PENGARUH ZAT FIKSASI TERHADAP WARNA YANG DIHASILKAN ZAT WARNA ALAM DAUN SIRIH PADA PENCELUPAN KAIN SUTERA
Disusun Oleh Ghita Seva Novianie 13050021 Desi Putri Fajriyah 13050027 Filodor E.Suruan 13050030
Grup : 1B2
Dosen Ida N.,S.ST.,M.Sc Ika Natalia M.,S.S.T Anna S.
LABORATORIUM KIMIA FISIKA TEKSTIL SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI TEKSTIL 2014 i
ISI
INTISARI ABSTRACT
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ................................................................................................ 1.2. Hipotesa ............................................................................................................. 1.3. Maksud Dan Tujuan ...................................................................................... 1.3.1. Maksud .................................................................................................. 1.3.2. Tujuan .................................................................................................... BAB II STUDI PUSTAKA 2.1. Daun Sirih ........................................................................................................... 2.2. Zat Warna ........................................................................................................... 2.2.1. Warna .................................................................................................... 2.2.2. Zat Warna Dan Sifatnya ................................................................. 2.3. Teknologi Pencelupan ................................................................................. 2.4. Pengujian Pengujian ................................................................................. 2.4.1. Ketuaan Warna ................................................................................... 2.4.2. Ketahanan Luntur Warna Terhadap .......................................... 1. Pencucian ............................................................................... 2. Gosokan .................................................................................. 2.5. Pengujian MC/MR ......................................................................................... BAB III EKSPERIMEN 3.1. Alat dan Bahan ............................................................................................... 3.1.1. Untuk Ekstraksi dan Uji MC/MR ................................................... 3.1.2. Untuk Pencelupan ............................................................................... 3.1.3. Spektofotometri Ketuaan Warna .................................................. 3.1.4. Pembuatan Zat warna Bubuk ......................................................... 3.1.5. untuk Uji tahan gosok ........................................................................ 3.2. Resep Percobaan dan Skema Proses ..................................................... 3.3.1. Resep Percobaan ................................................................................. 3.3.2. Skema Proses ........................................................................................
3.4. Diagram Alir Percobaan ............................................................................. 3.5. Prosedur Kerja ............................................................................................... 3.5.1. Ekstraksi dan uji MC/MR .................................................................. 3.5.2. Pencelupan dan Pengiring ............................................................... 3.5.3. Spektofotometri ................................................................................... 3.5.4. Pembuatan zat warna bubuk dan perhitungannya ................ 3.5.5. Pengujian Pengujian .......................................................................
ii
BAB IV 4.1. HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................................ Pengamatan gamar grafik dan kurva
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Ucapan terimakasih
DAFTAR PUSTAKA
INTISARI
Zat warna sintetik pada umumnya bersifat karsinogen dan berbahaya bagi kelangsungan hidup manusia. Untuk menghindari penggunaan zat warna sintetik tersebut perlu adanya zat warna alternatif sebagai penggantinya. Dalam penelitian ini dipilih Daun sirih (piple betle linn) untuk diteliti sebagai zat warna pada tekstil. Daun sirih diesktrak dengan pelarut air pada suhu mendidih sampai menjadi 1/3 volume semula. Larutan tersebut digunakan untuk mencelup kain sutera 100%. Setelah pencelupan dilakukan proses fiksasi untuk mengunci warna.Zat fiksasi yang digunakan adalah Kapur Tohor (CaCO3), Tunjung (FeSO4 7H2O), Tawas (Al2K2(SO4)3), kalium dan Garam Diazo. Dalam penelitian menunjukan bahwa daun sirih dapat mencelup kain sutera dan menghasilkan warna cokelat sedangkan proses fiksasi memberikan arah warna berbeda tergantung pada zat fiksasi yang digunakan. Proses fiksasi pada pencelupan kain sutera tidak memberikan perubahan yang berarti pada pengujian ketahanan luntur warna terhadap gosokan dan pada pencucian.
ABSTRACT
Synthetic dyes are usually carcinogenic and danger for human life. It is necessary to use an alternative dyes to reduce the application of synthetic dyes. In this work sirih leaves (piper betle linn) is studied for natural dyes. Sirih leave extracted in boiling water until 1/3 of water volume is remaining. This solution is then applied as liquor dyeing into 100% silk. After dyeing is fixing agent used to lock the color. Fixing agent used in the work CaCO3, FeSO4 7H2O, Al2K2(SO4)3, Calium and Garam Diazo. In this work results show sirih leave can dyed silk and give brown color, while fixing process give produce diferent shade color for every single fixing agent that are used. Fixing process gives no significance effect to color fastness to rubbing and washing. . 1
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Zat warna yang dipergunakan untuk mewarnai makanan, kulit, produk kerajinan, produk tekstil dan yang lainnya selama ini di dominasi oleh zat warna sintetik. Dengan alasan lebih mudah didapat, lebih praktis dan lebih stabil dalam pemakaian maupun dalam penyimpanan dan dapat diproduksi dalam jumlah besar menjadikan zat warna sintetik menjadi zat warna yang banyak dipilih. Namun dalam perkembangan teknologi zat warna sintetik yang sangat pesat dan mulai menimbulkan berbagai macam masalah lingkungan dan kesehatan, menjadikan manusia sadar akan bahaya yang timbulkan oleh zat warna sintetik tersebut. Berbagai negara seperti Jerman, Perancis, Belgia, Amerika dan Jepang melarang impor tekstil dan produk tekstil yang menggunakan zat warna sintetik jenis azo ataupun yang mengandung bahan beracun dan berbahaya yang lain. Untuk menghindari penggunaan zat warna sintetik, perlu zat warna alternatif sebagai penggantinya. Salah satu solusinya adalah zat warna alam seperti daun sirih yang digunakan sebagai pewarna pada kain sutera. Dengan zat warna alam dari daun sirih ini diharapkan kita dapat menghasilkan kain sutera yang menarik tanpa mengurangi kualitas kain tersebut dan memiliki nilai jual yang lebih tinggi serta aman dari zat sintetik yang dapat menimbulkan efek berbahaya bagi kelangsungan hidup manusia dan kelestarian alam sekitar. 1.2. Hipotesa Daun sirih merupakan tanaman yang sudah tidak asing lagi. selain dikenal sebagai tanaman obat, daun sirih ternyata dapat menjadi alternatif zat warna alam bagi bahan tekstil. Sementera itu Kain 2
sutera merupakan kain yang sebagian besar digunakan di Industri Kecil dan Menengah. Namun demikian dalam mengolah kain tersebut agar menjadi menarik maka diperlukan zat warna yang akan membuat kain tersebut mempunyai variasi warna yang berbeda sehingga menjadikan nilai jualnya menjadi lebih tinggi. Zat warna yang dihasilkan dari daun sirih dapat memberikan warna cokelat pada kain sutera dengan daya tahan gosok dan daya tahan luntur yang cukup baik. Sirih dapat memberikan warna terhadap pencelupan pada kain sutera dengan arah/variasi warna yang lain setelah ditambahkan zat fiksasi/ selain memberikan arah warna yang berbeda juga akan memperbaiki ketahanan luntur warna terhadap pencucian, gosokan dan sinar matahari. 1.3. Maksud Dan Tujuan 1.3.1. Maksud Menjadi zat warna alternatif yang memiliki daya tahan gosok dan tahan luntur yang baik pada kain sutera. 1.3.2. Tujuan - Memberikan warna pada kain sutera dengan daya tahan gosok dan luntur yang lebih baik. - Memberikan variasi warna yang berbeda. - Mengurangi pencemaran lingkungan dengan memanfaatkan zat warna alam sebagai zat warna alternatif. - Menjadikan produk hasil celup zat warna ini menjadi produk yang memiliki daya jual yang tinggi. 3
BAB II STUDI PUSTAKA 2.1. Zat Warna Alam 2.1.1. Warna Warna merupakan presepsi visual dan psikologi seseorang. Suatu zat akan berwarna karena adanya medium cahaya, benda berwarna dan mata. Warna terbentuk karena adanya rangsangan visual cahaya yang dilihat retina mata dan diterjemahkan oleh otak. 2.1.2. Zat Warna Alam dan Sifatnya Beragam bahan tekstil dapat dicelup atau dicap dengan pewarna yang disebut zat warna. Pada awalnya banyak digunakan zat warna alam namun karena keterbatasan sifat dan jumlahnya, maka saat ini lebih banyak digunakan zat warna sintetik. Perkembangan teknologi pembuatan zat warna berlanjut terus seiring dengan perkembangan teknologi pembuatan serat, teknologi pencelupan serta untuk mendapatkan sifat dan warna zat warna tertentu sesuai dengan kebutuhan yang dikehendaki. Namun ternyata zat warna sintetik ini menimbulkan berbagai macam problemik bagi alam sekitar serta kelangsungan hidup manusia karena akibat yang ditimbulkannya dapat merusak oleh karena itu saat ini banyak orang memilih untuk kembali ke zat warna alam. Zat warna alam untuk bahan tekstil pada umumnya diperloleh dari hasil ekstrak berbagai bagian tumbuhan seperti akar, kayu, daun, biji ataupun bunga. Pengrajin pengrajin batik telah banyak mengenal tumbuh tumbuhan yang dapat mewarnai bahan tekstil beberapa diantaranya adalah : daun pohon nila (indofera), kulit pohon soga tingi (ceriops 4
candolleanaarn), kayu tegeran (cudraina javanensis), kunyit (curcuma), teh (the), akar mengkudu (morinda citrielia), kulit soga jambal (pelthohorum ferruginum), kesumba (bixa orelana), daun jambu biji (psidium guajava). (Sewan Susanto, 1973) Bahan tekstil yang diwarnai dengan zat warna alam adalah bahan bahan yang berasal dari serat alam contohnya sutera, wol dan kapas (katun). Bahan bahan yang berasal dari serat sintetiik seperti poliester, nilon dan lainnya tidak memiliki afinitas atau daya tarik terhadap zat warna alam sehingga bahan bahan ini sulit terwarnai dengan zat warna alam. Bahan dari sutera pada umumnya memiliki afinitas paling bagus terhadap zat warna alam di bandingkan dengan bahan dari kapas. Salah satu kendala pewarnaan tekstil menggunakan zat warna alam adalah ketersediaan variasi warnanya sangat terbatas dan ketersediaan bahannya yang tidak siap pakai sehingga diperlukan proses proses khusus untuk dapat dijadikan larutan perwarna tekstil. Oleh karena itu zat warna alam dianggap kurang praktis penggunaannya. Namun dibalik kekurangannya tersebut zat warna alam memiliki potensi pasar yang tinggi sebagai komoditas unggulan produk Indonesia memasuki pasar global dengan daya tarik pada karakteristik yang unik, etnik dan eksklusif. Untuk itu sebagai upaya mengangkat kembali penggunaan zat warna alam untuk tekstil maka perlu dilakukan pengembangan zat warna alam dengan melakukan eksplorasi sumber sumber zat warna alam dari potensi sumber daya alam Indonesia yang melimpah. Eksplorasi ini dimaksudkan untuk mengetahui secara kualitatif warna yang dihasilkan oleh berbagai tanaman disekitar kita untuk pencelupan tekstil. Dengan demikian hasilnya dapat semakin memperkaya jenis jenis tanaman sumber pewarna alam sehingga ketersediaan zat warna alam 5
selalu terjaga dan variasi warna yang dihasilkan semakin beragam. Ekplorasi zat warna alam ini bisa diawali dari memilih berbagai jenis tanaman yang ada di sekitar kita baik dari bagian daun, bunga, batang kulit ataupun akar. Berikut ini merupakan Empat sifat dasar yang harus dimiliki oleh zat warna agar dapat dipakai sebagai pewarna warna bahan tekstil adalah : Mempunyai intensitas warna yang kuat. Sebaiknya dapat larut dalam media air, atau bila zat warnanya termasuk golongan zat warna yang tidak larut maka harus dapat didispersikan atau ketika dipakai (dalam proses pencelupan atau pencapan) dapat dirubah dulu menjadi larut. Punya kemampuan untuk dapat diserap oleh bahan (substantifitasnya baik) dan dapat berikatan dengan serat Mempunyai ketahanan luntur yang memadai Secara umum efek struktur zat warna terhadap sifat zat warna adalah : Semakin besar molekul maka kelarutan akan menurun, corak warna bergeser kearah panjang gelombang cahaya zat warna yang lebih besar tetapi kecerahan warnanya akan semakin rendah. Semakin besar molekul maka kekuatan ikatan fisika antara zat warna dan serat akan semakin kuat. Semakin besar molekul maka daya tahan luntur warna terhadap pencucian akan meningkat, juga suhu sublimasinya akan makin tinggi sehingga daya tahan luntur terhadap panas akan lebih baik. Semakin besar molekul zat warna, koefisien difusi zat warna semakin kecil, sehingga zat warna menjadi sukar berdifusi dan migrasi dalam serat, sehingga menjadi sukar
(1) MYO AUNG U., Vegetable dyes in Myanmar and Dyeing of Cellulosic Fibres with Cutch, Compendium for International Workshop on Natural Dyes, NHDC, India, (p. 9-19), 1993
6
rata. Semakin besar molekul zat warna maka substantifitas zat warna akan semakin besar. 2.2. Daun Sirih Sebagai Zat Warna Alam Daun sirih merupakan salah satu tumbuhan yang memiliki banyak keunggulan, selain dikenal sebagai tanaman obat, daun sirih juga ternyata digunakan untuk mewarnai bahan tekstil. Dari hasil penelitian menunjukan bahwa daun sirih (piper betle linn) dapat mencelup kain sutera dan memberika wrana cokelat, dan daun sirih juga telah dikenal sebagai zat warna alam di Myanmar. (1)
2.3. Teknik Pencelupan Menurut R.H.MJ. Lemmens dan N Wulijarni-Soetjipto (1999) sebagian besar warna diperoleh dari produk tumbuhan, pada jaringan tumbuhan terdapat pigmen tumbuhan penimbul warna yang berbeda tergantung menurut struktur kimianya. Golongan pigmen tumbuhan dapat berbentuk klorofil, karatenoid, flovanoid dan kuinon. Untuk itu pigmen pigmen alam tersebut perlu dieksplorasi dari jaringan atau organ tumbuhan dan dijadikan larutan zat warna alam untuk pencelupan bahan tekstil. Proses eksplorasi dilakukan dengan teknik ekstraksi dengan pelarut air. Proses pembuatan larutan zat warna alam adalah proses untuk mengambil pigmen pigmen penimbul warna yang berada dalam tumbuhan baik terdapat pada daun, batang, bungn, biji ataupun akar. Proses eksplorasi pengambilan pigmen zat warna alam disebut proses ekstraksi. Proses ekstraksi ini dilakukan dengan merebus bahan dengan pelarut air. Bagian tumbuhan yang di ekstrak adalah bagian yang diindikasikan paling kuat/banyak memiliki pigmen warna misalnya bagian daun, batang, akar, kulit buah, biji ataupun buahnya. 7
2.4. Pengujian Pengujian 2.4.1. Ketuaan Warna Pengukuran dengan spektrofotometer adalah berdasarkan cahaya (sinar) dari sumber yang diserap oleh larutan yang akan dianalisa. Pada spektrofotometer digunakan cahaya monokromatik (gelombang tunggal) dan dasar alat ini adalah mengikuti hukum lambert-beer. Spektrofotometer Merupakan alat yang digunakan untuk mengukur transmitansi (T atau %T) atau absorbansi (A) suatu cuplikan sebagai fungsi dari panjang gelombang. 2.4.2. Ketahanan Luntur Warna Terhadap 1) Pencucian Uji ketahanan luntur warna terhadap pencucian bertujuan untuk mengetahui noda yang ditimbulkan pada kain akibat lunturnya zat warna tersebut. Sehingga untuk mengukurnya kita dapat menggunakan Standing Scale. 2) Gosokan Uji ketahanan luntur warna terhadap gosokan bertujuan untuk mengetahui pengurangan warna pada kain akibat lunturnya zat warna tersebut ketika terkena gosokan. Sehingga untuk mengukurnya kita dapat menggunakan Grey Scale. 2.6. Pengujian MC/MR - Pengujian MC : untuk mengukur kandungan uap air pada bahan warna alam dalam keadaan basah. - Pengujian MR : untuk mengukur kandungan uap air pada bahan zat warna alam dalam keadaan kering. Kadar uap air dalam serat biasanya dinyatakan dalam Moisture Content (MC) atau Moisture Regain (MR) yang dinyatakan dengan rumus : Diketahui :
8
Moisture Content (MC) = Berat Basah Berat Kering x 100% Berat Basah
Moisture Regain (MR) = Berat Basah Berat Kering x 100% Berat Kering
9
BAB III EKSPERIMEN
3.1. Alat dan Bahan 3.1.1. Untuk Ekstraksi dan Uji MC/MR 1) Alat - Panci 1 buah Sebagai wadah yang menampung air dan daun sirih (wadah ekstraksi) - Timbangan Digital 1 buah Untuk mengukur berat daun sirih yang digunakan sebagai sample uji MC/MR - Kompor 1 buah Untuk memasak atau ektraksi 2) Bahan - Daun sirih 500 gram - Air 5 liter 3.1.2. Untuk Pencelupan 1) Alat - Panci 1 buah Sebagai wadah untuk mencelup kain - Kompor 1 buah Sebagai media pemanas untuk mencelup kain 2) Bahan - Kain Sutera sesuai resep ( 3 helai kain sutera dengan ukuran 30x30) - Zat hasil ekstraksi 3.1.3. Untuk Fiksasi 1) Alat - beaker gelas 500 ml 5 buah (disesuaikan dengan variasi zat fiksasi yang digunakan) - Pengaduk kaca 5 buah (disesuaikan dengan kebutuhan) 10
- Kanvas+kaki tiga + bunsen 5 buah (disesuaiakan kebutuhan) 2) Bahan - kain hasil celup - Zat fiksasi (sesuai resep) - air ( disesuikan) 3.1.3. Mengukur Ketuaan Warna 1) Alat Spektofotometer Merupakan alat yang digunakan untuk mengukur transmitansi (T atau %T) atau absorbansi (A) suatu cuplikan sebagai fungsi dari panjang gelombang. 2) Bahan Larutan Ekstraksi (disesuaikan resep) 3.1.4. Pembuatan Zat warna Bubuk 1) Alat Cawan keramik 1 buah Sebagai wadah untuk mengeringkan sample yang akan dibuat zat warna bubuk 2) Bahan Larutan Ekstraksi yang sudah di kentalkan dan berupa residu yang siap untuk di oven (disesuaikan resep) 3.1.5. Untuk Uji tahan gosok 1) Alat - Alat untuk Uji tahan gosok 2) Bahan - Kain hasil fiksasi 3.1.5. Untuk Uji tahan luntur 1) Alat - Alat untuk Uji tahan luntur 2) Bahan - Kain hasil fiksasi 11
3.2. Resep Percobaan dan Skema Proses 3.2.1. Resep Percobaan Resep Bahan 1/ Resep 1 Bahan 2/ Resep 2 Bahan 3/ Resep 3 Larutan Zat Warna daun sirih daun sirih daun sirih NaCL g/L - 10 g/L 10 g/L Asam Asetat 1 g/L Waktu 30 menit 30 menit 30 menit Vlot 1:30 1:30 1:30 Kapur - Tunjung - Tawas Garam Diazo - Kalium - - Tabel 1. Resep Percobaan 3.2.2. Skema Proses - Ekstraksi Zat Warna
Daun sirih Di ekstrak (larutkan) dalam air mendidih Hasil ekstraksi 1/3 volume semula Hasil ekstraksi 10 menit 20 30 40 100 0 C 30 0 C Daun sirih 50 60 menit 12
- Pembuatan Zat Warna Bubuk
- Pencelupan dan Fiksasi
Hasil ekstraksi diambil 50ml dipanaskan Menghasilkan residu Di oven Kain sutera Dicelup pada larutan ekstraksi sambil dipanaskan Hasil celup Proses fiksasi Hasil fiksasi 10 menit 20 30 40 100 0 C 30 0 C Larutan ekstraksi Zat sesuai resep Kain sutera
50 60 menit Pencelupan 10 menit 20 100 0 C 30 0 C Kain hasil celup Zat fiksasi
30 menit fiksasi 13
3.4. Cara Kerja 3.4.1. Ekstraksi - Siapkan bahan 500 gram. - Kemudian siapkan air 5 lt kemudian panaskan menggunakan kompor gas hingga mendidih dan masukan bahan kedalam air tersebut. - Setelah volume air berkurang 1/3 dari volume semula, matikan kompor dan saring air hasil ekstraksi tersebut hingga terpisah dari kotoran/daun sirih sisa ekstraksi. - Tuangkan dalam wadah untuk dilakukan proses selanjutnya. 3.4.2. Pembuatan zat warna bubuk - Setelah dilakukan proses ekstrak, selanjutnya larutan hasil ekstrak tadi di panaskan kembali hingga homogen dan agak kental - Kemudian ambil sebagian larutan ekstrak ( 50 ml) yang dipanaskan kembali secara terpisah sampai filtrat hampir habis - Sisa filtrat yang berupa residu dimasukan kedalam cawan porselen kemudian di oven hingga residu tadi benar benar kering - Setelah kering kemudian di timbang menggunakan timbangan digital untuk mengetahui berat keringnya 3.4.3. Pencelupan dan Pengiring 1) Pencelupan - Siapkan bahan yang akan di celup (dalam percobaan ini bahan yang digunakan ada 3 lembar kain yang berukuran 30 x 30 cm) - Kemudian ambil larutan hasil ekstraksi secukupnya (disesuaikan dengan bahan yang akan di celup) dimasukan kedalam wadah kemudian di panaskan 14
- Masukan bahan kedalam larutan ekstraksi yang dipanaskan tadi - Bahan di celup sambil dipanaskan selama 1 jam - Setelah proses pencelupan selsai dan bahan telah memiliki warna yang berbeda dari warna aslinya bahan kemudian di keringkan untuk dilakukan proses pengiring/fiksasi. 2) Fiksasi (Proses Iring) - Setelah bahan dicelup dan memiliki warna selanjutnya dilakukan proses fiksasi - Potong bahan sesuai kebutuhan disesuaikan dengan berapa jumlah zat fiksasi pada resep yang tertera. (ukuran bahan yang dipotong menjadi 24 dengan ukuran 2,5 x 20 cm ( 12 potong untuk uji tahan gosok basah dan uji tahan gosok kering) dan 12 potongan ukuran 5 x 10 cm(untuk uji tahan cuci)) - Masing masing fiksasi di masukan pada masing masing larutan ekstrasksi percobaan disesuaikan dengan resep - Panaskan selama 30 menit - Setelah proses fiksasi selsai, bahan dikeringkan untuk selanjutnya dilakukan pengujian pengujian. 3.4.4. Pengujian Pengujian 1) Ketuaan Warna (Spektofotometer) - Hasil ekstrasi yang berupa larutan ekstrasi daun sirih di ambil 100 ml dan 3 ml untuk diketahui ketuaan warnanya melalui alat spektofotometer - Larutan sebanyak 100 ml kemudian dibagi menjadi 5 sampel yaitu , 2 ml, 4 ml, 6 ml, 8 ml, 10, yang masing masing di larutkan dalam air hingga jumlah sampel dan air menjadi 100 ml 15
- Larutan Sebanyak 3 ml kemudian di larutkan dalam 100 ml air dan di panjang gelombang 400 700 nm 2) Tahan Gosok - siapkan kain kapas dengan ukuran 5 x 4 cm - Kain yang telah di fiksasi dengan ukuran 2,5 x 20 cm di pasang pada permukaan alat uji gosok - kain kapas yang telah disiapkan tadi di masukan pada cincin alat gosok (untuk uji basah kain kapas di celup pada air terlebih dahulu) - setelah semuanya dirasa benar putar bagian pemutar alat gosok untuk dapat menggerakan cincin penggosok pada permukaan kain yang dipasang pada permukaan alat gosok - putar terus hingga alat count pada mesin uji gosok menunjukan angka 10 (artinya digosok sebanyak 10 kali) - setelah selsai keluarkan kain dari cincin alat uji gosok dan dari permukaan alat uji gosok - tempelkan kain kapas (dengan cara dijahit) pada kain sutera - evaluasi daya tahan gosok kering/basah nya. 3) Tahan Luntur - siapkan kain poliester ukuran 5 x 10 cm sebanyak 24 helai - tempelkan (dengan cara dijahit) pada masing masing kain sutera ukuran 5 x 10 cm yang telah di fiksasi - siapkan tabung (tabung khusus pada mesin HT Dyeing) - masukan air dengan di beri sabun netral pada tabung tersebut - masukan masing masing bahan (bahan hasil fiksasi dengan ukuran 5 x 10 cm sebanyak 12) untuk uji tahan luntur 16
- tutup tabung tersebut dan masukan pada mesin HT Dyeing kemudian tutup kembali mesin tersebut - hidupkan mesin HT Dyeing atur selama 30 menit (mesin akan bunyi ketika waktu sudah terlewati) - keluarkan tabung dari mesin - HT Dyeing kemudian keluarkan bahan dari tabung - Cuci Bahan dan keringkan - Evaluasi uji tahan luntur bahan 17
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
Zat warna alam telah banyak diteliti oleh para ilmuwan baik di Indonesia maupun di luar negeri. Zat warna alam ini dapat diperoleh dari tumbuh tumbuhan dan hewan. Dari tumbuh tumbuhan dapat diambil dari akar, batang, kulit batang, daun dan buah. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa daun sirih (Piper Betle Linn) dapat mencelup kain sutera dan memberikan warna cokelat. Telah dilakukan penelitian pencelupan kain sutera dengan zat warna sirih dengan 6 variasi yaitu tanpa fiksasi, fiksasi dengan Kapur Tohor (CaCO3), Tunjung (FeSO4 7H2O), Tawas (Al2K2(SO4)3), kalium dan Garam Diazo. 4.1. Hasil Data pengukur panjang gelombang warna dari zat warna hasil reaksi dengan mengggunakan spektofotometer no konsentrasi (x) %T Abs Xy x2 1 2 16 0,79588 1,59176 4 2 4 11 0,958607 3,83443 16 3 6 9 1,045757 6,27454 36 4 8 7 1,154902 9,23922 64 5 10 6 1,221849 12,2185 100 JUMLAH 39 y 5,176996 xy 33,1584 x 2 220 Tabel 2 Penghitungan Sampel Untuk Nilai %T dan Abs (Absorbansi) Rumus : Y = ax + b A = n (xy) (x) (y) = 5 (33,1584) (30) (5, 176996) n (x 2 ) (x) 2 5 (220) (30) 2 = 165,79 1170 = -1004,21 = -5,02105 1100 900 200 18
Gambar 1. Grafik Hubungan Antara Konsentras dengan Absorbansi
4.1.2. Hasil Perhitungan MC/MR Daun sirih memiliki = - Berat Basah : 5,09 gram - Berat Kering : 1,31 gram Moisture Content (MC) = Berat Basah Berat Kering x 100% Berat Basah = 5,09 1,31 x 100% 5,09 = 0,7426 x 100% = 74,26 % Moisture Regain (MR) = Berat Basah Berat Kering x 100% Berat Kering = 5,09 1,31 x 100% 1,31 0 0.5 1 1.5 2 4 6 8 10 N i l a i
A b s o r b a n s i
Nilai Konsentrasi pengukuran warna terhadap larutan Absorbansi 19
= 2,8854 x 100% = 288,54 % 4.1.3. Hasil Ketahanan Luntur Warna Terhadap 1) Gosokan Standing Scale
Gambar 2. Grafik Ketahanan Luntur Warna
Gambar 3. Grafik Ketahanan Luntur Warna
Gambar 4. Grafik Ketahanan Luntur Warna 0 1 2 3 4 5 Uji Kering Uji Basah N i l a i
S t a n d i n g
S c a l e
Resep 1 Netral Tunjung 4.2 4.4 4.6 4.8 5 Uji Kering Uji Basah N i l a i
S t a n d i n g
S c a l e
Resep 2 Netral Kapur Garam Diazo Tawas 0 1 2 3 4 5 Uji Kering Uji Basah N i l a i
S t a n d i n g
S c a l e
Resep 3 Kapur Tunjung Kalium Bikarbonat Tawas 20
Dari ketiga grafik di atas dapat kita lihat bahwa diresep pertama dapat kita urutkan bahwa ketahanan gosok uji basah dan kering dengan standing scale terbaik adalah tanpa zat fiksasi sementara zat fiksasi dengan Garam diazo hasilnya kurang baik. Di resep 2 nilai maksimal di Uji kering dimiliki oleh semua zat fiksasi sementara di uji basah nilai minimun hanya dimiliki oleh kapur dan garam diazo. Di resep 3 nilai maksimum dimiliki oleh kapur dan nilai minimum di miliki oleh tunjung. Grey scale
Gambar 5. Grafik Ketahanan Luntur Warna terhadap Gosokan Uji Basah dan Uji Kering Resep 1
Gambar 6. Grafik Ketahanan Luntur Warna terhadap Gosokan Uji Basah dan Uji Kering Resep 2 0 1 2 3 4 5 Uji Kering Uji Basah N i l a i
G r e y
S c a l e
Resep 1 Netral Tunjung Garam Diazo Tawas 0 1 2 3 4 5 Uji Kering Uji Basah N i l a i
G r e y
S c a l e
Resep 2 Netral Kapur Garam Diazo Tawas 21
Gambar 7. Grafik Ketahanan Luntur Warna terhadap Gosokan Uji Basah dan Uji Kering Resep 3 Dari Grafik Grey scale di atas dapat kita lihat bahwa di resep pertama nilai maksimum (ketahanan lunturnya paling tinggi) dimiliki oleh netral, tunjung, dan tawas di uji kering dan uji basah , sementara nilai minimumnya dimiliki oleh garam di azo di uji basah dan uji kering. Di resep dua nilai maksimum dimiliki oleh semua zat fiksasi di uji kering sementara untuk di uji basah nilai minimum di miliki oleh garam di azo. Di resep 3 pada uji kering hanya tunjung yang berada di nilai terendah dan di uji basah semua memiliki nilai maksimum. 2) Pencucian Standing Scale
0 1 2 3 4 5 Uji Kering Uji Basah N i l a i
G r e y
S c a l e
Resep 3 Kapur Tunjung Kalium Bikarbonat Tawas 0 1 2 3 4 5 Netral Tunjung Tawas Garam Diazo N i l a i
G r e y
S c a l e
Zat Fiksasi Resep 1 Kapas Poliester 22
Dari grafik diatas dapat dilihat bahwa nilai maksimum resep 1 terdapat pada pencelupan tanpa fiksasi (netral) yang diuji dikain kapas dan poliester. Nilai minimum resep 1 terdapat pada pencelupan fiksasi tawas yang duji dikain kapas dan polietser. Kemudian nilai maksimum resep 2 terdapat pada pencelupan fiksasi tawas yang diuji dikain kapas dan poliester. Nilai minimum resep 2 terdapat pada pencelupan tanpa fiksasi (netral) yang duji dikain kapas dan polietser. Selanjutnya nilai maksimum resep 3 terdapat pada pencelupan fiksasi kapur yang diuji dikain kapas dan poliester. Nilai minimum resep 3 terdapat pada pencelupan tunjung (netral) yang duji dikain kapas dan polietser.
4.2 4.4 4.6 4.8 5 Netral Kapur Tawas Garam Diazo N i l a i
G r e y
S c a l e
Zat Fiksas
Resep 2 Kapas Poliester 0 1 2 3 4 5 N i l a i
G r e y
S c a l e
Zat Fiksasi Resep 3 Kapas Poliester 23
4.1.4. Hasil Reflektansi
Gambar 11. Kurva Reflektansi Pencelupana Resep 1
Gambar 12. Kurva Reflektansi Pencelupana Resep 2
400 500 600 700 Garam Diazo 1.9815 1.0747 0.5163 0.2348 Tunjung 2.9583 1.6629 1.6528 1.2257 Tawas 0.861 0.2864 0.1438 0.0901 Non Iring 0.6433 0.2411 0.1235 0.0731 0 2 4 6 8 10 12 14 R e f l e k t a n s i
Reflektansi Resep 1 400 500 600 700 Garam Diazo 1.5178 0.8713 0.4456 0.2194 Kapur 0.4258 0.1886 0.1059 0.0664 Tawas 0.759 0.2481 0.1255 0.0829 Non Iring 0.5537 0.215 0.1171 0.0733 0 2 4 6 8 10 12 14 R e f l e k t a n s i
Reflektansi Resep 2 24
Gambar 13. Kurva Reflektansi Pencelupana Resep 3 400 500 600 700 Kalium Bikarbonat 1.2791 0.5261 0.2602 0.1566 Kapur 0.5553 0.247 0.133 0.0763 Tunjung 2.5585 1.5257 1.6012 1.196 Tawas 0.8187 0.2615 0.1317 0.0852 Non Iring 0.5433 0.2136 0.1165 0.0729 0 2 4 6 8 10 12 14 R e f l e k t a n s i
Reflektansi Resep 3 25
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan Dari hasil percobaan yang telah kami lakukan ternyata memang benar bahwa zat fiksasi dapat menghasilkan arah/variasi warna berbeda. Demikian pula dengan uji tahan luntur dan uji tahan gosok yang telah dilakukan bahwa dengan fiksasi dapat mempengaruhi ketahanan luntur dan gosok pada kain walaupun tidak terlalu signifikan namun ini membuktikan bahwa zat warna alam daun sirih ini merupakan alternatif yang cukup baik untuk mewarnai kain sutera. Dari data percobaan yang telah kami lakukan, dapat kami simpulkan bahwa : - Pencelupan zat warna alam daun sirih pada kain sutera tanpa tambahan zat fiksasi menghasilkan warna cokelat muda dengan ketahanan luntur 4 dan ketahanan gosok 4 (diambil dari skala nilai 1-5) - Pencelupan dengan zat fiksasi mempengaruhi variasi warna, ketahanan luntur dan ketahanan gosok dari zat warna tersebut, diantarnya, zat fiksasi : Tunjung Menghasilkan warna abu abu tua (lebih ke arah hitam) Dengan daya tahan luntur dan daya tahan gosok baik (nilai 4,5 dari skala nilai 1-5) Tawas Menghasilkan warna cokelat yang sedikit lebih tua (kita sebut cokelat sedang) jika di bandingkan dengan warna yang dihasilkan tanpa proses fiksasi dengan daya tahan luntur dan daya tahan gosok baik (nilai 5 dari dari skala nilai 1-5) Garam Diazo 26
Menghasilkan warna cokelat tua dengan daya tahan luntur kurang baik di bandingkan dengan zat fiksasi lainnya. (nilai 4 dari skala nilai 1-5) Kapur Menghasilkan warna cokelat muda (lebih ke arah putih) hampir mirip dengan warna yang dihasilkan tanpa fiksasi. Untuk daya tahan luntur dan daya tahan gosok baik (nilai 5 dari skala nilai 1-5) Kalium Menghasilkan warna cokelat yang tua namun lebh muda jika di bandingkan dengan warna yang dihasilkan oleh garam diazo. Dengan daya tahan luntur dan daya tahan gosok baik (nilai 5 dari skala nilai 1 5) Zat fiksasi kalium adalah zat fiksasi paling pas untuk menghasilkan warna cokelat tua dengan daya tahan gosok dan luntur yang baik. Sementara pencelupan tanpa zat fiksasi lebih cocok jika kita menginginkan warna cokelat muda dengan daya tahan gosok dan luntur yang baik.
5.2. Saran
27
DAFTAR PUSTAKA
Srie Sunaryati, Suprih Hartini, Ernaningsih, 2000. Prosiding Pertemuan dan Presentasi Ilmiah Penelitian Dasar Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Nuklir. Yogyakarta : P3TM-BATAN.
Fitrihana, Noor. Teknik Eksplorasi Zat Pewarna Alam Dari Tanaman Di Sekitar Kita Untuk Pencelupan Bahan Tekstil.Jurusan PKK FT, Universitas Negeri Yogyakarta.
Modul Kimia Zat Warna dan Penanding Warna, Lab. KFT. STT Tekstil.
http://file.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._SENI_RUPA/1972061 31999031-BANDI_SOBANDI/ZAT_WARNA_ALAM.pdf (Di Akses pada Tanggal 17/03/2014)
http://balittro.litbang.deptan.go.id/ind/images/publikasi/bul.vol.20. no.1/10-daun%20sirih.pdf (Di Akses pada Tanggal 17/03/2014)