JURUSAN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNPAD JATINANGOR
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sejalan dengan semakin meningkatnya kesadaran manusia akan kerusakan lingkungan dan munculnya berbagai penyakit yang disebabkan penggunaan bahan kimia secara berlebihan pada makanan, pertanian muncul sebagai sebuah alternatif yang menjadi pilihan bagi banyak orang. Pertanian organik dapat dikatakan sebagai suatu sistem bertani selaras alam, mengembalikan siklus ekologi dalam suatu areal pertanian membentuk suatu aliran yang siklik dan seimbang. Penggunaan pupuk buatan secara terus-menerus dapat menyebabkan pencemaran sumber-sumber air yang berarti penurunan kualitas lingkungan. Pupuk hayati adalah mikrobia yang diberikan ke dalam tanah untuk meningkatkan pengambilan hara oleh tanaman dari dalam tanah atau udara. Umumnya digunakan mikrobia yang mampu hidup bersama (simbiosis) dengan tanaman inangnya. Mikrobia yang digunakan sebagai pupuk hayati (biofertilizer) dapat diberikan langsung ke dalam tanah, disertakan dalam pupuk organik atau disalutkan pada benih yang akan ditanam. Penggunaan yang menonjol dewasa ini adalah mikrobia penambat N, dan mikrobia untuk meningkatkan ketersedian P dalam tanah. Beberapa mikroorganisme seperti Rhizobium, Azospirillum dan Azootobacter, Mikoriza, bakteri pelarut fosfat, Mikoriza perombak selulosa dan Efective Microorganism (EM) bila dimanfaatkan secara tepat dalam sistem pertanian organik akan membawa pengaruh yang positif baik bagi ketersediaan unsur hara yang dibutuhkan tanaman, lingkungan edapik, maupun upaya pengendalian beberapa jenis penyakit. Sehingga dapat diperoleh pertumbuhan dan produksi tanaman yang optimal dan hasil panen yang lebih sehat. Mikroorganisme tersebut sering disebut sebagai Biofertilizer atau pupuk hayati. 1.2 Tujuan
1. Menjelaskan pengertian biofertilizer dan peranannya terhadap pertanian organik. 2. Menjelaskan peranan mikroba tanah terhadap kegiatan biofertilizer.
BAB II LANDASAN TEORI
2.1 Biofertilizer
Biofertilizer merupakan suatu zat yang digunakan untuk meningkatkan kesuburan tanah dengan menggunakan limbah biologis, bermanfaat dalam memperkaya tanah dengan kandungan mikroorganisme yang menghasilkan nutrisi organik untuk tanah dan membantu memerangi penyakit. Zat yang mengandung mikroorganisme, yang ditambahkan pada bibit, permukaan tanaman, atau tanah, akan mendorong pertumbuhan dengan meningkatkan pasokan atau ketersediaan nutrisi utama untuk tanaman inang. Tidak seperti pupuk kimia pada umumnya yang langsung meningkatkan kesuburan tanah dengan menambahkan nutrisi, biofertilizers menambahkan nutrisi melalui proses alami dengan cara memperbaiki atmosfer nitrogen, melarutkan fosfor, dan merangsang pertumbuhan tanaman dengan memicu sintesis zat tertentu yang dibutuhkan. Mikroorganisme dalam biofertilizer mengembalikan siklus hara alami dan membangun materi organik tanah (Pelezar, 1988).
2.2 Peran Biofertilizer
Pertanian organik dapat didefinisikan sebagai sistem pengelolaan produksi pertanian yang holistik yang mendorong dan meningkatkan kesehatan agro-ekosistem, termasuk biodiversitas, siklus biologi dan aktivitas biologi tanah, dengan menekankan pada penggunaan input dari dalam dan menggunakan cara-cara mekanis, biologis dan kultural. Dalam sistem pertanian organik masukan (input) dari luar (eksterna) akan dikurangi dengan cara tidak menggunakan pupuk kimia buatan, pestisida, dan bahan bahan sintetis lainnya. Dalam sistem pertanian organik kekuatan hukum alam yang harmonis dan lestari akan dimanfaatkan untuk meningkatkan kuantitas dan kualitas hasil pertanian sekaligus miningkatkan ketahanan terhadap serangan hama dan penyakit. Pertanian organik secara teoritis sangat baik bagi lingkungan. Praktiknya yang ramah bagi lingkungan sangat baik diterapkan secara massal. Dari segi energi, pertanian organik juga turut berperan dalam penurunan emisi terutama CO2, CH4, dan N2O. Dari segi sosial kemasyarakatan, pertanian organik mempunyai dasar pemikiran yakni mendukung kearifan lokal seperti pengetahuan pertanian petani adat dan lokal (Gunalan, 1996). Pemanfaatan mikroba tanah untuk meningkatkan dan mempertahankan kesuburan tanah dalam sistem pertanian organik sangat penting. Peran mikroba dalam tanah antara lain adalah daur ulang hara, penyimpan sementara dan pelepasan untuk dimanfaatkan tanaman dan lain-lain. Keberhasilan memanfaatkan mikroba untuk tujuan meningkatkan kesuburan tanah memerlukan pengetahuan darii berbagai disiplin ilmu secara terpadu. Pakar mikrobiologi tanah mengawali dengan mempelajari dan mengidentifikasi ekologi mikroorganisme yang akan digunakan sebagai biofertilizer (pupuk hayati) (Gunalan, 1996).
2.3 Peran Mikroba dalam Pertanian
Pemanfaatan mikroba tanah untuk meningkatkan dan mempertahankan kesuburan tanah dalam sistem pertanian organik sangat penting. Peran mikroba tanah antara lain adalah daur ulang hara, penyimpanan sementara dan pelepasan untuk dimanfaatkan tanaman dan lain-lain. Keberhasilan memanfaatkan mikroba untuk tujuan meningkatkan kesuburan tanah memerlukan pengetahuan dari berbagai disiplin ilmu secara terpadu. Pakar mikrobiologi tanah mengawali dengan mempelajari dan mengidentifikasi ekologi mikroorganisme yang akan digunakan sebagai biofertilizer (pupuk hayati). Selanjutnya mikroorganisme hasil isolasi dari tanah dikembangbiakkan pada kondisi laboratorium menggunakan media buatan. Setelah mikroorganisme tersebut berhasil dibiakkan, maka harus diperoleh galur yang dikehendaki, karena tidak semua spesies dari suatu populasi bersifat efektif. Selanjutnya galur yang efektif di isolasi, dan dilakukan pengujian di lapangan apakah hasil inokulasi harus sesuai dengan kondisi lingkungan tertentu, harus mampu menyesuaikan dengan fluktuasi kondisi lingkungan dan tidak kalah bersaing atau dimangsa mikroorganisme asli (Prihartini, 1996).
2.4 Beberapa Biofertilizer dan Manfaatnya
Dari segi fungsi metabolisme dan manfaat bagi manusia, terutama pada bidang pertanian, mikroorganisme tanah dapat dikelompokkan menjadi mikroorganisme yang merugikan (mencangkup virus, jamur, bakteri dan nematoda pengganggu tanaman yang bertindak sebagai hama atau penyebab penyakit) dan mikroorganisme yang bermanfaat, yaitu sejumlah jamur dan bakteri yang karena kemampuannya melaksanakan fungsi metabolisme menguntungkan bagi pertumbuhan dan peroduksi tanaman. Mikroorganisme tanah yang menguntungkan ini dapat dikategorikan sebagai biofertilizer (pupuk hayati). Secara garis besar fungsi menguntungkan tersebut dapat dibagi menjadi sebagai berikut : Penyedia hara Peningkat ketersediaan hara Pengontrol organisme pengganggu tanaman Pengurai bahan organik dan pembentuk humus Pemantap agregat tanah Perombak persenyawaan agrokimia
2.5 Tahap- Tahap Pemanfaatan Biofertilizer
Mikroorganisme hasil inokulasi dari tanah pada kondisi laboratorium menggunakan media buatan. Setelah mikroorganisme tersebut berhasil dibiakan, maka diperoleh galur yang dikehendaki. karena tidak semua spesies dari suatu populasi bersifat efektif. Selanjutnya galur yang efektif di isolasi, dan dilakukan pengujian di lapangan apakah hasil inokulasi harus sesuai dengan kondisi lingkungan tertentu, harus mampu menyesuaikan dengan fluktuasi kondisi lingkungan dan tidak kalah bersaing atau dimangsa mikroorganisme asli. Apabila mikroorganisme yang di inokulasikan cukup efektif dalam meningkatkan hasi tanaman, maka tugas selanjutnya mengembangkan metode untuk memperbanyak dengan skala besar. Pada umumnya, mikroorganisme akan tumbuh dan berkembang melalui proses fermentasi. Apabila populasi mikroorganisme mencapai ukuran tertentu, kemudian tahap berikutnya adalah memanen dan mengemas untuk tujuan komersial. Tugas selanjutnya adalah membuat formula cara kerja inokulan, termasuk cara memanfaatkan inokulan di lapangan (disemprotkan ke tanah atau dicampur dengan biji), termasuk memecahkan semua masalah yang mungkin dihadapi dalam mempertahankan inokulan tetap efektif, terutama yang berhubungan dengan pengiriman, kemasan, penyimpanan, dan pemanfaatan (Gunalan, 1996).
Keuntungan Pemanfaatan Biofertilizer 1. Pemakaian pupuk anorganik (Urea, TSP, KCl, dll) dapat ditinggalkan 2. Dapat meningkatkan kesuburan tanah dengan jalan memperbaiki struktur tanah dan mengoptimalkan mikroba yang bekerja dalam tanah 3. Meningkatkan hasil panen 4. ketersediaan hara makro dan mikro terpenuhi dan aktifitas mikroorganisme tanah untuk membantu kesuburan tanah juga terjaga.
BAB III PEMBAHASAN
Dari segi fungsi metabolisme dan manfaat bagi manusia, terutama di bidang pertanian, mikroorganisme tanah dapat dikelompokkan menjadi mikroorganisme yang merugikan (mencakup virus, jamur, bakteri dan nematoda pengganggu tanaman yang bertindak sebagai hama atau penyakit) dan mikroorganisme yang bermanfaat, yaitu sejumlah jamur dan bakteri yang kemampuannya melaksanakan fungsi metabolisme menguntungkan bagi pertumbuhan dan produksi tanaman. Mikroorganisme yan menguntungkan ini dapat dikategorikan sebagai biofertilizer (pupuk hayati). Secara umum jenis dan manfaat yang dihasilkan mikroorganisme (biofertilizer) adalah sebagai berikut : 1. Bakteri Rhizobium Bakteri Rhizobium adalah salah satu contoh keompok bakteri yang berkemampuan sebagai penyedia hara bagi tanaman. Bila bersimbiosis dengan tanaman legum, kelompok bakteri ini akan menginfeksi akar tanaman dan membentuk bintil akar di dalamnya. Rhizobium hanya dapat memfiksasi nitrogen atmosfer bila berada dalam bintil akar dari mitra legumnya. Peranan Rhizobium terdapat pertumbuhan tanaman khususnya berkaitan dengan masalah ketersediaan nitrogen bagi tanaman inangnya. Suatu pigmen merah yang disebut Leghemeglobin dijumpai dalam bintil akar antara bakteroit dan selubung membran yang mengelilinginya. Jumlah Leghemeglobin di dalam bintil akar memiliki hubungan langsung dengan jumlah nitrogen yang difiksasi. Rhizobium yang berasosiasi dengan tanaman legum mampu menfiksasi 100-300 kg N/ha dalam satu musim tanam dan meninggalkan sejumlah N untuk tanaman berikutnya. Permasalahan yang perlu diperhatikan adalah efisiensi inokulan Rhizobium untuk jenis tanaman tertentu. Rhizobium mampu mencukupi 80% kebutuhan nitrogen tanaman legum dan meningkatkan produksi antara 10%-25%. Tanggapan tanaman sangat bervariasi tergangtung pada kondisi tanah dan efektivitas populasi asli. 2. Azospirillum dan Azotobacter Ada beberapa jenis bakteri penambat nitrogen yang berasosiasi dengan perakaran tanaman. Bakteri yang mampu meningkatkan hasil tanaman tertentu apabila diinokulasikan pada tanah pertanian dapat dikelompokkan atas dua jenis yaitu Azospirillum dan Azotobacter. Azospirillum mempunyai potensi cukup besar untuk dikembangkan sebagai pupuk hayati. Bakteri ini banyak dijumpai berasosiasi dengen tanaman jenis rerumputan, termasuk beberapa jenis serealia, jagung, cantel, dan gandum. Sampai saat ini ada tiga spesies yang telah ditemukan dan mempunyai kemampuan sama dalam menambat nitrogen yaitu Azospirillum brasilense, Azospirillum lipoferum, dan Azospirillum amazonese. Azospirillum merupakan salah satu mikroba di daerah perakaran. Infeksi yang disebabkan oleh bakteri ini tidak menyebabkan perubahan morfologi perakaran, meningkatkan jumlah akar rambut, menyebabakan percabangan akar lebih berperan dalam penyerapan hara. Keuntungan lain dari bakteri ini, bahwa apabila saat berasosiasi dengan perakaran tidak dapat menambat nitrogen, maka pengaruhnya adlah meningkatkan penyerapan nitrogen yang ada di dalam tanah. Dalam hal ini pemanfaatan bakteri ini tidak berkelanjutan, tetapi apabila Azospirillum yang berasosiasi dengan perakaran tanaman mampu menambat nitrogen, maka keberadaan nitrogen di dalam tanah dapat dipertahankan dalam waktu yang reatif panjang. Keadaan ini relatif lebih menguntungkan karena dapat mengurangi pasokan pupuk nitrogen. Di samping itu, Azospirillum meningkatkan efisiensi penyerapan nitrogen dan menurunkan kehilangan akibat pencucian, denitrifikasi atau bentuk kehilangan nitrogen lain. Azotobacter spp. juga merupakan bakteri non-simbiosis yang hidup di daerah perakaran. Dijumpai hampir pada semua jenis tanah, tetapi populasinya relatif rendah. Selain kemampuannya menambat nitrogen, bakteri ini juga menghasilkan sejenis hormon yang kurang lebih sama dengan hormon pertumbuhan tanaman dan menghambat pertumbuhan jenis jamur tertentu. Seperti halnya Azospirillum, Azotobacter dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman melalui pasokan nitrogen udara, pasokan pengatur tumbuh, mengurangi kompetisi dengan mikroba lain dalam menambat nitrogen atau membuat kondisi tanah lebih menguntungkan untuk pertumbuhan tanaman. Ada dua pengaruh positif Azotobacter terhadap pertumbuhan tanaman yaitu mempengaruhi perkecambahan benih dan memperbaiki pertumbuhan tanaman. Peranan bakteri ini terhadap perkecambahan tidak banyak diminati, meskipun demikian banyak penelitian yang mengarah pada peranan Azotobacter dalam meningkatkan daya kecambah benih tanaman tertentu. Kenaikan hasil tanaman setelah diinokulasi Azotobacter sudah banyak diteliti. Di India inokulasi Azospirillum pada tanaman jagung, gandum, cantel, padi, bawang putih, tomat, terong dan gubis ternyata mampu menignkatkan hasil tanaman tersebut. Apabila Azospirillum dan Azotobacter diinokulasikan secara bersama, maka Azospirillum lebih efektif dalam meningkatkan hasil tanaman. Azospirillum menyebabkan kenaikan cukup besar pada tanaman jagung, gandum dan cantel. 3. Mikroba pelarut fosfat Kebanyakan tanah di wilayah tropika yang beraksi asam ditandai kahat fosfat. Sebagian besar bentuk fosfat tersemat oleh koloid tanah sehingga tidak tersedia bagi tanamam. Pada kebanyakan tanah tropika diperkirakan hanya 25% fosfat yang diberikan dalam bentuk superfosfat yang diserap tanaman dan sebagian besar atau 75% diikat tanah dan tidak dapat diserap oleh tanaman. Beberapa mikroba tanah mempunyai kemampuan melarutkan fosfat yang tidak larut dalam air dan menjadikannya tersedia bagi akar tanaman. Mikroba ini merubah bentuk P di alam untuk mencegah terjadinya proses fiksasi P. dalam proses pelarutan P oleh mikroba berhubungan dengan diproduksinya asam yang sangat erat berhubungan dengan proses metabolisme. Ada beberapa jenis fungsi dan bakteri seperti Bacullus Polymixa, Pseudomonas Striata, Aspergillus Awamori, dan Penicillium Digitatum yang diidentifikasikan mampu melarutkan bentuk P tak larut menjadi bentuk yang tersedia bagi tanaman. Jumlah bakteri pelarut P dalam tanah sekitar 104-106 tiap gram tanah. Pemanfaatan bakteri pelarut fosfat di indonesia masih terbatas pada skala penelitian, belum dimanfaatkan dan dimasyarakatkan secara luas kepada petani. Cukup banyak kendala yang dihadapi dalam pengembangan jenis pupuk hayati ini. Mengingat potensinya dalam menanggulangi kendala pemupukan fosfat, terutama pada tanah-tanah bereaksi asam seperti kebanyakan tanah yang terdapat didaerah tropis, maka peranannya perlu diperhitungkan. 4. Mikoriza Asosiasi simbiotik antara jamur dan sistem perakaran tanaman tinggi diistilahkan dengan mikoriza. Dalam fenomena ini jamur menginfeksi dan mengkoloni akar tanpa menimbulkan nekrosis sebagaimana biasa terjadi pada infeksi jamur patogen, dan mendapat pasokan nutrisi secara teratur dari tanaman. Istilah mikoriza yang berarti jamur akar pertama kali di perkenalkan oleh Frank pada tahun 1855. Dalam deskripsinya kemudian Frank membagi mikoriza berdasarkan tempat jamur berkembang dalam akar menjadi dua golongan yaitu Ektomikoriza, jamur yang berkembang di permukaan luar akar dan diantara sel-sel korteks akar. Ektomikoriza biasanya berasosiasi dengan tanaman jenis pohan seperti pinus, oak, eukaliptus dan lain-lain. Endomikoriza dan Mikoriza Vesikular Arbuskular (MVA) Endomikoriza, jamur yang berkembang di dalm akar di antara dan dia dalam sel-sel korteks akar. 5. Mikoriza pelarut selulosa Bahan organik merupakan penyangga biologi yang mempunyai fungsi dalam memperbaiki sifat-sifat fisik, kimia dan biologi tanah sehingga dapat menyediakan hara dalam jumlah berimbang. Terdapat korelasi positif antara kadar bahan organik dengan produktifitas tanah. Kandungan bahan organik pada tanah-tanah mineral di Indonesia umumnya rendah. Kandungan karbon organik pada tanah lapisan atas berkisar antara 0,9- 2,0%. Pada saat ini jerami masih merupakan bahan yang umum digunakan sebagai sumber bahan organik pada tanah sawah. Jerami mengandung selulosa yang sangat tinggi sehingga memerlukan proses dekomposisi yang relatif lama. Beberapa mikroba seperti Trichoderma, Aspergillus dan Penecillium mampu merombak selulosa menjadi bahan senyawa-senyawa monosakarida, alkohol, CO2 dan asam-asam organik lainnya dengan dikeluarkannya enzim selulosa. Penelitian di laboratorium Puslittanak menunjukkan bahwa inokulasi Trixhoderma pada jerami yang dibenamkan ke dalam tanah akan mempercepat proses dekomposisi gambut. 6. Mikroorganisme efektif (EM) Mikroorganisme efektif (EM) merupakan kultur campuran berbagai jenis mikroorganisme yang bermanfaat (bakteri fotosintetik, bakteri asam laktat, ragi, actinomycetes dan jamur peragian) yang dapat dimanfaatkan sebagai inokulan untuk menungkatkan keragaman mikroba tanah. Pemanfaatan EM dapa memperbaiki kualitas tanah dan selanjutnya memperbaiki pertumbuhan dan produksi tanaman. EM merupakan kultur campuran berbagai jenis mikroba yang berasal dari lingkungan alami. Kultur EM mengandung mikroorganisme yang secara genetika bersifat asli tidak dimodifikasi.
BAB IV PENUTUP
4.1 Kesimpulan Berdasarkan uraian-uraian di atas, maka dapat di ambil beberapa kesimpulan mengenai pemanfaatan Biofertilizer pada pupuk organik adalah : 1. Dalam sistem pertanian organik pemanfaatan Biofertilizer (pupuk hayati) untuk membantu penyediaan hara bagi tanaman sangat penting. Pemanfaatan beberapa jenis mikroba tanah dapat membantu ketersediaan hara bagi tanaman seperti hara nitrogen dan fosfat, selain itu ada mikroba tanah yang berperan dalam mempercepat dekomposisi bahan organik. 2. Yang termasuk Biofertilizer yang dapat membantu ketersediaan hara bagi tanaman antara lain Rhizobium, Azospirilium dan Azotobacter. 3. Yang termasuk Biofertilizer yang dapat membantu penyediaan hara fosfat bagi tanaman antara lain bakteri pelarut fosfat, Ektomikoriza dan Mikoriza Vesikular Arbuskular (MVA).
Daftar Pustaka
Gunalan. 1996. Penggunaan Mikroba Bermanfaat Pada Bioteknologi Tanah Berwawasan Lingkungan. Sriwijaya. Surabaya Pelezar.1988. Dasar-Dasar Mikrobiologi 2. UI Press. Jakarta Prihatini, T. 1996. Pemanfaatan Biofertilizer Untuk Peningkatan Produktivitas Lahan Pertanian. Jurnal Litbang Pertanian. Jakarta