Anda di halaman 1dari 12

PERANAN MIKROBA DALAM BIOFERTILIZER

DALAM PEMBUATAN PUPUK ORGANIK





Disusun Oleh :

Nama : Tanda M Pinem
NPM : 140410100048







JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNPAD
JATINANGOR



BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sejalan dengan semakin meningkatnya kesadaran manusia akan kerusakan lingkungan
dan munculnya berbagai penyakit yang disebabkan penggunaan bahan kimia secara
berlebihan pada makanan, pertanian muncul sebagai sebuah alternatif yang menjadi pilihan
bagi banyak orang. Pertanian organik dapat dikatakan sebagai suatu sistem bertani selaras
alam, mengembalikan siklus ekologi dalam suatu areal pertanian membentuk suatu aliran
yang siklik dan seimbang.
Penggunaan pupuk buatan secara terus-menerus dapat menyebabkan pencemaran
sumber-sumber air yang berarti penurunan kualitas lingkungan. Pupuk hayati adalah
mikrobia yang diberikan ke dalam tanah untuk meningkatkan pengambilan hara oleh tanaman
dari dalam tanah atau udara. Umumnya digunakan mikrobia yang mampu hidup bersama
(simbiosis) dengan tanaman inangnya. Mikrobia yang digunakan sebagai pupuk hayati
(biofertilizer) dapat diberikan langsung ke dalam tanah, disertakan dalam pupuk organik atau
disalutkan pada benih yang akan ditanam. Penggunaan yang menonjol dewasa ini adalah
mikrobia penambat N, dan mikrobia untuk meningkatkan ketersedian P dalam tanah.
Beberapa mikroorganisme seperti Rhizobium, Azospirillum dan Azootobacter,
Mikoriza, bakteri pelarut fosfat, Mikoriza perombak selulosa dan Efective Microorganism
(EM) bila dimanfaatkan secara tepat dalam sistem pertanian organik akan membawa
pengaruh yang positif baik bagi ketersediaan unsur hara yang dibutuhkan tanaman,
lingkungan edapik, maupun upaya pengendalian beberapa jenis penyakit. Sehingga dapat
diperoleh pertumbuhan dan produksi tanaman yang optimal dan hasil panen yang lebih sehat.
Mikroorganisme tersebut sering disebut sebagai Biofertilizer atau pupuk hayati.
1.2 Tujuan

1. Menjelaskan pengertian biofertilizer dan peranannya terhadap pertanian organik.
2. Menjelaskan peranan mikroba tanah terhadap kegiatan biofertilizer.

BAB II
LANDASAN TEORI

2.1 Biofertilizer

Biofertilizer merupakan suatu zat yang digunakan untuk meningkatkan kesuburan
tanah dengan menggunakan limbah biologis, bermanfaat dalam memperkaya tanah dengan
kandungan mikroorganisme yang menghasilkan nutrisi organik untuk tanah dan membantu
memerangi penyakit. Zat yang mengandung mikroorganisme, yang ditambahkan pada bibit,
permukaan tanaman, atau tanah, akan mendorong pertumbuhan dengan meningkatkan
pasokan atau ketersediaan nutrisi utama untuk tanaman inang. Tidak seperti pupuk kimia
pada umumnya yang langsung meningkatkan kesuburan tanah dengan menambahkan nutrisi,
biofertilizers menambahkan nutrisi melalui proses alami dengan cara memperbaiki atmosfer
nitrogen, melarutkan fosfor, dan merangsang pertumbuhan tanaman dengan memicu sintesis
zat tertentu yang dibutuhkan. Mikroorganisme dalam biofertilizer mengembalikan siklus hara
alami dan membangun materi organik tanah (Pelezar, 1988).

2.2 Peran Biofertilizer

Pertanian organik dapat didefinisikan sebagai sistem pengelolaan produksi pertanian
yang holistik yang mendorong dan meningkatkan kesehatan agro-ekosistem, termasuk
biodiversitas, siklus biologi dan aktivitas biologi tanah, dengan menekankan pada
penggunaan input dari dalam dan menggunakan cara-cara mekanis, biologis dan kultural.
Dalam sistem pertanian organik masukan (input) dari luar (eksterna) akan dikurangi dengan
cara tidak menggunakan pupuk kimia buatan, pestisida, dan bahan bahan sintetis lainnya.
Dalam sistem pertanian organik kekuatan hukum alam yang harmonis dan lestari akan
dimanfaatkan untuk meningkatkan kuantitas dan kualitas hasil pertanian sekaligus
miningkatkan ketahanan terhadap serangan hama dan penyakit. Pertanian organik secara
teoritis sangat baik bagi lingkungan. Praktiknya yang ramah bagi lingkungan sangat baik
diterapkan secara massal. Dari segi energi, pertanian organik juga turut berperan dalam
penurunan emisi terutama CO2, CH4, dan N2O. Dari segi sosial kemasyarakatan, pertanian
organik mempunyai dasar pemikiran yakni mendukung kearifan lokal seperti pengetahuan
pertanian petani adat dan lokal (Gunalan, 1996).
Pemanfaatan mikroba tanah untuk meningkatkan dan mempertahankan kesuburan
tanah dalam sistem pertanian organik sangat penting. Peran mikroba dalam tanah antara lain
adalah daur ulang hara, penyimpan sementara dan pelepasan untuk dimanfaatkan tanaman
dan lain-lain. Keberhasilan memanfaatkan mikroba untuk tujuan meningkatkan kesuburan
tanah memerlukan pengetahuan darii berbagai disiplin ilmu secara terpadu. Pakar
mikrobiologi tanah mengawali dengan mempelajari dan mengidentifikasi ekologi
mikroorganisme yang akan digunakan sebagai biofertilizer (pupuk hayati) (Gunalan, 1996).

2.3 Peran Mikroba dalam Pertanian

Pemanfaatan mikroba tanah untuk meningkatkan dan mempertahankan kesuburan
tanah dalam sistem pertanian organik sangat penting. Peran mikroba tanah antara lain adalah
daur ulang hara, penyimpanan sementara dan pelepasan untuk dimanfaatkan tanaman dan
lain-lain. Keberhasilan memanfaatkan mikroba untuk tujuan meningkatkan kesuburan tanah
memerlukan pengetahuan dari berbagai disiplin ilmu secara terpadu. Pakar mikrobiologi
tanah mengawali dengan mempelajari dan mengidentifikasi ekologi mikroorganisme yang
akan digunakan sebagai biofertilizer (pupuk hayati). Selanjutnya mikroorganisme hasil isolasi
dari tanah dikembangbiakkan pada kondisi laboratorium menggunakan media buatan. Setelah
mikroorganisme tersebut berhasil dibiakkan, maka harus diperoleh galur yang dikehendaki,
karena tidak semua spesies dari suatu populasi bersifat efektif. Selanjutnya galur yang efektif
di isolasi, dan dilakukan pengujian di lapangan apakah hasil inokulasi harus sesuai dengan
kondisi lingkungan tertentu, harus mampu menyesuaikan dengan fluktuasi kondisi
lingkungan dan tidak kalah bersaing atau dimangsa mikroorganisme asli (Prihartini, 1996).

2.4 Beberapa Biofertilizer dan Manfaatnya

Dari segi fungsi metabolisme dan manfaat bagi manusia, terutama pada bidang
pertanian, mikroorganisme tanah dapat dikelompokkan menjadi mikroorganisme yang
merugikan (mencangkup virus, jamur, bakteri dan nematoda pengganggu tanaman yang
bertindak sebagai hama atau penyebab penyakit) dan mikroorganisme yang bermanfaat, yaitu
sejumlah jamur dan bakteri yang karena kemampuannya melaksanakan fungsi metabolisme
menguntungkan bagi pertumbuhan dan peroduksi tanaman. Mikroorganisme tanah yang
menguntungkan ini dapat dikategorikan sebagai biofertilizer (pupuk hayati).
Secara garis besar fungsi menguntungkan tersebut dapat dibagi menjadi sebagai
berikut :
Penyedia hara
Peningkat ketersediaan hara
Pengontrol organisme pengganggu tanaman
Pengurai bahan organik dan pembentuk humus
Pemantap agregat tanah
Perombak persenyawaan agrokimia

2.5 Tahap- Tahap Pemanfaatan Biofertilizer

Mikroorganisme hasil inokulasi dari tanah pada kondisi laboratorium menggunakan
media buatan. Setelah mikroorganisme tersebut berhasil dibiakan, maka diperoleh galur yang
dikehendaki. karena tidak semua spesies dari suatu populasi bersifat efektif. Selanjutnya
galur yang efektif di isolasi, dan dilakukan pengujian di lapangan apakah hasil inokulasi
harus sesuai dengan kondisi lingkungan tertentu, harus mampu menyesuaikan dengan
fluktuasi kondisi lingkungan dan tidak kalah bersaing atau dimangsa mikroorganisme asli.
Apabila mikroorganisme yang di inokulasikan cukup efektif dalam meningkatkan hasi
tanaman, maka tugas selanjutnya mengembangkan metode untuk memperbanyak dengan
skala besar. Pada umumnya, mikroorganisme akan tumbuh dan berkembang melalui proses
fermentasi. Apabila populasi mikroorganisme mencapai ukuran tertentu, kemudian tahap
berikutnya adalah memanen dan mengemas untuk tujuan komersial. Tugas selanjutnya adalah
membuat formula cara kerja inokulan, termasuk cara memanfaatkan inokulan di lapangan
(disemprotkan ke tanah atau dicampur dengan biji), termasuk memecahkan semua masalah
yang mungkin dihadapi dalam mempertahankan inokulan tetap efektif, terutama yang
berhubungan dengan pengiriman, kemasan, penyimpanan, dan pemanfaatan (Gunalan, 1996).

Keuntungan Pemanfaatan Biofertilizer
1. Pemakaian pupuk anorganik (Urea, TSP, KCl, dll) dapat ditinggalkan
2. Dapat meningkatkan kesuburan tanah dengan jalan memperbaiki struktur tanah dan
mengoptimalkan mikroba yang bekerja dalam tanah
3. Meningkatkan hasil panen
4. ketersediaan hara makro dan mikro terpenuhi dan aktifitas mikroorganisme tanah untuk
membantu kesuburan tanah juga terjaga.



BAB III
PEMBAHASAN

Dari segi fungsi metabolisme dan manfaat bagi manusia, terutama di bidang
pertanian, mikroorganisme tanah dapat dikelompokkan menjadi mikroorganisme yang
merugikan (mencakup virus, jamur, bakteri dan nematoda pengganggu tanaman yang
bertindak sebagai hama atau penyakit) dan mikroorganisme yang bermanfaat, yaitu sejumlah
jamur dan bakteri yang kemampuannya melaksanakan fungsi metabolisme menguntungkan
bagi pertumbuhan dan produksi tanaman. Mikroorganisme yan menguntungkan ini dapat
dikategorikan sebagai biofertilizer (pupuk hayati).
Secara umum jenis dan manfaat yang dihasilkan mikroorganisme (biofertilizer)
adalah sebagai berikut :
1. Bakteri Rhizobium
Bakteri Rhizobium adalah salah satu contoh keompok bakteri yang berkemampuan
sebagai penyedia hara bagi tanaman. Bila bersimbiosis dengan tanaman legum, kelompok
bakteri ini akan menginfeksi akar tanaman dan membentuk bintil akar di dalamnya.
Rhizobium hanya dapat memfiksasi nitrogen atmosfer bila berada dalam bintil akar dari mitra
legumnya. Peranan Rhizobium terdapat pertumbuhan tanaman khususnya berkaitan dengan
masalah ketersediaan nitrogen bagi tanaman inangnya. Suatu pigmen merah yang disebut
Leghemeglobin dijumpai dalam bintil akar antara bakteroit dan selubung membran yang
mengelilinginya. Jumlah Leghemeglobin di dalam bintil akar memiliki hubungan langsung
dengan jumlah nitrogen yang difiksasi.
Rhizobium yang berasosiasi dengan tanaman legum mampu menfiksasi 100-300 kg
N/ha dalam satu musim tanam dan meninggalkan sejumlah N untuk tanaman berikutnya.
Permasalahan yang perlu diperhatikan adalah efisiensi inokulan Rhizobium untuk jenis
tanaman tertentu. Rhizobium mampu mencukupi 80% kebutuhan nitrogen tanaman legum
dan meningkatkan produksi antara 10%-25%. Tanggapan tanaman sangat bervariasi
tergangtung pada kondisi tanah dan efektivitas populasi asli.
2. Azospirillum dan Azotobacter
Ada beberapa jenis bakteri penambat nitrogen yang berasosiasi dengan perakaran
tanaman. Bakteri yang mampu meningkatkan hasil tanaman tertentu apabila diinokulasikan
pada tanah pertanian dapat dikelompokkan atas dua jenis yaitu Azospirillum dan Azotobacter.
Azospirillum mempunyai potensi cukup besar untuk dikembangkan sebagai pupuk hayati.
Bakteri ini banyak dijumpai berasosiasi dengen tanaman jenis rerumputan, termasuk
beberapa jenis serealia, jagung, cantel, dan gandum. Sampai saat ini ada tiga spesies yang
telah ditemukan dan mempunyai kemampuan sama dalam menambat nitrogen yaitu
Azospirillum brasilense, Azospirillum lipoferum, dan Azospirillum amazonese. Azospirillum
merupakan salah satu mikroba di daerah perakaran. Infeksi yang disebabkan oleh bakteri ini
tidak menyebabkan perubahan morfologi perakaran, meningkatkan jumlah akar rambut,
menyebabakan percabangan akar lebih berperan dalam penyerapan hara.
Keuntungan lain dari bakteri ini, bahwa apabila saat berasosiasi dengan perakaran tidak dapat
menambat nitrogen, maka pengaruhnya adlah meningkatkan penyerapan nitrogen yang ada di
dalam tanah. Dalam hal ini pemanfaatan bakteri ini tidak berkelanjutan, tetapi apabila
Azospirillum yang berasosiasi dengan perakaran tanaman mampu menambat nitrogen, maka
keberadaan nitrogen di dalam tanah dapat dipertahankan dalam waktu yang reatif panjang.
Keadaan ini relatif lebih menguntungkan karena dapat mengurangi pasokan pupuk nitrogen.
Di samping itu, Azospirillum meningkatkan efisiensi penyerapan nitrogen dan menurunkan
kehilangan akibat pencucian, denitrifikasi atau bentuk kehilangan nitrogen lain.
Azotobacter spp. juga merupakan bakteri non-simbiosis yang hidup di daerah perakaran.
Dijumpai hampir pada semua jenis tanah, tetapi populasinya relatif rendah. Selain
kemampuannya menambat nitrogen, bakteri ini juga menghasilkan sejenis hormon yang
kurang lebih sama dengan hormon pertumbuhan tanaman dan menghambat pertumbuhan
jenis jamur tertentu. Seperti halnya Azospirillum, Azotobacter dapat meningkatkan
pertumbuhan tanaman melalui pasokan nitrogen udara, pasokan pengatur tumbuh,
mengurangi kompetisi dengan mikroba lain dalam menambat nitrogen atau membuat kondisi
tanah lebih menguntungkan untuk pertumbuhan tanaman.
Ada dua pengaruh positif Azotobacter terhadap pertumbuhan tanaman yaitu
mempengaruhi perkecambahan benih dan memperbaiki pertumbuhan tanaman. Peranan
bakteri ini terhadap perkecambahan tidak banyak diminati, meskipun demikian banyak
penelitian yang mengarah pada peranan Azotobacter dalam meningkatkan daya kecambah
benih tanaman tertentu.
Kenaikan hasil tanaman setelah diinokulasi Azotobacter sudah banyak diteliti. Di
India inokulasi Azospirillum pada tanaman jagung, gandum, cantel, padi, bawang putih,
tomat, terong dan gubis ternyata mampu menignkatkan hasil tanaman tersebut.
Apabila Azospirillum dan Azotobacter diinokulasikan secara bersama, maka Azospirillum
lebih efektif dalam meningkatkan hasil tanaman. Azospirillum menyebabkan kenaikan cukup
besar pada tanaman jagung, gandum dan cantel.
3. Mikroba pelarut fosfat
Kebanyakan tanah di wilayah tropika yang beraksi asam ditandai kahat fosfat.
Sebagian besar bentuk fosfat tersemat oleh koloid tanah sehingga tidak tersedia bagi
tanamam. Pada kebanyakan tanah tropika diperkirakan hanya 25% fosfat yang diberikan
dalam bentuk superfosfat yang diserap tanaman dan sebagian besar atau 75% diikat tanah dan
tidak dapat diserap oleh tanaman.
Beberapa mikroba tanah mempunyai kemampuan melarutkan fosfat yang tidak larut
dalam air dan menjadikannya tersedia bagi akar tanaman. Mikroba ini merubah bentuk P di
alam untuk mencegah terjadinya proses fiksasi P. dalam proses pelarutan P oleh mikroba
berhubungan dengan diproduksinya asam yang sangat erat berhubungan dengan proses
metabolisme.
Ada beberapa jenis fungsi dan bakteri seperti Bacullus Polymixa, Pseudomonas
Striata, Aspergillus Awamori, dan Penicillium Digitatum yang diidentifikasikan mampu
melarutkan bentuk P tak larut menjadi bentuk yang tersedia bagi tanaman. Jumlah bakteri
pelarut P dalam tanah sekitar 104-106 tiap gram tanah. Pemanfaatan bakteri pelarut fosfat di
indonesia masih terbatas pada skala penelitian, belum dimanfaatkan dan dimasyarakatkan
secara luas kepada petani. Cukup banyak kendala yang dihadapi dalam pengembangan jenis
pupuk hayati ini. Mengingat potensinya dalam menanggulangi kendala pemupukan fosfat,
terutama pada tanah-tanah bereaksi asam seperti kebanyakan tanah yang terdapat didaerah
tropis, maka peranannya perlu diperhitungkan.
4. Mikoriza
Asosiasi simbiotik antara jamur dan sistem perakaran tanaman tinggi diistilahkan
dengan mikoriza. Dalam fenomena ini jamur menginfeksi dan mengkoloni akar tanpa
menimbulkan nekrosis sebagaimana biasa terjadi pada infeksi jamur patogen, dan mendapat
pasokan nutrisi secara teratur dari tanaman. Istilah mikoriza yang berarti jamur akar pertama
kali di perkenalkan oleh Frank pada tahun 1855. Dalam deskripsinya kemudian Frank
membagi mikoriza berdasarkan tempat jamur berkembang dalam akar menjadi dua golongan
yaitu Ektomikoriza, jamur yang berkembang di permukaan luar akar dan diantara sel-sel
korteks akar. Ektomikoriza biasanya berasosiasi dengan tanaman jenis pohan seperti pinus,
oak, eukaliptus dan lain-lain. Endomikoriza dan Mikoriza Vesikular Arbuskular (MVA)
Endomikoriza, jamur yang berkembang di dalm akar di antara dan dia dalam sel-sel korteks
akar.
5. Mikoriza pelarut selulosa
Bahan organik merupakan penyangga biologi yang mempunyai fungsi dalam
memperbaiki sifat-sifat fisik, kimia dan biologi tanah sehingga dapat menyediakan hara
dalam jumlah berimbang. Terdapat korelasi positif antara kadar bahan organik dengan
produktifitas tanah. Kandungan bahan organik pada tanah-tanah mineral di Indonesia
umumnya rendah. Kandungan karbon organik pada tanah lapisan atas berkisar antara 0,9-
2,0%.
Pada saat ini jerami masih merupakan bahan yang umum digunakan sebagai sumber
bahan organik pada tanah sawah. Jerami mengandung selulosa yang sangat tinggi sehingga
memerlukan proses dekomposisi yang relatif lama. Beberapa mikroba seperti Trichoderma,
Aspergillus dan Penecillium mampu merombak selulosa menjadi bahan senyawa-senyawa
monosakarida, alkohol, CO2 dan asam-asam organik lainnya dengan dikeluarkannya enzim
selulosa.
Penelitian di laboratorium Puslittanak menunjukkan bahwa inokulasi Trixhoderma
pada jerami yang dibenamkan ke dalam tanah akan mempercepat proses dekomposisi
gambut.
6. Mikroorganisme efektif (EM)
Mikroorganisme efektif (EM) merupakan kultur campuran berbagai jenis
mikroorganisme yang bermanfaat (bakteri fotosintetik, bakteri asam laktat, ragi,
actinomycetes dan jamur peragian) yang dapat dimanfaatkan sebagai inokulan untuk
menungkatkan keragaman mikroba tanah. Pemanfaatan EM dapa memperbaiki kualitas tanah
dan selanjutnya memperbaiki pertumbuhan dan produksi tanaman.
EM merupakan kultur campuran berbagai jenis mikroba yang berasal dari lingkungan alami.
Kultur EM mengandung mikroorganisme yang secara genetika bersifat asli tidak
dimodifikasi.

















BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Berdasarkan uraian-uraian di atas, maka dapat di ambil beberapa kesimpulan
mengenai pemanfaatan Biofertilizer pada pupuk organik adalah :
1. Dalam sistem pertanian organik pemanfaatan Biofertilizer (pupuk hayati) untuk
membantu penyediaan hara bagi tanaman sangat penting. Pemanfaatan beberapa jenis
mikroba tanah dapat membantu ketersediaan hara bagi tanaman seperti hara nitrogen
dan fosfat, selain itu ada mikroba tanah yang berperan dalam mempercepat
dekomposisi bahan organik.
2. Yang termasuk Biofertilizer yang dapat membantu ketersediaan hara bagi tanaman
antara lain Rhizobium, Azospirilium dan Azotobacter.
3. Yang termasuk Biofertilizer yang dapat membantu penyediaan hara fosfat bagi
tanaman antara lain bakteri pelarut fosfat, Ektomikoriza dan Mikoriza Vesikular
Arbuskular (MVA).









Daftar Pustaka

Gunalan. 1996. Penggunaan Mikroba Bermanfaat Pada Bioteknologi Tanah Berwawasan
Lingkungan. Sriwijaya. Surabaya
Pelezar.1988. Dasar-Dasar Mikrobiologi 2. UI Press. Jakarta
Prihatini, T. 1996. Pemanfaatan Biofertilizer Untuk Peningkatan Produktivitas Lahan
Pertanian. Jurnal Litbang Pertanian. Jakarta

Anda mungkin juga menyukai