Anda di halaman 1dari 116

FAKTOR FAKTOR RISIKO OSTEOPOROSIS PADA

PASIEN DENGAN USIA DI ATAS 50 TAHUN




LAPORAN HASIL
KARYA TULIS ILMIAH

Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mencapai derajat
sarjana Strata-1 Kedokteran Umum




WISNU WARDHANA
G2A008196



PROGRAM PENDIDIKAN SARJANA KEDOKTERAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS DIPOEGORO
2012
ii

LEMBAR PENGESAHAN LAPORAN HASIL KTI

FAKTOR FAKTOR RISIKO OSTEOPOROSIS PADA
PASIEN DENGAN USIA DI ATAS 50 TAHUN

Disusun oleh

WISNU WARDHANA
G2A008196

Telah disetujui

Semarang, 4 Agustus 2012
Pembimbing I Pembimbing II


dr. K. Heri Nugroho, Sp.PD-KEMD, FINASIM dr. Rebriarina Hapsari
196906032005011001 198310012008122005


Ketua Penguji Penguji


dr. Ika Pawitra, M.Kes , Sp.PA dr. Nur Farhanah, Sp.PD
196206171990012001 197204072008122001
iii

PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN

Yang bertanda tangan dibawah ini,
Nama : Wisnu Wardhana
NIM : G2A008196
Program Studi : Program Pendidikan Sarjana Program Studi Pendidikan Dokter
Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro
Judul KTI : Faktor Faktor Risiko Osteoporosis pada Pasien dengan Usia
di Atas 50 Tahun

Dengan ini menyatakan bahwa:
(a) Karya tulis ilmiah saya ini adalah asli dan belum pernah dipublikasi atau
diajukan untuk mendapat gelar akademik di Universitas Diponegoro
maupun di perguruan tinggi lain.
(b) Karya tulis ini adalah murni gagasan, rumusan, dan penelitian saya sendiri,
tanpa bantuan orang lain, kecuali pembimbing dan pihak lain
sepengetahuan pembimbing.
(c) Dalam karya tulis ini tidak terdapat karya atau pendapat yang telah ditulis
atau dipubilkasikan orang lain, kecuali secara tertulis dengan jelas
dicantumkan sebagai acuan dalam naskah dengan disebutkan nama
pengarang dan judul buku aslinya serta dicantumkan dalam daftar pustaka.
Semarang, 25 Juli 2012
Yang membuat pernyataan,

Wisnu Wardhana
iv

KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
berkat dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan tugas Karya Tulis Ilmiah ini.
Penulisan Karya Tulis Ilmiah ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu
syarat untuk mencapai gelar sarjana Kedokteran di Fakultas Kedokteran
Universitas Diponegoro. Penulis menyadari sangatlah sulit bagi penulis untuk
menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai
pihak sejak penyusunan proposal sampai dengan terselesaikannya laporan hasil
Karya Tulis Ilmiah ini. Bersama ini penulis menyampaikan terima kasih kepada:
1. Rektor Universitas Diponegoro Semarang yang telah memberi kesempatan
kepada penulis untuk menimba ilmu di Universitas Diponegoro.
2. Dekan Fakultas Kedokteran UNDIP yang telah memberikan sarana dan
prasarana sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas ini dengan baik.
3. dr. K. Heri Nugroho, Sp.PD-KEMD,FINASIM selaku dosen pembimbing
yang telah menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk membimbing
penulis dalam penyususnan Karya Tulis Ilmiah ini.
4. dr. Rebriarina Hapsari selaku dosen pembimbing II yang telah
menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk membimbing penulis.
5. Orang tua beserta keluarga yang senantiasa memberikan dukungan.
6. Para sahabat yang selalu memberikan dukungan dalam menyelesaikan
Karya Tulis Ilmiah ini.
7. Serta pihak lain yang tidak mungkin penulis sebutkan satu-persatu atas
bantuannya secara langsung maupun tidak langsung.
Akhir kata, penulis berharap Tuhan Yang Maha Esa berkenan membalas
kebaikan semua pihak yang telah membantu. Semoga Karya Tulis Ilmiah ini dapat
bermanfaat bagi kita semua.

Semarang, 25 Juli 2012

Penulis
v

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL.. i
LEMBAR PENGESAHAN ... ii
PERNYATAAN KEASLIAN .. iii
KATA PENGANTAR .. iv
DAFTAR ISI . v
DAFTAR TABEL viii
DAFTAR GAMBAR ... ix
DAFTAR LAMPIRAN .... x
DAFTAR SINGKATAN xi
ABSTRAK ... xii
ABSTRACT xiii
BAB I PENDAHULUAN 1
1.1 Latar belakang. 1
1.2 Permasalahan penelitian.. 2
1.3 Tujuan penelitian. 3
1.3.1 Tujuan umum. 3
1.3.2 Tujuan khusus.... 3
1.4 Manfaat penelitian... 4
1.5 Keaslian penelitian.. 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA... 7
2.1 Definisi osteoporosis... 7
2.2 Epidemiologi osteoporosis.. 7
2.3 Klasifikasi osteoporosis.. 8
2.4 Patogenesis osteoporosis 10
2.5 Patofisiologi osteoporosis . 11
2.6 Faktor risiko osteoporosis.. 14
2.7 Pendekatan diagnosis osteoporosis 21

vi

BAB III KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS. 30
3.1 Kerangka teori.... 30
3.2 Kerangka konsep..... 31
3.3 Hipotesis.... 32
BAB IV METODE PENELITIAN...... 33
4.1 Ruang lingkup penelitian 33
4.2 Tempat dan waktu penelitian...... 33
4.3 Jenis dan rancangan penelitian... 33
4.4 Populasi dan sampel... 33
4.4.1 Populasi target. 33
4.4.2 Populasi terjangkau. 34
4.4.3 Sampel......... 34
4.4.3.1 Kriteria inklusi.. 34
4.4.3.2 Kriteria eksklusi.... 35
4.4.4 Cara sampling...... 35
4.4.5 Besar sample........ 35
4.5 Variabel penelitian. 36
4.5.1 Variabel bebas..... 36
4.5.2 Variabel terikat....... 36
4.6 Definisi operasional....... 37
4.7 Cara pengumpulan data..... 39
4.7.1 Bahan. 39
4.7.2 Alat. 39
4.7.3 Jenis data 40
4.7.4 Cara kerja... 40
4.8 Alur penelitian....... 41
4.9 Analisis data.......... 42
4.10 Etika penelitian........ 42
4.11 Jadwal penelitian..... 43
BAB V HASIL PENELITIAN ... 44
5.1 Analisis Sampel 44
vii

5.2 Analisis Deskriptif. 44
5.3 Analisis Inferensial .... 47
5.3.1 Analisis Bivariat . 47
5.3.2 Analisis Multivariat .... 49
BAB VI PEMBAHASAN ... 50
BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN 55
7.1 Kesimpulan .... 55
7.2 Saran .... 55
DAFTAR PUSTAKA.. 57
LAMPIRAN. 60


viii

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Keaslian penelitian. 5
Tabel 2. Kriteria osteoporosis menurut WHO. 28
Tabel 3. Definisi operasional.... 37
Tabel 4. Jadwal penelitian.... 43
Tabel 5. Hasil analisis bivariat 48
Tabel 6 Hasil analisis multivariat 49


ix

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Kerangka teori 29
Gambar 2. Kerangka konsep 30
Gambar 3. Alur penelitian 41
Gambar 4. Distribusi sampel berdasarkan jenis kelamin 45
Gambar 5. Distribusi sampel berdasarkan kategori usia . 45
Gambar 6. Distribusi sampel berdasarkan tingkat pendidikan 46
Gambar 7. Distribusi sampel berdasarkan status bekerja 46


x

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Ethical clearance. 60
Lampiran 2. Surat ijin peminjaman catatan register DEXA 61
Lampiran 3. Surat ijin peminjaman data rekam medik 62
Lampiran 4. Informed consent... 63
Lampiran 5. Kuesioner penelitian... 69
Lampiran 6. Hasil analisis statistik.. 73
Lampiran 7. Dokumentasi penelitian.. 101
Lampiran 8. Biodata peneliti.. 103


xi

DAFTAR SINGKATAN

WHO = World Health Organization
BMD = Bone Mineral Density
RANK = Reseptor Aktivator NF Kappa B
RANKL = Reseptor Aktivator NF Kappa B Ligan
DEXA = Dual Energy X ray Absorptiometry
SD = Standar Deviasi

xii

FAKTOR - FAKTOR RISIKO OSTEOPOROSIS
PADA PASIEN DENGAN USIA DI ATAS 50 TAHUN
Wisnu Wardhana
1
, Heri Nugroho
2
, Rebriarina Hapsari
3

ABSTRAK
Latar Belakang: Osteoporosis menjadi suatu permasalahan global karena
prevalensinya yang semakin meningkat, termasuk di Indonesia. Selain dapat
menurunkan kualitas hidup, biaya kesehatan juga akan meningkat karena
terjadinya fraktur. Salah satu langkah untuk menurunkan angka kejadian
osteoporosis adalah dengan mengetahui dan menghindari faktor - faktor risiko
osteoporosis.
Tujuan: Menjelaskan faktor - faktor risiko terjadinya osteoporosis pada pasien di
RSUP Dr. Kariadi Semarang.
Metode: Subyek penelitian adalah pasien RSUP Dr. Kariadi Semarang yang
diperiksa densitas tulang menggunakan alat Dual Dual Energy X ray
Absorptiometry (DEXA). Penelitian ini menggunakan desain kasus-kontrol. Data
yang digunakan adalah data primer melalui hasil wawancara dan data sekunder
dari catatan medik pasien. Data yang terkumpul diolah dan dianalisis dengan uji
bivariat dan multivariat.
Hasil: Total responden yang diteliti adalah 50 pasien, yaitu 25 pasien osteoporosis
sebagai kasus dan 25 pasien bukan osteoporosis sebagai kelompok kontrol.
Variabel yang terbukti menjadi faktor risiko osteoporosis adalah jenis kelamin
wanita, usia lebih dari 65 tahun, menopause dini, dan diabetes melitus. Indeks
massa tubuh, riwayat keluarga, riwayat fraktur, konsumsi steroid jangka panjang,
konsumsi alkohol, kebiasaan merokok, sirosis hepatis, hipertiroid, dan gagal
ginjal kronik tidak terbukti menjadi faktor risiko osteoporosis.
Kesimpulan: Jenis kelamin wanita, usia, menopause dini, dan diabetes melitus
merupakan faktor - faktor risiko terjadinya osteoporosis pada pasien di RSUP Dr.
Kariadi Semarang.
Kata Kunci: Faktor Risiko, Osteoporosis

1) Mahasiswa Fakultas Kedokteran UNDIP Semarang
2) Staf pengajar bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran UNDIP Semarang
3) Staf pengakar bagian Mikrobiologi Fakultas Kedokteran UNDIP Semarang

xiii

RI SK FACTORS OF OSTEOPOROSI S I N PATI ENTS OVER THAN 50
YEARS OLD
Wisnu Wardhana
1
, Heri Nugroho
2
, Rebriarina Hapsari
3

ABSTRACT
Background: Osteoporosis becomes a global issue because the prevalence has
been raising, and so does in Indonesia. Beside can decrease quality of life,
osteoporosis can also increase health cost because of fractures. One of steps that
can decrease the prevalence of osteoporosis is by knowing and avoiding the risk
factors of osteoporosis.
Objective: To describe the risk factors of osteoporosis in patients in RSUP Dr.
Kariadi Semarang.
Methods: Subject of this study were patients of RSUP Dr. Kariadi Semarang that
their bone density had been examined by using Dual Energy X ray
Absorptiometry (DEXA). This study used case-control study. The data consisted of
primary data from interview and secondary data by looking at the patients
medical record.
Result: Total of respondents that had been studied was 50 patients,consisted of 25
patients with ostoeporosis as the case and 25 patient without osteoporosis as the
control. Variabels that was proven to be risk factors of osteoporosis were
woman, age over than 65, early menopause, and diabetes mellitus. Body mass
index, history of fracture, long period steroid consumption, alcohol consumption,
smoking habit, hepatic chirosis, hyperthyroid, and chronic kidney disease were
not proven to be risk factors of osteoporosis.
Conclusion: Woman, age, early menopause, and diabetes mellitus are the risk
factors of osteoporosis in patients of RSUP Dr. Kariadi Semarang.
Keywords: Risk factor, Osteoporosis

1) Student of Medical Faculty of Diponegoro University Semarang
2) Lecturer staff of Internal Medicine Department of Medical Faculty in Diponegoro University
Semarang
3) Lecurer staff of Microbiology Department of Medical Faculty in Diponegoro University
Semarang




1

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Di negara berkembang insidensi penyakit degeneratif terus meningkat
sejalan dengan meningkatnya usia harapan hidup. Dengan bertambah usia harapan
hidup ini, maka penyakit degeneratif dan metabolik juga meningkat, seperti
penyakit jantung koroner, diabetes melitus, hipertensi, obesitas, dislipidemia, dan
termasuk osteoporosis. Saat ini osteoporosis menjadi permasalahan di seluruh
negara dan menjadi isu global di bidang kesehatan.
1

Osteoporosis adalah sebuah penyakit yang ditandai dengan penurunan
massa dan densitas tulang serta gangguan arsitektur tulang normal. Berkurangnya
kekuatan tulang, maka risiko terjadinya fraktur akan meningkat . World Health
Organization (WHO) memasukkan osteoporosis dalam daftar 10 penyakit
degeneratif utama di dunia.
1
Tercatat bahwa terdapat kurang lebih 200 juta pasien
di seluruh dunia yang menderita osteoporosis.
2

Angka kejadian osteoporosis yang tinggi menjadi masalah bagi sistem
pelayanan kesehatan karena angka kejadiannya semakin meningkat dengan
bertambahnya usia, serta masyarakat mengadopsi pola hidup yang tidak sehat,
berkurangnya aktifitas fisik, dan diet yang tidak seimbang.
3

Prevalensi osteoporosis di Indonesia tidak diketahui secara pasti. Untuk
memberikan gambaran umum terjadinya osteoporosis di Indonesia, telah
dilakukan tes saring menggunakan ultrasound bone density yang diadakan pada
2



tahun 2002 di 5 kota besar. Hasilnya menunjukan bahwa dari keseluruhan
masyarakat yang dilakukan tes saring, 35% menunjukkan hasil yang normal, 36%
menunjukkan adanya osteopenia, sedangkan 29% telah terjadi osteoporosis.
4

Terdapat beberapa faktor risiko terjadinya osteoporosis, yaitu faktor
risiko yang dapat dimodifikasi dan yang tidak dapat dimodifikasi. Faktor risiko
yang tidak dapat dimodifikasi antara lain adalah usia, jenis kelamin, riwayat
keluarga, riwayat fraktur, sedangkan faktor risiko yang dapat dimodifikasi antara
lain adalah indeks massa tubuh, konsumsi alkohol, merokok, hormon endogen
seperti estrogen, menopause dini, aktifitas fisik, penyakit sistemik, dan
penggunaan steroid jangka panjang.
5
Masalah yang dihadapi ketika seseorang
mengalami osteoporosis tidak hanya karena penurunan kualitas dan fungsi hidup
individu, tetapi juga masalah biaya kesehatan ketika terjadi fraktur dan
meningkatnya mortalitas.
6, 7

Peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai faktor-faktor
risiko timbulnya osteoporosis karena semakin meningkatnya prevalensi
osteoporosis, sehingga diharapkan dapat membuktikan hubungan faktor-faktor
risiko tersebut dengan terjadinya osteoporosis.

1.2 Permasalahan Penelitian
Apakah usia, jenis kelamin, indeks massa tubuh, riwayat keluarga, riwayat
fraktur, konsumsi steroid jangka panjang, konsumsi alkohol, kebiasaan merokok,
menopause dini, diabetes melitus, sirosis hepatis, hipertiroid, dan gagal ginjal
kronik merupakan faktor risiko osteoporosis?

3





1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Tujuan umum penelitian ini adalah untuk menjelaskan faktor-faktor
risiko terjadinya osteoporosis pada pasien di RSUP Dr. Kariadi Semarang.
1.3.2 Tujuan Khusus
1) Membuktikan usia sebagai faktor risiko terjadinya osteoporosis.
2) Membuktikan jenis kelamin sebagai faktor risiko terjadinya osteoporosis.
3) Membuktikan indeks massa tubuh sebagai faktor risiko terjadinya
osteoporosis.
4) Membuktikan riwayat keluarga sebagai faktor risiko terjadinya
osteoporosis
5) Membuktikan riwayat fraktur sebagai faktor risiko terjadinya
osteoporosis
6) Membuktikan penggunaan kortikosteroid jangka panjang sebagai faktor
risiko terjadinya osteoporosis.
7) Membuktikan konsumsi alkohol sebagai faktor risiko terjadinya
osteoporosis.
8) Membuktikan kebiasaan merokok sebagai faktor risiko terjadinya
osteoporosis.
9) Membuktikan menopause dini sebagai faktor risiko terjadinya
osteoporosis.
4



10) Membuktikan diabetes melitus sebagai faktor risiko terjadinya
osteoporosis.
11) Membuktikan sirosis hepatis sebagai faktor risiko terjadinya
osteoporosis.
12) Membuktikan hipertiroid sebagai faktor risiko terjadinya osteoporosis.
13) Membuktikan gagal ginjal kronik sebagai faktor risiko terjadinya
osteoporosis.

1.4 Manfaat Penelitian
a. Manfaat di bidang pendidikan
Diharapkan dengan penelitian ini dapat mengetahui faktor-faktor risiko
osteoporosis yang terjadi di masyarakat.
b. Manfaat di bidang penelitian
Diharapkan penelitian ini dapat menjadi masukan untuk penelitian
berikutnya, terutama dalam cara mengatasi faktor-faktor risiko
osteoporosis yang terjadi di masyarakat.
c. Manfaat di bidang pelayanan
Diharapkan penelitian ini dapat memberikan informasi kepada
masyarakat tentang faktor-faktor risiko terjadinya osteoporosis, sehingga
pencegahan terhadap osteoporosis dapat ditingkatkan dan angka kejadian
osteoporosis dapat menurun.

5




1.5 Keaslian Penelitian
Tabel 1. Keaslian Penelitian
Peneliti/tahun
Jumlah
sampel
Metode Hasil
Buttros de
A, Nahas-Neto
J, Nahas
EA, Cangussu
LM, Barral
AB, Kawakami
MS. 2011.
Risk
factors for osteop
orosis in postmen
opausal women
from southeast
Brazilian.
8

431
wanita
Penelitian ini
menggunakan
metode cross-
sectional untuk
mengevaluasi faktor
risiko yaitu usia,
usia saat
menopause,
merokok, aktifitas
fisik, terapi hormon
dan BMI. Tes 2
dan metode regresi
digunakan untuk
menentukan
besarnya faktor
risiko.

Pada wanita post
menopause,
usia, usia saat
menopause,
perokok, adalah
indikator klinik
risiko
osteoporosis
dimana terapi
hormon dan
BMI yang tinggi
terbukti menjadi
faktor protektif.


Fatmah. 2008.
Osteoporosis dan
Faktor Risikonya
pada Lansia Etnis
Jawa.
9

812
lansia
Penelitian ini
menggunakan studi
cross sectional
dengan
mengumpulkan data
berupa pengukuran
tinggi badan, berat
badan, dan risiko
osteoporosis oleh 3
ahli gizi terlatih di
tiap wilayah/lokasi
pada bulan
Desember 2007-
Februari 2008
Wilayah tinggal,
jenis kelamin,
umur, tingkat
pendidikan
akhir, tingkat
aktivitas fisik,
dan tingkat
beban pekerjaan
harian
merupakan
faktor-faktor
risiko
osteoporosis
lansia Etnis
Jawa. Jenis
kelamin adalah
determinan
utama
osteoporosis
dalam studi ini

6



Tabel 1. Keaslian Penelitian
Teb C, Del Ro
LM, Casas
L, Estrada
MD, Kotzeva
A, Di Gregorio
S, Espallargues
M. 2011.
Risk factors for
fragility fractures
in a cohort of
Spanish women.
10


49.735
wanita
Penelitian ini
menggunakan studi
cohort retrospektif
yang di ikuti sampai
terjadi fraktur pada
wanita berusia 40-90
tahun dengan
kunjungan pertama
untuk Bone Mineral
Densitometry
(BMD) pada Januari
1992-Februari 2008.
Penelitii
mengkalkulasikan
angka insidensi
fraktur per 1000
wanita per tahun,
dan rasio hazard
fraktur
menggunakan model
Cox regresi

Risiko utama
untuk terjadinya
fraktur
osteoporosis
adalah usia
lanjut, hasil
BMD, dan
riwayat fraktur
sebelumnya

Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah variabel-variabel
yang diteliti dan penelitian ini dilakukan di Semarang sehingga terdapat
perbedaan karakteristik demografis dan individu. Penelitian ini juga tidak hanya
terbatas pada etnis Jawa.



7

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Osteoporosis
Osteoporosis adalah suatu penyakit degeneratif pada tulang yang ditandai
dengan menurunnya massa tulang, dikarenakan berkurangnya matriks dan mineral
yang disertai dengan kerusakan mikro arsitektur dari jaringan tulang, sehingga
terjadi penurunan kekuatan tulang.
11

World Health Organization (WHO) secara operasional mendefinisikan
osteoporosis berdasarkan Bone Mineral Density (BMD), yaitu jika BMD
mengalami penurunan lebih dari -2,5 SD dari nilai rata-rata BMD pada orang
dewasa muda sehat (Bone Mineral Density T-score < -2,5 SD). Osteopenia adalah
nilai BMD -1 sampai -2,5 SD dari orang dewasa muda sehat.
11, 12


2.2 Epidemiologi Osteoporosis
Di negara maju seperti Amerika Serikat, kira-kira 10 juta orang usia
diatas 50 tahun menderita osteoporosis dan hampir 34 juta dengan penurunan
massa tulang yang selanjutnya berkembang menjadi osteoporosis. Empat dari 5
orang penderita osteoporosis adalah wanita, tapi kira-kira 2 juta pria di Amerika
Serikat menderita osteoporosis, 14 juta mengalami penurunan massa tulang yang
menjadi risiko untuk osteoporosis. Satu dari 2 wanita dan satu dari 4 pria diatas
usia 50 tahun akan menjadi fraktur yang berhubungan dengan fraktur selama


8

hidup mereka.

Di negara berkembang seperti Cina, osteoporosis mencapai
proporsi epidemik, terjadi peningkatan 300% dalam waktu 30 tahun.
13
Pada
tahun 2002 angka prevalensi osteoporosis adalah 16,1%. Prevalensi di antara pria
adalah 11,5%, sedangkan wanita sebesar 19,9%.
14

Data di Asia menunjukkan bahwa insiden fraktur lebih rendah dibanding
populasi Kaukasian. Studi juga mendapatkan bahwa massa tulang orang Asia
lebih rendah dibandingkan massa tulang orang kulit putih Amerika, akan tetapi
fraktur pada orang Asia didapatkan lebih sedikit.
15

Ada variasi geografis pada insiden fraktur osteoporosis. Osteoporosis
paling sering terjadi pada populasi Asia dan Kaukasia tetapi jarang di Afrika dan
Amerika populasi kulit hitam.
16


2.3 Klasifikasi Osteoporosis
Menurut pembagiannya, osteoporosis dapat diklasifikasikan sebagai
berikut:
1) Osteoporosis primer
Osteoporosis primer adalah osteoporosis yang tidak diketahui
penyebabnya. Pada tahun 1983, Riggs dan Melton membagi osteoporosis
primer menjadi 2 tipe, yaitu Osteoporosis tipe I dan osteoporosis tipe II.
Osteoporosis tipe I disebut juga osteoporosis pasca menopause.
Osteoporosis tipe ini disebabkan oleh defisiensi estrogen akibat menopause.
Osteoporosis tipe II disebut juga osteoporosis senilis, disebabkan oleh
gangguan absorpsi kalsium di usus sehingga menyebabkan
hiperparatiroidisme sekunder yang mengakibatkan timbulnya osteoporosis.
9



Namun pada sekitar tahun 1990, Riggs dan Melton memperbaiki
hipotesisnya dan mengemukakan bahwa estrogen menjadi faktor yang
sangat berperan pada osteoporosis primer, baik pasca menopause maupun
senilis.
17

2) Osteoporosis sekunder
Osteoporosis sekunder adalah osteoporosis yang diketahui
penyebabnya, yaitu terjadi karena adanya penyakit lain yang mendasari,
defisiensi atau konsumsi obat yang dapat menyebabkan osteoporosis.
18, 19

1) Penyebab genetik (kongenital):
Kistik fibrosis
Ehlers Danlos syndrome
Penyakit penyimpanan glikogen
Penyakit Gaucher
Hemokromatosis
Homosistinuria
Hiperkalsiuria idiopatik
Sindroma marfan
Osteogenesis imperfekta
2) Keadaan hipogonad
Insensitifitas androgen
Anoreksia nervosa / bulimia nervosa
Hiperprolaktinemia
Menopause prematur
10



3) Gangguan endokrin:
Akromegali
Insufisiensi adrenal
Sindroma Cushing
Diabetes Melitus
Hiperparatiroidism
Hipertiroidisme
Hipogonadism
Kehamilan
Prolaktinoma

4) Gangguan yang diinduksi obat
Glukokortikoid
Heparin
Antikonvulsan
Barbiturat
Antipsikotik

2.4 Patogenesis Osteoporosis
Massa tulang pada orang dewasa yang lebih tua setara dengan puncak
massa tulang puncak yang dicapai pada usia 18-25 tahun dikurangi jumlah tulang
yang hilang. Puncak massa tulang sebagian besar ditentukan oleh faktor genetik,
11



dengan kontribusi dari gizi, status endokrin, aktivitas fisik dan kesehatan selama
pertumbuhan.
20

Proses remodeling tulang yang terjadi bertujuan untuk mempertahankan
tulang yang sehat dapat dianggap sebagai program pemeliharaan, yaitu dengan
menghilangkan tulang tua dan menggantikannya dengan tulang baru. Kehilangan
tulang terjadi ketika keseimbangan ini berubah, sehingga pemindahan tulang
berjumlah lebih besar daripada penggantian tulang. Ketidakseimbangan ini dapat
terjadi karena adanya menopause dan bertambahnya usia.
20
Pemahaman patogenesis osteoporosis primer sebagian besar masih
deskriptif. Penurunan massa tulang dan kerapuhan meningkat dapat terjadi karena
kegagalan untuk mencapai puncak massa tulang yang optimal, kehilangan tulang
yang diakibatkan oleh resoprsi tulang meningkat, atau penggantian kehilangan
tulang yang tidak adekuat sebagai akibat menurunnya pembentukan tulang. Selain
itu, analisis patogenesis osteoporosis harus mempertimbangkan heterogenitas
ekspresi klinis.
21


2.5 Patofisiologi Osteoporosis
Penyebab utama osteoporosis adalah gangguan dalam remodeling tulang
sehingga mengakibatkan kerapuhan tulang. Terjadinya osteoporosis secara seluler
disebabkan oleh karena jumlah dan aktivitas sel osteoklas melebihi dari jumlah
dan aktivitas sel osteoblas (sel pembentukan tulang). Keadaan ini mengakibatkan
penurunan massa tulang.
22, 23

12



Selama pertumbuhan, rangka tubuh meningkat dalam ukuran dengan
pertumbuhan linier dan dengan aposisi dari jaringan tulang baru pada permukaan
luar korteks.
22
Remodeling tulang mempunyai dua fungsi utama : (1) untuk
memperbaiki kerusakan mikro di dalam tulang rangka untuk mempertahankan
kekuatan tulang rangka, dan (2) untuk mensuplai kalsium dari tulang rangka untuk
mempertahankan kalsium serum. Remodeling dapat diaktifkan oleh kerusakan
mikro pada tulang sebagai hasil dari kelebihan atau akumulasi stress. Kebutuhan
akut kalsium melibatkan resorpsi yang dimediasi-osteoklas sebagaimana juga
transpor kalsium oleh osteosit. Kebutuhan kronik kalsium menyebabkan
hiperparatiroidisme sekunder, peningkatan remodeling tulang, dan kehilangan
jaringan tulang secara keseluruhan.
11

Remodeling tulang juga diatur oleh beberapa hormon yang bersirkulasi,
termasuk estrogen, androgen, vitamin D, dan hormon paratiroid (PTH), demikian
juga faktor pertumbuhan yang diproduksi lokal seperti IGF-I dan IGFII,
transforming growth factor (TGF), parathyroid hormone-related peptide
(PTHrP), ILs, prostaglandin, dan anggota superfamili tumor necrosis factor
(TNF). Faktor-faktor ini secara primer memodulasi kecepatan dimana tempat
remodeling baru teraktivasi, suatu proses yang menghasilkan resorpsi tulang oleh
osteoklas, diikuti oleh suatu periode perbaikan selama jaringan tulang baru
disintesis oleh osteoblas. Sitokin bertanggung jawab untuk komunikasi di antara
osteoblas, sel-sel sumsum tulang lain, dan osteoklas telah diidentifikasi sebagai
RANK ligan (reseptor aktivator dari NF-kappa-B; RANKL). RANKL, anggota
dari keluarga TNF, disekresikan oleh oesteoblas dan sel-sel tertentu dari sistem
13



imun. Reseptor osteoklas untuk protein ini disebut sebagai RANK. Aktivasi
RANK oleh RANKL merupakan suatu jalur final umum dalam perkembangan dan
aktivasi osteoklas. Umpan humoral untuk RANKL, juga disekresikan oleh
osteoblas, disebut sebagai osteoprotegerin. Modulasi perekrutan dan aktivitas
osteoklas tampaknya berkaitan dengan interaksi antara tiga faktor ini. Pengaruh
tambahan termasuk gizi (khususnya asupan kalsium) dan tingkat aktivitas fisik.
11

Ekspresi RANKL diinduksi di osteoblas, sel-T teraktivasi, fibroblas
sinovial, dan sel-sel stroma sumsum tulang. Ia terikat ke reseptor ikatan-membran
RANK untuk memicu diferensiasi, aktivasi, dan survival osteoklas. Sebaliknya
ekspresi osteoproteregin (OPG) diinduksi oleh faktor-faktor yang menghambat
katabolisme tulang dan memicu efek anabolik. OPG mengikat dan menetralisir
RANKL, memicu hambatan osteoklastogenesis dan menurunkan survival
osteoklas yang sebelumnya sudah ada. RANKL, aktivator reseptor faktor inti
NBF; PTH, hormon paratiroid; PGE2, prostaglandin E2; TNF, tumor necrosis
factor; LIF, leukemia inhibitory factor; TP, thrombospondin; PDGF, platelet-
derived growth factor; OPG-L, osteoprotegerin-ligand; IL, interleukin; TGF-,
transforming growth factor.
11

Pada dewasa muda tulang yang diresorpsi digantikan oleh jumlah yang
seimbang jaringan tulang baru. Massa tulang rangka tetap konstan setelah massa
puncak tulang sudah tercapai pada masa dewasa. Setelah usia 30 - 45 tahun,
proses resorpsi dan formasi menjadi tidak seimbang, dan resorpsi melebih
formasi. Ketidakseimbangan ini dapat dimulai pada usia yang berbeda dan
bervariasi pada lokasi tulang rangka yang berbeda; ketidakseimbangan ini
14



terlebih-lebih pada wanita setelah menopause. Kehilangan massa tulang yang
berlebih dapat disebabkan peningkatan aktivitas osteoklas dan atau suatu
penurunan aktivitas osteoblas. Peningkatan rekrutmen lokasi remodeling tulang
membuat pengurangan reversibel pada jaringan tulang tetapi dapat juga
menghasilkan kehilangan jaringan tulang dan kekuatan biomekanik tulang
panjang.
11


2.6 Faktor Risiko Osteoporosis
1) Usia
Semua bagian tubuh berubah seiring dengan bertambahnya usia,
begitu juga dengan rangka tubuh. Mulai dari lahir sampai kira-kira usia 30
tahun, jaringan tulang yang dibuat lebih banyak daripada yang hilang.
Tetapi setelah usia 30 tahun situasi berbalik, yaitu jaringan tulang yang
hilang lebih banyak daripada yang dibuat.
24

Tulang mempunyai 3 permukaan, atau bisa disebut juga dengan
envelope, dan setiap permukaan memiliki bentuk anatomi yang berbeda.
Permukaan tulang yang menghadap lubang sumsum tulang disebut dengan
endosteal envelope, permukaan luarnya disebut periosteal envelope, dan
diantara keduanya terdapat intracortical envelope. Ketika masa kanak-
kanak, tulang baru terbentuk pada periosteal envelope. Anak- anak tumbuh
karena jumlah yang terbentuk dalam periosteum melebihi apa yang
dipisahkan pada permukaan endosteal dari tulang kortikal. Pada anak
remaja, pertumbuhan menjadi semakin cepat karena meningkatnya produksi
15



hormon seks. Seiring dengan meningkatnya usia, pertumbuhan tulang akan
semakin berkurang.
24

Proporsi osteoporosis lebih rendah pada kelompok lansia dini (usia
55-65 tahun) daripada lansia lanjut (usia 65-85 tahun). Peningkatan usia
memiliki hubungan dengan kejadian osteoporosis. Jadi terdapat hubungan
antara osteoporosis dengan peningkatan usia. Begitu juga dengan fraktur
osteoporotik akan meningkat dengan bertambahnya usia. Insiden fraktur
pergelangan tangan meningkat secara bermakna setelah umur 50, fraktur
vertebra meningkat setelah umur 60, dan fraktur panggul sekitar umur 70.
9


2) Jenis Kelamin
Jenis kelamin juga merupakan salah satu faktor risiko terjadinya
osteoporosis. Wanita secara signifikan memilki risiko yang lebih tinggi
untuk terjadinya osteoporosis. Pada osteoporosis primer, perbandingan
antara wanita dan pria adalah 5 : 1. Pria memiliki prevalensi yang lebih
tinggi untuk terjadinya osteoporosis sekunder, yaitu sekitar 40-60%, karena
akibat dari hipogonadisme, konsumsi alkohol, atau pemakaian
kortikosteroid yang berlebihan.
25
Secara keseluruhan perbandingan wanita
dan pria adalah 4 : 1.
26

3) Ras
Pada umumnya ras Afrika-Amerika memiliki massa tulang
tertinggi, sedangkan ras kulit putih terutama Eropa Utara, memiliki massa
tulang terendah. Massa tulang pada ras campuran Asia-Amerika berada di
16



antara keduanya.(24) Penelitian menunjukkan bahwa, bahkan pada usia
muda terdapat perbedaan antara anak Afrika-Amerika dan anak kulit putih.
Wanita Afrika-Amerika umumnya memiliki massa otot yang lebih tinggi.
Massa tulang dan massa otot memiliki kaitan yang sangat erat, dimana
semakin berat otot, tekanan pada tulang semakin tinggi sehingga tulang
semakin besar. Penurunan massa tulang pada wanita Afrika-Amerika yang
semua cenderung lebih lambat daripada wanita berkulit putih. Hal ini
mungkin disebabkan oleh perbedaan hormon di antara kedua ras tersebut.
24

Beberapa penelitian lain juga menunjukkan bahwa wanita yang
berasal dari negara-negara Eropa Utara, Jepang, dan Cina lebih mudah
terkena osteoporosis daripada yang berasal dari Afrika, Spanyol, atau
Mediterania.
24


4) Riwayat Keluarga
Faktor genetika juga memiliki kontribusi terhadap massa tulang.
Penelitian terhadap pasangan kembar menunjukkan bahwa puncak massa
tulang di bagian pinggul dan tulang punggung sangat bergantung pada
genetika. Anak perempuan dari wanita yang mengalami patah tulang
osteoporosis rata-rata memiliki massa tulang yang lebih rendah daripada
anak seusia mereka (kira-kira 3-7 % lebih rendah). Riwayat adanya
osteoporosis dalam keluarga sangat bermanfaat dalam menentukan risiko
seseorang mengalami patah tulang.
9, 24



17




5) Indeks Massa Tubuh
Berat badan yang ringan, indeks massa tubuh yang rendah, dan
kekuatan tulang yang menurun memiliki risiko yang lebih tinggi terhadap
berkurangnya massa tulang pada semua bagian tubuh wanita. Beberapa
penelitian menyimpulkan bahwa efek berat badan terhadap massa tulang
lebih besar pada bagian tubuh yang menopang berat badan, misalnya pada
tulang femur atau tibia.
24

Estrogen tidak hanya dihasilkan oleh ovarium, namun juga bisa
dihasilkan oleh kelenar adrenal dan dari jaringan lemak. Jaringan lemak atau
adiposa dapat mengubah hormon androgen menjadi estrogen. Semakin
banyak jaringan lemak yang dimiliki oleh wanita, semakin banyak hormon
estrogen yang dapat diproduksi. Penurunan massa tulang pada wanita yang
kelebihan berat badan dan memiliki kadar lemak yang tinggi, pada
umumnya akan lebih kecil. Adanya penumpukan jaringan lunak dapat
melindungi rangka tubuh dari trauma dan patah tulang.
24


6) Aktifitas Fisik
Latihan beban akan memberikan penekanan pada rangka tulang dan
menyebabkan tulang berkontraksi sehingga merangsang pembentukan
tulang. Kurang aktifitas karena istirahat di tempat tidur yang
berkepanjangan dapat mengurangi massa tulang. Hidup dengan aktifitas
fisik yang cukup dapat menghasilkan massa tulang yang lebih besar. Itulah
sebabnya seorang atlet memiliki massa tulang yang lebih besar
18



dibandingkan yang non-atlet. Proporsi osteoporosis seseorang yang
memiliki tingkat aktivitas fisik dan beban pekerjaan harian tinggi saat
berusia 25 sampai 55 tahun cenderung sedikit lebih rendah daripada
yang memiliki aktifitas fisik tingkat sedang dan rendah.
24


7) Pil KB
Terdapat beberapa bukti bahwa wanita yang menggunakan pil KB
untuk waktu yang lama memiliki tulang yang lebih kuat daripada yang tidak
mengkonsumsinya. Kontrasepsi oral mengandung kombinasi estrogen dan
progesteron, dan keduanya dapat meningkatkan massa tulang. Hormon
tersebut dapat melindungi wanita dari berkurangnya massa tulang dan
bahkan merangsang pembentukan tulang.
24


8) Densitas Tulang
Densitas masa tulang juga berhubungan dengan risiko terjadinya
fraktur. Setiap penurunan 1 SD, berhubungan dengan risiko peningkatan
fraktur sebesar 1,5 - 3,0 kali. Faktor usia juga menjadi pertimbangan dalam
menentukan besarnya risiko menurut densitas tulang.
9


9) Penggunan kortikosteroid
Kortikosteroid banyak digunakan untuk mengatasi berbagai
penyakit, terutama penyakit autoimun, namun kortikosteroid yang
digunakan dalam jangka panjang dapat menyebabkan terjadinya
19



osteoporosis sekunder dan fraktur osteoporotik. Kortikosteroid dapat
menginduksi terjadinya osteoporosis bila dikonsumsi lebih dari 7,5 mg per
hari selama lebih dari 3 bulan.
27

Kortikosteroid akan menyebabkan gangguan absorbsi kalsium di
usus, dan peningkatan ekskresi kalsium pada ginjal, sehingga akan terjadi
hipokalsemia.
24
Selain berdampak pada absorbsi kalsium dan ekskresi
kalsium , kortikosteroid juga akan menyebabkan penekanan terhadap
hormon gonadotropin, sehingga produksi estrogen akan menurun dan
akhirnya akan terjadi peningkatan kerja osteoklas. Kortikosteroid juga akan
menghambat kerja osteoblas, sehingga penurunan formasi tulang akan
terjadi. Dengan terjadinya peningkatan kerja osteoklas dan penurunan kerja
dari osteoblas, maka akan terjadi osteoporosis yang progresif.
24


10) Menopause
Wanita yang memasuki masa menopause akan terjadi fungsi
ovarium yang menurun sehingga produksi hormon estrogen dan progesteron
juga menurun. Ketika tingkat estrogen menurun, siklus remodeling tulang
berubah dan pengurangan jaringan tulang akan dimulai.
24

Salah satu fungsi estrogen adalah mempertahankan tingkat
remodeling tulang yang normal. Tingkat resorpsi tulang akan menjadi lebih
tinggi daripada formasi tulang, yang mengakibatkan berkurangnya massa
tulang. Sangat berpengaruh terhadap kondisi ini adalah tulang trabekular
karena tingkat turnover yang tinggi dan tulang ini sangat rentan terhadap
defisiensi estrogen. Tulang trabekular akan menjadi tipis dan akhirnya
20



berlubang atau terlepas dari jaringan sekitarnya. Ketika cukup banyak
tulang yang terlepas, tulang trabekular akan melemah.
24


11) Merokok
Tembakau dapat meracuni tulang dan juga menurunkan kadar
estrogen, sehingga kadar estrogen pada orang yang merokok akan
cenderung lebih rendah daripada yang tidak merokok. Wanita pasca
menopause yang merokok dan mendapatkan tambahan estrogen masih akan
kehilangan massa tulang. Berat badan perokok juga lebih ringan dan dapat
mengalami menopause dini ( kira-kira 5 tahun lebih awal ), daripada non-
perokok. Dapat diartikan bahwa wanita yang merokok memiliki risiko lebih
tinggi untuk terjadinya osteoporosis dibandingkan wanita yang tidak
merokok.
24


12) Konsumsi alkohol
Konsumsi alkohol yang berlebihan selama bertahun-tahun
mengakibatkan berkurangnya massa tulang. Kebiasaan meminum alkohol
lebih dari 750 mL per minggu mempunyai peranan penting dalam
penurunan densitas tulang.
28,29

Alkohol dapat secara langsung meracuni jaringan tulang atau
mengurangi massa tulang karena adanya nutrisi yang buruk. Hal ini
disebabkan karena pada orang yang selalu menonsumsi alkohol biasanya
tidak mengkonsumsi makanan yang sehat dan mendapatkan hampir seluruh
kalori dari alkohol. Disamping akibat dari defisiensi nutrisi, kekurangan
21



vitamin D juga disebabkan oleh terganggunya metabolisme di dalam hepar,
karena pada konsumsi alkohol berlebih akan menyebabkan gangguan fungsi
hepar.
24

13) Riwayat Fraktur
Beberapa penelitian sebelumnya telah menyebutkan bahwa,
riwayat fraktur merupakan salah satu faktor risiko osteoporosis.
10

2.7 Pendekatan Diagnosis Osteoporosis
1) Anamnesis
Anamnesis mempunyai peranan penting dalam evaluasi penderita
osteoporosis. Keluhan-keluhan utama yang dapat mengarah kepada
diagnosis, seperti misalnya bowing leg dapat mengarah pada diagnosis riket,
kesemutan dan rasa kebal di sekitar mulut dan ujung jari yang terjadi pada
hipokalsemia. Pada anak-anak, gangguan pertumbuhan atau tubuh pendek,
nyeri tulang, dan kelemahan otot, waddling gait, dan kalsifikasi
ekstraskeletal dapat mengarah pada penyakit tulang metabolik.
Selain dengan anamnesis keluhan utama, pendekatan menuju
diagnosis juga dapat dibantu dengan adanya riwayat fraktur yang terjadi
karena trauma minimal, adanya faktor imobilisasi lama, penurunan tinggi
badan pada orang tua, kurangnya paparan sinar matahari, asupan kalsium,
fosfor dan vitamin D, dan faktor-faktor risiko lainnya.
Obat-obatan yang dikonsumsi dalam jangka panjang juga dapat
digunakan untuk menunjang anamnesis, yaitu misalnya konsumsi
kortikosteroid, hormon tiroid, antikonvulsan, heparin. Selain konsumsi obat-
22



obatan, juga konsumsi alkohol jangka panjang dan merokok. Tidak kalah
pentingnya, yaitu adanya riwayat keluarga yang pernah menderita
osteoporosis.
17

2) Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik yang harus diukur adalah tinggi badan dan
berat badan, demikian juga dengan gaya jalan penderita, deformitas tulang,
leg-lenght inequality , dan nyeri spinal.
Hipokalsemia yang terjadi dapat ditandai oleh adanya iritasi
muskuloskeletal, yaitu berupa tetani. Adduksi jempol tangan juga dapat
dijumpai, fleksi sendi metacarpophalangeal, dan ekstensi sendi interphalang.
Penderita dengan osteoporosis sering menunjukkan kifosis dorsal
atau gibbus (Dowagers hump) dan penurunan tinggi badan. Selain itu juga
didapatkan protuberansia abdomen, spasme otot paravertebral, dan kulit
yang tipis (tanda McConkey).
17


3) Pemeriksaan laboratorium
Manfaat dari adanya pemeriksaan petanda biokimia tulang adalah
dapat memprediksi adanya kehilangan massa tulang dan adanya risiko
fraktur, untuk menyeleksi pasien yang membutuhkan terapi antiresorpstif,
dan untuk mengevaluasi efektifitas terapi.
17

Pemeriksaan ini digunakan untuk menunjang diagnosis
osteoporosis yaitu dengan menggunakan berbagai petanda biokimiawi untuk
menentukan bone turnover kalsium, dan fosfatase alkali serum yang semula
23



dianggap merupakan petanda turnover tulang yang baik, ternyata kadarnya
dalam darah normal. Pemeriksaan biokimiawi tulang lainnya yaitu kalsium
total dalam serum, ion kalsium, kadar fosfor dalam serum, kalsium urin,
osteokalsin serum, fosfat serum, piridinolin urin, dan bila perlu hormon
paratiroid dan vitamin D. Dengan penelitian yang ada, saat ini yang
dianggap sebagai petanda turnover tulang yang baik adalah :
Sebagai penanda pembentukan tulang:
11,15,22

- Osteokalsin (= bone GLA protein) serum.
- Isoenzim fosfatase alkali.
Sedangkan sebagai penanda reabsorpsi tulang adalah :
11

- Piridinolin dan deoksi-piridinolin cross-link urin.
- Hidroksiprolin urin.
Walaupun aspek dinamik tulang dan dari segi deteksi dini
pemeriksaan ini memenuhi syarat, akan tetapi mengingat biaya pemeriksaan
yang cukup mahal, pemeriksaan ini tidak begitu banyak dilakukan.
11,15,22
Kalsium serum terdiri dari 3 fraksi, yaitu kalsium yang terikat pada
albumin (40%), kalsium ion (48%), dan kalsium kompleks (12%). Kalsium
yang terikat pada albumin tidak dapat difiltrasi oleh glomerulus. Keadaan
yang dapat mempengaruhi kadar albumin serum, seperti sirosis hepatik dan
sindrom nefrotik akan mempengaruhi kadar kalsium total serum. Ikatan
kalsium pada albumin sangat baik terjadi pada pH 7-8. Peningkatan dan
penurunan pH 0,1 secara akut akan menurunkan ikatan kalsium pada
24



albumin sekitar 0,12 mg/dl. Pada penderita hipokalsemia dengan asidosis
metabolik yang berat, misalnya pada penderita gagal ginjal, koreksi
asidemia yang cepat dengan natrium bikarbonat akan dapat menyebabkan
tetani karena kadar kalsium akan menurun dengan drastis.
17

Pemeriksaan ion kalsium lebih bermakna dibandingkan dengan
pemeriksaan kadar kalsium total. Ion kalsium merupakan fraksi kalsium
plasma yang penting pada proses-proses fisiologik, seperti pada kontraksi
otot, pembekuan darah, sekresi hormon paratiroid, dan mineralisasi tulang
17

Osteokalsin merupakan salah satu tanda dari aktifitas osteoblas dan
formasi tulang. Selain sebagai petanda aktifitas formasi, osteokalsin juga
dilepaskan pada saat proses resorpsi tulang, sehingga kadarnya dalam serum
tidak hanya menunjukkan aktifitas formasi, namun juga aktifitas resorpsi.
Kadar osteokalsin dalam matriks akan meningkat bersamaan dengan
peningkatan hidroksiapatit selama pertumbuhan tulang.
17

Carboxy-terminal propeptide of type I collagen dan amino-terminal
propeptide of type I collagen merupakan bagian dari petanda adanya proses
formasi tulang karena sebagian besar protein yang dihasilkan oleh osteoblas
adalah kolagen tipe I, namun kolagen tipe I juga dihasilkan oleh kulit,
sehingga penggunaannya di klinik tidak sebaik alkali fosfatase tulang
ataupun osteokalsin.
17

Produk degradasi kolagen yaitu hidroksilisil-piridinolin
(piridinolin), dan lisil-piridinolin (deoksipiridinolin). Pada saat tulang di
25



resorpsi, produk degradasi kolagen akan dilepaskan ke dalam darah, dan
akhirnya akan diekskresi lewat ginjal. Piridinolin lebih banyak ditemukan di
dalam ginjal daripada deoksipiridinolin, akan tetapi deoksipiridinolin lebih
spesifik karena piridinolin juga ditemukan dalam kolagen tipe II pada sendi
dan jaringan ikat lainnya.
17

Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam pemeriksaan
petanda biokimia tulang, yaitu:
Petanda biokimia tulang diukur dalam urin, sehingga perlu
memperhatikan kadar kreatinin dalam darah dan urin karena akan
mempengaruhi hasil pemeriksaan.
Petanda biokimia tulang dipengaruhi umur, karena pada usia
muda terjadi peningkatan bone-turnover.
Terdapat perbedaan hasil pada penyakit-penyakit tertentu,
misalnya penyakit paget hasil alkali fosfatase tulang akan lebih tinggi
dibandingkan osteokalsin, terapi bifosfonat akan menurunkan kadar
piridinolin dan deoksipiridinolin yang terikat protein tanpa perubahan
ekskresi, terapi estrogen akan menurunkan ekskresi piridinolin dan
deoksipiridinolin urin bebas maupun yang terikat protein.

4) Pemeriksaan Radiologik
Gambaran radiologik yang khas pada osteoporosis adalah adanya
penipisan korteks dan daerah trabekular yang lebih lusen. Hal ini akan
tampak jelas pada tulang-tulang vertebra yang memberikan gambaran
26



picture-frame vertebra. Pada pemeriksaan radiologik tulang vertebra sangat
baik untuk menemukan adanya fraktur kompresi, fraktur baji atau fraktur
bikonkaf. Pada anak-anak, fraktur kompresi dapat timbul spontan dan
berhubungan dengan osteoporosis yang berat, misalnya pada osteogenesis
imperfekta, riketsia, artritis rheumatoid juvenil, penyakit Crohn atau
penggunaan steroid jangka panjang. Bowing deformity pada tulang panjang
sering didapatkan pada anak-anak dengan osteogenesis imperfekta, riketsia,
dan displasia fibrosa.
Selain dengan memeriksa foto polos, dapat dilakukan juga
skintigrafi tulang dengan menggunakan Technetium-99m yang dilabel pada
metilen difosfonat atau hidroksi metilen difosfonat. Diagnosis ditegakkan
dengan mencari uptake yang meningkat, baik secara umum maupun fokal.

5) Pemeriksaan densitas tulang
Massa tulang yang rendah merupakan faktor utama terjadinya
osteoporosis. Terdapat hubungan berkebalikan antara BMD dengan
kecenderungan patah tulang. BMD merupakan indikator utama risiko patah
tulang pada pasien tanpa riwayat patah tulang sebelumnya.
11

Terdapat berbagai cara pemeriksaan densitas tulang, yaitu : Foto
rontgen tulang absorpsiometri foton tunggal (SPA), absorpsi foton Ganda
(DPA), tomografi komputer kuantitatif (CT SCAN) DPA dengan energi
sinar X ganda (DEXA) atau dengan ultrasound. Saat ini yang terbanyak
dipakai, walaupun harganya cukup mahal adalah DPA dan DEXA, (DEXA
27



merupakan gold standard sesuai rekomendasi WHO). Kekurangan cara
pemeriksaan ini adalah tidak dapat menggambarkan keadaan dinamik
tulang, walaupun dapat diatasi dengan mengadakan pemeriksaan
serial.
11,15,22,30,31
Ukuran dual-energy x-ray absorptiometry (DEXA) dari tulang
pinggul dan tulang belakang merupakan teknologi yang dipakai untuk
menetapkan atau mengkonfirmasi diagnosis osteoporosis, prediksi risiko
fraktur yang akan datang dan monitoring pasien yang untuk menilai
performa serial. Hasil pengukuran DEXA berupa densitas mineral tulang
yang dinilai satuan bentuk gram per cm
2
, kandungan mineral dalam satuan
gram, perbandingan densitas tulang dengan nilai normal rata-rata densitas
tulang pada orang seusia dan dewasa muda yang dinyatakan dalam
persentase, atau perbandingan hasil densitas mineral tulang dengan nilai
normal rata-rata densitas tulang pada orang seusia dan dewasa muda yang
dinyatakan dalam skor standar deviasi (Z-score atau T-score).
30

Pengukuran BMD sering dilakukan dengan T-score yaitu angka
deviasi antara BMD pasien dengan puncak BMD rata-rata pada subjek yang
normal dengan jenis kelamin sama. Ukuran BMD lain yaitu Z-score, dimana
ukuran standar deviasi pada BMD pasien dengan BMD pada usia yang
sama.
31

Perbedaaan antara skor pasien dan normal menunjukkan standar
deviasi (SD) dibawah atau diatas rata-rata. Biasanya, 1 standar deviasi
28



antara dengan 10 - 15% ukuran BMD dalam g/cm
2
. Tergantung pada bagian
tulang, penurunan BMD dalam massa absolut tulang atau standar deviasi
(T-score atau Z-score) yang berlangsung selama dewasa muda,
mempercepat pada wanita menopause dan berlanjut secara progresif pada
wanita pasca menopause atau pria usia 50 tahun atau lebih. Diagnosis BMD
normal, massa tulang rendah, osteoporosis dan osteoporosis berat
didasarkan berdasarkan klasifikasi diagnostik WHO.
31,32

Tabel 2. Kriteria Osteoporosis Menurut WHO
Normal :
BMD lebih dari -1 Standar Deviations (SD) dari
dewasa muda normal (T-score above -1).
Low bone mass ( osteopenia ):
BMD -1 sampai -2,5 SD dibawah dari dewasa muda
normal (T-score between -1.0 and -2.5).
Osteoporosis:
BMD > 2,5 SD dibawah dari dewasa muda normal (T-
score below -2.5). Pasien di grup ini yang mempunyai riwayat
1 fraktur atau lebih dianggap sebagai osteoporosis berat atau
osteoporosis yang tidak bisa disangkal.


29



6) Biopsi Tulang
Cara ini dapat menunjukkan adanya osteoporosis serta proses
dinamik tulang, akan tetapi karena bersifat invasif sehingga tidak dapat
dipakai sebagai prosedur rutin, baik untuk uji saring (penentuan risiko) atau
untuk pemantauan pengobatan. Biopsi tulang dapat digunakan untuk menilai
kelainan metabolik tulang. Biopsi biasanya dilakukan di transiliakal.
15,33




30

BAB III
KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP, HIPOTESIS

3.1 Kerangka Teori


















Gambar 1. Kerangka teori
Usia
Osteoporosis
Faktor Risiko
yang tidak dapat
dimodifikasi
Jenis Kelamin
Ras
Riwayat Keluarga
Riwayat fraktur
Indeks Massa Tubuh
Hormon estrogen
Aktifitas fisik kurang
Konsumsi steroid
jangka panjang
Konsumsi alkohol
berlebih
Kebiasaan merokok
Gagal ginjal kronik

Menopause dini
Diabetes melitus
Sirosis hepatis
Hipertiroid
Faktor Risiko
yang dapat
dimodifikasi
31


3.2 Kerangka konsep











Gambar 2. Kerangka konsep

Usia

Osteoporosis
Riwayat keluarga
Riwayat fraktur
Indeks massa tubuh
Konsumsi steroid
jangka panjang
Konsumsi alkohol
Kebiasaan merokok
Faktor risiko tidak
dapat dimodifikasi
Diabetes melitus
Faktor risiko dapat
dimodifikasi
Jenis Kelamin
Menopause dini
Sirosis hepatis
Hipertiroid
Gagal ginjal kronik
32


3.3 Hipotesis
1) Usia lebih dari 50 tahun merupakan faktor risiko terjadinya osteoporosis.
2) Jenis kelamin merupakan faktor risiko terjadinya osteoporosis.
3) Indeks massa tubuh yang kurang dari normal merupakan faktor risiko
terjadinya osteoporosis.
4) Adanya riwayat keluarga yang menderita osteoporosis merupakan faktor
risiko terjadinya osteoporosis.
5) Adanya riwayat fraktur merupakan faktor risiko terjadinya osteoporosis.
6) Penggunaan kortikosteroid jangka panjang merupakan faktor risiko
terjadinya osteoporosis.
7) Konsumsi alkohol merupakan faktor risiko terjadinya osteoporosis.
8) Kebiasaan merokok merupakan faktor risiko terjadinya osteoporosis.
9) Menopause dini merupakan faktor risiko terjadinya osteoporosis.
10) Diabetes melitus merupakan faktor risiko terjadinya osteoporosis.
11) Sirosis hepatis merupakan faktor risiko terjadinya osteoporosis.
12) Hipertiroid merupakan faktor risiko terjadinya osteoporosis.
13) Gagal ginjal kronik merupakan faktor risiko terjadinya osteoporosis.






33

BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN

4.1 Ruang Lingkup Penelitian
4.1.1 Ruang lingkup keilmuan
Ruang lingkup keilmuan dalam penelitian ini adalah bidang Ilmu
Penyakit Dalam.
4.1.2 Ruang lingkup tempat
Penelitian ini dilakukan di RSUP Dr. Kariadi Semarang.

4.2 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan dari bulan Maret sampai dengan Juli 2012 di RSUP
Dr. Kariadi Semarang.

4.3 Jenis dan Rancangan Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian observasional dengan pendekatan kasus
kontrol dengan menggunakan catatan medik di RSUP Dr. Kariadi Semarang
periode bulan Januari 2008 Desember 2011dan data dari hasil wawancara,

4.4 Populasi dan Sampel Penelitian
4.4.1 Populasi Target
Populasi target pada penelitian ini adalah semua pasien dengan usia
diatas 50 tahun.
34



4.4.2 Populasi Terjangkau
Populasi terjangkau pada penelitian ini adalah semua pasien dengan usia
diatas 50 tahun yang diperiksa di RSUP Dr. Kariadi Semarang selama
periode bulan Januari 2008 Desember 2011.

4.4.3 Sampel
Sampel penelitian ini adalah semua pasien dengan usia diatas 50 tahun
yang diperiksa dengan dual-energy x-ray absorptiometry (DEXA) di
RSUP Dr. Kariadi Semarang selama bulan Januari 2008 Desember
2011 dan memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi.
4.4.3.1 Kriteria Inklusi
Kasus :
1) Pasien berusia lebih dari 50 tahun.
2) Pasien yang memiliki data Bone Mineral Density (BMD)
3) Pasien yang menderita osteoporosis sesuai dengan kriteria WHO,
yaitu pasien dengan hasil BMD <-2,5 SD dari skor T (T-score below -
2.5).
Kontrol :
1) Pasien berusia lebih dari 50 tahun.
2) Pasien memiliki data Bone Mineral density (BMD)
3) Pasien yang tidak menderita osteoporosis, yaitu pasien dengan hasil
BMD -2,5 SD dari skor T (T-score at or above -2,5 SD).

35



4.4.3.2 Kriteria Eksklusi
1) Pasien yang bertempat tinggal di luar Semarang.
2) Pasien menolak untuk diikutsertakan dalam penelitian.
3) Pasien telah meninggal dunia.

4.4.4 Cara Sampling
Pengambilan sampel menggunakan teknik consecutive sampling.

4.4.5 Besar Sampel
Besar sampel dihitung berdasarkan rumus untuk kasus kontrol.
n
1
= n
2
=
Z2PQ + ZP
1
Q
1
+ P
2
Q
2

2
P
1
P
2

2

n
1
= n
2
=
1,962x0,42x0,58 + 0,8420,62x0,38 +0,23x0,77
2
0,62 0,23
2

n
1
= n
2
= 24
Berdasarkan hasil perhitungan tersebut, dibutuhkan 24 sampel untuk
kelompok kasus dan 24 sampel untuk kelompok kontrol, sehingga besar
sampel total adalah 48 subyek penelitian.

36



4.5 Variabel Penelitian
4.5.1 Variabel Bebas
1) Usia
2) Jenis Kelamin
3) Indeks Massa Tubuh
4) Riwayat keluarga
5) Riwayat fraktur
6) Penggunaan kortikosteroid jangka panjang
7) Konsumsi alkohol
8) Kebiasaan merokok
9) Menopause dini
10) Diabetes melitus
11) Sirosis hepatis
12) Hipertiroid
13) Gagal ginjal kronik

4.5.2 Variabel Terikat
Variabel terikat dalam penelitian ini adalah osteoporosis dengan skala
nominal.

37



4.6 Definisi Operasional
Tabel 3. Definisi operasional
No Variabel Unit Skala
1. Usia
Usia adalah usia kronologis
pasien yang diukur pada saat
dilakukan pemeriksaan DEXA,
dikategorikan dalam:
1) 51-65 tahun
2) 66 tahun
Cara pengukuran data didapatkan
melalui catatan medik pasien.

Tahun Nominal
2 Jenis Kelamin
Data jenis kelamin didapatkan
dari data identitas pasien pada
rekam medik, dikategorikan
dalam:
1) Pria
2) Wanita

- Nominal
3. Riwayat keluarga
Riwayat keluarga adalah adanya
riwayat terjadinya osteoporosis
pada keluarga. Data diperoleh
melalui wawancara dan
dikategorikan dalam:
1) Ya
2) Tidak

- Nominal
4. Indeks massa tubuh
Indeks massa tubuh dihitung
berdasarkan rumus:
Berat badan (kg)
Tinggi badan (m
2
)
Berat badan dan tinggi badan
yang digunakan adalah data saat
pasien tersebut datang pertama
kali, yaitu yang tercatat dalam
rekam medik. Indeks massa tubuh
dikategorikan dalam:
1) < 18 kg/m
2

2) 18 kg/m
2

kg/m
2
Nominal
38



Tabel 3. Definisi Operasional (lanjutan)
5. Riwayat Fraktur
Riwayat fraktur adalah adanya
riwayat terjadinya fraktur
sebelumnya. Data diperoleh
melalui wawancara dan
dikategorikan dalam:
1) Ya
2) Tidak

- Nominal
6. Penggunaan kortikosteroid jangka
panjang
Penggunaan kortikostreoid jangka
panjang adalah penggunaan
kortikosteroid lebih dari 3 bulan
dengan dosis lebih dari 7,5 mg
per hari.(27) Cara pengukuran
diperoleh melalui wawancara dan
dikategorikan dalam:
1) Ya
2) Tidak

- Nominal
7. Konsumsi alkohol
Konsumsi alkohol adalah
penggunaan alkohol lebih dari
750 mL per minggu.(28, 29) Cara
pengukuran diperoleh melalui
wawancara dan dikategorikan
dalam:
1) Ya
2) Tidak

mL Nominal
8 Kebiasaan merokok
Kebiasaan merokok adalah
merokok secara aktif selama
minimal 1 tahun. Data diperoleh
melalui wawancara dan
dikategorikan dalam:
1) Ya
2) Tidak

- Nominal



39



Tabel 3. Definisi Operasional (lanjutan)
9. Menopause dini
Menopause dini adalah usia
menopause kurang dari normal,
yaitu kurang dari 45 tahun.(24)
Data diperoleh melalui
wawancara dan dikategorikan
dalam :
1) Ya
2) Tidak

Tahun Nominal
10. Penyakit sistemik
Penyakit sistemik adalah penyakit
yang dapat mempengaruhi semua
sistem organ tubuh.
Penyakit sistemik yang diteliti
adalah diabetes melitus, sirosis
hepatis, hipertiroid, dan gagal
ginjal kronik.
Data diperoleh melalui
wawancara dan dikategorikan
dalam :
1) Ada
2) Tidak

- Nominal

4.7 Cara Pengumpulan Data
4.7.1 Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang
diperoleh dari catatan medik di RSUP Dr. Kariadi Semarang periode
Januari 2008 - Desember 2011 dan data primer dari hasil wawancara.

4.7.2 Alat
Alat yang digunakan adalah alat tulis untuk mencatat data dan komputer
untuk mengolah dan memproses data.
40



4.7.3 Jenis Data
Jenis data yang digunakan adalah data primer dan sekunder. Data primer
didapatkan melalui hasil wawancara dan data sekunder yang didapatkan
dari catatan medik pasien RSUP Dr. Kariadi Semarang.

4.7.4 Cara Kerja
Peneliti mengunjungi bagian rekam medik untuk mengumpulkan data
pasien yang sesuai dengan kriteria inklusi dan eksklusi dan melakukan
sampling untuk mendapatkan subyek penelitian sesuai jumlah sampel
minimal. Data yang bisa di dapatkan dari catatan medik yaitu usia, jenis
kelamin, indeks massa tubuh, sedangkan data lain yaitu riwayat keluarga,
riwayat fraktur, konsumsi alkohol, kebiasaan merokok, penggunaan
steroid jangka panjang, menopause dini, dan adanya penyakit diabetes
melitus, sirosis hepatis, hipertiroid, dan gagal ginjal kronik di dapatkan
melalui wawancara langsung kepada pasien setelah dilakukan informed
consent. Data yang didapat melalui wawancara dan catatan medik
kemudian dikumpulkan dan dilakukan pengolahan data dengan
menggunakan komputer untuk kemudian dilakukan analisis data.

41



4.8 Alur Penelitian
















Gambar 3. Alur penelitian
Mengumpulkan data dari bagian
rekam medik RSUP Dr. Kariadi
Semarang
Consecutive sampling
dengan memperhatikan
kriteria inklusi dan eksklusi

Sampel
Data Rekam Medis Wawancara
Informed Consent
Analisis Data
Data riwayat
keluarga,
penggunaan
kortikosterod,
konsumsi alkohol,
kebiasaan merokok,
menopause dini,
riwayat fraktur,
diabetes melitus,
sirosis hepatis,
hipertiroid, gagal
ginjal kronik

Data usia,jenis
kelamin, indeks
massa tubuh
42



4.9 Analisis Data
1) Pengolahan data dilakukan dengan beberapa tahap yaitu:
a. Coding, yaitu data diberi kode yang sesuai dengan kriteria masing-
masing variabel.
b. Entry, yaitu memasukkan data ke dalam program komputer.
c. Editing atau koreksi, meliputi kelengkapan jawaban dan tulisan yang
jelas.
d. Cleaning.
2) Analisis data. Analisis univariat untuk mendeskripsikan data. Analisis
bivariat dilakukan dengan menggunakan uji Chi-square. Apabila syarat-
syarat Chi-square tidak dipenuhi maka dilakukan uji alternatif yaitu
Fisher Exact Test. Jika hasil bivariat ada yang bernilai p< 0,25 akan
diteruskan dengan multivariat regresi logistik. Data kemudian di analisis
untuk mencari odd ratio dari masing-masing variabel.
3) Interpretasi, yaitu mengartikan hasil analisis yang diperoleh.

4.10 Etika Penelitian
Sebelum dilakukan pengumpulan data terhadap subyek penelitian,
peneliti mengajukan ethical clearance terlebih dahulu kepada Komisi Etik
Penelitian Kesehatan (KEPK) Fakultas Kedokteran UNDIP dan RSUP Dr. Kariadi
Semarang.
Sampel dan responden yang diwawancarai utnuk pengisian kuesioner
pada penelitian ini diberi jaminan kerahasiaan terhadap data-data yang diberikan
43



dan berhak untuk menolak menjadi responden. Sebelum melakukan wawancara,
sebelumnya responden diberi informed consent dan menandatanganinya untuk
legalitas persetujuan. Penelitian ini juga sebelumnya dilakukan ethical clearance
terlebih dahulu sebelum dilakukan pengumpulan data terhadap subyek penelitian.

4.11 Jadwal Penelitian
Tabel 4. Jadwal penelitian

Feb Maret April Mei Juni Juli
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
Pembuatan
proposal

Ujian
proposal

Ethical
clearance

Sampling
Mengump
ulkan data
(primer
dan
sekunder)

Pengolaha
n data

Analisis
data

Menulis
laporan

Menulis
artikel






44

BAB V
HASIL PENELITIAN

5.1 Analisis Sampel
Pengumpulan data penelitian dilaksanakan selama bulan Mei sampai dengan
Juni 2012. Data yang digunakan adalah data sekunder dari catatan medik RSUP
Dr. Kariadi Semarang dan data primer dengan melakukan wawancara secara
langsung kepada responden.
Menurut data pasien yang dilakukan pemeriksaan DEXA di laboratorium
Radiologi RSUP Dr. Kariadi Semarang selama periode bulan Januari 2008
Desember 2011 didapatkan 82 pasien. Setelah dilakukan penelusuran dari 82
pasien tersebut, 19 pasien tidak ditemukan catatan medik, 8 pasien bertempat
tinggal di luar Semarang, 3 pasien menolak untuk menjadi responden, dan 2
pasien telah meninggal dunia. Total responden yang didapatkan sebagai subyek
penelitian adalah 50, yaitu 25 responden dengan osteoporosis sebagai kelompok
kasus dan 25 responden yang tidak mengalami osteoporosis sebagai kelompok
kontrol.
5.2 Analisis Deskriptif
Distribusi sampel menurut jenis kelamin pada penelitian ini didapatkan jenis
kelamin wanita berjumlah 37 responden dan pria sebanyak 13 responden. Untuk
distribusi usia didapatkan bahwa responden dengan usia lebih dari 65 tahun
45



adalah sebanyak 26 orang dan yang berusia 51-65 tahun sebanyak 24 orang.
Rerata usia responden adalah 65,28 tahun.

Gambar 4. Distribusi sampel berdasarkan jenis kelamin

Gambar 5. Distribusi Sampel berdasarkan kategori usia
46



Menurut riwayat pendidikan, didapatkan sebaran yang hampir merata dari
responden, yaitu 12 orang dengan pendidikan Sekolah Dasar, 12 orang Sekolah
Menengah Pertama, 13 orang Sekolah Menengah Atas, 3 orang Diploma, dan 10
orang Sarjana. Ditinjau dari status bekerja atau tidak, 78% dari responden sudah
tidak bekerja dan 22 % masih aktif bekerja.

Gambar 6. Distribusi sampel berdasarkan tingkat pendidikan

Gambar 7. Distribusi sampel berdasarkan status bekerja

47



5.3 Analisis Inferensisal
5.3.1 Analisis Bivariat
Hasil analisis bivariat menunjukkan bahwa variabel yang bermakna
terhadap terjadinya osteoporosis adalah jenis kelamin, usia, menopause dini dan
diabetes melitus. Variabel yang tidak bermakna terhadap terjadinya osteoporosis
adalah indeks massa tubuh, riwayat keluarga, riwayat fraktur, konsumsi steroid
jangka panjang, konsumsi alkohol, kebiasaan merokok, sirosis hepatis, hipertiroid,
dan gagal ginjal kronik.
Menurut hasil analisis statistik, jenis kelamin wanita berisiko menderita
osteoporosis 4,88 kali lebih besar daripada jenis kelamin pria. Usia 66 tahun
mempunyai risiko untuk terjadi osteoporosis 5,46 kali lebih besar daripada usia
51-65. Untuk variabel menopuse dini, responden yang mengalami menopause dini
memiliki risiko menderita osteoporosis 4,8 kali lebih besar daripada responden
yang tidak mengalami menopause dini. Untuk variabel diabetes melitus
didapatkan hasil bahwa responden yang memiliki riwayat penyakit diabetes
melitus memiliki risiko mengalami osteoporosis 3,43 kali lebih besar daripada
yang tidak mempunyai riwayat penyakit diabetes melitus.




48



Tabel 5. Hasil analisis bivariat
Faktor Risiko
Hasil
Nilai p OR 95% CI
Osteoporosis
Tidak
Osteoporosis
Jenis Kelamin
Wanita 22 15
0,024 4,88 1,15-20,79
Pria 3 10
Usia
66 17 7
0,005 5,46 1,62-18,35
51-65 8 18
Indeks massa Tubuh
18 kg/m
2
15 8
0,047 3,18 0.99-10,17
>18 kg/m
2
10 17
Riwayat keluarga
Ada 5 2
0,41 2,87 0,5-16,47
Tidak 20 23
Riwayat Fraktur
Ada 6 3
0,46 2,31 0,5-10,54
Tidak 19 22
Konsumsi steroid
jangka panjang

Ada 5 4
1 1,31 0,3-5,59
Tidak 20 21
Konsumsi alkohol
Ada 0 0
- - -
Tidak 25 25
Kebiasaan Merokok
Ada 4 7
0,306 0,49 0,12-1,94
Tidak 21 18
Menopause dini
Ya 12 3
0,03 4,8 1,05-21,9
Tidak 10 12
Diabetes melitus
Ya 13 6
0,04 3,43 1,02-11,47
Tidak 12 19
Sirosis hepatis
Ya 0 1
1 2,04 1,53-2,71
Tidak 25 24
Hipertiroid
Ya 0 0
- - -
Tidak 25 25
Gagal ginjal kronik
Ya 0 0
- - -
Tidak 25 25
49



5.3.2 Analisis Multivariat
Analisis multivariat dilakukan pada semua variabel yang memiliki p < 0,25
pada analisis bivariat, yaitu variabel jenis kelamin, usia, indeks massa tubuh,
diabetes melitus. Varibel menopause dini tidak diikutsertakan, karena jika
diikutsertakan dalam analisis multivariat akan menyebabkan jumlah responden
pada semua variabel yang di analisis hanya yang berjenis kelamin wanita.
Setelah dilakukan analisis multivaritat, didapatkan hasil yang menunjukkan
bahwa variabel yang secara independen menjadi faktor risiko osteoporosis adalah
jenis kelamin dan usia (Tabel 6).
Tabel 6. Hasil analisis multivariat
Variabel Nilai p aOR 95% CI
Jenis kelamin 0,012 9,16 1,61 52,04
Usia 0,003 8,91 2,06 38,38





50

BAB VI
PEMBAHASAN

Angka kejadian osteoporosis yang tinggi menjadi salah satu masalah dalam
dunia kesehatan. Salah satu cara untuk mengurangi angka kejadian tersebut adalah
dengan menghindari hal-hal yang menjadi faktor risiko terjadinya osteoporosis.
3

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor risiko osteoporosis yang terjadi
di RSUP Dr. Kariadi Semarang, sehingga diharapkan menjadi landasan untuk
mengurangi angka kejadian osteoporosis.
Menurut hasil analisis dari penelitian ini, terdapat hubungan yang signifikan
antara jenis kelamin dengan terjadinya osteoporosis dan bahwa jenis kelamin
wanita memiliki risiko untuk terjadinya osteoporosis 4,88 kali lebih besar
daripada jenis kelamin pria. Penelitian yang dilakukan oleh Fatmah pada tahun
2008 dengan desain penelitian cross sectional juga memberikan hasil yang sama,
yaitu wanita memiliki risiko 4 kali lebih besar untuk terjadi osteoporosis
dibandingkan pria.
9
Beberapa teori menyebutkan bahwa wanita berisiko lebih
besar daripada pria karena beberapa alasan, diantaranya adalah karena wanita
mengalami suatu periode menopause dimana fungsi ovarium menurun sehingga
produksi hormon estrogen dan progesteron menurun. Hormon estrogen diketahui
berperan dalam mempertahankan tingkat remodeling tulang yang normal. Selain
itu juga karena pria memiliki puncak massa tulang yang lebih besar dan
cenderung memiliki massa otot yang lebih besar dibandingkan wanita.
24, 34


51



Usia juga memiliki hubungan yang signifikan dengan terjadinya
osteoporosis. Pernyataan ini juga sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan
oleh Fatmah yang menjelaskan bahwa semakin tinggi usia lansia, proporsi
osteoporosis juga semakin besar.
9
Secara teori juga disebutkan bahwa setelah
usia 30 tahun, massa tulang yang hilang akan lebih banyak daripada massa tulang
yang dibentuk, sehingga dengan meningkatnya usia, massa tulang akan semakin
berkurang.
24
Teori menyebutkan bahwa periode menopause berpengaruh terhadap massa
tulang karena adanya penurunan jumlah hormon estrogen dan progesteron.
Dengan adanya penurunan estrogen sebagai pelindung massa tulang, maka massa
tulang akan lebih cepat berkurang. Terjadinya menopause yang lebih awal akan
mengakibatkan penurunan massa tulang yang lebih awal pula.
24
Teori ini sesuai
dengan hasil penelitian ini yaitu terdapat hubungan yang bermakna antara
menopause dini dengan terjadinya osteoporosis.
Diabetes melitus merupakan salah satu penyebab terjadinya osteoporosis
sekunder. Penelitian ini menunjukkan bahwa diabetes melitus sebagai salah satu
faktor risiko terjadinya osteoporosis. Hal tersebut sesuai dengan hasil analisis
bivariat yang menunjukkan bahwa responden yang memiliki penyakit diabetes
melitus memiliki risiko terjadinya osteoporosis 3,43 kali lebih besar dibandingkan
dengan yang tidak memiliki penyakit diabetes melitus.
Pada penelitian ini tidak ditemukan adanya hubungan yang bermakna antara
variabel indeks massa tubuh, riwayat keluarga, riwayat fraktur, konsumsi steroid
52



jangka panjang, konsumsi alkohol, kebiasaan merokok, sirosis hepatis, hipertiroid,
dan gagal ginjal kronik dengan terjadinya osteoporosis. Hasil analisis bivariat
menunjukkan bahwa indeks massa tubuh memiliki nilai p dan confidence interval
(CI) yang mendekati nilai bermakna yaitu p=0,047 dan nilai CI sebesar 0,99-
10,17. Kemungkinan dengan penambahan sampel akan mendapatkan hasil yang
bermakna antara indeks massa tubuh dengan terjadinya osteoporosis. Menurut
teori dan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Fatmah, indeks massa tubuh
memiliki peranan dalam terjadinya osteoporosis. Estrogen sebagai pelindung
tulang yang dapat mempertahankan struktur remodeling tulang tidak hanya
diproduksi oleh ovarium tetapi juga dihasilkan oleh kelenjar adrenal dan jaringan
lemak. Semakin banyak jaringan lemak yang dimiliki, maka akan semakin banyak
hormon estrogen yang akan diproduksi dan adanya penumpukan jaringan lunak
dapat melindungi tubuh dari adanya trauma dan patah tulang.
9,24
Ketidaksesuaian antara hasil penelitian ini dan teori yang menyebutkan
bahwa riwayat keluarga berpengaruh terhadap osteoporosis mungkin disebabkan
karena mayoritas responden pada penelitian ini berusia tua dan tidak mengetahui
secara pasti apakah terdapat anggota keluarga yang mengalami osteoporosis
karena tidak pernah melakukan pemeriksaan klinis maupun radiologis. Pada
konsumsi steroid jangka panjang tidak didapatkan hubungan yang bermakna
dengan terjadinya osteoporosis, mungkin disebabkan karena tidak semua pasien
mengetahui secara pasti apakah telah mengonsumsi obat golongan steroid dan
meskipun telah mengonsumsi obat golongan steroid, obat tersebut hanya
dikonsumsi dalam jangka pendek. Secara teori disebutkan bahwa steroid dapat
53



mempengaruhi massa tulang karena dapat mengganggu absorbsi kalsium di usus
dan meningkatkan ekskresi kalsium di ginjal, steroid juga dapat menyebabkan
penekanan pada hormon gonadotropin sehingga mengurangi produksi estrogen
dan terjadinya peningkatan kerja osteoklas.
24
Pada penelitian ini riwayat fraktur tidak memiliki hubungan yang bermakna
dengan terjadinya osteoporosis mungkin disebabkan karena hanya sedikit
responden yang pernah mengalami patah tulang. Pada teori menyebutkan bahwa
orang yang memiliki riwayat fraktur cenderung mempunyai massa tulang yang
lebih rendah daripada orang yang tidak pernah mengalami fraktur, sehingga akan
lebih berisiko mengalami osteoporosis. Terjadinya fraktur itu sendiri tidak hanya
dipengaruhi oleh rendahnya massa tulang, tetapi juga dipengaruhi oleh penyebab
dari terjadinya fraktur.
30

Proporsi jumlah pria yang lebih banyak terdapat pada kelompok kontrol
mengakibatkan jumlah perokok juga lebih banyak terdapat pada kelompok
kontrol. Hal inilah yang mungkin menyebabkan tidak ada hubungan yang
bermakna antara merokok dan osteoporosis. Menurut teori tembakau dapat
meracuni tulang secara langsung dan menurunkan kadar estrogen, sehingga
meningkatkan risiko terjadinya osteoporosis.
24
Pada variabel sirosis hepatis hanya ditemukan 1 responden yang memiliki
riwayat penyakit tersebut, hal inilah yang menyebabkan hasil analisis bivariat
menunjukkan bahwa sirosis hepatis memiliki hubungan yang tidak bermakna
terhadap terjadinya osteoporosis. Teori menyebutkan bahwa pada orang yang
54



mengalami sirosis hepatis, fungsi hepar akan mengalami penurunan sehingga
kemampuan metabolisme vitamin D akan mengalami gangguan. Hal ini akan
berpengaruh pada massa tulang karena vitamin D berguna dalam proses
mineralisasi tulang. Selain itu kekurangan vitamin D juga akan mengurangi
penyerapan kalsium di usus sehingga massa tulang juga akan berkurang.
24
Pada variabel konsumsi alkohol, hipertiroid, dan gagal ginjal kronik tidak
ditemukan adanya responden yang memiliki atau pernah mengalaminya, baik
pada kelompok kasus maupun kelompok kontrol, sehingga tidak bisa dianalisis
apakah memiliki hubungan terhadap terjadinya osteoporosis.
Kelemahan dari penelitian ini adalah sulitnya mendapatkan informasi secara
akurat dari responden yang dikarenakan beberapa faktor, diantaranya adalah
karena responden tidak bisa mengingat secara pasti (recall bias) dan karena
sulitnya menggali informasi dari riwayat penyakit sistemik yang dialami
responden. Recall bias dapat terjadi pada jawaban responden terutama pada
pertanyaan mengenai riwayat keluarga dan riwayat konsumsi steroid jangka
panjang. Kemungkinan recall bias yang besar pada penelitian ini juga
dikarenakan faktor usia responden yang mayoritas sudah berusia lanjut.



55

BAB VII
KESIMPULAN DAN SARAN

7.1 Kesimpulan
Setelah dilakukan penelitian tentang faktor - faktor risiko osteoporosis pada
pasien di RSUP Dr. Kariadi Semarang, maka dapat disimpulkan bahwa:
1. Jenis kelamin, usia, menopause dini, dan diabetes melitus merupakan faktor
risiko terjadinya osteoporosis pada pasien di RSUP Dr. Kariadi Semarang. Usia
menjadi faktor risiko tertinggi pada penelitian ini, yaitu usia lebih dari 65 tahun
memiliki risiko 5,46 kali lebih besar daripada usia 51-65 tahun.
2. Faktor risiko independen untuk terjadinya osteoporosis pada pasien di RSUP
Dr. Kariadi Semarang adalah jenis kelamin dan usia.
3. Pada penelitian ini indeks massa tubuh, riwayat keluarga, riwayat fraktur,
konsumsi steroid jangka panjang, konsumsi alkohol, kebiasaan merokok,
sirosis hepatis, hipertiroid, dan gagal ginjal kronik tidak terbukti menjadi faktor
risiko ostoeporosis pada pasien RSUP Dr. Kariadi Semarang.

7.2 Saran
1. Pencegahan terhadap penyakit osteoporosis sebaiknya dilakukan sedini
mungkin mengingat usia merupakan salah satu faktor risiko utama terjadinya
osteoporosis.
56



2. Pada penelitian ini diabates melitus dan menopause dini merupakan faktor
risiko osteoporosis yang dapat dimodifikasi, sehingga pencegahan terhadap
penyakit diabetes melitus dan menopause dini juga sebaiknya dilakukan untuk
ikut mengurangi risiko terjadinya osteoporosis.
3. Walaupun pada penelitian ini tidak ditemukan hubungan yang bermakna antara
indeks massa tubuh, riwayat keluarga, riwayat fraktur, konsumsi steroid jangka
panjang, konsumsi alkohol, kebiasaan merokok, sirosis hepatis, hipertiroid, dan
gagal ginjal kronik, namun tetap diperlukan penelitian lebih lanjut dengan
menggunakan sampel yang lebih banyak daripada penelitian ini.



57

DAFTAR PUSTAKA

1. Macdonald HM NS, Campbell MK, Reid DM. Influence of weight and
weight change on bone loss in perimenopausal and early postmenopausal
Scottish women. 2005:16371.
2. Haussler B GH, Gol D, Glaeske G, Pientka L, Felsenberg D. Epidemiology,
treatment and costs of osteoporosis in Germany-the BoneEVA Study.
2007:7784.
3. Macdonald HM NS, Golden MH, Campbell MK, Reid DM. Nutritional
associations with bone loss during the menopausal transition: evidence of a
beneficial effect of calcium, alcohol, and fruit and vegetable nutrients and of
a detrimental effect of fatty acids. 2004:15565.
4. The Jakarta Post. How to Avoid the brittle bone problem. 2003; Available
from: http://the jakartapost.com.
5. Ross PD. Osteoporosis frequency, consequences and risk factors: Arch.
Internal Med.; 1996; 156(13):1399-411
6. Johnell. Advances in osteoporosis: Better identification of risk factors can
reduce morbidity and mortality: J. Internal Med.; 1996. 239(4): 299304.
7. T.V. Nguyen DS, P.N. Sambrook and J.A. Eisman. Mortality after all major
types of osteoporotic fracture in men andwomen: An observational study.
1999:878-82.
8. Buttros Dde A N-NJ, Nahas EA, Cangussu LM, Barral AB, Kawakami MS.
Risk factors for osteoporosis in postmenopausal women from southeast
Brazilian. 2011. Juni; 33(6):295-302.
9. Fatmah. Osteoporosis dan Faktor Risikonya pada Lansia Etnis Jawa.
2008;43(2):57-67.
10. Teb C DRL, Casas L, Estrada MD, Kotzeva A, Di Gregorio S, Espallargues
M. Risk factors for fragility fractures in a cohort of Spanish women. 2011.
25(6):507-12


58

11. Lindsay R CFOIFA, Braunwald e, Kasper DL, Hauser SL, Longo DL,
Jameson JL. Osteoporosis. In: Fauci AS Be, Kasper DL, Hauser SL, Longo
DL, Jameson JL, et al., editor. Harrisons principle of internal medicine 17
ed: Mc Grow-Hill USA; 2008. p. 2397-408.
12. Cyrus Cooper SG, Robert Lindsay. Prevention and Treatment of
Osteoporosis: a Clinicians Guide. New York: Taylor and Francis; 2005.
13. Age Venture News Service. 2004; Available from: http://www.demko.com.
14. Journal CM. Prevalence rate of osteoporosis in the mid- aged and elderly in
selected parts of China. 2002; 115: 773-5.
15. H M. Osteoporosis pada usia lanjut tinjauan dari segi geriatri. Rachmatullah P
GM, Hirlan, Soemanto, Hadi S, Tobing ML, editor. Semarang (Indonesia):
Badan Penerbit Universitas Diponegoro; 2007. p. 126.
16. Juliet C. Disease of Skeleton: Osteoporosis. Oxford Text Book of Medicine;
2003. P. 36-41.
17. Setiyohadi B. Osteoporosis. In: Aru W. Sudoyo BS, Idrus Alwi, Marcellinus
Simadibrata, Siti Setiati, editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. 5 ed.
Jakarta: Interna Publishing; 2010. p. 2650-76.
18. American Association of Clinical Endocrinologist Medical Guidelines for
Clinical Practice for the Prevention and Treatment of Post Menopausal
Osteoporosis: 2001 Editio, with selected updates for 2003. Endocr Pract
.Nov-Des 2003;9(6):544-64
19. Kelman A. The management of secondary osteoporosis.2005; 19(6):1021-37
20. Ethel S. Clinicians Guide to Prevention and Treatment of Osteoporosis:
National Osteoporosis Foundation; 2008. P. 4-5
21. Larsen K, Melmed et al. Osteoporosis. William Textbook of Endocrinology.
10 ed: Elvieser Inc.; 2007.
22. Association AM. Pathophisiology of Osteoporosis. 2004 [cited 2004];
Available from:
http://www.stg.centrax.com/ama/osteo/part4/module03/pdf/osteo_mgmt_o3.p
df.
23. L S. Kontrol Endokrin terhadap pertumbuhan. In: BI S, editor. Fisiologi
manusia dari sel ke sistem. 2 ed. Jakarta: EGC; 2001. p. 632-88.


59

24. Lane NE. The Osteoporosis Book a Guide for Patients and Their Families.
New York: Oxford University Press; 1999. p. 19-32
25. Migliaccio S BM, Malavolta N. Management of glucocorticoids-induced
osteoporosis: role of teriparatide. 2009;5(2):305-10.
26. Foundation NO. Clinician's Guide to Prevention and Treatment of
Osteoporosis. [cited 2011 January 13]; Available from:
http://www.nof.org/professionals/clinical-guidelines.
27. Jehle PM. Steroid-induced osteoporosis; how can it be avoided? Oxford
Journals. 2003;18(5):681-4.
28. New SA B-SC, Grubb DA, Reid DM. Nutritional influences on bone mineral
density: a cross-sectional study in premenopausal women. American Journal
of Clinical Nutrition. 1997;65:1831-9.
29. Scane AC FR, Sutcliffe AM, Francis SJD, Rawlings DJ, Chapple CL. Case-
control study of the pathogenesis and sequelae of symptomatic vertebral
fractures in men. Osteoporosis International. 1999;9:91-7.
30. Cheung AM FD, Kapral M, Diaz N-Granados, Dodin S. Prevention of
Osteoporosis and Osteoporotic Fracturesin Postmenopausal Women. CMAJ.
2004;170(11):1665-7.
31. Kutikat A GR, Chakravarty K. Management of Osteoporosis. 2004;12:104-
18.
32. Seeman E PD, Delmas EPD. Bone Quality-The Material and Structural Basis
of Bone Strenght and Fragility. t=The New England Journal of Medicine.
2006:2250-61.
33. Hansen Lb VS. Prevention and Treatment of non-postmenopausal
Osteoporosis. 2004;61:2638-54



60



61




62




63

JUDULPENELITIAN : Faktor Faktor Risiko Osteoporosis pada Pasien
dengan Usia di Atas 50 Tahun
PENELITI : Wisnu Wardhana

Persetujuan Setelah Penjelasan
(I NFORMED CONSENT)

Berikut ini naskah yang akan dibacakan pada Responden Penelitian:
Yang terhormat Bapak / Ibu,
Saya, Wisnu Wardhana, mahasiswa Strata 1 Program Studi Kedokteran
Umum Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro, akan melakukan penelitian
dengan judul Faktor Faktor Risiko Osteoporosis pada Pasien dengan Usia di
Atas 50 Tahun. Peneliti mengambil topik tersebut karena osteoporosis
merupakan penyakit yang angka kejadiannya tinggi dan menyebabkan
permasalahan dalam bidang kesehatan. Penelitian ini bertujuan untuk
membuktikan faktor-faktor risiko terjadinya osteoporosis pada pasien di Rumah
Sakit Dr. Kariadi Semarang. Diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan
wawasan, baik dalam bidang pendidikan maupun kepada masyarakat, mengenai
faktor-faktor risiko terjadinya osteoporosis secara lebih jelas, serta dapat menjadi
petunjuk bagi penelitian selanjutnya.
Berdasarkan pemilihan acak pada pasien yang datang ke Rumah Sakit
Dr. Kariadi Semarang dan diperiksa menggunakan Dual Energy X-ray
Absorptimetry (DEXA), Bapak / Ibu saya pilih untuk menjadi responden dalam
penelitian ini. Oleh sebab itu, saya bermaksud memohon kerjasama Bapak / Ibu
untuk menjadi subjek penelitian dengan cara bersedia menjawab pertanyaan-
pertanyaan yang akan diajukan oleh Peneliti dengan menggunakan metode


64

wawancara. Penelitian ini tidak akan membahayakan kesehatan Bapak / Ibu
sebagai responden.
Berikut ini prosedur perlakuan yang akan dilakukan oleh peneliti:
a. Peneliti melakukan penelitian setelah mendapatkan ethical
clearance dan ijin dari Direktur Utama Rumah Sakit Dr. Kariadi
Semarang.
b. Peneliti melakukan sampling sesuai kriteria inklusi dan eksklusi.
c. Peneliti meminta informed consent dan melakukan wawancara
kepada responden apabila telah mendapat persetujan dari
responden.
d. Peneliti melakukan pengolahan data.
e. Analisis data
Dalam hal ini, peneliti menjamin dan akan menjaga kerahasiaan data
Bapak / Ibu.
Terima kasih atas kerjasama Bapak / Ibu.
Setelah mendengar dan memahami penjelasan Penelitian, dengan ini saya
menyatakan
SETUJU / TIDAK SETUJU
untuk ikut sebagai responden / sampel penelitian.
Semarang, 2012
Saksi :


Nama Terang : Nama Terang :
Alamat : Alamat :


65

a


66




67




68




69

KUESIONER PENELITIAN
FAKTOR-FAKTOR RISIKO OSTEOPOROSIS PADA PASIEN
DENGAN USIA DI ATAS 50 TAHUN.
Tanggal diisi:
DATA IDENTITAS PASIEN
1. No. ID pasien :
2. Nama pasien :
3
Alamat pasien :
RT: RW:
Kec.: Kota:
4
Usia : .............................. tahun
1. 51-65 tahun
2. 66 tahun
5
Tinggi badan : Berat badan:
IMT =
6.
Apakah Anda masih aktif bekerja saat ini?
1. Ya, sebutkan .............. 2. tidak
DATA RIWAYAT KELUARGA
7.
Apakah terdapat riwayat osteoporosis dalam keluarga pasien?
1. Ya 2. Tidak
8.
Jika Ya, siapakah yang pernah menderita osteoporosis dalam keluarga?
......................................................................................
DATA RIWAYAT FRAKTUR
9.
Apakah pasien pernah mengalami fraktur atau patah tulang sebelumnya?
1. Ya 2. Tidak
10.
Jika Ya, saat usia berapa terjadi fraktur?
.........................................................


70

11.
Jika Ya, apakah penyebab terjadinya fraktur?
..........................................................
DATA KONSUMSI STEROID
12.
Apakah pasien sedang atau pernah mengonsumsi obat berjenis steroid?
1. Ya 2. Tidak
Jika ya, nama obatnya : ...............................

13.
Jika Ya, berapakah dosis yang diminum pasien per hari?
...................................................
14.
Jika Ya, berapa lama pasien mengonsumsi obat berjenis steroid tersebut?
............................................
1. < 3 bulan
2. 3 bulan
15.
Jika 3 bulan, apakah saat ini steroid tersebut masih dikonsumsi?
1. Masih dikonsumsi
2. Sudah tidak dikonsumsi
16.
Jika sudah tidak berlangsung, kapan dan berapa lama mengonsumsi
steroid tersebut?
..............................................
17.
Apakah saat ini pasien sedang atau pernah mengonsumsi obat-obatan
jangka panjang lainnya?
1. Ya 2. Tidak
Jika ya, sebutkan jenis dan lama konsumsinya:
.......................................................................

DATA KONSUMSI ALKOHOL
18.
Apakah pasien sedang atau pernah memiliki kebiasaan minum alkohol?
1. Ya 2. Tidak
19.
Jika Ya, jenis alkohol apa yang diminum pasien?
.................................................


71

20.
Jika Ya, berapa volume yang biasa pasien minum selama seminggu?
.................................................
1. < 750 mL
2. 750 mL
21.
Apakah kebiasaan minum alkohol tersebut masih ada sampai sekarang?
1. Ya
2. Tidak
22.
Jika kebiasaan minum alkohol masih ada sampai sekarang, sejak kapan
kebiasaan tersebut dimulai? .............................................
Usia sekarang : ................ tahun
23.
Jika sudah berhenti, sejak usia berapa memilki kebiasaan minum alkohol
dan usia kapan berhenti mengonsumsi?
Usia mulai : ................. tahun
Usia berhenti : ................. tahun
DATA KEBIASAAN MEROKOK
24.
Apakah pasien sedang atau pernah memiliki kebiasaan merokok?
1. Ya 2. Tidak
25.
Jika ya, berapa batang konsumsi rokok tiap harinya?
.................................
26.
Apakah kebiasaan merokok tersebut masih ada sampai sekarang?
1. Ya
2. Tidak
27.
Jika kebiasaan merokok masih ada sampai sekarang, sejak kapan
kebiasaan tersebut dimulai? .............................................
Usia sekarang : ................ tahun
28.
Jika sudah berhenti, sejak usia berapa memilki kebiasaan merokok dan
usia kapan berhenti merokok?
Usia mulai : ................. tahun
Usia berhenti : ................. tahun
29.
Apakah ada orang disekitar pasien yang menjadi perokok aktif?
1. Ya, sebutkan ............... 2. Tidak


72

DATA MENOPAUSE
30.
Apakah siklus menstruasi pasien masih terjadi?
1. Ya 2. Tidak
31.
Jika tidak, usia berapa menstruasi terakhir?
....................................
DATA PENYAKIT SISTEMIK
32.
Apakah pasien pernah menderita penyakit dibawah ini:
1. Diabetes melitus
2. Sirosis hepatis
3. Hipertiroid
4. Gagal ginjal kronik





73

CROSSTABS
/TABLES=Jenis_kelamin Kategori_usia Kategori_IMT Riwayat_keluarga Riwayat_fraktur Konsumsi_steroid K
onsumsi_alkohol Kebiasaan_mero kok Menopause_dini Diabetes_melitus Sirosis_hepatis Hipertiroid Gagal_
ginjal_kronik BY Osteoporosis
Crosstabs
[DataSet1] C:\Users\Testing\Documents\KTI wisnu.sav
Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Jenis_kelamin * Osteoporosis 50 100.0% 0 .0% 50 100.0%
Kategori_usia * Osteoporosis 50 100.0% 0 .0% 50 100.0%
Kategori_IMT * Osteoporosis 50 100.0% 0 .0% 50 100.0%
Riwayat_keluarga *
Osteoporosis
50 100.0% 0 .0% 50 100.0%
Riwayat_fraktur *
Osteoporosis
50 100.0% 0 .0% 50 100.0%
Konsumsi_steroid *
Osteoporosis
50 100.0% 0 .0% 50 100.0%
Konsumsi_alkohol *
Osteoporosis
50 100.0% 0 .0% 50 100.0%
Kebiasaan_merokok *
Osteoporosis
50 100.0% 0 .0% 50 100.0%
Menopause_dini *
Osteoporosis
37 74.0% 13 26.0% 50 100.0%
Diabetes_melitus *
Osteoporosis
50 100.0% 0 .0% 50 100.0%
Sirosis_hepatis *
Osteoporosis
50 100.0% 0 .0% 50 100.0%
Hipertiroid * Osteoporosis 50 100.0% 0 .0% 50 100.0%
Gagal_ginjal_kronik *
Osteoporosis
50 100.0% 0 .0% 50 100.0%




74

Jenis_kelamin * Osteoporosis
Crosstab
Osteoporosis
Total Osteoporosis Tidak Osteoporosis
Jenis_kelamin wanita Count 22 15 37
Expected Count 18.5 18.5 37.0
% within Osteoporosis 88.0% 60.0% 74.0%
% of Total 44.0% 30.0% 74.0%
pria Count 3 10 13
Expected Count 6.5 6.5 13.0
% within Osteoporosis 12.0% 40.0% 26.0%
% of Total 6.0% 20.0% 26.0%
Total Count 25 25 50
Expected Count 25.0 25.0 50.0
% within Osteoporosis 100.0% 100.0% 100.0%
% of Total 50.0% 50.0% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df
Asymp. Sig. (2-
sided) Exact Sig. (2-sided) Exact Sig. (1-sided)
Pearson Chi-Square 5.094
a
1 .024
Continuity Correction
b
3.742 1 .053
Likelihood Ratio 5.309 1 .021
Fisher's Exact Test .051 .025
Linear-by-Linear Association 4.992 1 .025
N of Valid Cases
b
50
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 6,50.
b. Computed only for a 2x2 table



75

Risk Estimate

Value
95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio for Jenis_kelamin
(wanita / pria)
4.889 1.150 20.790
For cohort Osteoporosis =
Osteoporosis
2.577 .922 7.199
For cohort Osteoporosis =
Tidak Osteoporosis
.527 .323 .861
N of Valid Cases
50

Kategori_usia * Osteoporosis
Crosstab
Osteoporosis
Total

Osteoporosis
Tidak
Osteoporosis
Kategori_usia >=66 Count 17 7 24
Expected Count 12.0 12.0 24.0
% within Osteoporosis 68.0% 28.0% 48.0%
% of Total 34.0% 14.0% 48.0%
50-65 Count 8 18 26
Expected Count 13.0 13.0 26.0
% within Osteoporosis 32.0% 72.0% 52.0%
% of Total 16.0% 36.0% 52.0%
Total Count 25 25 50
Expected Count 25.0 25.0 50.0
% within Osteoporosis 100.0% 100.0% 100.0%
% of Total 50.0% 50.0% 100.0%


76

Chi-Square Tests

Value df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square
8.013
a
1 .005
Continuity Correction
b

6.490 1 .011
Likelihood Ratio
8.244 1 .004
Fisher's Exact Test
.010 .005
Linear-by-Linear Association
7.853 1 .005
N of Valid Cases
b

50
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 12,00.
b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate

Value
95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio for Kategori_usia
(>=66 / 50-65)
5.464 1.627 18.357
For cohort Osteoporosis =
Osteoporosis
2.302 1.225 4.327
For cohort Osteoporosis =
Tidak Osteoporosis
.421 .215 .827
N of Valid Cases
50









77

Kategori_IMT * Osteoporosis
Crosstab
Osteoporosis
Total Osteoporosis Tidak Osteoporosis
Kategori_IMT <=18 Count 15 8 23
Expected Count 11.5 11.5 23.0
% within Osteoporosis 60.0% 32.0% 46.0%
% of Total 30.0% 16.0% 46.0%
>18 Count 10 17 27
Expected Count 13.5 13.5 27.0
% within Osteoporosis 40.0% 68.0% 54.0%
% of Total 20.0% 34.0% 54.0%
Total Count 25 25 50
Expected Count 25.0 25.0 50.0
% within Osteoporosis 100.0% 100.0% 100.0%
% of Total 50.0% 50.0% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square 3.945
a
1 .047
Continuity Correction
b
2.899 1 .089
Likelihood Ratio 4.000 1 .045
Fisher's Exact Test .088 .044
Linear-by-Linear Association 3.866 1 .049
N of Valid Cases
b
50
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 11,50.
b. Computed only for a 2x2 table



78

Risk Estimate

Value
95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio for Kategori_IMT
(<=18 / >18)
3.188 .999 10.171
For cohort Osteoporosis =
Osteoporosis
1.761 .991 3.130
For cohort Osteoporosis =
Tidak Osteoporosis
.552 .294 1.037
N of Valid Cases
50

Riwayat_keluarga * Osteoporosis
Crosstab
Osteoporosis
Total

Osteoporosis
Tidak
Osteoporosis
Riwayat_kelu
arga
Ada riwayat osteoporosis
dalam keluarga
Count
5 2 7
Expected Count 3.5 3.5 7.0
% within Osteoporosis 20.0% 8.0% 14.0%
% of Total 10.0% 4.0% 14.0%
Tidak ada riwayat
osteoporosis dalam keluarga
Count 20 23 43
Expected Count 21.5 21.5 43.0
% within Osteoporosis 80.0% 92.0% 86.0%
% of Total 40.0% 46.0% 86.0%
Total Count 25 25 50
Expected Count 25.0 25.0 50.0
% within Osteoporosis 100.0% 100.0% 100.0%
% of Total 50.0% 50.0% 100.0%


79

Chi-Square Tests

Value df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square
1.495
a
1 .221
Continuity Correction
b

.664 1 .415
Likelihood Ratio
1.538 1 .215
Fisher's Exact Test
.417 .209
Linear-by-Linear Association
1.465 1 .226
N of Valid Cases
b

50
a. 2 cells (50,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 3,50.
b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate

Value
95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio for
Riwayat_keluarga (Ada
riwayat osteoporosis dalam
keluarga / Tidak ada riwayat
osteoporosis dalam keluarga)
2.875 .502 16.477
For cohort Osteoporosis =
Osteoporosis
1.536 .871 2.709
For cohort Osteoporosis =
Tidak Osteoporosis
.534 .160 1.781
N of Valid Cases
50








80

Riwayat_fraktur * Osteoporosis
Crosstab
Osteoporosis
Total

Osteoporosis
Tidak
Osteoporos
is
Riwayat_fraktur Ada riwayat fraktur Count 6 3 9
Expected Count 4.5 4.5 9.0
% within Osteoporosis 24.0% 12.0% 18.0%
% of Total 12.0% 6.0% 18.0%
Tidak ada riwayat fraktur Count 19 22 41
Expected Count 20.5 20.5 41.0
% within Osteoporosis 76.0% 88.0% 82.0%
% of Total 38.0% 44.0% 82.0%
Total Count 25 25 50
Expected Count 25.0 25.0 50.0
% within Osteoporosis 100.0% 100.0% 100.0%
% of Total 50.0% 50.0% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square 1.220
a
1 .269
Continuity Correction
b
.542 1 .462
Likelihood Ratio 1.239 1 .266
Fisher's Exact Test .463 .232
Linear-by-Linear Association 1.195 1 .274
N of Valid Cases
b
50


81

a. 2 cells (50,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 4,50.
b. Computed only for a 2x2 table


Risk Estimate

Value
95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio for
Riwayat_fraktur (Ada riwayat
fraktur / Tidak ada riwayat
fraktur)
2.316 .509 10.543
For cohort Osteoporosis =
Osteoporosis
1.439 .816 2.537
For cohort Osteoporosis =
Tidak Osteoporosis
.621 .236 1.633
N of Valid Cases
50





82




83

Konsumsi_steroid * Osteoporosis

Crosstab
Osteoporosis
Total

Osteoporosis
Tidak
Osteoporosis
Konsumsi_steroid ada konsumsi
steroid
Count 5 4 9
Expected
Count
4.5 4.5 9.0
% within
Osteoporosis
20.0% 16.0% 18.0%
% of Total 10.0% 8.0% 18.0%
tidak ada
konsumsi steroid
Count 20 21 41
Expected
Count
20.5 20.5 41.0
% within
Osteoporosis
80.0% 84.0% 82.0%
% of Total 40.0% 42.0% 82.0%
Total Count 25 25 50
Expected
Count
25.0 25.0 50.0
% within
Osteoporosis
100.0% 100.0% 100.0%
% of Total 50.0% 50.0% 100.0%









84



Chi-Square Tests

Value df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square
.136
a
1 .713
Continuity Correction
b

.000 1 1.000
Likelihood Ratio
.136 1 .713
Fisher's Exact Test
1.000 .500
Linear-by-Linear Association
.133 1 .716
N of Valid Cases
b

50
a. 2 cells (50,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 4,50.
b. Computed only for a 2x2 table



Risk Estimate

Value
95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio for
Konsumsi_steroid (ada
konsumsi steroid / tidak ada
konsumsi steroid)
1.312 .308 5.598
For cohort Osteoporosis =
Osteoporosis
1.139 .587 2.211
For cohort Osteoporosis =
Tidak Osteoporosis
.868 .394 1.910
N of Valid Cases
50




85

Konsumsi_alkohol * Osteoporosis

Crosstab


Osteoporosis
Total

Osteoporosis
Tidak
Osteoporosis
Konsumsi_alkohol Tidak ada
kebiasaan konsumsi
alkohol
Count 25 25 50
Expected Count 25.0 25.0 50.0
% within Osteoporosis 100.0% 100.0% 100.0%
% of Total 50.0% 50.0% 100.0%
Total Count 25 25 50
Expected Count 25.0 25.0 50.0
% within Osteoporosis 100.0% 100.0% 100.0%
% of Total 50.0% 50.0% 100.0%

Chi-Square Tests
Value
Pearson Chi-Square .
a

N of Valid Cases 50
a. No statistics are computed because
Konsumsi_alkohol is a constant.
Risk Estimate
Value
Odds Ratio for
Konsumsi_alkohol (Tidak ada
kebiasaan konsumsi alkohol /
.)
.
a

a. No statistics are computed because
Konsumsi_alkohol is a constant.


86

Kebiasaan_merokok * Osteoporosis

Crosstab
Osteoporosis
Total

Osteoporosis
Tidak
Osteoporosis
Kebiasaan_meroko
k
Ada kebiasaan
merokok
Count 4 7 11
Expected Count 5.5 5.5 11.0
% within Osteoporosis 16.0% 28.0% 22.0%
% of Total 8.0% 14.0% 22.0%
Tidak ada kebiasaan
merokok
Count 21 18 39
Expected Count 19.5 19.5 39.0
% within Osteoporosis 84.0% 72.0% 78.0%
% of Total 42.0% 36.0% 78.0%
Total Count 25 25 50
Expected Count 25.0 25.0 50.0
% within Osteoporosis 100.0% 100.0% 100.0%
% of Total 50.0% 50.0% 100.0%











87

Chi-Square Tests

Value df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square
1.049
a
1 .306
Continuity Correction
b

.466 1 .495
Likelihood Ratio
1.060 1 .303
Fisher's Exact Test
.496 .248
Linear-by-Linear Association
1.028 1 .311
N of Valid Cases
b

50
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 5,50.
b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate

Value
95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio for
Kebiasaan_merokok (Ada
kebiasaan merokok / Tidak
ada kebiasaan merokok)
.490 .123 1.948
For cohort Osteoporosis =
Osteoporosis
.675 .293 1.555
For cohort Osteoporosis =
Tidak Osteoporosis
1.379 .787 2.416
N of Valid Cases
50








88

Menopause_dini * Osteoporosis
Crosstab
Osteoporosis
Total

Osteoporosis
Tidak
Osteoporosis
Menopause_dini Terjadi
menopause
dini
Count 12 3 15
Expected Count 8.9 6.1 15.0
% within Osteoporosis 54.5% 20.0% 40.5%
% of Total 32.4% 8.1% 40.5%
Tidak terjadi
menopause
dini
Count 10 12 22
Expected Count 13.1 8.9 22.0
% within Osteoporosis 45.5% 80.0% 59.5%
% of Total 27.0% 32.4% 59.5%
Total Count 22 15 37
Expected Count 22.0 15.0 37.0
% within Osteoporosis 100.0% 100.0% 100.0%
% of Total 59.5% 40.5% 100.0%
Chi-Square Tests

Value df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square 4.416
a
1 .036
Continuity Correction
b
3.099 1 .078
Likelihood Ratio 4.632 1 .031
Fisher's Exact Test .047 .038
Linear-by-Linear Association 4.296 1 .038
N of Valid Cases
b
37
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 6,08.
b. Computed only for a 2x2 table



89



Diabetes_melitus * Osteoporosis
Crosstab
Osteoporosis
Total

Osteoporosis
Tidak
Osteoporosis
Diabetes_melitus Terdapat
penyakit
diabetes
melitus
Count 13 6 19
Expected Count 9.5 9.5 19.0
% within Osteoporosis 52.0% 24.0% 38.0%
% of Total 26.0% 12.0% 38.0%
tidak terdapat
penyakit
diabetes
melitus
Count 12 19 31
Expected Count 15.5 15.5 31.0
% within Osteoporosis 48.0% 76.0% 62.0%
% of Total 24.0% 38.0% 62.0%
Total Count 25 25 50
Expected Count 25.0 25.0 50.0
% within Osteoporosis 100.0% 100.0% 100.0%
% of Total 50.0% 50.0% 100.0%

Risk Estimate

Value
95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio for Menopause_dini
(Terjadi menopause dini / Tidak
terjadi menopause dini)
4.800 1.052 21.907
For cohort Osteoporosis =
Osteoporosis
1.760 1.043 2.969
For cohort Osteoporosis = Tidak
Osteoporosis
.367 .124 1.081
N of Valid Cases 37


90


Chi-Square Tests

Value df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square
4.160
a
1 .041
Continuity Correction
b

3.056 1 .080
Likelihood Ratio
4.235 1 .040
Fisher's Exact Test
.079 .040
Linear-by-Linear Association
4.076 1 .043
N of Valid Cases
b

50
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 9,50.
b. Computed only for a 2x2 table



Risk Estimate

Value
95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio for
Diabetes_melitus (Terdapat
penyakit diabetes melitus /
tidak terdapat penyakit
diabetes melitus)
3.431 1.026 11.476
For cohort Osteoporosis =
Osteoporosis
1.768 1.032 3.027
For cohort Osteoporosis =
Tidak Osteoporosis
.515 .251 1.057
N of Valid Cases
50





91

Sirosis_hepatis * Osteoporosis
Crosstab
Osteoporosis
Total

Osteoporosis
Tidak
Osteoporosis
Sirosis_hepatis terdapat penyakit
sirosis hepatis
Count 0 1 1
Expected Count .5 .5 1.0
% within Osteoporosis .0% 4.0% 2.0%
% of Total .0% 2.0% 2.0%
Tidak terdapat
penyakit sirosis
hepatis
Count 25 24 49
Expected Count 24.5 24.5 49.0
% within Osteoporosis 100.0% 96.0% 98.0%
% of Total 50.0% 48.0% 98.0%
Total Count 25 25 50
Expected Count 25.0 25.0 50.0
% within Osteoporosis 100.0% 100.0% 100.0%
% of Total 50.0% 50.0% 100.0%
Chi-Square Tests

Value df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square 1.020
a
1 .312
Continuity Correction
b
.000 1 1.000
Likelihood Ratio 1.407 1 .236
Fisher's Exact Test 1.000 .500
Linear-by-Linear Association 1.000 1 .317
N of Valid Cases
b
50
a. 2 cells (50,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is ,50.
b. Computed only for a 2x2 table



92



Hipertiroid * Osteoporosis
Crosstab
Osteoporosis
Total

Osteoporosis
Tidak
Osteoporosis
Hipertiroid Tidak terdapat
penyakit hipertiroid
Count 25 25 50
Expected
Count
25.0 25.0 50.0
% within
Osteoporosis
100.0% 100.0% 100.0%
% of Total 50.0% 50.0% 100.0%
Total Count 25 25 50
Expected
Count
25.0 25.0 50.0
% within
Osteoporosis
100.0% 100.0% 100.0%
% of Total 50.0% 50.0% 100.0%

Risk Estimate

Value
95% Confidence Interval
Lower Upper
For cohort Osteoporosis =
Tidak Osteoporosis
2.042 1.534 2.717
N of Valid Cases
50


93

Chi-Square Tests
Value
Pearson Chi-Square .
a

N of Valid Cases 50
a. No statistics are computed because
Hipertiroid is a constant.
Risk Estimate
Value
Odds Ratio for Hipertiroid
(Tidak terdapat penyakit
hipertiroid / .)
.
a

a. No statistics are computed because
Hipertiroid is a constant.


Gagal_ginjal_kronik * Osteoporosis

Crosstab
Osteoporosis
Total

Osteoporosis
Tidak
Osteoporosis
Gagal_ginjal_kronik Tidak terdapat
penyakit gagal
ginjak kronik
Count 25 25 50
Expected Count 25.0 25.0 50.0
% within Osteoporosis 100.0% 100.0% 100.0%
% of Total 50.0% 50.0% 100.0%
Total Count 25 25 50
Expected Count 25.0 25.0 50.0
% within Osteoporosis 100.0% 100.0% 100.0%
% of Total 50.0% 50.0% 100.0%


94

Chi-Square Tests
Value
Pearson Chi-Square .
a

N of Valid Cases 50
a. No statistics are computed because
Gagal_ginjal_kronik is a constant.

Risk Estimate
Value
Odds Ratio for
Gagal_ginjal_kronik (Tidak
terdapat penyakit gagal ginjak
kronik / .)
.
a

a. No statistics are computed because
Gagal_ginjal_kronik is a constant.


LOGISTIC REGRESSION VARIABLES Osteoporosis_reg
/METHOD=BSTEP(LR) Jenis_kelamin Kategori_usia Kategori_IMT Diabetes_mel
itus
/CONTRAST (Kategori_IMT)=Indicator
/CONTRAST (Diabetes_melitus)=Indicator
/CONTRAST (Jenis_kelamin)=Indicator
/CONTRAST (Kategori_usia)=Indicator
/SAVE=PRED
/PRINT=GOODFIT CI(95)
/CRITERIA=PIN(0.05) POUT(0.10) ITERATE(20) CUT(0.5).

Logistic Regression

[DataSet1] C:\Users\Testing\Documents\KTI wisnu\KTI wisnu.sav
Case Processing Summary
Unweighted Cases
a
N Percent
Selected Cases Included in Analysis 50 100.0
Missing Cases 0 .0
Total 50 100.0
Unselected Cases 0 .0
Total 50 100.0


95

Case Processing Summary
Unweighted Cases
a
N Percent
Selected Cases Included in Analysis 50 100.0
Missing Cases 0 .0
Total 50 100.0
Unselected Cases 0 .0
Total 50 100.0
a. If weight is in effect, see classification table for the total number of
cases.

Dependent Variable Encoding
Original Value Internal Value
tidak osteoporosis 0
Osteoporosis 1

Categorical Variables Codings

Frequency
Parameter coding

(1)
Diabetes_melitus Terdapat penyakit diabetes
melitus
19 1.000
tidak terdapat penyakit
diabetes melitus
31 .000
Kategori_usia >=66 24 1.000
51-65 26 .000
Kategori_IMT <=18 23 1.000
>18 27 .000
Jenis_kelamin wanita 37 1.000
pria 13 .000







96

Classification Table
a,b


Observed
Predicted

Osteoporosis_reg
Percentage
Correct

tidak
osteoporosis Osteoporosis
Step 0 Osteoporosis_reg tidak osteoporosis 0 25 .0
Osteoporosis 0 25 100.0
Overall Percentage

50.0
a. Constant is included in the model.

b. The cut value is ,500



Block 1: Method = Backward Stepwise (Likelihood Ratio)

Omnibus Tests of Model Coefficients

Chi-square df Sig.
Step 1 Step 17.990 4 .001
Block 17.990 4 .001
Model 17.990 4 .001
Step 2
a
Step -.115 1 .734
Block 17.875 3 .000
Model 17.875 3 .000
Step 3
a
Step -1.844 1 .174
Block 16.031 2 .000
Model 16.031 2 .000
a. A negative Chi-squares value indicates that the Chi-squares
value has decreased from the previous step.


Variables in the Equation

B S.E. Wald df Sig. Exp(B)
Step 0 Constant .000 .283 .000 1 1.000 1.000



97

Model Summary
Step -2 Log likelihood
Cox & Snell R
Square
Nagelkerke R
Square
1 51.325
a
.302 .403
2 51.440
a
.301 .401
3 53.284
a
.274 .366
a. Estimation terminated at iteration number 5 because
parameter estimates changed by less than ,001.

Hosmer and Lemeshow Test
Step Chi-square df Sig.
1 9.812 7 .199
2 7.219 5 .205
3 .585 2 .746

Contingency Table for Hosmer and Lemeshow Test

Osteoporosis_reg = tidak
osteoporosis Osteoporosis_reg = Osteoporosis
Total

Observed Expected Observed Expected
Step 1 1 5 4.790 0 .210 5
2 1 2.437 2 .563 3
3 7 7.129 3 2.871 10
4 6 4.241 1 2.759 7
5 3 1.988 1 2.012 4
6 1 1.988 4 3.012 5
7 1 1.307 5 4.693 6
8 0 .623 5 4.377 5
9 1 .495 4 4.505 5
Step 2 1 5 4.799 0 .201 5
2 1 2.429 2 .571 3
3 10 9.030 3 3.970 13
4 4 2.772 1 2.228 5
5 2 3.269 5 3.731 7


98

6 2 1.644 5 5.356 7
7 1 1.057 9 8.943 10
Step 3 1 6 5.622 0 .378 6
2 4 4.378 3 2.622 7
3 12 12.378 8 7.622 20
4 3 2.622 14 14.378 17


Classification Table
a


Observed
Predicted

Osteoporosis_reg
Percentage
Correct

tidak
osteoporosis Osteoporosis
Step 1 Osteoporosis_reg tidak osteoporosis 20 5 80.0
Osteoporosis 6 19 76.0
Overall Percentage

78.0
Step 2 Osteoporosis_reg tidak osteoporosis 20 5 80.0
Osteoporosis 6 19 76.0
Overall Percentage

78.0
Step 3 Osteoporosis_reg tidak osteoporosis 22 3 88.0
Osteoporosis 11 14 56.0
Overall Percentage

72.0
a. The cut value is ,500



Variables in the Equation

B S.E. Wald df Sig. Exp(B)
95,0% C.I.for EXP(B)

Lower Upper
Step 1
a
Jenis_kelamin(1) 2.220 1.003 4.899 1 .027 9.204 1.289 65.706
Kategori_usia(1) 1.929 .792 5.929 1 .015 6.884 1.457 32.529
Kategori_IMT(1) .929 .714 1.693 1 .193 2.532 .625 10.264
Diabetes_melitus(1) .259 .760 .116 1 .733 1.295 .292 5.742


99

Constant -3.129 1.070 8.557 1 .003 .044

Step 2
a
Jenis_kelamin(1) 2.353 .934 6.348 1 .012 10.518 1.686 65.597
Kategori_usia(1) 2.003 .766 6.832 1 .009 7.409 1.650 33.264
Kategori_IMT(1) .954 .710 1.805 1 .179 2.596 .645 10.439
Constant -3.175 1.071 8.784 1 .003 .042

Step 3
a
Jenis_kelamin(1) 2.214 .887 6.239 1 .012 9.157 1.611 52.047
Kategori_usia(1) 2.187 .745 8.606 1 .003 8.906 2.066 38.385
Constant -2.699 .937 8.306 1 .004 .067

a. Variable(s) entered on step 1: Jenis_kelamin, Kategori_usia, Kategori_IMT,
Diabetes_melitus.


Model if Term Removed
Variable
Model Log
Likelihood
Change in -2 Log
Likelihood df
Sig. of the
Change
Step 1 Jenis_kelamin -28.657 5.989 1 .014
Kategori_usia -29.069 6.813 1 .009
Kategori_IMT -26.523 1.722 1 .189
Diabetes_melitus -25.720 .115 1 .734
Step 2 Jenis_kelamin -29.772 8.103 1 .004
Kategori_usia -29.744 8.048 1 .005
Kategori_IMT -26.642 1.844 1 .174
Step 3 Jenis_kelamin -30.536 7.787 1 .005
Kategori_usia -32.003 10.722 1 .001

Variables not in the Equation

Score df Sig.
Step 2
a
Variables Diabetes_melitus(1) .116 1 .733
Overall Statistics .116 1 .733
Step 3
b
Variables Kategori_IMT(1) 1.863 1 .172
Diabetes_melitus(1) .240 1 .624
Overall Statistics 1.970 2 .373
a. Variable(s) removed on step 2: Diabetes_melitus.

b. Variable(s) removed on step 3: Kategori_IMT.



100

Block 0: Beginning Block

Variables not in the Equation

Score df Sig.
Step 0 Variables Jenis_kelamin(1) 5.094 1 .024
Kategori_usia(1) 8.013 1 .005
Kategori_IMT(1) 3.945 1 .047
Diabetes_melitus(1) 4.160 1 .041
Overall Statistics 15.447 4 .004




101

DOKUMENTASI PENELITIAN







102

DOKUMENTASI PENELITIAN







103

BIODATA PENELITI

Identitas
Nama : Wisnu Wardhana
NIM : G2A008196
Tempat/tanggal lahir : Jakarta, 18 September 1990
Jenis kelamin :Pria
Alamat : Jalan Taman Pekunden Timur No. 20 Semarang
Nomor telpon : -
Nomor HP : 08567666766
e-mail :wsn90@hotmail.com

Riwayat Pendidikan Formal
1. SD : SD Yos Sudarso Lulus tahun : 2002
2. SMP :SMP Pangudi Luhur Jakarta Lulus tahun : 2005
3. SMA :SMA Negeri 6 Jakarta Lulus tahun : 2008
4. FK UNDIP : Masuk tahun: 2008

Keanggotaan Organisasi : -
Pengalaman Penelitian : -
Pengalaman publikasi tulisan ilmiah : -
Pengalam presentasi karya ilmiah : -
Pengalaman mengikuti lomba karya ilmiah : -

Anda mungkin juga menyukai