Anda di halaman 1dari 7

Pitiriasis Versicolor (Panu)

Diposkan oleh TMC di 10.32 Label: Kulit Kelamin



1. PENDAHULUAN
Infeksi jamur kulit cukup banyak di temukan di Indonesia, yang merupakan negara tropis
beriklim panas dan lembab, apalagi bila higiene juga kurang sempurna. Di jakarta golongan
penyakit ini sepanjang masa selalu menempati urutan kedua setelah dermatitis. Di daerah yang
lain, seperti Padang, Bandung, Semarang, Surabaya, dan Manado, keadaan nya kurang lebih
sama, yakni menempati urutan ke-2 sampai ke-4 terbanyak dibandingkan golongan penyakit
lainnya.

Penyakit jamur kulit atau dermatomikosis adalah penyakit pada kulit, kuku, rambut, dan
mukosa yang disebabkan infeksi jamur. Pada umumnya golongan penyakit ini dibagi atas infeksi
superfisial, infeksi kutan, dan infeksi subkutan. Infeksi superfisial yang paling sering ditemukan
adalah pitiriasis versikolor. Yang termasuk dengan infeksi kutan adalah dermatofitosis dan
kandidosis kutis. Infeksi subkutan yang kadang-kadang ditemukan adalah sporotrikosis,
fikomikosis subkutan, aktinomikosis, dan kromomikosis.

Selanjutnya akan di bahas pitiriasis versikolor sesuai dengan gejala-gejala dan tanda klinis
untuk menegakkan diagnosis, data penunjang yang di bituhkan, terapi, tindakan lain yang
dibutuhkan, serta hal-hal lain yang dibutuhkan, serta hal-hal lain yang perlu mendapat perhatian.

2. DEFINISI
Pitiriasis versikolor yang disebabkan Malassezia furfur Robin (BAILLON 1889) adalah
penyakit jamur superfisial yang kronik, biasanya tidak memberikan keluhan subyektif, berupa
bercak berskuama halus yang bewarna putih sampai coklat hitam, terutama meliputi badan dan
kadang-kadang menyerang ketiak, lipat paha, lengan, tungkai atas, leher muka dan kulit kep[ala
yang berambut.

3. SINONIM
Tinea versikolor, kromofitosis, dermatomikosis, liver spots, tinea flava, pitiriasais
versikolor flava dan panau.

4. EPIDEMIOLOGI
Pitiriasis versikolor lebih sering terjadi di daerah tropis dan mempunyai kelembabab
tinggi. Walaupun kelainan kulit lebih terlihat pada orang berkulit gelap, namun angka kejadian
pitiriasis versikolor sama di semua ras. Beberapa penelitian mengemukakan angka kejadian pada
pria dan wanita dalam jumlah yang seimbang. Di Amerika Serikat, penyakit ini banyak
ditemukan pada usia 15-24 tahun, dimana kelenjar sebasea (kelenjar minyak) lebih aktif bekerja.
Angka kejadian sebelum pubertas atau setelah usia 65 tahun jarang ditemukan. Di negara tropis,
penyakit ini lebih sering terjadi pada usia 10-19 tahun.

Pitiriasis versiklor, atau tinea versikolor, atau panu termasuk mikosis superfisialis yang
sering dijumpai. Sekitar 50% penyakit kulit di masyarakat daerah tropis adalah panu, sedang di
daerah subtropis sekitar 15% dan di daerah dingin kurang dari 1%. Panu umumnya tidak
menimbulkan keluhan, paling-paling sedikit gatal, tetapi lebih sering menyebabkan gangguan
kosmetik, terutama pada penderita wanita.

5. ETIOLOGI
Tinea versikolor merupakan suatu infeksi yang agak sering terjadi (terutama pada dewasa
muda), yang disebabkan oleh jamur Pytirosporum orbiculare. Jamur ini agaknya merupakan
bagian dari flora normal pada kulit manusia dan hanya menimbulkan gangguan pada keadaan-
keadaan tertentu. Bagian tubuh yang sering terkena adalah punggung, lengan atas, lengan bawah,
dada dan leher. Lebih sering ditemukan di daerah beriklim panas dan berhubungan dengan
meningkatnya pengeluaran keringat.

Tinea versikolor di sebabkan oleh Malassezia furfur, yang dengan pemeriksaan
morfologi dan imunofloresensi indirek ternyata identik dengan Pityrosporum orbiculare.

6. MORFOLOGI
Tinea versicolor adalah infeksi ringan yang sering terjadi yang nampak sebagai akibat
Malassezia furfur yang tumbuh berlebihan, yaitu jamur seperti ragi yang merupakan anggota
flora normal. Pertumbuhannya pada kulit (stratum korneum) berupa kelompok sel-sel bulat,
bertunas, berdinding tebal dan memiliki hifa yang berbatang pendek dan bengkok, biasanya tidak
menyebabkan tanda-tanda patologik selain sisik halus sampai kasar. Bentuk lesi tidak teratur,
berbatas tegas sampai difus dan ukuran lesi dapat milier,lentikuler, numuler sampai plakat.

Ada dua bentuk yang sering dijumpai :
Bentuk makuler :
Berupa bercak-bercak yang agak lebar, dengan sguama halus diatasnya dan tepi tidak
meninggi.
Bentuk folikuler :
Seperti tetesan air, sering timbul disekitar rambut.

7. PATOGENESIS
Mallasezia furfur, merupakan organisme saprofit pada kulit normal. Bagaimana
perubahan dari saprofit menjadi patogen belum diketahui. Organisme ini merupakan "lipid
dependent yeast". Timbulnya penyakit ini juga dipengaruhi oleh faktor hormonal, ras,
matahari,peradangan kulit dan efek primer pytorosporum terhadap melanosit.

Pada kulit terdapat flora normal yang berhubungan dengan timbulnya pitiriasis versikolor
ialah pityrosporum orbiculare yang berbentuk bulat atau pityrosporum ovale yang berbentuk
oval. Keduanya merupakan organisme yang sama, dapat berubah sesuai dengan lingkungannya,
misalnya suhu, media, dan kelembaban.

Malassezia furfur merupakan fase spora dan miselium. Factor predisposisi menjadi
pathogen dapat endogen atau eksogen. Endogen dapat disebabkan di antaranya oleh defisiensi
imun. Eksogen dapat karena faktor suhu, kelembaban udara, dan keringat.

8. GEJALA KLINIS
Kelainan kulit pitiriasis versikolor sangat superfisial dan ditemukan terutama di badan.
Kelainan ini terlihat sebagai bercak-bercak berwarna-warni, bentuk tidak teratur sampai teratur,
batas jelas dan difus. Bercak-bercak tersebut berfluoresensi bila di lihat dengan lampu Wood.
Bentuk papulo-vesikular dapat terlihat walaupun jarang. Kelainan biasanya asimtomatik
sehingga ada kalanya penderita tidak mengetahui bahwa ia berpenyakit tersebut.

Lesi kulit berupa bercak putih sampai coklat, merah, dan hitam. Di atas lesi terdapat sisik
halus. Bentuk lesi tidak teratur, dapat berbatas tegas atau difus. Sering didapatkan lesi bentuk
folikular atau lebih besar, atau bentuk numular yang meluas membentukplakat, kadang-kadang
dijumpai bentuk campuran, yaitu folikular dengan numular, folikular dengan plakat ataupun
folikular, atau numular dengan plakat.

Kadang-kadang penderita dapat merasakan gatal ringan, yang merupakan alasan berobat.
Pseudoakromia, akibat tidak terkena sinar matahari atau kemungkinan pengaruh toksik jamur
terhadap pembentukan pigmen, sering di keluhkan penderita. Biasanya penderita datang berobat
karena alasan kosmetik yang disebabkan bercak hipopigmentasi.

Variasi warna lesi pada penyakit ini tergantung pada pigmen normal kulit penderita,
paqparan sinar matahari, dan lamanya penyakit. Kadang-kadang warna lesi sulit dilihat, tetapi
skuamanya dapat dilihat dengan pemeriksaan goresan pada permukaan lesi dengan kuret atau
kuku jari tangan (coup dangle dari Beisner).

Penyakit ini sering di lihat pada remaja, walaupun anak-anak dan orang dewasa tua tidak
luput dari infeksi. Menurut BURKE *(1961) ada beberapa faktor yang mempengaruhi infeksi,
yaitu faktor heriditer, penderita yang sakit kronik atau yang mendapat pengobatan steroid dan
malnutrisi.

9. PEMERIKSAAN HISTOLOGIS
1. Tampak neutrofil di stratum corneum, ini merupakan petunjuk diagnostik yang penting.
2. Biopsi kulit dengan pewarnaan hematoxylin dan eosin pada tinea corporis menunjukkan
spongiosis, parakeratosis, dan infiltrat inflamasi superfisial (rembesan sel radang ke permukaan).

10. DIAGNOSIS
Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan atas gambaran klinis, pemeriksaan fluoresensi, lesi
kulit dengan lampu Wood, dan sedian langsung.

Gambaran klinis yang khas berupa bercak bewarna putih sampai coklat, merah dan hitam,
dengan distribusi tersebar, berbatas tegas dengan skuama halus diatasnya. Pada pemeriksaan
mikroskopis langsung, dengan larutan KOH 10-20%, tampak hifa pendek bersepta, kadang-
kadang bercabang, atau hifa terpotong-potong, dengan spora berkelompok. Pemeriksaan dengan
lampu Wood memberikan floresensi berwarna kuning emas.








11. DIAGNOSIS BANDING
Penyakit ini harus di bedakan dengan :
Dermatitis seboroika : Kelainan kulit berupa eritema dan skuama yang berminyak dan agak
kekuningan, batasnya agak kurang tegas. Predileksinya pada daerah yang berambut, karena
banyak kelenjar sebasea, yaitu kulit kepala, retroaurikkula, alis mata, bulu mata, sulkus
nasolabialis, telinga, leher, dada, daerah lipatan, aksila, inguinal, glutea, dibawah buah dada.

Eritrasma : Lesi berupa eritema dan skuama halus terutama pada daerah ketiak dan lipatran
paha. Pada pemeriksaan dengan lampu Wood lesi terlihat berfluoresensi merah membara (coral
red fluorescence) di sebabkan oleh terdapatnya koproporfirin III pada lesi. Organisme yang
terlihat pada sediaan langsung sebagai batang pendek halus, bercabang, berdiameter 1 u atau
kurang, yang mudah putus sebagai bentuk basil kecil atau difteroid.

Sifilis II : disertai limfadenitis generalisata

Morbus Hansen : terdapat hipopigmentasi/eritema dengan distribusi yang tidak simetris dan
hilangnya sensasi yang jelas pada daerah lesi (kehilangan sensoris/anastesia karena menyerang
susunan saraf tepi).

Pitiriasis alba : Sering di jumpai pada anak-anak berumur 3-16 tahun (30-40%). Lesi berbentuk
bulat, oval atau plakat yang tidak beraturan. Warna merah muda atau sesuai warna kulit dengan
skuama halus. Setelah eritema hilang, lesi yang dijumpai hannya depigmentasi dengan skuama
halus. Bercak biasanya multipel 4 sampai 20 dengan diameter antara -2 cm. Pada anak-anak
lokasi kelainan pada muka (50-60%), paling sering disekitar mulut, dagu, pipi, serta dahi.
Umunya lesi bersifat asimtomatik, meskipun kadang-kadang penderita mengeluhkan panas atau
gatal.

Vitiligo : Kelainan ini berupa makula berwarna putih (hipopigmentasi) yang hipomelanotik di
daerah terbuka misalnya muka, punggung, tangan. Makula mempunyai gambaran konveks dan
bertambah secara teratur. Gejala subyektif tidak ada, tetapi dapat timbul rasa panas pada lesi

12. PENGOBATAN
1. Obat Topikal
Dapat dipakai misalnya suspensi selenium sulfida 2,5% dalam bentuk losion atau bentuk
sampo dipakai 2-3 kali seminggu. Obat digosokkan pada lesi dan didiamkan 15-30 menit
sebelum mandi.

Obat-obat lain ialah salisil spiritus 10%; derivat-derivat azol, misalnya mikonazol,
krotrimazol, isokonazol, dan ekonazol; sulfur presipitatum dalam bedak kocok 4-20%; toksiklat;
tolnaftat, dan haloprogin. Larutan tiosulfas natrikus 25% dapat pula digunakan; dioleskan sehari
2 kali sehabis mandi selama 2 minggu, tetapi obat ini berbau tidak enak.

2. Obat Sistemik
Obat ini digunakan jika lesi sulit disembuhkan atau luas. Ketokonazol dapat
dipertibangkan dengan dosis 1 kali 200 mg sehari selama 10 hari.




13. PENCEGAHAN
Seseorang yang pernah menderita tinea versikolor sebaiknya menghindari cuaca panas
atau keringat yang berlebihan.

14. PROGNOSIS
Prognosis baik bila pengobatan dilakukan menyeluruh, tekun, dan konsisten.
Pengobatan harus diteruskan 2 minngu setelah fluoresensi negatif dengan pemeriksaan lampu
Wood dan sediaan langsung negatif. Bercak hipopigmentasi dapat menetap selama beberapa
minggu atau bulan hingga pigmen yang hilang diganti melalui paparan ultraviolet.

Anda mungkin juga menyukai