sebagaimana diuraikan tersebut, coba jelaskan kembali masing-masing kata dalam kalimat selanjutnya rangkum kedalam kalimat sendiri. 3) Rangkuman. Pengertian pelayanan yang dikaitkan dengan masalah kesehatan adalah kegiatan membantu memenuhi kebutuhan seseorang atau pasien, oleh tenaga kesehatan (bisa bidan, perawat, dokter dsb) dalam upaya kesehatan yang meliputi peningkatan, pencegahan, pengobatan dan pemulihan. Dalam tatanan hukum, dicirikan oleh penciptaan norma-norma hukum yang dibuat secara sengaja oleh suatu badan perlengkapan dalam masyarakat yang khusus ditugasi untuk menjalankan penciptaan atau pembuatan hukum itu dan menghasilkan substansi yang sah. Pengertian Aspek Hukum Pelayanan Kebidanan adalah penggunaan Norma hukum yang telah disahkan oleh badan yang ditugasi untuk itu menjadi sumber hukum yang paling utama dan sebagai dasar pelaksanaan kegiatan membantu memenuhi kebutuhan seseorang atau pasien/kelompok masyarakat oleh Bidan dalam upaya peningkatan, pencegahan, pengobatan dan pemulihan kesehatan. 4) Tes formatif. i. Uraikan secara singkat masing-masing kata dalam kalimat Aspek legal dalam pelayanan kebidanan. ii.Dari masing masing kata dalam kalimat selanjudnya susun menjadi kalimat sendiri yang membentuk pengertian yang komprehensif dari kalimat Aspek legal dalam pelayanan kebidanan
5) Umpan Balik. Cocokan hasil jawaban saudara kedalam uraian materi yang telah disajikan, jika kedua pertanyaan tersebut sesuai dengan materi yang telah disajikan maka pemahaman saudara 80 100 %. Dan jika kurang dari itu maka pemahaman materi 1 yang saudara pelajari perlu diulang lagi.
[1] Tim Redaksi Kamus Besar Bahasa Indonesia, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, edisi kedua, Balai Pustaka,Jakarta th. 1991. [2] , Undang-Undang Kesehatan RI, No:36 Tahun 2009, Bab I, Ps. 1. 1. Upaya kesehatan adalah setiap kegiatan dan/atau serangkaian kegiatan yang dilakukan secara terpadu, terintregasi dan berkesinambungan untuk memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dalam bentuk pencegahan penyakit, peningkatan kesehatan, pengobatan penyakit, dan pemulihan kesehatan oleh pemerintah dan/atau masyarakat. 2. Pelayanan kesehatan promotif adalah suatu kegiatan dan/atau serangkaian kegiatan pelayanan kesehatan yang lebih mengutamakan kegiatan yang bersifat promosi kesehatan. 3. Pelayanan kesehatan preventif adalah suatu kegiatan pencegahan terhadap suatu masalah kesehatan/penyakit. 4. Pelayanan kesehatan kuratif adalah suatu kegiatan dan/atau serangkaian kegiatan pengobatan yang ditujukan untuk penyembuhan penyakit, pengurangan penderitaan akibat penyakit, pengendalian penyakit, atau pengendalian kecacatan agar kualitas penderita dapat terjaga seoptimal mungkin. 5. Pelayanan kesehatan rehabilitatif adalah kegiatan dan/atau serangkaian kegiatan untuk mengembalikan bekas penderita ke dalam masyarakat sehingga dapat berfungsi lagi sebagai anggota masyarakat yang berguna untuk dirinya dan masyarakat semaksimal mungkin sesuai dengan kemampuannya. 6. Pelayanan kesehatan tradisional adalah pengobatan dan/atau perawatan dengan cara dan obat yang mengacu pada pengalaman dan keterampilan turun temurun secara empiris yang dapat dipertanggungjawabkan dan diterapkan sesuai dengan norma yang berlaku dimasyarakat. [3] , Logika, penerbit Karunika Universitas Terbuka, Jakarta Th. 1985, hal. [4] Yan Pramadya Puspa, Kamus Hukum, edisi lengkap, Penerbit Aneka Ilmu Semarang, th. 1977. [5] Ronny Hanintijo Soemitro, SH dan Prof. Dr. Satjipto Rahardjo, SH, Pengantar Ilmu Hukum, Penerbit Karunika Jakarta, Univesitas Tebuka, 1985, hal.77.
ASPEK LEGAL PELAYANAN KEBIDANAN Tujuan: Suatu persyaratan untuk melaksanakan praktek bidan peroragan dalam memberikan pelayanan kebidanan sesuai degan ketentuan 2 yang sudah ditetapkan dalam per undang-undagan serta memberikan kejelasan batas 2 kewenangannya dalam menjalankan praktek kebidanan
Praktek Bidan: Adalah pelayanan Kebidanan yg diberikan oleh bidan yg telah terdaftar dan memperoleh surat izin praktek bidan (SIPB) dari pemerintah ( DINKES Setempat) untuk melaksanakan/ Praktek pelayanan Kebidanan secara mandiri, tetapi standart praktek mengacu kepada kopetensi Inti ( Care Competency)
Perijinan : Adalah suatu peraturan yang dikeluarkan oleh pemerintah dalam memberikan kepastian dan perlindungan hukum terhadap tindakan yang telah dilaksanakan.
Legislasi : Adalah proses pembuatan undang-undang atau penyempurnaan perangkat hukum yang sudah ada melalui serangkaian sertifikasi ( pengaturan kompetensi ), regestrasi (pengaturan kewenangan), dan lesensi ( pengaturan penyelanggaraan kewenangan)
Tujuan Legeslasi: 1.Memperthankan kualitas pelayanan 2.Memberi kewenangan 3. Menjamin perlindungan hukum 4. Meningkatkan profesionalime
Lisensi : Adalah proses administrasi yang dilakukan oleh pemerintah atau yang berwenang berupa surat ijin praktik yang diberikan kepada tenaga profesi yang teregestrasi untuk pelayanan mandiri.
Lesinsi adalah pemberian ijin praktek sebelum diperkenankanmelakukan pekerjan yang telah ditetapkan (IBI)
Tujuan Lesensi 1. Memberikan bats kewenangan 2. Menetapkan saranan dan prasarana 3. Meyakinkan klien
Registrasi : Adalah suatu proses dimana bidan harus ( wajib ) mendaftarkan diri pada kantor wilayah Departemen Kesehatan / Dinas Kesehatan propinsi untuk mendapatkan surat izin Bidan sebagai persyaratan menjalankan pekerjaan kebidanan dan mempermudah nomer registrasi ( Regestrasi menurut keputusan Menteri Kesehatan republik Indonesia nomor 900/MENKES/SK/VII/2002)
Masa berlaku registrasi : SIB berlaku untuk masa 5 tahun dan setiap 5 tahun bidan yang bersangkutan harus melakukan registrasi ulang.
Otonomi Dalam Praktek Kebidanan Otonomi bidan adalah kekuasaan untuk mengatur persalinan peran dan fungsi bidan sesuai dengan kewenangan dan kompetensi yang dimiliki seorang bidan ( suatu bentuk mandiri dalam memberikan pelayanan)
Tujuan umum : Agar pada bidan mengetahui tugas otonomi atau mandiri independen sesuai dengan hal kewenangan berdasarkan undang-undang kesehatan yang berlaku
Tujuan khusus : Untuk mengkaji kebutuhan dan masalah kesehatan Untuk menyusun rencana asuhan kebidanan Untuk melaksanakan dokumentasi kebidanan Untuk mengelola perawatan pasien sesuai dengan lingkup tanggung jawabnya. Untuk berperan sebagai anggota tim kesehatan Untuk mengikuti perkembangan kebidanan melalui penelitian.
Bentuk-Bentuk Otonomi Bidan Dalam Praktek Kebidanan Mengkaji kebutuhan dan masalah kesehatan Menyusun rencana asuhan kebidanan Melaksanakan asuhan kebidanan Melaksanakan dokumentasi kebidanan Mengelola keperawatan pasien dengan lingkup tanggung jawab
Faktor faktor yang menunjang otonomi bidan Ditinjau dari bidan itu sendiri a. Faktor kesehatan b. Faktor skill c. Etika/perilaku d. Kemampuan pembiyayaan / dana e. Kewenangan bidan Segi birokrasi Perundang undangan.
Peraturan dan Perundang undangan yang melandasi tugas, fungsi dan praktek Bidan A. DASAR HUKUM
1. No. 23 tahun 1992 tentang tugas dan tanggung jawab tenaga kesehatan 2. Kepmen Kes RI No. 900/ Menkes/SK/VII/2002 TENTANG REGISTRASI DAN PRAKTIK BIDAN 3. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 369/MENKES/SK/III/2007 Tentang Standar Profesi Bidan. 4. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Iindonesia Nomor HK.02.02/MENKES/149/2010 Tentang Izin dan Penyelengaraan Praktik Bidan 5. Permenkes RI No. 1464/Menkes/SK/X/2010 Tentang Ijin dan Penyelengaraan Praktek Bidan.
1. No. 23 tahun 1992 tentang tugas dan tanggung jawab tenaga kesehatan
Pada peraturan pemerintah ini berisikan tanggung jawab dan tugas tenaga kesehatn termasuk didalamnay tenaga bidan : hal ini tertuang pada BAB dan Pasal sebagai berikut :
a) BAB VII Bagian Kedua Tenaga Kesehatan Pasal 50 Tenaga kesehatan bertugas menyelenggarakan atau melakukan kegiatan kesehatan sesuai dengan bidang keahlian dan atau kewenangan tenaga kesehatan yang bersangkutan.Ketentuan mengenai kategori, jenis, dan kualifikasi tenaga kesehatan ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
b) BAB V,Bagian Kedua Kesehatan Keluarga Pasal 12 Kesehatan keluarga diselenggarakan untuk mewujudkan keluarga sehat, kecil, bahagia, dan sejahtera.Kesehatan keluarga sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi kesehatan suami istri, anak, dan anggota keluarga lainnya. Pasal 13 Kesehatan suami istri diutamakan pada upaya pengaturan kelahiran dalam rangka menciptakan keluarga yang sehat dan harmonis. Pasal 14 Kesehatan istri meliputi kesehatan pada masa prakehamilan, kehamilan, persalinan, pasca persalinan dan masa di luar kehamilan, dan persalinan Pasal 15 Dalam keadaan darurat sebagai upaya menyelamatkan jiwa ibu hamil dan atau janinnya, dapat dilakukan tindakan medis tertentu. Tindakan medis tertentu sebagaimana dimaksud dalam Ayat (1) hanya dapat dilakukan : a. berdasarkan indikasi medis yang mengharuskan diambilnya tindakan tersebut; b. oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu dan dilakukan sesuai dengan tanggung jawab profesi serta berdasarkan pertimbangan tim ahli; c. dengan persetujuan ibu hamil yang bersngkutan atau suami atau keluarganya; d. pada sarana kesehatan tertentu
2. Ketentuan lebih lanjut mengenai tindakan medis tertentu sebagaimana dimaksud dalam Kepmen Kes RI No. 900/ Menkes/SK/VII/2002
Bidan diharuskan memenuhi persyaratan dan perizinan untuk melaksanakan praktek, dalam peraturan ini, terdapat ketentuan-ketentuan secara birokrasi hal- hal yang harus bidan penuhi sebelum melakukan praktik dan juga terlampir informasi-informasi petunjuk pelaksanaan praktik kebidanan. bidan hal tersebut tertuang pada Bab dan Pasal-pasal berikut : BAB IV PERIZINAN Pasal 9 (1) Bidan yang menjalankan praktik harus memiliki SIPB. (2) Bidan dapat menjalankan praktik pada sarana kesehatan dan/atau perorangan. Pasal 10 (1) SIPB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) diperoleh dengan mengajukan permohonan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat. (2) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan dengan melampirkan persyaratan, antara lain meliputi: a. fotokopi SIB yang masih berlaku; b. fotokopi ijazah Bidan; c. surat persetujuan atasan, bila dalam pelaksanaan masa bakti atau sebagai Pegawai Negeri atau pegawai pada sarana kesehatan. d. surat keterangan sehat dari dokter; e. rekomendasi dari organisasi profesi; f. pas foto 4 X 6 cm sebanyak 2 (dua) lembar. (3) Rekomendasi yang diberikan organisasi profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf e, setelah terlebih dahulu dilakukan penilaian kemampuan keilmuan dan keterampilan, kepatuhan terhadap kode etik profesi serta kesanggupan melakukan praktik bidan. Pasal 11 (1) SIPB berlaku sepanjang SIB belum habis masa berlakunya dan dapat diperbaharui kembali. (2) Pembaharuan SIPB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat dengan melampirkan : a. fotokopi SIB yang masih berlaku; b. fotokopi SIPB yang lama; c. surat keterangan sehat dari dokter; d. pas foto 4 X 6 cm sebanyak 2(dua) lembar; e. rekomendasi dari organisasi profesi; Pasal 12 Bidan pegawai tidak tetap dalam rangka pelaksanaan masa bakti tidak memerlukan SIPB. Pasal 13 Setiap bidan yang menjalankan praktik berkewajiban meningkatkan kemampuan keilmuan dan/atau keterampilannya melalui pendidikan dan/atau pelatihan. BAB V PRAKTIK BIDAN Pasal 14 Bidan dalam menjalankan praktiknya berwenang untuk memberikan pelayanan yang meliputi : a. pelayanan kebidanan; b. pelayanan keluarga berencana; c. pelayanan kesehatan masyarakat. Pasal 15 (1) Pelayanan kebidanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 huruf a ditujukan kepada ibu dan anak. (2) Pelayanan kepada ibu diberikan pada masa pranikah, prahamil, masa kehamilan, masa persalinan, masa nifas, menyusui dan masa antara (periode interval). (3) Pelayanan kebidanan kepada anak diberikan pada masa bayi baru lahir, masa bayi, masa anak balita dan masa pra sekolah. BAB lain dalam peraturan pemerintah ini, mengacu ke pada dua BAB tersebut, kedua bab ini memberi gambaran umum mengenai ketentuan praktik bidan dan bab lain yang tidak si sebutkan disini melengkapi atau menjabarkan hal-hal umum tersebut.
3. Keputusan Menteri kesehatan RI 369/MENKES/SK/III/2007
Secara Umum Isi Kepmenkes ini mencakup : Definsi dan pengertian bidan, asuhan kebidanan, praktek bidan dan standar kompetensi bidan (pengetahuan maupun keterampilan). Hal-hal tersebut yang mendasari praktek bidan. Praktek kebidanan dikatakan baik apabila memenuhi standar kompetensi sebagia berikut : a. STANDAR KOMPETENSI BIDAN Kompetensi ke 1 : Bidan mempunyai persyaratan pengetahuan dan keterampilan dari ilmu-ilmu sosial, kesehatan masyarakat dan etik yang membentuk dasar dari asuhan yang bermutu tinggi sesuai dengan budaya, untuk wanita, bayi baru lahir dan keluarganya. b. PRA KONSEPSI, KB, DAN GINEKOLOGI Kompetensi ke-2 : Bidan memberikan asuhan yang bermutu tinggi, pendidikan kesehatan yang tanggap terhadap budaya dan pelayanan menyeluruh dimasyarakat dalam rangka untuk meningkatkan kehidupan keluarga yang sehat, perencanaan kehamilan dan kesiapan menjadi orang tua c. ASUHAN DAN KONSELING SELAMA KEHAMILAN Kompetensi ke-3 : Bidan memberi asuhan antenatal bermutu tinggi untuk mengoptimalkan kesehatan selama kehamilan yang meliputi: deteksi dini, pengobatan atau rujukan dari komplikasi tertentu. d. ASUHAN SELAMA PERSALINAN DAN KELAHIRAN Kompetensi ke-4 : Bidan memberikan asuhan yang bermutu tinggi, tanggap terhadap kebudayaan setempat selama persalinan, memimpin selama persalinan yang bersih dan aman, menangani situasi kegawatdaruratan tertentu untuk mengoptimalkan kesehatan wanita dan bayinya yang baru lahir. e. ASUHAN PADA IBU NIFAS DAN MENYUSUI Kompetensi ke-5 : Bidan memberikan asuhan pada ibu nifas dan mneyusui yang bermutu tinggi dan tanggap terhadap budaya setempat. f. ASUHAN PADA BAYI BARU LAHIR Kompetensi ke-6 : Bidan memberikan asuhan yang bermutu tinggi, komperhensif pada bayi baru lahir sehat sampai dengan 1 bulan. g. ASUHAN PADA BAYI DAN BALITA Kompetensi ke-7 : Bidan memberikan asuhan yang bermutu tinggi, komperhensif pada bayi dan balita sehat (1 bulan 5 tahun). h. KEBIDANAN KOMUNITAS Kompetensi ke-8 : Bidan memberikan asuhan yang bermutu tinggi dan komperhensif pada keluarga, kelompok dan masyarakat sesuai dengan budaya setempat. i. ASUHAN PADA IBU/WANITA DENGAN GANGGUAN REPRODUKSI Kompetensi ke-9 : Melaksanakan asuhan kebidanan pada wanita/ibu dengan gangguan sistem reproduksi.
4. PERATURAN MENTERI KESEHATAN RI NO HK.02.02/MENKES/149/2010
Dalam peraturan ini, berisi mengenai ketentuan-ketentuan yang harus di lakukan bidan untuk menyelenggarakan praktek kebidanan sesuai dengan standar kebidanan yang ada. Ketentuan-ketentuan tersebut secara khusus diatur yaitu mengenai perizinan dan penyelenggaraan praktik. Yang tertuang pada BAB II dan III sebagai berikut BAB II PERIZINAN Pasal 2 Bidan dapat menjalankan praktik pada fasilitas pelayanan kesehatan Fasilitas pelayanan kesehatan sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) meliputi fasilitas pelayanan kesehatan di luar praktek mandiri dan/atau praktik mandiri. Bidan yang menjalankan praktik mandiri sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berpendidikan minimal Diploma III (D III) kebidanan. Pasal 3 Setiap bidan yang menjalankan praktek wajib memiliki SIPB Kewajiban memiliki SIPB dikecualikan bagi bidan yang menjalankan praktik pada fasilitas pelayanan kesehatan di luar praktik mandiri atau Bidan yang menjalankan tugas pemerintah sebagai Bidan Desa. Pasal 4 SIPB sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat (1) dikeluarkan oleh Pemerintah Daerah kabupaten/ Kota SIPB berlaku selama STR masih berlaku. Pasal 5 Untuk memperoleh SIPB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, bidan harus mengajukan permohonan kepada Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dengan melampirkan: a. Fotocopi STR yang masih berlaku dan dilegalisir b. Surat keterangan sehat fisik dari Dokter yang memiliki Surat Izin Praktik; c. Surat pernyataan memiliki tempat praktik d. Pasfoto berwarna terbaru ukuran 46 sebanyak 3 (tiga ) lembar; dan e. Rekomendasi dari Organisasi Profesi Surat permohonan memperoleh SIPB sebagaimana dimaksud pada ayat (1), sebagaimana tercantum dalam Formulir I (terlampir) SIPB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya diberikan untuk 1 (satu) tempat praktik SIPB sebagaimana dimaksud pada ayat (3) sebagaimana tercantum dalam Formulir II terlampir
Pasal 6 Bidan dalam menjalankan praktik mandiri harus memenuhi persyaratan meliputi tempat praktik dan peralatan untuk tindakan asuhan kebidanan Ketentuan persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam lampiran peraturan ini. Dalam menjalankan praktik mandiri sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Bidan wajib memasang nama praktik kebidanan Pasal 7 SIPB dinyatakan tidak berlaku karena: 1. Tempat praktik tidak sesuai lagi dengan SIPB 2. Masa berlakunya habis dan tidak diperpanjang 3. Dicabut atas perintanh pengadilan 4. Dicabut atas rekomendasi Organisasi Profesi 5. Yang bersangkutan meninggal dunia BAB III PENYELENGGARAAN PRAKTIK Pasal 8 Bidan dalam menjalankan praktik berwenang untuk memberikan pelayanan meliputi: a. Pelayanan kebidanan b. Pelayanan reproduksi perempuan; dan c. Pelayanan kesehatan masyarakat Pasal 9 Pelayanan kebidanan sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 huruf a ditujukan kepada ibu dan bayi Pelayanan kebidanan kepada ibu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan pada masa kehamilan, masa persalinan, masa nifas dan masa menyusui.Pelayanan kebidanan pada bayi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan pada bayi baru lahir normal sampai usia 28 (dua puluh delapan) hari. Pasal 10 1. Pelayanan kebidanan kepada ibu sebagaimana dimaksud dalam pasal 9 ayat (2) meliputi: a. Penyuluhan dan konseling b. Pemeriksaan fisik c. Pelayanan antenatal pada kehamilan normal d. Pertolongan persalinan normal e. Pelayanan ibu nifas normal 2. Pelayanan kebidanann kepada bayi sebagaimana dimaksud dalam pasal 9 ayat (3) meliputi: a. Pemeriksaan bayi baru lahir b. Perawatan tali pusat c. Perawatan bayi d. Resusitasi pada bayi baru lahir e. Pemberian imunisasi bayi dalam rangka menjalankan tugas pemerintah; dan f. Pemberian penyuluhan Pasal 11 Bidan dalam memberikan pelayanan kebidanan sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 huruf a berwenang untuk: a. Memberikan imunisasi dalam rangka menjalankan tugas pemerintah b. Bimbingan senam hamil c. Episiotomi d. Penjahitan luka episiotomi e. Kompresi bimanual dalam rangka kegawatdaruratan, dilanjutkan dengan perujukan; f. Pencegahan anemi g. Inisiasi menyusui dini dan promosi air susu ibu eksklusif h. Resusitasi pada bayi baru lahir dengan asfiksia i. Penanganan hipotermi pada bayi baru lahir dan segera merujuk; j. Pemberian minum dengan sonde/pipet k. Pemberian obat bebas, uterotonika untuk postpartum dan manajemen aktif kala III; l. Pemberian surat keterangan kelahiran m. Pemberian surat keterangan hamil untuk keperluan cuti melahirkan Pasal 12 Bidan dalam memberikan pelayanan kesehatan reproduksi perempuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 huruf b, berwenang untuk; a. Memberikan alat kontrasepsi oral, suntikan dan alat kontrasepsi dalam rahim dalam rangka menjalankan tugas pemerintah, dan kondom; b. Memasang alat kontrasepsi dalam rahim di fasilitas pelayanan kesehatan pemerintah dengan supervisi dokter; c. Memberikan penyuluhan/konseling pemilihan kontrasepsi d. Melakukan pencabutan alat kontrasepsi dalam rahim di fasilitas pelayanan kesehatan pemerintah; dan e. Memberikan konseling dan tindakan pencegahan kepada perempuan pada masa pranikah dan prahamil. Pasal 13 Bidan dalam memberikan pelayanan kesehatan masyarakat sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 huruf c, berwenang untuk: a. Melakukan pembinaan peran serta masyarakat dibidang kesehatan ibu dan bayi; b. Melaksanakan pelayanan kebidanan komunitas; dan c. Melaksanakan deteksi dini, merujuk dan memberikan penyuluhan Infeksi Menular Seksual (IMS), penyalahgunaan Narkotika Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya (NAPZA) serta penyakit lainnya. Pasal 14 Dalam keadaan darurat untuk penyelamatan nyawa seseorang/pasien dan tidak ada dokter di tempat kejadian, bidan dapat melakukan pelayanan kesehatan di luar kewenangan sebagaimana dimaksud dalam pasal 8. Bagi bidan yang menjalankan praktik di daerah yang tidak memiliki dokter, dalam rangka melaksanakan tugas pemerintah dapat melakukan pelayanan kesehatan di luar kewenangan sebagaimana dimaksud dalam pasal 8. Daerah yang tidak memiliki dokter sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah kecamatan atau kelurahan/desa yang ditetapkan oleh Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Dalam hal daearah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) telah terdapat dokter, kewenangan bidan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak berlaku. Pasal 15 Pemerintah daerah menyelenggarakan pelatihan bagi bidan yang memberikan pelayanan di daerah yang tidak memiliki dokter Pelatihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diseleenggarakan sesuai dengan modul Modul Pelatihan yang ditetapkan oleh Menteri. Bidan yang lulus pelatihan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) memperoleh sertifikat. Pasal 16 Pada daerah yang tidak memiliki dokter, pemerintah daerah hanya menempatkan Bidan dengan pendidikan Diploma III kebidanan atau bidan dengan pendidikan Diploma I kebidanan yang telah mengikuti pelatihan. Pasal 17 Bidan dalam menjalankan praktik harus membantu program pemerintah dalam meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Pasal 18 1. Dalam menjalankan praktik, bidan berkewajiban untuk: a. Menghormati hak pasien b. Merujuk kasus yang tidak dapat ditangani dengan tepat waktu. c. Menyimpan rahasia kedokteran sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan; d. Memberikan informasi tentang masalah kesehatan pasien dan pelayanan yang dibutuhkan; e. Meminta persetujuan tindakan kebidanan yang akan dilakukan; f. Melakukan pencatatan asuhan kebidanan secara sistematis; g. Mematuhi standar; dan h. Melakukan pelaporan penyelenggaraan praktik kebidanan termasuk pelaporan kelahirana dan kematian. 2.Bidan dalam menjalankan praktik senantiasa meningkatkan mutu pelayanan profesinya, dengan mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi melalui pendidikan dan pelatihan sesuai dengan bidang tugasnya. Pasal 19 Dalam melaksanakan praktik, bidan mempunyai hak: a. Memperoleh perlindungan hukum dalam melaksanakan praktik sepanjang sesuai dengan standar profesi dan standar pelayanan; b. Memperoleh informasi yang lengkap dan benar dari pasien dan/ atau keluarganya; c. Melaksanakan tugas sesuai dengan kewenangan, standar profesi dan standar pelayanan; dan d. Menerima imbalan jasa profesi. Permenkes RI No. 1464/Menkes/SK/X/2010 TENTANG IJIN DAN PENYELENGGARAAN PRAKTEK BIDAN Secara Garis Besar Permenkes RI no. 1464 ini merupakan pembaruan dari Permenkes No.149, hanya beberapa perbedaan yaitu : Pada Pasal II ayat 2 ditiadakan Terdapat Revisi pada pasal III menjadi 3 ayat Setiap bidan yang bekerja di fasilitas kesehatan pelayanan kesehatan wajibMemiliki SIKB Setiap bidan yang menjalankan praktek wajib memiliki SIPB, SIKB dan SIPB sebagaimana di maksud ayat 1 dan 2 berlaku untuk satu tempat Terdapat Revisi pada Pasal 4, 5 Pasal 8 pada permenkes ini masuk Pada Bab III Bab III direvisi sampai dengan Pasal 19
Aspek Hukum Dalam Praktek Kebidanan LABEL: ARTIKEL KESEHATAN DIPOSKAN OLEH IPHINK SELASA, 11 DESEMBER 2012 BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Peningkatan pengetahuan dan teknologi yang sedemikian cepat dalam segala bidang serta meningkatnya pengetahuan masyarakat berpengaruh pula terhadap meningkatnya tuntutan masyarakat akan mutu pelayanan kesehatan termasuk pelayanan keperawatan atau kebidanan. Hal ini merupakan tantangan bagi profesi keperawatan dan kebidanan dalam mengembangkan profesionalisme selama memberi pelayanan yang berkualitas. Kualitas pelayanan yang tinggi memerlukan landasan komitmen yang kuat dengan basis pada etik dan moral yang tinggi. Sikap etis profesional yang kokoh dari setiap perawat atau bidan akan tercermin dalam setiap langkahnya, termasuk penampilan diri serta keputusan yang diambil dalam merespon situasi yang muncul. Oleh karena itu pemahaman yang mendalam tentang etika dan moral serta penerapannya menjadi bagian yang sangat penting dan mendasar dalam memberikan asuhan keperawatan atau kebidanan dimana nilai- nilai pasen selalu menjadi pertimbangan dan dihormati.
B. Rumusan Masalah Dari latar belakang diatas maka penulis dapat mengambil rumusan masalah dengan mengangkat masalah tentang Aspek Hukum Dalam Praktik Kebidanan
C. Tujuan Penulisan Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah Agar mahasiswa mampu memahami pengantar ilmu hukum dan memahami tentang aspek hukum dalam praktek kebidanan
D. Manfaat Adapun manfaat penuliasan makalah ini yakni agar profesi kebidanan agar dapat diterima dan dihargai oleh pasien, masyarakat atau profesi lain.
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengantar Ilmu Hukum Ilmu hukum adalah kumpulan pengetahuan tentang hokum yang telah deibuat sistematiknya. Filosofis dasarnya adalah bahwa manusia adalah mahluk hidup yang mempunyai rasa, karsa, dan karya, akal dan perasaan. Sumber hukum formal adalah : 1. Perundang undangan 2. Kebiasaan 3. Traktat ( perjanjian Internasional public ) 4. Yurisprudensi 5. Doktrin ( pendapat pakar ) Macam macam hokum adalah : 1. Hukum perdata dan hokum public 2. Hukum material dan hokum formal 3. Hukum perdata, 4. Hukum pidanan, 5. Hukum tatanegara/tata usaha Negara, 6. Hukum internasional 7. Hukum adat
B. Pengantar Hukum Kesehatan 1. Kelompok masalah yang menyangkut asas umum, meliputi hak menentukan diri sendiri, hak atas pemeliharaan kesehatan , fungsi undang undang dan hokum dan pemeliharaan kesehataan , hubungan hokum kesehatan dengan etika kesehatan. 2. Kelompok masalah tentang kedudukan indifidu dalam hokum kesehatan, antara lain : hak atas tubuh sendiri, kedudukan material tubuh, hak atas kehidupan, genetika, reproduksi, status hokum hasil pembuahan, Perawatan yang dipaksakan dalam RS. 3. Kelompok masalah dengan aspek- aspek pidana antara lain : tanggung jawab pidana, tindakan medis dan hokum pidana, hak untuk tidak membuka rahasia. 4. Kelompok masalah dakam pelayanan kuratif, antara lain kewajiban memberika pertolongan medis, menjaga mutu, eksperimen eksperimen medis, batas batas pemberiaan pertolongan medis, penyakit menular. Dokumentasi medis dan lain lain. 5. Kelompok tentang pelaksanaan profesi dan kepentingan pihak ketiga antara lain kesehatan industry, pelaksanaan medis skrining, keterangan medis, saksi ahli, asuransi kesehatan social. Hak asasi manusian yang berhubungan dengan kesehatan manusia dimulai dari tiga hak asasi, yaitu : a. The right to health care ( Hak untuk mendapat pelanyanan kesehatan ) b. The right to self dateminartion ( hak untuk menentukan nasib sendiri ) c. The righ toinformation ( Hak untuk mendapat informasi ) Etika dan hokum berkait dengan ruang lingkup masing masing, dengan jalur yang berbeda. Adapun gambaran jalur etik dan hokum dapat dideskripsikan : a. Etika profesi bersifat interen ( self inposed regulation ) , bertujuan menjaga mutu profesi dan memelihara harkat dan martabat profesi ( tidak berlaku umum ) sanksi ditetapkan oleh organisasi. b. Majelis disiplin bersifat sebagai hokum public ( ada unsure pemerintah). Bertujuan memelihara tata tertib anggota profesi ( tidak berlaku bagi bukananggota profesi ) sanksi teguran, scorsing, pemecatan ( ditetapkan pemerintah ) c. Hukum bersifat berlaku umum ( sifat memaksa, bertujuan menjaga ketertiban masnyarakat luas ( termaksud anggota profesi ), dengan sanksi hokum perdata atau hokum perdanan )
C. Aspek Hukum Dalam Praktik Kebidanan Akuntabilitas bidan dalam praktik kebidanan merupakan suatu hal yang penting dan di tuntut dari suatu profesi, terutama profesi yang berhubungan dengan keselamatan jiwa manusia, adalah pertanggung jawaban dan tanggung gugat (accountability) atas semua tindakan yang dilakukuannya. Sehingga semua tindakan yang dilakukan oleh bidan harus berbasis kompetensi dan didasari suatu evidence based. Accountability diperkuat dengan satu landasan hokum yang mengatur batas-batas wewenang profesi yang bersangkutan. Dengan adanya legitimasi kewenangan bidan yang lebih luas, bidan memiliki hak otonomi dan mandiri untuk bertindak secara profesional yang dilandasi kemampuan berfikir logis dan sitematis serta bertindak sesuai standar profesi dan etika profesi. Praktek kebidanan merupakan inti dari berbagai kegiatan bidan dalam penyelenggaraan upaya kesehatan yang harus terus-menerus ditingkatkan mutunya melalui: 1. Pendidikan dan pelatihan berkelanjutan 2. Pengembangan ilmu dan teknologi dalam kebidanan 3. Akreditasi 4. Sertifikasi 5. Registrasi 6. Uji kompetensi 7. Lisensi Beberapa dasar dalam otonomi pelayanan kebidanan antara lain sebagai berikut: 1. Kepmenkes 900/Menkes/SK/VII/2002 tentanng registrasi dan praktik bidan 2. Standar Pelayanan Kebidanan 3. UU Kesehatan No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan 4. PP No 32/ Tahun 1996 tentang tenaga kesehatan 5. Kepmenkes 1277/Menkes/SK/XI/2001 tentang oraganisasi dan tata kerja Depkes 6. UU No 22/1999 tentang Otonomi daerah 7. UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan 8. UU tentang aborsi, adopsi, bayi tabung dan transplantasi
D. Legislasi Pelayanan Kebidanan Pelayanan legislasi adalah: 1. Menjamin perlindungan pada masyarakat pengguna jasa profesi dan profesi sendiri 2. Legislasi sangat berperan dalam pemberian pelayanan profesional Bidan dikatakan profesional, mematuhi beberapa criteria sebagai berikut: 1. Mandiri 2. Peningkatan kompetensi 3. Praktek berdasrkan evidence based 4. Penggunaan berbagai sumber informasi Masyarakat membutuhkan pelayanan yang aman dan berkualitas, serta butuh perlindungan sebagai pengguna jasa profesi. Ada beberapa hal yang menjadi sumber ketidak puasan pasien atau masyarakat yaitu: 1. Pelayanan yang aman 2. Sikap petugas kurang baik 3. Komunikasi yang kurang 4. Kesalahan prosedur 5. Saran kurang baik 6. Tidak adanya penjelasan atau bimbingan atau informasi atau pendidikan kesehatan. Legislasi adalah proses pembuatan UU atau penyempurnaan perangkat hukum yang sudah ada melalui serangkaian sertifikasi (pengaturan kompetensi), registrasi (pengaturan kemenangan) dan lisensi (pengaturan penyelenggaraan kewenangan), Tujuan legislasi adalah memberikan perlindungan kepada masyarakat terhadap pelayanan yang telah diberikan. Bentuk perlindungan tersebut antara lain 1. Mempertahankan kualitas pelayanan 2. Memberikan kewenangan 3. Menjamin perlindungan hukum 4. Meningkatkan profesionalisme
E. Aspek Hukum Informed Consent Pada dasarnya dalam praktik sehari hari, pasien yang datang untuk berobat ke tempat praktik dianggap telah memberikan persetujuannya untuk dilakukan tindakan tindakan rutin seperti pemeriksaan fisik. Akan tetapi, untuk tindakan yang lebih kompleks biasanya dokter akan memberikan penjelasan terlebih dahulu untuk mendapatkan kesediaan dari pasien, misalnya kesediaan untuk dilakukan suntikan. Ikhwal diperlukannya izin pasien, adalah karena tindakan medik hasilnya penuh ketidakpastian, tidak dapat diperhitungkan secara matematik, karena dipengaruhi faktor faktor lain diluar kekuasaan dokter, seperti virulensi penyakit, daya tahan tubuh pasien, stadium penyakit, respon individual, faktor genetik, kualitas obat, kepatuhan pasien dalam mengikuti prosedur dan nasihat dokter, dll. Selain itu tindakan medik mengandung risiko, atau bahkan tindakan medik tertentu selalu diikuti oleh akibat yang tidak menyenangkan. Risiko baik maupun buruk yang menanggung adalah pasien. Atas dasar itulah maka persetujuan pasien bagi setiap tindakan medik mutlak diperlukan, kecuali pasien dalam kondisi emergensi. Mengingat pasien biasanya datang dalam keadaan yang tidak sehat, diharapkan dokter tidak memberikan informasi yang dapat mempengaruhi keputusan pasien, karena dalam keadaan tersebut, pikiran pasien mudah terpengaruh. Selain itu dokter juga harus dapat menyesuaikan diri dengan tingkat pendidikan pasien, agar pasien bisa mengerti dan memahami isi pembicaraan. Persetujuan tersebut disebut dengan Informed Consent. Informed Consent hakikatnya adalah hukum perikatan, ketentuan perdata akan berlaku dan ini sangat berhubungan dengan tanggung jawab profesional menyangkut perjanjian perawatan dan perjanjian terapeutik. Aspek perdata Informed Consent bila dikaitkan dengan Hukum Perikatan yang di dalam KUH Perdata BW Pasal 1320 memuat 4 syarat sahnya suatu perjanjjian yaitu: 1. Adanya kesepakatan antar pihak, bebas dari paksaan, kekeliruan dan penipuan. 2. Para pihak cakap untuk membuat perikatan. 3. Adanya suatu sebab yang halal, yang dibenarkan, dan tidak dilarang oleh peraturan perundang undangan serta merupakan sebab yang masuk akal untuk dipenuhi. Dari syarat pertama yaitu adanya kesepakatan antara kedua pihak ( antara petugas kesehatan dan pasien ), maka berarti harus ada informasi keluhan pasien yang cukup dari kedua belah pihak tersebut. Dari pihak petugas harus mendapat informasi keluhan pasien sejujurnya, demikian pula dari pihak pasien harus memperoleh diagnosis dan terapi yang akan dilakukan. Ada beberapa kaidah yang harus diperhatikan dalam menyusun dan memberikan Informed Consent agar hukum perikatan ini tidak cacat hukum, diantaranya adalah: 1. Tidak bersifat memperdaya ( Fraud ). 2. Tidak berupaya menekan ( Force ). 3. Tidak menciptakan ketakutan ( Fear ).
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan Hukum kesehatan yang terkait dengan etika profesi dan pelanyanan kebidanan. Ada keterkaitan atau daerah bersinggunan antara pelanyanan kebidanan, etika dan hokum atau terdapat grey area. Sebagaimana di ketahui bahwa bidan merupakan salah satu tenaga kesehatan yang menyelenggarakan upaya kesehatan. Sebelum menginjak kehal hal yang lebih jauh, kita perlu memahami beberapa konsep dasar dibawah ini : Bidan adalah seorang yang telah menyelesaikan Program Pendidikan Bidan yang diakui Negara serta memperoleh kualifikasi dan diberi izin untuk menjalankan praktek kebidanan di Negara itu. Dia harus mampu memberikan supervise, asuhan dan memberikan nasehat yang dibutuhkan kepada wanita selama masa hmil , persalinan dan masa pasca persalinan, memimpin persalianan atas tanggung jawab sendiri serta asuhan pada bayi baru lahir dan anak. Pekerjaan itu termaksud pendidikan antenatal, dan persiapan untuk menjadi orangtua dan meluas kedaerah tertentu dari ginekologi, KB dan Asuhan anak, Rumah Perawatan, dan tempat tempat pelayanan lainnya (ICM 1990)
B. Saran Sikap etis profesional berarti bekerja sesuai dengan standar, melaksanakan advokasi, keadaan tersebut akan dapat memberi jaminan bagi keselamatan pasen, penghormatan terhadap hak-hak pasen, akan berdampak terhadap peningkatan kualitas asuhan kebidanan.
DAFTAR PUSTAKA Wahyuningsih, Heni Puji. Etika Profesi Kebidanan. Fitramaya; Yogyakarta. 2008 Marimba, Hanum. Etika dan Kode Etik Profesi Kebidanan. Mitra Cendikia Press;Yogyakarta.2008 Carol Taylor,Carol Lillies, Priscilla Le Mone, 1997, Fundamental Of Nursing Care, Third Edition, by Lippicot Philadelpia, New York. http://dinopawesambon.blogspot.com/2011/07/hukum-kesehatan-dalam- kebidanan.html
KATA PENGANTAR
Puji serta syukur dipanjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat dan hidayah-Nya sehingga Tugas Kelompok berupa makalah ini sebagai tugas mata kuliah dengan judul Aspek Hukum Dalam Praktik Kebidanan dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Penulis menyadari bahwa penulisan makalah ini masih banyak kekurangan dan jauh dari sempurna. Untuk itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun terutama dari dosen mata kuliah serta pembaca demi kesempurnaan makalah ini. Penulis berharap semoga hasil dari penulisan makalah ini kelak dapat bermanfaat bagi pihak-pihak yang membutuhkan.
PENDAHULUAN
Fungsi pengetahuan etik bagi bidan adalah memberikan bantuan yang positif bagi bidan untuk menghindarkan dari prasangka dalam melakukan pekerjaannya. Etik memliki dimensi kode etik, yaitu : anggota profesi & klien, anggota profesi & sistem kesehatan, anggota profesi & profesi kesehatan, sesama anggota profesi
Kode etik merupakan suatu pernyataan komprehensif profesi yang memberikan tuntunan bagi bidan untuk melaksanakan praktek kebidanan baik yang berhubungan dengan klien, keluarga masyarakat, teman sejawat, profesi dan dirinya sendiri
Kode etik memiliki prinsip, yaitu :
Menghargai otonomi Melakukan tindakan yang benar Mencegah tindakan yang dapat merugikan Memperlakukan manusia secara adil Menjelaskan dengan benar Menepati janji yang telah disepakati Menjaga kerahasiaan Kode etik suatu profesi adalah berupa norma-norma yang harus diindahkan oleh setiap anggota profesi yang bersangkutan di dalam melaksanakan tugas profesinya dan dalam hidupnya di masyarakat. Norma-norma tersebut berisi petunjuk- petunjuk bagi anggota profesi tentang bagaimana mereka harus menjalankan profesinya dan larangan-larangan, yaitu ketentuan tentang apa yang boleh dan tidak boleh diperbuat oleh anggota profesi, tidak saja dalam menjalankan tugas profesinya, melainkan juga menyangkut tingkah laku pada umumnya dalam pergaulan sehari-hari di dalam masyarakat. Kode etik memiliki tujuan, yaitu menjunjung tinggi martabat dan citra profesi, menjaga & memelihara kesejahteraan para anggota, meningkatkan pengabdian para anggota profesi dan meningkatkan mutu profesi
Fungsi kode etik adalah sebagai :
1. Panduan, kode etik memberi bantuan dalam memberikan panduan dengan fasilitasdalam menjalankan pekerjaan profesional
2. Peraturan, menentukan beberapa peraturan dalam suatu kelompok profesi seperti tanggung jawab moral, tindakan yang standar, nilai-nilai khas suatu profesi, izin profesi.
3. Disiplin, mengatur tingkah laku yang melanggar hukum dengan mengidentifikasi dan menentukan jenis tindakan serta membuat instrument yang menjadi peraturan tetap dimana profesi berada.
4. Pelindung, melindungi masyarakat termasuk anggota masyarakat yang menerima profesi.
5. Informasi, memberikan informasi kepada masyarakat diluar profesi (Klien, kolega, pekerja, masy) tentang standar shg profesi mendapat kepercayaan.
6. Pernyataan, menyatakan eksistensi dengan mengumumkan aspirasi kelompok ttg status profesi dgn kehormatan moral dan otonomi
7. Negosiasi, menyediakan alat dalam negosiasi dan perdebatanantara profesi, colega, pekerjaan, pemerintah dengan memberikan penjelasan ttg kebenaran sikap termasuk tindakan.
KODE ETIK KEBIDANAN
Kode etik merupakan suatu ciri profesi yang bersumber dari nilai-nilai internal dan eksternal suatu disiplin ilmu dan merupakan pernyataan komprehensif suatu profesi yang memberikan tuntunan bagi anggota dalam melaksanakan pengabdian profesi. Kode etik bidan Indonesia pertama kali disusun pada tahun 1986 dan disyahkan dalam kongres Nasional IBI X tahun 1988, sedang petunjuk pelaksanaannya disyahkan dalam rapat kerja Nasional (Rakernas) IBI tahun 1991, sebagai pedoman dalam berprilaku. Kode etik bidan Indonesia mengandung beberapa kekuatan yang semuanya tertuang dalam mukadimah, tujuan dan bab
Kewajiban bidan terhadap klien dan masy (6) Kewajiban bidan terhadap tugasnya (3) Kewajiban bidan terhadap sejawat dan tenaga kesehatan lainnya (2) Kewajiban bidan terhadap profesinya (3) Kewajiban bidan terhadap dirinya sendiri (2) Kewajiban bidan terhadap pemerintah, nusa bangsa dan tanah air (2) Penutup (1) KEWAJIBAN TERHADAP KLIEN DAN MASYARAKAT
Setiap bidan senantiasa menjunjung tinggi, menghayati dan mengamalkan sumpah jabatabnya dalam melaksanakan tugas pengabdiannya Setiap bidan dalam menjalankan tugas profesinya menjunjung tinggi harkat dan martabat kemanusiaan yang utuh dan memelihara citra bidan Setiap bidan dalam menjalankan tugasnya senantiasa berpedoman pada peran, tugas dan tanggung jawab sesuai dengan kebutuhan klien, keluarga dan masyarakat Setiap bidan dalam menjalankan tugasnya senantiasa mendahulukan kepentingan klien, menghormati nilai-nilai yang berlaku di masyarakat. Setiap bidan dalam menjalankan tugasnya senantiasa mendahulukan kepentingan klien, keluarga dan masyarakat dengan identitas yang sama sesuai dengan kebutuhan berdasarkan kemampuan yang dimiliki. Setiap bidan senantiasa menciptakan suasana yang serasi dalam hubungan pelaksanaan tugasnya dengan mendorong partisipasi masyarakat untuk meningkatkan derajat kesehatannya secara optimal KEWAJIBAN TERHADAP TUGASNYA
Setiap bidan senantiasa memberikan pelayanan paripurna kepada klien, keluarga dan masyarakat sesuai dengan kemampuan profesi yang dimilikinya berdasarkan kebutuhan klien keluarga dan masyarakat Setiap bidan berhak memberikan pertolongan dan mempunyai kewenangan dalam mengambil keputusan dalam tugasnya termasuk keputusan mengadakan konsultasi dan atau rujukan Setiap bidan harus menjamin kerahasiaan keterangan yang dapat dan atau dipercayakan kepadanya, kecuali diminta oleh pengadilan atau diperlukan sehubungan dengan kepentingan klien KEWAJIBAN BIDAN TERHADAP SEJAWAT DAN TENAGA KESEHATAN LAINNYA
Setiap bidan harus menjalin hubungan dengan teman sejawatnya untuk menciptakan suasana kerja yang serasi Setiap tindakan dalam melaksanakan tugasnya harus saling menghormati baik terhadap sejawatnya maupun tenaga kesehatan lainnya KEWAJIBAN BIDAN TERHADAP PROFESINYA
Setiap bidan harus menjaga nama baik dan menjunjung tinggi citra profesinya dengan menampilkan kepribadian yang tinggi dan memberikan pelayanan yang bermutu kepada masyarakat Setiap bidan harus senantiasa mengembangkan diri dan meningkatkan kemampuan profesinya sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan tekhnologi Setiap bidan senantiasa berperan serta dalam kegiatan penelitian dan kegiatan sejenisnya yang dapat meningkatkan mutu dan citra profesinya KEWAJIBAN BIDAN TERHADAP DIRI SENDIRI
Setiap bidan harus memelihara kesehatannya agar dapat melaksanakan tugas profesinya dengan baik Setiap bidan seyogyanya berusaha untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan tekhnologi KEWAJIBAN TERHADAP PEMERINTAH, NUSA, BANGSA DAN TANAH AIR
Setiap bidan dalam menjalankan tugasnya, senantiasa melaksanakan ketentuan- ketentuan pemerintah dalam bidang kesehatan, khususnya dalam pelayanan KIA/KB dan kesehatan keluarga Setiap bidan melalui profesinya berpartisipasi dan menyumbangkan pemikirannya kepada pemerintah untuk meningkatkan mutu jangkauan pelayanan kesehatan terutama pelayanan KIA/KB dan kesehatan keluarga
URAIAN MATERI
Etik sebagai filsafat moral, mencari jawaban untuk menentukan serta mempertahankan secara rasional teori yang berlaku tentang benar salah, baik buruk, yang secara umum dipakai sebagai suatu perangkat prinsip moral yang menjadi pedoman suatu tindakan.
Bidan dihadapkan pada dilema etik membuat keputusan dan bertindak didasarkan atas keputusan yg dibuat berdasarkan Intuisi mereflekasikan pada pengalamannya atau pengalaman rekan kerjanya.
Contoh : persalinan dengan KPD pasien menolak
Terdapat 4 prinsip etika yg umumnya digunakan dalam praktek kebidanan :
1. Autonomy : memperhatikan penguasaan diri, hak akan kebebasan & pilihan individu.
2. Beneficence : Memperhatikan peningkatan kesejahteraan klien berbuat yg terbaik untuk orang lain.
3. Non Malefecence : tidak menimbulkan kerugian untuk orang lain jng membuat kerugian.
4. Justice ; memperhatikan keadilan & keuntungan
Dilema = konflik, berada di antara 2 pilihan, dua tipe konflik :
1. Konflik dalam prinsip
2. Konflik 2 prinsip
A. MASALAH MASALAH ETIK MORAL YANG MUNGKIN TERJADI DALAM PRAKTEK KEBIDANAN
1. Masalah Etik Moral Yang Mungkin Terjadi
Bidan harus memahami dan mengerti situasi etik moral, yaitu :
1) Untuk melakukan tindakan yang tepat dan berguna.
2) Untuk mengetahui masalah yang perlu diperhatikan
Kesulitan dalam mengatasi situasi :
1) Kerumitan situasi dan keterbatasan pengetahuan kita
2) Pengertian kita terhadap situasi sering diperbaruhi oleh kepentingan, prasangka, dan faktor-faktor subyektif lain
Langkah-langkah penyelesaian masalah :
1) Melakukan penyelidikan yang memadai
2) Menggunakan sarana ilmiah dan keterangan para ahli
3) Memperluas pandangan tentang situasi
4) Kepekaan terhadap pekerjaan
5) Kepekaan terhadap kebutuhan orang lain
Masalah Etik Moral yang mungkin terjadi dalam praktek kebidanan :
1) Tuntutan bahwa etik adalah hal penting dalam kebidanan karena :
- Bertanggung jawab terhadap keputusan yang dibuat
- Bertanggung jawab terhadap keputusan yang diambil
2) Untuk dapat menjalankan praktik kebidanan dengan baik dibutuhkan :
- Pengetahuan klinik yang baik
- Pengetahuan yang Up to date
- Memahami issue etik dalam pelayanan kebidanan
3) Harapan Bidan dimasa depan :
- Bidan dikatakan profesional, apabila menerapkan etika dalam menjalankan praktik kebidanan (Daryl Koehn ,Ground of Profesional Ethis,1994)
- Dengan memahami peran bidan tanggung jawab profesionalisme terhadap patien atau klien akan meningkat
- Bidan berada dalam posisi baik memfasilitasi klien dan membutuhkan peningkatan pengetahuan tentang etika untuk menerapkan dalam strategi praktik kebidanan
B. PEMBAGIAN DILEMA / KONFLIK ETIK
Pembagian konflik etik meliputi empat hal :
Informed Concent
Negosiasi
Persuasi
Komite etik
Menurut Culver and Gert ada 4 komponen yang harus dipahami pada suatu consent atau persetujuan :
1. Sukarela (Voluntariness)
Sukarela mengandung makna pilihan yang dibuat atas dasar sukarela tanpa ada unsur paksaan didasari informasi dan kompetensi
2. Informasi (Information)
Jika pasien tidak tahu sulit untuk dapat mendeskripsikan keputusan. Dalam berbagai kode etik pelayanan kesehatan bahwa informasi yang lengkap dibutuhkan agar mampu keputusan yang tepat.
Kurangnya informasi atau diskusi tentang risiko, efek samping akan membuat klien sulit mengambil keputusan
3. Kompetensi (Competence)
Dalam konteks consent kompetensi bermakna suatu pemahaman bahwa seseorang membutuhkan sesuatu hal untuk mampu membuat keputusan yang tepat bahkan ada rasa cemas dan bingung
4. Keputusan (decision)
Pengambilan keputusan merupakan suatu proses, dimana merupakan persetujuan tanpa refleksi. Pembuatan keputusan merupakan tahap terakhir proses pemberian persetujuan.Keputusan penolakan pasien terhadap suatu tindakan harus di validasi lagi apakah karena pasien kurang kompetensi.
1. Informed Consent
Pesetujuan yang diberikan pasien atau walinya yang berhak terhadap bidan, untuk melakukan suatu tindakan kebidanan kepada pasien setelah memperoleh informasi lengkap dan dipahami mengenai tindakan yang akan dilakukan. Informed consent merupakan suatu proses. Secara hukum informed consent berlaku sejak tahun 1981 PP No.8 tahun 1981.
Informed consent bukan hanya suatu formulir atau selembar kertas, tetapi bukti jaminan informed consent telah terjadi. Merupakan dialog antara bidan dan pasien di dasari keterbukaan akal pikiran, dengan bentuk birokratisasi penandatanganan formulir. Informed consent berarti pernyataan kesediaan atau pernyataan setelah mendapat informasi secukupnya sehingga setelah mendapat informasi sehingga yang diberi informasi sudah cukup mengerti akan segala akibat dari tindakan yang akan dilakukan terhadapnya sebelum ia mengambil keputusan. Berperan dalam mencegah konflik etik tetapi tidak mengatasi masalah etik, tuntutan, pada intinya adalah bidan harus berbuat yang terbaik bagi pasien atau klien.
a. Dimensi informed consent
1) Dimensi hukum, merupakan perlindungan terhadap bidan yang berperilaku memaksakan kehendak, memuat :
- Keterbukaan informasi antara bidan dengan pasien
- Informasi yang diberikan harus dimengerti pasien
- Memberi kesempatan pasien untuk memperoleh yang terbaik
2) Dimensi Etik, mengandung nilai nilai :
- Menghargai otonomi pasien
- Tidak melakukan intervensi melainkan membantu pasien bila diminta atau dibutuhkan
- Bidan menggali keinginan pasien baik secara subyektif atau hasil pemikiran rasional
b. Syarat Sahnya Perjanjian Atau Consent (KUHP 1320)
1) Adanya Kata Sepakat
Sepakat dari pihak bidan maupun klien tanpa paksaan, tipuan maupun kekeliruan setelah diberi informasi sejelas jelasnya.
2) Kecakapan
Artinya seseorang memiliki kecakapan memberikan persetujuan, jika orang itu mampu melakukan tindakan hukum, dewasa dan tidak gila.
Bila pasien seorang anak, yang berhak memberikan persetujuan adalah orangtuanya, pasien dalam keadaan sakit tidak dapat berpikir sempurna shg ia tidak dapat memberikan persetujuan untuk dirinya sendiri, seandainya dalam keadaan terpaksa tidak ada keluarganya dan persetujuan diberikan oleh pasien sendiri dan bidan gagal dalam melakukan tindaknnya maka persetujuan tersebut dianggap tidak sah.
Contoh :
Bila ibu dalam keadaan inpartu mengalami kesakitan hebat, maka ia tidak dapat berpikir dengan baik, maka persetujuan tindakan bidan dapat diberikan oleh suaminya, bila tidak ada keluarga atau suaminya dan bidan memaksa ibu untuk memberikan persetujuan melakukan tindakan dan pada saat pelaksanaan tindakan tersebut gagal, maka persetujuan dianggap tidak sah.
3) Suatu Hal Tertentu
Obyek persetujuan antara bidan dan pasien harus disebutkan dengan jelas dan terinci.
Misal :
Dalam persetujuan ditulis dengan jelas identitas pasien meliputi nama, jenis kelamin, alamat, nama suami, atau wali. Kemudian yang terpenting harus dilampirkan identitas yang membuat persetujuan
4) Suatu Sebab Yang Halal
Isi persetujuan tidak boleh bertentangan dengan undang undang, tata tertib, kesusilaan, norma dan hukum
contoh :
abortus provocatus pada seorang pasien oleh bidan, meskipun mendapatkan persetujuan si pasien dan persetujuan telah disepakati kedua belah pihak tetapi dianggap tidak sah sehingga dapat dibatalkan demi hukum
c. Segi Hukum Informed Consent
Pernyataan dalam informed consent menyatakan kehendak kedua belah pihak, yaitu pasien menyatakan setuju atas tindakan yang dilakukan bidan dan formulir persetujuan ditandatangani kedua belah pihak, maka persetujuan tersebut mengikat dan tidak dapat dibatalkan oleh salah satu pihak.
Informed consent tidak meniadakan atau mencegah diadakannya tuntutan dimuka pengadilan atau membebaskan RS atau RB terhadap tanggungjawabnya bila ada kelalaian. Hanya dapat digunakan sebagai bukti tertulis adan adanya izin atau persetujuan dari pasien terhadap diadakannya tindakan.
Formulir yang ditandatangani pasien atau wali pada umumnya berbunyi segala akibat dari tindakan akan menjadi tanggung jawab pasien sendiri dan tidak menjadi tanggung jawab bidan atau rumah bersalin. Rumusan tersebut secara hukum tidak mempunyai kekuatan hukum, mengingat seseorang tidak dapat membebaskan diri dari tanggung jawabnya atas kesalahan yang belum dibuat.
d. Masalah Yang Lazim Terjadi Pada Informed Consent
Pengertian kemampuan secara hukum dari orang yang akan menjalani tindakan, serta siapa yang berhak menandatangani.
Masalah wali yang sah. Timbul apabila pasien atauibu tidak mampu secar hukum untuk menyatakan persetujuannya.
Masalah informasi yang diberikan, seberapa jauh informasi dianggap telah dijelaskan dengan cukup jelas, tetapi juga tidak terlalu rinci sehingga dianggap menakut nakuti
Dalam memberikan informasi apakah diperlukan saksi, apabila diperlukan apakah saksi perlu menanda tanagani form yang ada. Bagaimana menentukan saksi?
Dalam keadaan darurat, misal kasus perdarahan pada bumil dan kelaurga belum bisa dihubungi, dalam keadaan begini siapa yang berhak memberikan persetujuan, sementara pasien perlu segera ditolong.
C. MENGHADAPI MASALAH ETIK MORAL DAN DILEMA DALAM PRAKTEK KEBIDANAN
Menurut Daryl Koehn (1994) bidan dikataka profesional bila dapat menerapkan etika dalam menjalankan praktik.
Bidan ada dalam posisi baik yaitu memfasilitasi pilihan klien dan membutuhkan peningkatan pengetahuan tentang etika untuk menetapkan dalam strategi praktik kebidanan
1. Informed Choice
Informed choice adalah membuat pilihan setelah mendapatkan penjelasan tentan alternatif asuhan yang akan dialaminya.
Menurut kode etik kebidanan internasionl (1993) bidan harus menghormati hak informed choice ibu dan meningkatkan penerimaan ibu tentang pilihan dalam asuhan dan tanggungjawabnya terhadap hasil dari pilihannya
Definisi informasi dalam konteks ini meliputi : informasi yang sudah lengkap diberikan dan dipahami ibu, tentang pemahaman resiko, manfaat, keuntungan dan kemungkinan hasil dari tiap pilihannya.
Pilihan (choice) berbeda dengan persetujuan (consent) :
a. Persetujuan atau consent penting dari sudut pandang bidan karena berkaitan dengan aspek hukum yang memberikan otoritas untuk semua prosedur yang akan dilakukan bidan
b. Pilihan atau choice penting dari sudut pandang klien sebagai penerima jasa asuhan kebidanan, yang memberikan gambaran pemahaman masalah yang sesungguhnya dan menerapkan aspek otonomi pribadi menentukan pilihannya sendiri.
2. Bagaimana Pilihan Dapat Diperluas dan Menghindari Konflik
Memberi informai yang lengkap pada ibu, informasi yang jujur, tidak bias dan dapat dipahami oleh ibu, menggunakan alternatif media ataupun yang lain, sebaiknya tatap muka.
Bidan dan tenaga kesehatan lain perlu belajar untuk membantu ibu menggunakan haknya dan menerima tanggungjawab keputusan yang diambil.
Hal ini dapat diterima secara etika dan menjamin bahwa tenaga kesehatan sudah memberikan asuhan yang terbaik dan memastikan ibu sudah diberikan informsi yang lengkap tentang dampak dari keputusan mereka
Untuk pemegang kebijakan pelayanan kesehatan perlu merencanakan, mengembangkan sumber daya, memonitor perkembangan protokol dan petunjuk teknis baik di tingkat daerah, propinsi untuk semua kelompok tenaga pemberi pelayanan bagi ibu.
Menjaga fokus asuhan pada ibu dan evidence based, diharapkan konflik dapat ditekan serendah mungkin
Tidak perlu takut akan konflik tetapi mengganggapnya sebagai sutu kesempatan untuk saling memberi dan mungkin suatu penilaian ulang yang obyektif bermitra dengan wanita dari sistem asuhan dan tekanan positif pada perubahan
3. Beberapa Jenis Pelayanan Yang Dapat Dipilih Klien
Bentuk pemeriksaan ANC dan skrening laboratorium ANC
Tempat melahirkan
Masuk ke kamar bersalin pada tahap awal persalinan
Di dampingi waktu melahirkan
Metode monitor djj
Augmentasi, stimulasi, induksi
Mobilisasi atau posisi saat persalinan
Pemakaian analgesia
Episiotomi
Pemecahan ketuban
Penolong persalinan
Keterlibatan suami pada waktu melahirkan
Teknik pemberian minuman pada bayi
Metode kontrasepsi
MUNIEZ.SEIYAN Rabu, 17 Juli 2013 masalah dilema konflik moral
LANGKAH-LANGKAH PENYELESAIAN MASALAH DILEMA DAN KONFLIK MORAL
PEMBIMBING: Sri Luluk, SST. Mata Kuliah : Etika Profesi dan Hukum Kesehatan.
Nama Kelompok : 1. DYAH SHINTA DWI (11.02.017) 2. MUNIS TAMAH (11.02.030) 3. SITI MARIA ULFA (11.02.040) 4. WINDA SURYANIATI (11.02.045)
AKADEMI KESEHATAN RAJEKWESI BOJONEGORO PRODI DIII KEBIDANAN TAHUN AKADEMI 2012/2013
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul Langkah-langkah penyelesaian masalah dilema dan konflik moral. Makalah ini kami susun untuk memenuhi tugas mata kuliah Etika Profesi dan Hukum Kesehatan. agar mahasiswa lebih memahami tentang materi ini. Dalam pembuatan makalah ini, kami mengacu pada beberapa sumber. Tak lupa kami ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada ibu Sri Luluk, SST. .Selaku dosen pembimbing kami yang telah memberi arahan kepada kami sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini. Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna oleh karena itu kami membutuhkan kritik dan saran yang bisa membangun tercapainya kesempurnaan makalah ini, kepada teman-teman dan pembaca khususnya.
Bojonegoro, Desember 2012
TIM PENYUSUN
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Derasnya arus globalisasi yang semakin mempengaruhi kehidupan sosial masyarakat dunia, juga mempengaruhi munculnya masalah/penyimpangan etik sebagai akibat kemajuan teknologi/ilmu pengetahuan yang menimbulkan konflik terhadap nilai. Arus kesejahteraan ini tidak dapat dibendung, pasti akan mempengaruhi pelayanan kebidanan. Dalam hal ini bidang yang praktek mandiri menjadi pekerja yang bebas Mengontrol dirinya sendiri. Situasi ini akan besar sekali pengaruhnya terhadap kemungkinan terjadinya penyimpangan etik. Istilah etik yang kita gunakan sehari-hari pada hakikatnya berkaitan dengan falsafah moral yaitu menganai apa yang dianggap baik atau buruk di masyarakat dalam kurun waktu tertentu, sesuai dengan perubahan atau perkembangan norma atau niali. Dikatakan kurun waktu tertentu karena etik dan moral bisa berubah dengan lewatnya waktu.
1.2 Rumusan masalah 1. Apa yang dimaksud dengan Etika? 2. Apa yang dimaksud dengan Moral ? 3. Apa yang dimaksud dengan dilema dan konflik moral ? 4. Bagaimana langkah-langkah menghadapi masalah dilemma dan konflik moral dalam praktek kebidanan? 1.3 Tujuan Makalah Penulisan Makalah ini dilakukan untuk memenuhi tujuan-tujuan yang diharapkan dan dapat bermanfaat bagi kalangan mahasiswa dan diajukan untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Etika Profesi dan Hukum Kesehatan.
BAB II PEMBAHASAN 2.1 Pengertian Etika Etika diartikan sebagai ilmu yang mempelajari kebaikan dan keburukan dalam hidup manusia khususnya perbuatan manusia yang didorong oleh kehendak dengan didasari pikiran yang jernih dengan pertimbangan perasaan. Etik ialah suatu cabang ilmu filsafat. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa etik adalah disiplin yang mempelajari tentang baik atau buruk sikap tindakan manusia. Etika Merupakan bagian filosofis yang berhubungan erat dengan nilai manusia dalam menghargai suatu tindakan, apakah benar atau salah, dan penyelesaiannya baik atau tidak (Jones, 1994). Menurut bahasa, Etik diartikan sebagai: Yunani Ethos, kebiasaan atau tingkah laku Inggris Ethis, tingkah laku atau prilaku manusia yang baik, tindakan yang harus dilaksanakan manusia sesuai dengan moral pada umumnya. Sedangkan dalam konteks secara luas dinyatakan bahwa: Etik adalah aplikasi dari proses dan teori filsafat moral terhadap kenyataan yang sebenarnya. Hal ini berhubungan dengan prinsip-prinsip dan konsep yang membimbing makhluk hidup dalam berfikir dan bertidak serta menekankan nilai- nilai mereka. (Shirley R Jones Ethics in Midewifery) 2.2 Pengertian Moral Moral adalah keyakinan individu bahwa sesuatu adalah mutlak baik, atau buruk walaupun situasi berbeda. Teori moral mencoba menformulasikan suatu prosedur dan mekanisme untuk pemecahan masalah etik Terdapat beberapa pendapat apa yang dimaksud dengan moral 1. Menurut kamus lengkap bahasa Indonesia (Tim Prima Pena) Ajaran tentang buruk yang diterima umum mengenai akhlak Akhlak dan budi pekerti Kondisi mental yang mempengaruhi seseorang menjadi tetap bersemangat, berani, disiplin, dll. 2. Ensiklopedia Pendidikan (Prof. Dr, Soeganda Poerbacaraka) Suatu istilah untuk menentukan batas-batas dan sifat-sifat, coarak-corak, maksud- maksud, pertimangan-pertimbangan atau perbuatan-perbuatan yang layak dapat dinyatakan baik atau buruk, benar atau salah Lawannya amoral Suatu istilah untuk menyatakan bahwa baik atau benar itu lebih baik daripada yang buruk atau salah. Bila dilihat dari sumber dan sifatnya, ada moral keagamaan dan moral sekuler : a. Moral keagamaan kiranya telah jelas bagi semua orang, sebab untuk hal ini orang tiggal mempelajari ajaran-ajaran agama yang dikehendaki di bidang moral b. Moral sekuler merupakan moral yang tidak berdasarkan pada ajaran agama dan hanya bersifat duniawi semata-mata. Bagi kita umat beragama, tentu moral keagamaan yang harus dianut dan bukannya moral sekuler, karena etik berkaitan dengan filsafat moral maka sebagai filsafat moral, etik mencari jawaban untuk menentukan serta mempertahankan secara tradisional teori yang berlaku tentang apa yang benar atau salah, baik atau buruk, yang secara umum dapat dipakai sebagai suatu perangkat prinsip moral yang menjadi pedoman bagi tidakan manusia, dan moral diartikan menganai apa yang dinilainya seharusnya oleh masyarakat dan etik dapat diartikan pula sebagai moral yang ditunjukan kepada profesi, oleh karena itu etik profesi sebaiknya juga berbentuk normatif. 2.3 Dilema dan Konflik Moral Dilema moral menurut Campbell adalah suatu keadaan dimana dihadapkan pada dua alternative pilihan, yang kelihatannya sama atau hampir sama dan membutuhkan pemecahan masalah. Dilema muncul karena terbentur pada konflik moral, pertentangan batin, atau pertentangan antara nilai-nilai yang diyakini bidan dengan kenyataan yang ada. Ketika mencari solusi atau pemecahan masalah harus mengingat akan tanggung jawab profesional,yaitu: 1. Tindakan selalu ditujukan untuk peningkatan kenyamanan kesejahteraan pasien atau klien. 2. Menjamin bahwa tidak ada tindakan yang menghilangkan sesuatu bagian [omission], disertai ras tanggung jawab memperhatikan kondisi dan keamanan pasien atau klien. 3. Konflik moral menurut Johnson adalh bahwa konflik atau dilema pada dasarnya sama , kenyataannya konflik berada diantara prinsip moral dan tugas yang mana sering menyebabkan dilema. Ada 2 tipe konflik: 1. Konflik yang berhubungan dengan prinsip. 2. Konflik yang berhubungan dengan otonomi. Dua tipe konflik ini merupakan dua bagian yang tidak dapat dipisahkan. Contoh Issue Moral ISSU MORAL: seorang bidan melakukan pertolongan persalinan normal. KONFLIK MORAL: menolong persalinan sungsang untuk nendapatkan pasien demi persaingan atau dilaporkan oleh bidan A. DILEMA MORAL: 1) Bidan B tidak melakukan pertolongan persalinan sungsang tersebut namun bidan kehilangan satu pasien. 2) Bidan B menolong persalinan tersebut tapi akan dijatuhkan oleh bidan A dengan di laporkan ke lembaga yang berwenang. 2.4 Langkah-langkah menghadapi masalah dilemma dan konflik moral dalam praktek kebidanan Menurut Daryl Koehn (1994) bidan dikataka profesional bila dapat menerapkan etika dalam menjalankan praktik. Bidan ada dalam posisi baik yaitu memfasilitasi pilihan klien dan membutuhkan peningkatan pengetahuan tentang etika untuk menetapkan dalam strategi praktik kebidanan 1. Informed Choice Informed choice adalah membuat pilihan setelah mendapatkan penjelasan tentan alternatif asuhan yang akan dialaminya. Menurut kode etik kebidanan internasionl (1993) bidan harus menghormati hak informed choice ibu dan meningkatkan penerimaan ibu tentang pilihan dalam asuhan dan tanggungjawabnya terhadap hasil dari pilihannya Definisi informasi dalam konteks ini meliputi : informasi yang sudah lengkap diberikan dan dipahami ibu, tentang pemahaman resiko, manfaat, keuntungan dan kemungkinan hasil dari tiap pilihannya. Pilihan (choice) berbeda dengan persetujuan (consent) : a. Persetujuan atau consent penting dari sudut pandang bidan karena berkaitan dengan aspek hukum yang memberikan otoritas untuk semua prosedur yang akan dilakukan bidan b. Pilihan atau choice penting dari sudut pandang klien sebagai penerima jasa asuhan kebidanan, yang memberikan gambaran pemahaman masalah yang sesungguhnya dan menerapkan aspek otonomi pribadi menentukan pilihannya sendiri. 2. Bagaimana Pilihan Dapat Diperluas dan Menghindari Konflik Memberi informai yang lengkap pada ibu, informasi yang jujur, tidak bias dan dapat dipahami oleh ibu, menggunakan alternatif media ataupun yang lain, sebaiknya tatap muka. Bidan dan tenaga kesehatan lain perlu belajar untuk membantu ibu menggunakan haknya dan menerima tanggungjawab keputusan yang diambil. Hal ini dapat diterima secara etika dan menjamin bahwa tenaga kesehatan sudah memberikan asuhan yang terbaik dan memastikan ibu sudah diberikan informsi yang lengkap tentang dampak dari keputusan mereka Untuk pemegang kebijakan pelayanan kesehatan perlu merencanakan, mengembangkan sumber daya, memonitor perkembangan protokol dan petunjuk teknis baik di tingkat daerah, propinsi untuk semua kelompok tenaga pemberi pelayanan bagi ibu.Menjaga fokus asuhan pada ibu dan evidence based, diharapkan konflik dapat ditekan serendah mungkin Tidak perlu takut akan konflik tetapi mengganggapnya sebagai sutu kesempatan untuk saling memberi dan mungkin suatu penilaian ulang yang obyektif bermitra dengan wanita dari sistem asuhan dan tekanan positif pada perubahan 3. Beberapa Jenis Pelayanan Yang Dapat Dipilih Klien Bentuk pemeriksaan ANC dan skrening laboratorium ANC Tempat melahirkan Masuk ke kamar bersalin pada tahap awal persalinan Di dampingi waktu melahirkan Metode monitor djj Augmentasi, stimulasi, induksi Mobilisasi atau posisi saat persalinan Pemakaian analgesia Episiotomi Pemecahan ketuban Penolong persalinan Keterlibatan suami pada waktu melahirkan Teknik pemberian minuman pada bayi Metode kontrasepsi
BAB III PENUTUP 3.1 KESIMPULAN Etik sebagai filsafat moral, mencari jawaban untuk menentukan serta mempertahankan secara rasional teori yang berlaku tentang benar salah, baik buruk, yang secara umum dipakai sebagai suatu perangkat prinsip moral yang menjadi pedoman suatu tindakan. Bidan dihadapkan pada dilema etik membuat keputusan dan bertindak didasarkan atas keputusan yg dibuat berdasarkan Intuisi mereflekasikan pada pengalamannya atau pengalaman rekan kerjanya.
3.2. SARAN Kami yakin dalam penyusunan makalah ini belum begitu sempurna karena kami dalam tahap belajar, maka dari itu kami berharap bagi kawan-kawan semua bisa memberi saran dan usul serta kritikan yang baik dan membangun sehingga makalah ini menjadi sederhana dan bermanfaat dan apabila ada kesalahan dan kejanggalan kami mohon maaf karena kami hanyalah hamba yang memiliki ilmu dan kemampuan yang terbatas.
DAFTAR PUSTAKA http://endahdian.wordpress.com/2009/12/21/dilema-etik-moral-pelayanan- kebidanan/ http://denipurnama.blogspot.com/2009/02/etika-keperawatan.html http://www.scribd.com/doc/26952303/Issue-Etik-Pelayanan-Kebidanan