Anda di halaman 1dari 19

BAB II

METODE PENELITIAN

2.1 Lokasi dan Waktu
Penelitian ini dimulai pada bulan Oktober 2011-Februari 2012. Lokasi
penelitian terletak di KPH Madiun, yaitu: BKPH Dagangan dan BKPH Dungus
(Gambar 2). Pra pengolahan citra dan persiapan peta kerja dilakukan di
Laboratorium Remote Sensing dan GIS Departemen Manajemen Hutan, Fakultas
Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.

Gambar 2 Lokasi penelitian.

2.2 Data, Hardware, Softwaredan Alat
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Data spasial yang merupakan Citra dijital non-metrik resolusi tinggi KPH
Madiun Perum Perhutani Unit II Jawa Timur hasil rekaman pada bulan April
2011 resolusi 20 cm, menggunakan pesawat tak berawak (unman aircraft).



2. Data Shapfile yang terdiri dari peta batas petak dan peta jaringan jalan yang
mempunyai data atribut pendukung (Gambar 3 dan Gambar 4).
3. Data hasil pengambilan plot penelitian pada tegakan jati di BKPH Dagangan
dan BKPH Dungus (Gambar 5 dan Gambar 6).

Hardware yang digunakan dalam penelitian ini adalah satu unit komputer
yang dilengkapi dengan Software Erdas Imagine Ver 9.1, ArcView GIS Ver 3.2,
SPSS 16.0, Minitab 14 dengan Analisis Diskriminan dan Microsoft Excel 2007.
Alat yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu GPS CS 60, suunto klinometer,
kompas, haga hypsometer, pita ukur, dan kamera digital, serta kamera Fisheye.

6


Gambar 3 Peta grid plot lapangan dan jaringan jalan pada lokasi BKPH Dagangan.

7


Gambar 4 Peta grid plot lapangan dan jaringan jalan pada lokasi BKPH Dungus.

8


Gambar 5 Plot penelitian di BKPH Dagangan.

9


Gambar 6 Plot penelitian di BKPH Dungus.

1
0

2.3 Metode Penelitian
2.3.1 Pengolahan Awal Citra (I mage pre-processing)
2.3.1.1. Koreksi Geometrik
Koreksi Geometrik merupakan suatu proses melakukan transformasi data
dari suatu sistem grid menggunakan suatu transformasi geometrik. Area yang
terekam oleh sensor pada satelit maupun pesawat terbang sesungguhnya
mengandung kesalahan (distorsi) yang diakibatkan oleh pengaruh kelengkungan
bumi dan atau oleh sensor itu sendiri sehingga perlu adanya koreksi geometrik
(Jaya 2010).
Data penginderaan jauh dihasilkan oleh scanner multispektral atau kamera
vidicon resolusi tinggi dari wahana ruang angkasa adalah dalam format raster.
Namun, data spektral tersebut harus di simpan kembali, ditajamkan, difilter atau
ditransformasikan secara geometrik dengan teknik pemrosesan citra sebelum data
tersebut dapat digabungkan ke dalam sistem informasi geografik. Satu masalah
penting untuk mengahasilkan kesesuain antara informasi raster dengan koordinat
sistem informasi geografik yaitu menggunakan pendekatan umum dengan
mengembangkan persamaan transformasi (Mayer 1984). Rangkaian persamaan
konversi sistem informasi geografik (format vektor) yaitu:
p = f (X, Y),
l = f (X, Y),
X = f
1
(L, E),
dan Y = f
2
(L, E)
dimana :
p, l = posisi pixel dan baris garis penyiaman pada citra
L, E = koordinat posisi lintang dan bujur
X = koordinat horizontal proyeksi
Y = koordinat vertikal proyeksi peta

Rektifikasi yang dilakukan adalah rektifikasi citra-ke-citra (image-to-
image rectification). Citra dijital non metrik dilakukan koreksi geometrik
menggunakan citra LANDSAT yang telah terkoreksi sebelumnya, hal ini dilakukan
agar koordinat geografisnya sama. Sistem koordinat yang digunakan dalam koreksi
geometrik adalah Universal Transvers Mercator (UTM), zone 48 Selatan (South
UTM 1984).
11
Koreksi geometrik dimulai dengan memilih sejumlah titik-titik Kontrol
lapangan (GCP). Untuk penelitian ini jumlah total titik GCP adalah sebanyak 14
titik. GCP adalah suatu titik-titik pada permukaan bumi yang diketahui
koordinatnya baik pada citra (kolom/piksel dan baris) maupun pada peta (yang
diukur dalam lintang bujur meter). Syarat pemilihan GCP adalah tersebar merata di
seluruh citra dan relatif permanen atau tidak berubah dalam kurun waktu yang
pendek (seperti jalan, jembatan, sudut bangunan dan sebagainya) (Jaya 2002).
Jumlah GCP minimum dihitung dengan menggunakan persamaan :
GCP
min
= (t+1)(t+2)/ 2
dimana:
t : orde dari persamaan transformasi (t=1,2 atau.. n)

2.3.1.2. Analisis Data Citra
1. Desain Plot
Langkah awal adalah overlay Peta Batas Petak dengan Poligon citra untuk
mengumpulkan data atribut dengan penentuan umur tanaman 2011 berdasarkan
data tahun tanam. Data citra dan data spasial yang telah di overlay dilakukan
pembuatan grid, lokasi plot pengamatan ditentukan dengan metode sistematik
sampling dengan jarak antar plot (JAP) adalah 7575 meter dengan penyamaan
angka acak untuk ke tiga lokasi. Pembuatan grid ini menggunakan ekstensi IHMB
Jaya versi 6 pada ArcView 3.2 selanjutnya dilakukan pembuatan buffer untuk setiap
plot terpilih sesuai dengan luasan masing-masing plot berdasarkan kelas umur
untuk hutan tanaman jati. Plot yang terpilih merupakan keterwakilan umur dan
bonita pada setiap petak dan setiap lokasi.

2. Pengukuran Dimensi Tegakan Citra
Interpretasi citra pada dasarnya merupakan proses klasifikasi, maka
identifikasi dan pengenalan dapat dilakukan secara matematik, apabila tersedia data
citra dalam betuk dijital. Ukuran atau dimensi suatu objek merupakan kunci penting
untuk identifikasi dan pengenalan objek yang bentuknya sama dan dapat dipakai
sebagai standar bagi perbandingan (Purbowaseso 1995).
12
Pada penelitian ini dilakukan pengukuran dimensi tegakan citra terhadap peubah-
peubah tegakan, sebagai berikut :
a. Penghitungan Jumlah Pohon (N)
Penafsiran jumlah pohon citra dilakukan dalam satu plot pengamatan
(Gambar 7). Pada setiap tajuk yang membentuk satu kesatuan tajuk pohon dianggap
sebagai satu pohon di lakukan penitikan dengan simbol draw point pada tools
ArcView 3.2


Gambar 7 Profil pohon citra

b.Penghitungan Persentase Kerapatan Tajuk Tegakan pada Citra (C)
Persentase penutupan tajuk diartikan sebagai persentase areal yang
tertutup oleh proyeksi vertikal tajuk pohon. Digitasi dilakukan pada buffer plot
dengan deliniasi atas tajuk per pohon. Deliniasi ialah seleksi visual dan perbedaan
wujud gambaran pada berbagai data dengan jalan menarik garis batas (Rosalina &
Rahaju 1996).
Kerapatan Tajuk Citra = ( Jumlah Luas Tajuk / Luas Plot) 100 %
13

Gambar 8 Perhitungan kerapatan tajuk pohon pada citra.
Pada atribut citra yang telah dideliniasi, tajuk pohon diklasifikasikan dalam
kelompok 1 sedangkan gap tajuk diklasifikasikan dalam kelompok 0 (Gambar 8).
Perhitungan persentase penutupan tajuk dalam satu luasan plot dilakukan pada
ArcView 3.2 dengan tools summarize.

c. Penghitungan Diameter Tajuk Pohon pada Citra (D)
Pada dasarnya pengukuran tajuk sama dengan pengukuran jarak
sebagaimana terlihat pada Gambar 9. Pengukuran tajuk pohon dilakukan pada
tutupan tajuk yang telah dideliniasi dan dianggap sebagai satu pohon. Rumus
untuk menghitung diameter tajuk adalah sebagai berikut :
Dt
US
+ Dt
BT

Dt=
2
dimana :
Dt : Diamater tajuk pohon
Dt
US
: Panjang diameter tajuk utara ke seletan
Dt
BT
: Panjang diameter tajuk barat ke timur
Tajuk
pohon
Gap
Tajuk
14

Gambar 9 Perhitungan diameter tajuk pohon pada citra

2.3.2 Pemetaan Desain Plot Penelitian
Desain peta kerja dibuat sebagai alat pembantu pengamatan di lapangan.
Peta kerja dibuat dengan menumpangtindihkan (overlay) citra dijital non metrik,
lokasi titik pengamatan total dan lokasi terpilih, Titik GCP, Titik Ikat, peta jaringan
jalan hutan dan peta batas petak kerja

2.3.3 Pengambilan Data Lapangan
Pengamatan lapangan merupakan proses pengecekan langsung ke lokasi
penelitian terhadap objek yang telah diinterpretasi menggunakan citra. Pengecekan
lapangan dilakukan dengan 3 metode yaitu pengecekan titik dan pembuatan plot
serta pengukuran dimensi tegakan lapangan.
1. Pengecekan titik dilakukan pada plot terpilih yang telah disesuaikan pada
identifikasi awal posisi plot pada citra. Penentuan titik pusat plot terpilih
dibantu dengan adanya GCP dan Titik ikat.
2. Metode kedua adalah pembuatan plot contoh berdasarkan kelas umur (KU),
yaitu 0,02 Ha untuk KU I dan KU II, 0,04 Ha untuk KU III dan KU IV dan
ukuran plot 0.1 Ha untuk KU V > up (Gambar 10).
Dt
BT
Dt
US
15







Gambar 10 Plot lingkaran

3. Pengukuran dimensi tegakan lapangan dilakukan dengan cara pengambilan
data mengenai bonita (peta kerja Perhutani pada setiap areal kerja BKPH),
tinggi pohon, diameter 50 cm dan 130 cm, jari-jari tajuk pohon, jarak antar
pohon, dan kondisi pohon.
Pemotretan bentang titik pengamatan yang dapat menggambarkan kondisi
tutupan lahan juga dilakukan sebagai alat bantu argumen hasil verifikasi. Untuk
penentuan bonita yang dipakai, merupakan hasil dari perhitungan peninggi dengan
umur yang kemudian dilakukan penilaian nilai kelas bonita, ditunjukkan oleh grafik
indeks bonita H.E. Wolff von Wolffing (1932).
Pada grafik indeks bonita (Gambar 11), kelas bonita diperoleh melalui
korelasi antara peninggi dan umur tegakan. Perhitungan korelasi antara peninggi
dan umur tegakan ini dilakukan secara manual.





7.98 m 11.28 m 17.85 m


a.Plot Lingkaran 0.02 Ha

b.Plot Lingkaran 0.04 Ha
c.Plot Lingkaran 0.1 Ha


16

Umur Penjarangan

Gambar 11 Grafik indeks bonita H.E. Wolff von Wolffing (1932).
Peninggi

1
7

2.3.4 Pengolahan Data Lapangan
Pendugaan data lapangan dilakukan untuk menentukan kesesuaian data
lapangan dengan data citra. Pengolahan data lapangan, sebagai berikut:
1. Pembuatan Profil Pohon Lapangan
Pada saat pengkuran di lapangan dilakukan sekaligus pengamatan posisi pohon
dan jarak dari titik pusat. Perhitungan jarak dilakukan dengan mengukur jarak
pohon dari titik pusat menggunakan pita ukur.
2. Penghitungan Jumlah Pohon Lapangan
Jumlah pohon (N) lapangan dihitung dari pengumpulan data lapangan yang
berada dalam satu luasan plot.
3. Penghitungan Diameter Tajuk Lapang
Pengukuran diameter tajuk lapang pada setiap plot yang diambil di lapangan
adalah satu sampel diameter tajuk pohon yang memiliki batang lurus atau yang
paling bagus. Pohon yang terpilih dalam satu plot, diukur diameter tajuk lapang
dengan cara mengukur panjang diameter tajuk pohon dari utara ke selatan dan
panjang diameter tajuk pohon dari barat ke utara menggunakan pita ukur.
Rumus menghitung diameter tajuk sebagai berikut :
Dt
US
+ Dt
BT

Dt=
2
dimana :
Dt : Diamater tajuk pohon
Dt
US
: Panjang diameter tajuk utara ke seletan
Dt
BT
: Panjang diameter tajuk barat ke timur

4. Penghitungan Kerapatan Tajuk Lapang
Dari hasil pengukuran jarak pohon dari titik pusat (profil pohon) dan diameter
tajuk di lapangan diperoleh jari-jari tajuk pohon. Dari jari-jari pohon dibuat
buffer tajuk menggunakan ArcView 3.2. Cara menghitung persentase tajuk
pohon di lapangan sama dengan cara menghitung persentase tajuk pohon pada
citra mengunakan rumus sebagai berikut :
Kerapatan tajuk = ( Jumlah Luas Tajuk / Luas Plot) 100 %


18
2.3.5 Uji Korelasi
Dalam Hadjar (1995) dijelaskan bahwa, arti korelasi akan lebih mudah
dipahami dengan mempelajari scatter plot atau diagram pencar, yang dimaksud
untuk menyelidiki hubungan antara dua peubah (Glass & Hopkins 1984). Diagram
pecar adalah grafik yang memperlihatkan hubungan yang diperoleh dengan cara
membuat gambaran visual pada titik pertemuan antara dua nilai dari dua peubah
(sepasang observasi) (McMillan & Schumacher 1989). Diagram pencar juga dapat
digunakan untuk mengindentifikasi titik hubungan pasangan skor yang
menyimpang dari pola hubungan yang lain, dengan mengetahui perbedaan dapat
dilakukan pemeriksaan kembali dalam proses pengolahan data apakah terjadi
kesalahan (Hadjar 1995).
Hubungan kuantitatif antara peubah kriterium dengan peubah prediktor
dapat dilukiskan dalam suatu garis yang disebut garis regresi. Suatu garis regresi
dapat dinyatakan dalam persamaan matematik yang dinamakan regresi (Sutrisno
1983). Supranto (1983), diacu dalam Sahid (2010) mendefinisikan analisis regresi
sebagai suatu alat yang digunakan untuk menganalisis bentuk hubungan antara dua
peubah atau lebih yang terdiri dari peubah bebas (dependent variable) dan peubah
tidak bebas (independent variable) dengan tujuan untuk memperkirakan atau
meramalkan nilai rata-rata dari peubah tak bebas apabila nilai peubah yang
menerangkan sudah diketahui.
Penetapan nilai bonita sering didasarkan pada hubungan antara rata-rata
peninggi dengan umur tegakan. Salah satu penentu kualitas kayu jati adalah tinggi
tanaman jati, semakin tinggi tanaman jati semakin baik kualitas dari jati tersebut.
Tinggi pohon lebih mudah diukur, dengan suatu persyaratan tertentu, pertumbuhan
tinggi pohon berkorelasi dengan penambahan volume (Anonim 2010). Uji korelasi
dilakukan terhadap tinggi pohon, karena tinggi pohon merupakan faktor penting
dalam penentuan bonita.
a) Uji koefisien determinansi
Untuk mengukur kecocokan antara peubah tinggi dan peubah citra adalah
dengan melihat koefisien determinansi (R
2
), dimana pendekatan koefisien
determinasi (R
2
) menyatakan seberapa baik kemampuan suatu peubah bebas dalam
19
model liniar dua peubah yang dipakai. Secara umum, nilai R
2
yang dianggap baik
jika lebih dari 50%.
Rumus untuk menghitung koefisien determinasi adalah sebagai berikut:

2
=
JKT JKS
JKT
x 100%

(Yj j)
n
j=1


Yj
(Yj )
n


dimana :
R
2
= Koefisien determinasi
JKT = Jumlah kuadrat total
JKS = Jumlah kuadrat sisa
Yj = Nilai Peubah (C, D dan N)
j = Nilai tinggi rata-rata per plot contoh
n = Banyaknya plot contoh

b). Korelasi antar peubah

Perhitungan koefisien korelasi menggunakan pendekatan korelasi product
moment (r) untuk mengetahui keeratan tinggi dengan peubah pada citra yang akan
digunakan dalam pendugaan tegakan. Rumus untuk menghitung korelasi adalah
sebagai berikut:

r =

dimana:
xi = Dimensi tinggi pohon ke i
yj = Dimensi peubah pada citra ke j
n = jumlah pohon

Besarnya nilai r berkisar antara -1 sampai +1. Jika nilai r = -1 maka
hubungan antara dua peubah adalah korelasi negatif sempurna. Artinya, apabila
salah satu peubah nilainya menurun, maka peubah lainnya akan meningkat.
Sebaliknya jika nilai r = +1 maka hubungan antara dua peubah merupakan korelasi
positif sempurna. Artinya, apabila salah satu peubah meningkat, maka peubah
JKT =
JKS =
n n
n
j i / ) Y ( Y / ) X ( X
/ ) Y )( X ( Y X
2
j
2 2
i
2
j i j i


20
lainnya akan meningkat pula. Bila r mendekati -1 atau +1 maka hubungan antara
peubah itu kuat dan terdapat korelasi yang tinggi antara kedua peubah itu (Walpole
1995).

2.3.6 Analisis Fungsi Diskriminan
Analisis diskriminan merupakan teknik menganalisis data peubah tak bebas
(criterion) yang merupakan kategori non-metrik bersifat kualitatif terhadap peubah
bebas sebagai predictor merupakan metrik bersifat kuantitatif (Supranto 2004).
Analisis diskriminan dapat digunakan untuk mengelompokkan atau
mengklasifikasikan pengamatan atau peubah ke dalam kelompok baru yang
jumlahnya lebih sedikit dibandingkan jumlah pengamatan atau peubah awal
(Jonathan 2012).
Pengolahan analisis diskriminan dilakukan dengan pengelompokkan
bonita yang diperoleh dari data bonita tegakan jati di peta petak kerja Perhutani.
Peubah bebas yang digunakan, yaitu : D
citra
, C
citra
, dan N
citra
.
Model analisis diskriminan menghasilkan fungsi dengan kombinasi liniar
sebagai berikut :
D
i
= b
0
+ b
1
X
i1
+ b
2
X
i2
+ b
3
X
i3

dimana :
D
i
= niai diskriminan dari bonita ke-i
i = 3.0, 3.5, 4.0
(D merupakan peubah tak bebas)
b
j
= koefisien atau timbangan diskriminan dari peubah
X
ij
= peubah (atribut) ke-j dari responden ke i
X
ij
merupakan peubah bebas/prediktor

Model matematik untuk analisis diskriminan adalah sebagai berikut:
D = b
0,
b
1,
b
2,
b
3,
.., b
k
1
X1
X2
X3
.
.
Xk

= b
0
+ b
1
X
1
+ b
2
X
2
+ b
3
X
3
+.+ b
k
X
k


21
Proses klasifikasi pada fungsi diskriminan bonita adalah sebagai berikut :
X
1
2

Max Bonita terpilih



Dimana X adalah vektor lajur yang dinyatakan sebagai berikuit,
X =
1
2


Suatu vektor X yang tidak diketahui akan dimasukkan dan dievaluasi oleh
masing-masing fungsi diskriminannya, kemudian nilai yang paling besar akan
menyatakan kelas dari fungsi yang menghasilkan nilai tersebut.
Untuk mengetahui tingkat keterwakilan data sebaran yang terklasifikasikan
dengan benar, dilakukan penghitungan Jumlah benar :
=
c

100%
dimana :
Pc = Proporsi benar
Nt = Total sampel
Nc = Jumlah benar


2.3.7 Akurasi Bonita
Penilaian bonita didasarkan atas tinggi yang dicapai pada umur indeks
tertentu (specific index age). Pembagian bonita didasarkan atas peninggi tegakan,
peninggi ini disebut indeks bonita (Anonim 2010). Peninggi merupakan rata-rata
dari 100 pohon tertinggi yang hidup merata dalam luasan 1 hektar (Arief 2001).
Akurasi peninggi dimaksud adalah melakukan perhitungan ulang peninggi dengan
tinggi total pohon dalam setiap plot per petaknya. Peninggi yang diperoleh di
korelasikan dengan umur untuk ditentukan bonita melalui grafik indeks bonita H.E.
Wolff von Wolffing (1932) sehingga diperoleh nilai bonita baru, dalam hal ini
disebut bonita peninggi.
Pengolahan data selanjutnya menggunakan analisis diskriminan dengan
pengelompokkan bonita yang diperoleh dari data bonita peningi, dengan peubah
D
citra
, C
citra
, N
citra
.
22
Tahapan pelaksanaan penelitian terangkum dalam bagan
penelitian berikut (Gambar 12) :






























TIDAK


YA




Gambar 12 Diagram alur tahapan penelitian.

TIDAK
23
Mosaik
Citra
Persiapan dan
Pengumpulan
Data
Pengolahan Data Lapangan
CDN Lapangan

Pengambilan Data Lapangan

Desain Pengambilan Contoh

Mulai
Koreksi Geometrik

Interpretasi Visual (Interpretasi, Digitasi, klasifikasi)
CDN Citra

Accuracy Tt

Analisis Fungsi Diskriminan

Analisis
Diterima
Evaluasi
Overlay dan Uji Korelasi

Selesai

Anda mungkin juga menyukai