Anda di halaman 1dari 6

PENGELOLAAN DAN REHABILITASI LAMUN

Anugerah Nontji
Program TRISMADES
anugerah_nontji@yahoo.com


ABSTRAK

Padang lamun di Indonesia yang diperkirakan seluas sekitar 30.000 km
2
mempunyai
peran penting sebagai habitat ikan dan berbagai biota lainnya. Berbagai jenis ikan yang
bernilai ekonomi penting menjadikan padang lamun sebagai tempat mencari makan,
berlindung, bertelur, memijah dan sebagai daerah asuhan. Padang lamun juga berperan
penting untuk menjaga kestabilan garis pantai. Dalam perkembangannya banyak daerah
lamun yang telah mengalami gangguan atau kerusakan karena gangguan alam ataupun
karena aktivitas manusia. Gangguan atau tekanan oleh aktivitas manusia yang
berlangsung terus menerus menimbulkan dampak yang lebih besar. Akar masalah
perusakan padang lamun antara lain karena ketidak-tahuan masyarakat, kemiskinan,
keserakahan, lemahnya perundangan dan penegakan hukum. Oleh karena itu pengelolaan
padang lamun harus mengatasi masalah mendasar itu dalam upaya rehabilitasi padang
lamun. Rehabilitasi padang lamun dapat di lakukan dengan dua pendekatan yakni:
rehabilitasi lunak dan rehabilitasi keras. Rehabilitasi lunak lebih ditekankan pada
pengendalian perilaku manusia yang menjadi penyebab kerusakan lingkungan, misalnya
melalui kampanye penyadaran masyarakat (public awareness), pendidikan,
pengembangan mata pencaharian alternatif, pengembangan Daerah Perlindungan Padang
Lamun, pengembangan peraturan dan perundangan, dan penegakan hukum secara
konsisten. Rehabilitasi keras mencakup kegiatan rehabilitasi langsung di lapangan seperti
transplantasi lamun.

Keywords: lamun, pengelolaan, rehabilitasi

----

Dibandingkan dengan ekosistem terumbu karang dan mangrove, ekosistem lamun belum
banyak mendapat perhatian. Ini disebabkan karena ekosistem lamun selama ini sering
disalah-pahami sebagai lingkungan yang tidak banyak memberi manfaat nyata bagi
manusia. Di Indonesia baru setelah tahun 2000-an perhatian pada lamun mulai
berkembang seiring dengan mulai berkembangnya pengetahuan tentang peran lamun.
Potensi lamun
Luas padang lamun di Indonesia diperkirakan sekitar 30.000 km
2
yang dihuni oleh 13
jenis lamun. Suatu padang lamun dapat terdiri dari vegetasi tunggal yakni tersusun dari
satu jenis lamun saja ataupun vegetasi campuran yang terdiri dari berbagai jenis lamun.
Di setiap padang lamun hidup berbagai biota lainnya yang berasosiasi dengan lamun,
yang keseluruhannya terkait dalam satu rangkaian fungsi ekosistem.
Lamun juga penting bagi perikanan, karena banyak jenis ikan yang mempunyai nilai
ekonomi penting, hidup di lingkungan lamun. Lamun dapat befungsi sebagai tempat ikan
berlindung, memijah dan mengasuh anakannya, dan sebagai tempat mencari makan.
Selain ikan, beberapa biota lainnya yang mempunyai nilai ekonomi juga dapat dijumpai
hidup di padang lamun seperti teripang, keong lola (Trochus), udang dan berbagai jenis
kerang-kerangan. Beberapa hewan laut yang sekarang makin terancam dan telah
dilindungi seperti duyung (dugong) dan penyu (terutama penyu hijau) makanannya
terutama teridiri dari lamun. Lamun juga mempunyai hubungan interkoneksi dengan
mangrove dan terumbu karang sehingga diantara ketiganya dapat terjadi saling
pertukaran energi dan materi.
Dilihat dari aspek pertahanan pantai, padang lamun dengan akar-akarnya yang
mencengkeram dasar laut dapat meredam gerusan gelombang laut hingga padang lamun
dapat mengurangi dampak erosi. Padang lamun juga dapat menangkap sedimen hingga
akan membantu menjaga kualitas air.
Gangguan dan ancaman terhadap lamun
Meskipun lamun kini diketahui mempunyai banyak manfaat, namun dalam kenyataannya
lamun menghadapi berbagai ganggujan dan ancaman. Gangguan dan ancaman terhadap
lamun pada dasarnya dapat dibagi menjadi dua golongan yakni gangguan alam dan
gangguan dari kegiatan manusia (antropogenik).
1) Gangguan alam

Fenomena alam seperti tsunami, letusan gunung api, siklon, dapat menimbulkan
kerusakan pantai, termasuk juga terhadap padang lamun. Tsunami yang dipicu oleh
gempa bawah laut dapat menimbulkan gelombang dahsyat yang menghantam dan
memorak-perandakan lingkungan pantai, seperti terjadi dalam tsunami Aceh (2004).
Gempa bumi, seperti gempa bumi Nias (2005) mengangkat sebagian dasar laut hingga
terpapar ke atas permukaan dan menenggelamkan bagian lainnya lebih dalam. Debu
letusan gunung api seperti letusan Gunung Tambora (1815) dan Krakatau (1883)
menyelimuti perairan pantai sekitarnya dengan debu tebal, hingga melenyapkan padang
lamun di sekitarnya.

Siklon tropis dapat menimbulkan banyak kerusakan pantai terutama di lintang 10 - 20
o

Lintang Utara maupun Selatan, seperti yang sering menerpa Filipina dan pantai utara
Australia. Kerusakan padang lamun di pantai utara Australia karena diterjang siklon
sering dilaporkan. Indonesia yang berlokasi tepat di sabuk katulistiwa, bebas dari jalur
siklon, tetapi dapat menerima imbas dari siklon daerah lain. Siklon Lena (1993) di
Samudra Hindia misalnya, lintasannya mendekati Timor dan menimbulkan kerusakan
besar pada lingkungan pantai di Maumere.

Selain kerusakan fisik akibat aktivitas kebumian, kerusakan lamun karena aktivitas hayati
dapat pula menimbulkan dampak negatif pada keberadaan lamun. Sekitar 10 15 %
produksi lamun menjadi santapan hewan herbivor, yang kemudian masuk dalam jaringan
makanan di laut. Di Indonesia, penyu hijau, beberapa jenis ikan, dan bulubabi,
mengkonsumsi daun lamun. Duyung tidak saja memakan bagian dedaunannya tetapi juga
sampai ke akar dan rimpangnya.

2) Gangguan dari aktivitas manusia

Pada dasarnya ada empat jenis kerusakan lingkungan perairan pantai yang disebabkan
oleh kegiatan manusia, yang bisa memberikan dampak pada lingkungan lamun:
a) Kerusakan fisik yang menyebabkan degradasi lingkungan, seperti penebangan
mangrove, perusakan terumbu karang dan atau rusaknya habitat padang lamun;
b) Pencemaran laut, baik pencemaran asal darat, maupun dari kegiatan di laut;
c) Penggunaan alat tangkap ikan yang tak ramah lingkungan;
d) Tangkap lebih, yakni eksploitasi sumberdaya secara berlebihan hingga meliwati
kemampuan daya pulihnya

a. Kerusakan fisik

Kerusakan fisik terhadap padang lamun telah dilaporkan terjadi di berbagai daerah di
Indonesia. Di Pulau Pari dan Teluk Banten, kerusakan padang lamun disebabkan oleh
aktivitas perahu-perahu nelayan yang mengeruhkan perairan dan merusak padang lamun.
Reklamasi dan pembangunan kawasan industri dan pelabuhan juga telah melenyapkan
sejumlah besar daerah padang lamun seperti terjadi di Teluk Banten. Di Teluk Kuta
(Lombok) penduduk membongkar karang-karang dari padang lamun untuk bahan
konstruksi, atau untuk membuka usaha budidaya rumput laut. Demikian pula terjadi di
Teluk Lampung. Di Bintan (Kepulauan Riau) pembangunan resor pariwisata di pantai
banyak yang tak mengindahkan garis sempadan pantai, pembangunan resor banyak
mengorbankan padang lamun.

b. Pencemaran laut

Pencemaran laut dapat bersumber dari darat (land based) ataupun dari kegiatan di laut
(sea based). Pencemaran asal darat dapat berupa limbah dari berbagai kegiatan manusia
di darat seperti limbah rumah tangga, limbah industri, limbah pertanian, atau pengelolaan
lahan yang tak memperhatikan kelestarian lingkungan seperti pembalakan hutan yang
menimbulkan erosi dan mengangkut sedimen ke laut. Bahan pencemar asal darat
dialirkan ke laut lewat sungai-sungai atau limpasan (runoff).
Masukan hara (terutama fosfat dan nitrat) ke perairan pantai dapat menyebabkan
eutrofikasi atau penyuburan berlebihan, yang mengakibatkan timbulnya ledakan populasi
plankton (blooming) yang mengganggu pertumbuhan lamun. Epiffit yang hidup
menempel di permukaan daun lamun juga dapat tumbuh kelewat subur dan menghambat
pertumbuhan lamun. Kegiatan penambangan didarat, seperti tambang bauksit di Bintan,
limbahnya terbawa ke pantai dan merusak padang lamun di depannya.
Pencemaran dari kegiatan di laut dapat terjadinya misalnya pada tumpahan minyak di
laut, baik dari kegiatan perkapalan dan pelabuhan, pemboran, debalasting muatan kapal
tanker. Bencana yang amat besar terjadi saat kecelakaan tabrakan atau kandasnya kapal
tanker yang menumpahkan muatan minyaknya ke perairan pantai, seperti kasus
kandasnya supertanker Showa Maru yang merusak perairan pantai Kepuluan Riau.
c. Penggunaan alat tangkap tak ramah lingkungan

Beberapa alat tangkap ikan yang tak ramah lingkungan dapat menimbulkan kerusakan
pada padang lamun seperti pukat harimau yang mengeruk dasar laut. Penggunaan bom
dan racun sianida juga ditengarai menimbulkan kerusakan padang lamun. Di Lombok
Timur dilaporkan kegiatan perikanan dengan bom dan racun yang menyebabkan
berkurangnya kerapatan dan luas tutupan lamun.
d. Tangkap lebih
Salah satu tekanan berat yang menimpa ekosistem padang lamun adalah tangkap lebih
(over fishing), yakni eksploitasi sumberdaya perikanan secara berlebihan hingga
melampaui kemampuan ekosistem untuk segera memulihkan diri. Tangkap lebih bisa
terjadi pada ikan maupun hewan lain yang berasosiasi dengan lamun. Banyak jenis ikan
lamun yang kini semakin sulit dicari, dan ukurannya pun semakin kecil. Demikian pula
teripang pasir (Holothuria scabra), dan keong lola (Trochus) yang mempunyai nilai
ekonomi tinggi, sekarang sudah sangat sulit dijumpai dalam alam. Duyung yang
hidupnya bergantung sepenuhnya pada lamun kini telah menjadi hewan langka yang
dilindungi, demikian pula dengan penyu, terutama penyu hijau.
Akar masalah pengelolaan
Merujuk pada gangguan atau kerusakan padang lamun seperti disebut di atas, maka
perlulah diidentifikasi akar masalahnya.
Pada dasarnya manusia tak dapat mengontrol dan mengelola fenomena alam seperti
tsunami, gempa, siklon. Kita hanya bisa melakukan mitigasi atau penanggulangan akibat
yang ditimbulkannya. Di samping itu alam juga mempunyai ketahanan (resilience) dan
mekanismenya sendiri untuk memulihkan dirinya dari gangguan sampai batas tertentu.
Dalam pengelolaan padang lamun, yang terpenting adalah mengenali terlebih dahulu akar
masalah rusaknya padang lamun yang pada dasarnya bersumber pada perilaku manusia
yang merusaknya. Berdasar acuan tersebut maka akar masalah terjadinya kerusakan
padang lamun dapat dikenali sebagai berikut:
1 Kurangnya pengetahuan masyarakat tentang lamun dan perannya dalam
lingkungan.
2 Kemiskinan masyarakat
3 Keserakahan mengeksploitasi sumberdaya laut;
4 Kebijakan pengelolaan yang tak jelas;
5 Kelemahan perundangan
6 Penegakan hukum yang lemah

Rehabilitasi padang lamun
Merujuk pada kenyataan bahwa padang lamun mendapat tekanan gangguan utama dari
aktivitas manusia maka untuk rehabilitasinya dapat dilaksanakan melalui dua pendekatan:
yakni: 1) rehabilitasi lunak (soft rehabilitation) , dan 2) rehabilitasi keras (hard
rehabilitation).
1) Rehabilitasi lunak

Rehabilitasi lunak berkenan dengan penanggulangan akar masalah, dengan asumsi jika
akar masalah dapat diatasi, maka alam akan mempunyai kesempatan untuk merehabilitasi
dirinya sendiri secara alami. Rehabilitasi lunak lebih menekankan pada pengendalian
perilaku manusia.

Rehabilitasi lunak bisa mencakup hal-hal sebagai berikut:

a) Kebijakan dan strategi pengelolaan. Dalam pengelolaan lingkungan diperlukan
kebijakan dan strategi yang jelas untuk menjadi acuan pelaksanaan oleh para
pemangku kepentingan (stake holders).

b) Penyadaran masyarakat (Public awareness). Penyadaran masyarakat dapat
dilaksanakan dengan berbagai pendekatan seperti:
Kampanye penyadaran lewat media elektronik (televisi, radio), ataupun lewat
media cetak (koran, majalah, dll)
Penyebaran berbagai materi kampanye seperti: poster, sticker, flyer, booklet, dan
lain-lain
Pengikut-sertaan tokoh masyarakat (seperti pejabat pemerintah, tokoh agama,
tokoh wanita, seniman, dll) dalam penyebar-luasan bahan penyadaran.

c) Pendidikan. Pendidikan mengenai lingkungan termasuk pentingnya melestarikan
lingkungan padang lamun. Pendidikan dapat disampaikan lewat jalur pendidikan
formal dan non-formal

d) Pengembangan riset. Riset diperlukan untuk mendapatkan informasi yang akurat
untuk mendasari pengambilan keputusan dalam pengelolaan lingkungan.

e) Mata pencaharian alternatif. Perlu dikembangkan berbagai kegiatan untuk
mengembangkan mata pencaharian alternatif yang ramah lingkungan yang dapat
meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Masyarakat yang lebih sejahtera lebih
mudah diajak untuk menghargai dan melindungi lingkungan.

f) Pengikut sertaan masyarakat. Partisipasi masyarakat dalam berbagai kegiatan
lingkungan dapat memberi motivasi yang lebih kuat dan lebih menjamin
keberlanjutannya. Kegiatan bersih pantai dan pengelolaan sampah misalnya
merupakan bagian dari kegiatan ini.

g) Pengembangan Daerah Pelindungan Padang Lamun (segrass sanctuary) berbasis
masyarakat. Daerah Perlindungan Padang Lamun (DPPL) merupakan bank
sumberdaya yang dapat lebih menjamin ketersediaan sumberdaya ikan dalam jangka
panjang. DPPL berbasis masyrakat lebih menjamin keamanan dan keberlanjutan
DPPL.

h) Peraturan perundangan. Pengembangan pengaturan perundangan perlu
dikembangkan dan dilaksanakan dengan tidak meninggalkan kepentingan
masyarakat luas. Keberadaan hukum adat, serta kebiasaan masyarakat lokal perlu
dihargai dan dikembangkan.

i) Penegakan hukum secara konsisten. Segala peraturan perundangan tidak akan ada
manfaatnya bila tidak dapat ditegakkan secara konsisten. Lembaga-lembaga yang
terkait dengan penegakan hukum perlu diperkuat, termasuk lembaga-lembaga adat.

2. Rehabilitasi keras
Rehabiltasi keras menyangkut kegiatan langsung perbaikan lingkungan di lapangan. Ini
dapat dilaksanakan misalnya dengan rehabilitasi lingkungan atau dengan transplantasi
lamun di lingkungan yang perlu direhabilitasi. Kegiatan transplantasi lamun belum
berkembang luas di Indonesia. Berbagai percobaan transpalantasi lamun telah
dilaksanakan oleh Pusat Penelitian Oseanografi LIPI yang masih dalam taraf awal.
Pengembangan transplantaasi lamun telah dilaksanakan di luar negeri dengan berbagai
tingkat keberhasilan.

Anda mungkin juga menyukai