Anda di halaman 1dari 41

1

A. Pendahuluan

Pembangunan kesehatan merupakan salah satu upaya pembangunan
nasional yang diarahkan guna tercapainya kesadaran, kemauan, dan
kemampuan untuk hidup sehat bagi setiap penduduk agar dapat mewujudkan
derajat kesehatan yang optimal. Derajat kesehatan diselenggarakan melalui
pendekatan pemeliharaan dan peningkatan kesehatan (promotif), pencegahan
penyakit (preventif), penyembuhan penyakit (kuratif), dan pemulihan
kesehatan (rehabilitatif) yang dilaksanakan secara menyeluruh, terpadu dan
berkesinambungan. Kesehatan mempunyai peranan besar dalam
meningkatkan derajat hidup masyarakat, maka semua negara berupaya
menyelenggarakan pelayanan kesehatan sebaik-baiknya. Pelayanan kesehatan
dapat diselenggarakan sendiri atau bersama-sama dalam suatu organisasi
untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah dan mengobati
penyakit, serta memulihkan kesehatan perseorangan, kelompok, atau
masyarakat (Adisasmito, 2007).
Masalah kesehatan merupakan suatu masalah yang sangat kompleks,
yang saling berkaitan dengan masalah-masalah lain di luar kesehatan itu
sendiri. Demikian pula untuk mengatasi masalah kesehatan masyarakat tidak
hanya dilihat dari segi kesehatannya sendiri tapi harus dari seluruh segi yang
ada pengaruhnya terhadap kesehatan tersebut (Notoatmojdo, 2007).
Terwujudnya derajat kesehatan dalam masyarakat dipengaruhi oleh
beberapa faktor sebagaimana telah dikemukakan oleh Hendrik L. Blum.
Faktor-faktor dimaksud antara lain: faktor keturunan, faktor pelayanan
kesehatan, faktor perilaku, dan faktor lingkungan. Diantara faktor-faktor
2

tersebut, faktor lingkungan merupakan faktor yang paling besar memegang
peranan dalam status kesehatan masyarakat (Kusnoputranto, 1986).
Masalah kesehatan di Indonesia masih didominasi oleh penyakit-
penyakit berbasis lingkungan, seperti diare, Demam Berdarah Dengue
(DBD), malaria. Salah satu penyebab utama tingginya penyakit-penyakit
tersebut adalah rendahnya kualitas sanitasi dan higiene. Berdasarkan hasil
survey nasional Riskesdas tahun 2007, Prevalensi nasional penderita diare
sebesar 9,00% pada 14 provinsi. Prevalensi nasional Demam Berdarah
sebesar 0,62% pada 12 provinsi. Prevalensi nasional Malaria sebesar 2,85%
pada 15 provinsi. Kondisi yang demikian tentunya mempengaruhi beberapa
indikator pada status kesehatan di Indonesia.
Upaya yang dapat dilakukan untuk menyelesaikan masalah kesehatan
masyarakat yang multikausal tersebut bukan hanya tanggung jawab
pemerintah sebagai penyelenggara negara saja tetapi juga menuntut
partisipasi aktif dari berbagai pihak. Kegiatan yang dilakukan harus
melibatkan peran serta dari masyarakat agar dapat berjalan dengan lancar dan
sesuai dengan tujuan yang telah ditentukan (Notoatmodjo, 2007).
Jurusan Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu- Ilmu
Kesehatan Universitas Jenderal Soedirman (UNSOED) dalam rangka
menghasilkan sarjana yang menguasai ilmu pengetahuan dan ketrampilan di
bidang kesehatan masyarakat, serta mampu bersaing dalam pasar kerja global
guna mewujudkan masyarakat yang berperilaku hidup sehat. Guna
mewujudkan hal tersebut maka Jurusan Kesehatan Masyarakat Fakultas
Kedokteran dan Ilmu- Ilmu Kesehatan Universitas Jenderal Soedirman
3

(UNSOED) mengadakan Praktek Belajar Lapangan yang merupakan bentuk
partisipasi aktif dan proses belajar yang berkesinambungan dimulai dari
tahap identifikasi masalah hingga tahap intervensi masalah.
Kegiatan PBL ini di bagi menjadi 3 tahap, yaitu PBL I, II, dan III yang
dimulai pada semester V sampai semester VII. Kegiatan PBL I yang
dilaksanakan oleh kelompok III semester V tahun 2012 ini bertempat di Desa
Karangmangu wilayah kerja Puskesmas II Baturaden. Praktek Belajar
Lapangan I ini dititikberatkan pada identifikasi masalah kesehatan
masyarakat di Desa Karangmangu. Identifikasi masalah kesehatan ini
berdasar pada kerangka konsep H.L Blum mengenai faktor-faktor yang
mempengaruhi derajat kesehatan masyarakat yaitu lingkungan, perilaku,
pelayanan kesehatan, dan genetik. Hasil PBL I ini diharapkan dapat
menyediakan informasi dan data yang dapat digunakan sebagai evaluasi dan
intervensi program kesehatan yang ada di wilayah.

B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mahasiswa mengenal dan memiliki pengalaman belajar di
masyarakat, memotret kondisi kesehatan masyarakat dan mengidentifikasi
masalah-masalah kesehatan masyarakat dari aspek lingkungan, perilaku,
pelayanan kesehatan, dan kependudukan maupun hal-hal yang berkaitan
dengan manajemen organisasi pada unit pelayanan kesehatan masyarakat
yaitu Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas). Mengidentifikasi
masalah-masalah kesehatan yang ada dan merumuskan beberapa masalah
4

kesehatan utama melalui tahapan penentuan prioritas masalah di wilayah
masing-masing.
2. Tujuan Khusus
a. Mahasiswa dapat menjelaskan struktur organisasi, tatalaksana, tugas
pokok dan fungsi Puskesmas sebagai tempat pelayanan kesehatan
masyarakat.
b. Mahasiswa dapat menjelaskan proses perencanaan di tingkat
puskesmas.
c. Mahasiswa dapat menganalisis situasi masalah- masalah kesehatan
masyarakat dari aspek lingkungan, perilaku, pelayanan kesehatan, dan
kependudukan.
d. Mahasiswa dapat mengidentifikasi masalah-masalah kesehatan yang
ditemukan dalam bentuk rumusan masalah-masalah kesehatan yang
perlu mendapatkan pemecahan lebih lanjut.
e. Mahasiswa dapat menentukan prioritas masalah kesehatan.

C. Manfaat

1. Bagi Mahasiswa

Mengaplikasikan teori Ilmu Kesehatan Masyarakat (IKM) yang
telah didapat dalam menganalisis situasi, mengidentifikasi masalah, dan
menentukan prioritas masalah yang ada di masyarakat Dukuh I, Desa
Karangmangu, Kecamatan Baturaden, Kabupaten Banyumas.


5

2. Bagi Jurusan Kesehatan Masyarakat

Melaksanakan Tri Dharma Perguruan Tinggi melalui Praktek
Belajar Lapangan I di Dukuh I, Desa Karangmangu, Kecamatan
Baturaden, Kabupaten Banyumas.
3. Bagi Masyarakat

Memberikan informasi serta gambaran mengenai masalah
kesehatan yang ada di masyarakat Dukuh I, Desa Karangmangu,
Kecamatan Baturaden, Kabupaten Banyumas. Salah satu yang diharapkan
yaitu agar masyarakat mampu melakukan upaya pencegahan dalam
mengatasi masalah kesehatan di daerah tersebut.
4. Bagi Puskesmas

Memberikan informasi kepada puskesmas dan instansi pemerintah
Kabupaten Banyumas untuk mengetahui kondisi kesehatan masyarakat,
mengidentifikasi dan memprioritaskan masalah kesehatan yang ada di
Dukuh I, Desa Karangmangu, Kecamatan Baturaden, Kabupaten
Banyumas.








6

D. Tinjauan Pustaka


1. Definisi Sehat

Menurut WHO, sehat adalah suatu keadaan yang lengkap meliputi
kesejahteraan fisik, mental, dan sosial dan bukan semata-mata terbebas
dari cacat dan penyakit atau kelemahan. Konsep sehat menurut WHO
tersebut, mengharapkan adanya keseimbangan yang serasi dalam interaksi
antara manusia dan mahkluk hidup lain dalam lingkungannya. Keadaan
sakit merupakan akibat dari kesalahan adaptasi (mal adaptation) terhadap
lingkungannya dan interaksi antara manusia serta sumber penyakit. Sakit
diartikan pula sebagai suatu keadaan yang memperlihatkan adanya
keluhan dan gejala sakit secara subyektif dan obyektif, sehingga penderita
akan memerlukan pengobatan untuk mengembalikan dirinya kembali
dalam keadaan semula sebelum sakit (Mukono, 2000).
Kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spritual
maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif
secara sosial dan ekonomis (UU No. 36, 2009).
a. Kesehatan fisik yaitu keadaan baik dan bebas dari sakit pada seluruh
badan dan bagian-bagiannya (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1996).
b. Kesehatan mental adalah terwujudnya keharmonisan yang sungguh-
sungguh antara fungsi-fungsi jiwa, serta mempunyai kesanggupan
untuk menghadapi problema-problema yang biasa terjadi, serta
terhindar dari kegelisahan dan pertentangan batin (konflik) (Daradjat,
1983).
7

c. Kesehatan jiwa (spiritual) menurut ilmu kedokteran saat ini adalah
suatu kondisi yang memungkinkan perkembangan, intelektual, dan
emosional yang optimal dari seseorang dan perkembangan itu berjalan
selaras dengan orang lain (Suliswati, dkk, 2004).
d. Kesejahteraan sosial adalah kondisi terpenuhinya kebutuhan material,
spiritual, dan sosial warga negara agar dapat hidup layak dan mampu
mengembangkan diri, sehingga dapat melaksanakan fungsi sosialnya
(PP RI No. 39, 2012).
2. Faktor-Faktor yang Berpengaruh terhadap Derajat Kesehatan

Berdasarkan teori H.L. Blum dalam Soejoeti (2007) menjelaskan
bahwa derajat kesehatan individu atau masyarakat yang disebut sebagai
psychosocio somatic health well being, merupakan resultan dari 4 faktor
yaitu:
a. Environment atau lingkungan,
b. Behaviour atau perilaku,
c. Heredity atau keturunan yang dipengaruhi oleh populasi,distribusi
penduduk, dan sebagainya,
d. Health care service berupa program kesehatan yang bersifat
preventif, promotif, kuratif, dan rehabilitatif.
Keempat faktor tersebut saling berinteraksi secara dinamis yang
mempengaruhi kesehatan perorangan atau derajat kesehatan kelompok
masyarakat.



8










Gambar. 2.1. Konsep H.L.Blum (Assaf, 2001).

Berdasarkan gambar 2.1, faktor-faktor yang mempengaruhi derajat
kesehatan adalah faktor lingkungan, faktor perilaku, faktor pelayanan
kesehatan, dan faktor genetik. Keempat faktor tersebut saling berhubungan
dalam mempengaruhi faktor kesehatan masyarakat. Selain itu, keempat
faktor tersebut juga bekerja secara sinergis sehingga banyak diantara
penyakit yang timbul di masyarakat adalah akibat dari berbagai faktor
tersebut (Notoatmodjo, 2007).
1) Faktor lingkungan
Lingkungan adalah segala sesuatu yang berada di sekeliling kita dan
menjadi tempat hidup kita. Lingkungan mempunyai pengaruh yang
paling besar terhadap derajat kesehatan. Faktor lingkungan meliputi
lingkungan fisik, biologis, dan sosial.


LINGKUNGAN
GENETIK PERILAKU
DERAJAT
KESEHATAN
PELAYANAN KESEHATAN
9

a) Lingkungan fisik
Lingkungan fisik adalah lingkungan yang sangat berpengaruh
terhadap kesehatan manusia seperti melalui suhu, komposisi udara ,
kebisingan, air dan lain-lain.
b) Lingkungan sosial
Lingkungan sosial merupakan hasil interaksi antar manusia seperti
kebudayaan, pendidikan, ekonomi, dan sebagainya.
c) Lingkungan biologis
Lingkungan biologis merupakan pengaruh utama terhadap suplai
makanan dan reservoir serta mekanisme penularan banyak penyakit
terdiri dari golongan hewan dan tumbuhan.
(Sunarhadi, 2003).
2) Faktor perilaku
Perilaku manusia pada hakikatnya adalah suatu aktivitas pada manusia
itu sendiri. Perilaku adalah apa yang dikerjakan oleh organisme tersebut,
baik dapat diamati secara langsung atau tidak langsung (Notoatmodjo,
2007).
3) Pelayanan kesehatan
Ketersediaan fasilitas sangat dipengaruhi oleh lokasi, apakah dapat
dijangkau oleh masyarakat atau tidak, tenaga kesehatan yang
memberikan pelayanan, informasi dan motivasi masyarakat untuk
mendatangi fasilitas dalam memperoleh pelayanan, serta program
pelayanan kesehatan itu sendiri apakah sesuai dengan kebutuhan
masyarakat yang memerlukannya (Assaf, 2001).
10

4) Faktor genetik atau keturunan
Faktor genetik merupakan faktor yang telah ada dalam diri manusia yang
dibawa sejak lahir, misalnya dari golongan penyakit keturunan
diantaranya diabetes melitus dan asma bronkial, yang pengaruhnya pada
status kesehatan perorangan terjadi secara evolusif dan paling sukar
terdeteksi. Faktor genetik untuk kesehatan perorangan perlu mendapat
perhatian di bidang pencegahan penyakit (Muninjaya, 2004).
3. Masalah Kesehatan

Masalah kesehatan merupakan suatu masalah yang sangat kompleks,
yang saling berkaitan dengan masalah-masalah lain di luar kesehatan itu
sendiri. Datangnya penyakit merupakan hal yang tidak bisa ditolak,
meskipun kadang bisa dicegah atau dihindari. Sebagai negara berkembang,
Indonesia masih didominasi oleh penyakit-penyakit berbasis lingkungan,
seperti diare, Demam Berdarah Dengue (DBD), dan malaria.
a. Diare
Diare diartikan sebagai buang air besar yang tidak normal atau
bentuk tinja yang encer dan frekuensinya lebih banyak dari biasanya.
Neonatus dinyatakan diare bila frekuensi buang air besar sudah lebih
dari 4 kali. Sedangkan untuk bayi berumur lebih dari satu bulan dan
anak dikatakan diare bila frekuensinya lebih dari 3 kali. Penyakit diare
merupakan salah satu penyakit yang berbasis lingkungan. Dua faktor
yang dominan, yaitu sarana air bersih dan pembuangan tinja. Kedua
faktor ini akan berinteraksi bersama dengan perilaku manusia. Apabila
faktor lingkungan tidak sehat karena tercemar kuman diare serta
11

berakumulasi dengan perilaku manusia yang tidak sehat pula, yaitu
melalui makanan dan minuman maka dapat menimbulkan kejadian
penyakit diare (Soebagyo, 2008)
Pada tahun 2004, di Indonesia diare merupakan penyakit dengan
frekuensi KLB kelima setelah DBD, Campak, Tetanus Neonatorum dan
keracunan makanan. Angka kesakitan diare di Kalimantan Tengah dari
tahun 2000-2004 fluktuatif dari 15,87 sampai 23,45. Pada tahun 2005
kasus diare 37,53% terjadi pada balita (Depkes RI, 2005).
b. Demam Berdarah Dengue (DBD)
Demam Berdarah Dengue merupakan penyakit infeksi tular
vektor yang sering menyebabkan Kejadian Luar Biasa (KLB), dan tidak
sedikit menyebabkan kematian. Penyakit ini bersifat musiman yaitu
biasanya pada musim hujan yang memungkinkan vektor penular (Aedes
aegypti dan Aedes albopictus) hidup di genangan air bersih. Kasus
DBD setiap tahun di Indonesia terus meningkat dan bahkan makin
merajalela dengan pemanasan global. Pusat Informasi Departemen
Kesehatan mencatat, jumlah kasus DBD di Indonesia selama 2009
mencapai 77,489 kasus dengan 585 korban meninggal (Depkes RI,
2009).
Cara yang tepat dalam pemberantasan penyakit DBD adalah
dengan pengendalian vektor nyamuk sebagai penular. Pengendalian
vektor nyamuk Aedes spp dapat dilakukan dengan cara menggunakan
insektisida atau tanpa menggunakan insektisida. Penggunaan insektisida
yang berlebihan dan berulang dapat menimbulkan dampak yang tidak
12

diinginkan yaitu pencemaran lingkungan dan mungkin timbul
keracunan pada manusia dan hewan. Untuk mengurangi efek samping
dari bahan kimia maka perlu dikembangkan obat-obat penolak nyamuk
dari bahan yang terdapat di alam yang lebih aman untuk manusia dan
lingkungan, serta sumbernya tersedia dalam jumlah yang besar.
Pemanfaatan insektisida alami dalam pemberantasan vektor
diharapkan mampu menurunkan kasus DBD. Selain itu karena terbuat
dari bahan alami, maka diharapkan insektisida jenis ini akan lebih
mudah terurai (biodegradable) di alam sehingga tidak mencemari
lingkungan dan relatif aman bagi manusia dan ternak karena residunya
mudah hilang. Salah satu contoh tanaman adalah durian (Durio
zibethinus Murr) (Kardinan, 2004).
c. Malaria
Data Kasus Baru Malaria tahun 2009/2010 pada Riskesdas 2010
diperoleh melalui wawancara ART dan ditanyakan apakah selama satu
tahun terakhir pernah di diagnosis menderita malaria yang sudah
dipastikan dengan pemeriksaan darah oleh tenaga kesehatan. Hasil
menunjukkan bahwa besarnya angka Kasus Baru malaria tahun
2009/2010 di seluruh Indonesia adalah 22,9 per mil. Hasil menunjukkan
angka Kasus Baru malaria terendah di Bali (3,4), tertinggi di Papua
(261,5), diikuti Papua Barat (253,4), NTT (117,5), Maluku
Utara (103,2), Kepulauan Bangka Belitung (91,9), Maluku
(76,5), Sulawesi Utara (61,7), Bengkulu (56,7), Sulawesi Barat
(56,0), Kalimantan Barat (53,1), dan Jambi (52,2). Besarnya
13

angka Kasus Baru malaria di kawasan Luar Jawa-Bali adalah 45,2 per
mil atau hampir 6 kali angka Kasus Baru malaria di kawasan Jawa-Bali
(7,6).
Berdasarkan gejala klinis untuk penderita malaria dalam satu bulan
terakhir, setelah didiagosis dengan pemeriksaan darah, penderita
seharusnya memperoleh pengobatan yang efektif. Pengobatan yang
efektif ini harus memenuhi tiga katagori, yaitu: jenis obat yang
diperoleh adalah ACT, obat tersebut diperoleh penderita maksimum 24
jam setelah sakit dan dosis obat diperoleh untuk 3 hari dan diminum
seluruhnya. Persentase penderita (semua umur) yang memenuhi
persyaratan tersebut secara berturut-turut adalah 34,7 persen, 81,4
persen dan 82,7 persen. Cakupan pengobatan malaria yang efektif
dengan ACT untuk semua umur adalah 33,7 persen. Cakupan
pengobatan malaria yang efektif pada Balita (22,3%) lebih kecil dari
pada semua umur. Hal ini bisa terjadi karena beberapa hal seperti
kesulitan minum obat, kurangnya kesadaran orang tua member obat dan
sebagainya (Riskesdas, 2010).
4. Konsep Problem Solving Cycle

Praktek Belajar Lapangan I (PBL I) merupakan proses belajar
mahasiswa pada tahap analisis situasi, identifikasi masalah dan prioritas
masalah. Pemecahan masalah dalam Praktek Belajar Lapangan I
menggunakan siklus pemecahan masalah (problem solving cycle).
Problem solving cycle didefinisikan sebagai suatu proses penghilangan
14

perbedaan atau ketidaksesuaian yang terjadi antara hasil yang diperoleh
dan hasil-hasil yang diinginkan (Assaf, 2001).
Problem solving cycle merupakan suatu keterampilan yang
meliputi kemampuan untuk mencari informasi, menganalisa situasi,
mengidentifikasi masalah serta menentukan prioritas masalah dengan
tujuan untuk menghasilkan alternatif tindakan, kemudian
mempertimbangkan alternatif tersebut sehubungan dengan hasil yang
dicapai dan pada akhirnya melaksanakan rencana dengan melakukan suatu
tindakan yang tepat (Assaf, 2001).
Problem solving cycle seperti bagan di bawah ini:











Gambar.2.2 The Problem Solving Cycle ((Assaf, 2001).


Analisis
situasi
Identifikasi
masalah
Perioritas
masalah
Rencana
operasional
Pelaksanaan
dan
pergerakkan
Evaluasi
Problem
Solving
Cycle
15

a. Analisis situasi
Analisis situasi merupakan langkah awal dalam Problem
Solving Cycle. Dalam proses pemecahan masalah selalu dimulai
dari analisis situasi. Proses pemecahan masalah diharapkan benar-
benar memecahkan masalah kesehatan yang ada di masyarakat.
Semua itu memerlukan dukungan informasi yang tepat dari proses
analisis situasi. Tujuan analisis situasi adalah mengumpulkan
informasi sebanyak-banyaknya tentang kondisi kesehatan di suatu
daerah yang akan berguna untuk menetapkan permasalahan
(identifikasi masalah).
Analisa situasi dapat digunakan dalam rangka perencanaan
program dan analisis hambatan, dengan dilakukan analisis situasi
kita dapat memotret kondisi kesehatan masyarakat yang sedang
dihadapi suatu daerah serta determinan-determinannya atau faktor-
faktor yang mempengaruhi derajat kesehatan masyarakat, sehingga
dapat diperkirakan secara tidak langsung derajat kesehatan
masyarakat atau masalah kesehatan yang dialami masyarakat.
Analisis Situasi merupakan proses pengamatan situasi kini (present
condition atau the existing condition) dengan melakukan
pengamatan secara langsung di lapangan dan mengumpulkan
informasi atau data dari laporan-aporan atau publikasi melalui
metode observasi dan wawancara (Azwar, 1996).


16

b. Identifikasi masalah
Identifikasi masalah merupakan langkah kedua dalam
Problem Solving Cycle. Masalah merupakan suatu kendala atau
persoalan yang harus diselesaikan, dengan kata lain masalah adalah
suatu kesenjangan antara kenyataan (realita) dengan suatu yang
diharapkan dengan baik (ideal), agar tercapai tujuan dengan hasil
yang maksimal. Untuk itu, sebelum dapat menyelesaikan sebuah
masalah atau persoalan tersebut maka terlebih dahulu kita harus
melakukan suatu identifikasi masalah. Identifikasi masalah adalah
suatu tahapan proses merumuskan masalah untuk mengenali
masalah yang ingin diselesaikan. Salah salah satu cara untuk
memudahkan seseorang mengungkapkan atau menyatakan
identifikasi masalah dengan baik adalah dengan mengetahui secara
jelas masalah yang dihadapi.
Terdapat beberapa cara identifikasi masalah yaitu dengan
mengetahui jenis masalah yang dihadapi. Jenis-jenis masalah yang
biasanya kita temui tersebut bisa disebabkan oleh manusia sendiri,
masalah yang disebabkan oleh cara, teknik atau struktur kerja yang
kurang baik maupun masalah yang disebabkan oleh fenomena yang
terjadi. Adapun supaya masalah penelitian yang kita pilih benar-
benar tepat, kita dapat mengetahuinya dengan mengenali beberapa
karakteristik atau ciri-ciri yang biasanya menunjukan bahwa
sesuatu hal itu termasuk sebuah masalah yaitu misalnya bersifat
menarik, sesuatu hal yang baru, dan merupakan sesuatu hal yang
17

penting. Berkaitan dengan penentuan perioritas masalah kesehatan
masyarakat di suatu wilayah atau kota, kenyataan bahwa tiap
wilayah atau daerah memiliki permasalahan kesehatan dan derajat
kesehatan berbeda baik ditinjau dari sumberdaya alam maupun
sumberdaya manusia dan lain sebagainya, maka sebelum
penentuan perioritas masalah kesehatan masyarakat ditentukan
pada sebuah wilayah atau daerah, diperlukan pendekatan pada
masyarakat di wilayah yang berbeda-beda bagi tiap daerah. Tahap
identifikasi masalah sangat berperan penting dalam proses
penentuan perioritas masalah (Azwar, 1996).
c. Penentuan prioritas masalah
Penentuan perioritas masalah menjadi bagian penting dalam
proses pemecahan masalah dikarenakan dua alasan. Pertama,
karena terbatasnya sumber daya yang tersedia, dan karena itu
tidak mungkin menyelesaikan semua masalah. Kedua, karena
adanya hubungan antara satu masalah dengan masalah lainnya, dan
karena itu tidak perlu semua masalah diselesaikan (Azwar, 1996).
Ada beberap teknik atau metode yang dapat digunakan
untuk menetapkan prioritas masalah baik dengan menggunakan
pendekatan kuantitatif maupun kualitatif sebagai berikut:
a. Metode kuantitatif
1) Teknik kriteria matriks (Criteria Matrix Technique)
Kriteria yang dipergunakan banyak macamnya. Secara
umum dapat dibedakan atas tiga macam:
18

a) Pentingnya masalah
Makin penting (importancy) masalah tersebut, makin
diprioritaskan penyelesaiannya. Beberapa ukuran
pentingnya masalah sebagai berikut:
(1) Besarnya masalah (prevalence)
(2) Akibat yang ditimbulkan oleh masalah (severity)
(3) Kenaikan besarnya masalah (rate of increase)
(4) Derajat keinginan masyarakat yang tidak dipenuhi
(degree of unmeet need)
(5) Keuntungan sosial karena selesainya masalah
(social benefit)
(6) Suasana politik (political climate)
b) Kelayakan teknologi
Makin layaknya teknologi yang tersedia dan yang dapat
dipakai untuk mengatasi masalah (technical feasibility),
makin diprioritaskan masalah tersebut.
c) Sumber daya yang tersedia
Makin tersedia sumberdaya yang dapat dipakai seperti
tenaga, dana, dan sarana untuk mengatasi masalah
(resource ability) makin diprioritaskan masalah
tersebut.



19

2) Metode Delbeq
Pada metode ini diprioritaskan masalah dilakukan denagn
memberikan bobot (yang merupakan nilai maksimum dan
berkisar antara 0 sampai 100), dengan kriteria:
a) Besar masalah yaitu % atau jumlah atau kelompok
penduduk yang ada kemungkinan terkena masalah serta
keterlibatan masyarakat instansi terkait.
b) Kegawatan masalah yaitu tingginya angka morbiditas
dan mortalitas kecenderungannya dari waktu ke waktu.
c) Biaya/dana yaitu besar atau jumlah dana yang
diperlukan untuk mengatasi masalah baik dari segi
instansi yang bertanggungjawab terhadap penyelesaian
masalah atau dari masyarakat yang terkena masalah.
d) Kemudahan yaitu tersedianya tenaga, sarana/peralatan,
waktu serta cara atau metode dan teknologi penyelesaian
masalah seperti tersedianya kebijakan/peraturan,
petunjuk pelaksanaan (juklak), petunjuk teknis (juklis)
dan sebaginya.
Langkah-langkah yang harus dilakukan sebagai berikut:
a) Tentukan dahulu bobot masing-masing kriteria (0-10).
b) Isi setiap kolom dengan hasil perkalian antara bobot
dengan skor masing-masing masalah. Besarnya skor tidak
boleh melebihi bobot yang telah dispakati, bila ada
20

perbedaan pendapat dalam menentukan besarnya bobot
dan skor yang dipilh reratanya.
c) Jumlah nilai masing-masing kolom dan tentukan
prioritasnya berdasarkan jumlah skor yang tertinggi
sampai terendah.
3) Metode Hanlon (Kuantitatif)
Metode ini hampir sama dengan metode delbeq, dilakukan
dengan memberikan skor atas rangkaian kriteria A, B, C,
dan D (PEARL).
A= Besar masalah yaitu % atau jumlah atau kelompok
penduduk yang terkena masalah serta keterlibatan
masyarakat dan instansi yang terkait. Skor 1-10 (kecil
besar).
B= Kegawatan masalah yaitu tingginya angka morbiditas
dan mortalitas, kecenderungannya dari waktu ke waktu.
Skor 0-10 (tidak gawat - sangat gawat).
C= Efektivitas atau kemudahan penanggulangan masalah,
dilihat dari perbandingan antara perkiraan hasil atau
manfaat penyelesaian masalah yang akan diperoleh dengan
sumber daya (biaya, sarana, dan cara) untuk menyelesaikan
masalah. Skor 0-10 (sulit - mudah).
D= PEARL
Berbagai pertimbangan dalam kemungkinan pemecahan
masalah. Skor 0= tidak dan 1= ya.
21

P= Propiatness yaitu kesesuaian masalah dengan prioritas
berbagai kebijaksanaan / program/ kegiatan/ instansi/
organisasi terkait.
E= Economic feasibility yaitu kelayakan dari segi
pembiayaan.
A= Acceptability yaitu situasi penerimaan masyarakat dan
instansi terkait/instansi lainnya.
R= Resource availability yaitu ketersediaan sumber daya
untuk memecahkan masalah (tenaga, sarana/peralatan,
waktu).
L= Legality yaitu dukungan aspek hokum/perundang-
undangan/peraturan terkait seperti peraturan
pemerintah/juklak/juknis/protap.
Setelan kriteria tersebut berhasil diisi, maka selanjutnya
menghitung nilai NPD dan NPT dengan rumus sebagai
berikut:
NPD= nilai prioritas dasar = (A+B) x C
NPT=nilai prioritas total = (A=B) x C x D
Prioritas pertama adalah masalah dengan skor NPT
tertinggi. Metode Hanlon (Kuantitatif) ini lebih efektif bila
digunakan untuk masalah yang bersiifat kuantitatif.
4) Metode Hanlon (Kualitatif)
Metode Hanlon (Kualitatif) ini lebih efektif dipergunakan
untuk masalah yang bersifat kualitatif dan data atau
22

informasi yang tersediapun bersifat kualitatif misalkan
peran serta masyarakat, kerjasama lintas program,
kerjasama lintas sektor dan motivasi staf.
Prinsip utama dalam metode ini adalah membandingkan
pentingnya masalah yang satu denagn yang lainnya
dengan cara matching.
Langkah-langkah metode ini adalah sebagai berikut:
a) Membuat matriks masalah.
b) Menuliskan semua masalahayang berhasil
dikumpulkan pada sumbu vertikal dn horisontal.
c) Membandingkan (matching) antara masalah yang satu
dengn yang lainnya pada sisi kanan diagonal dengan
memberi tanda (+) bila masalah lebih penting dan
memberi tanda (-) jika masalah kurang penting.
d) Menjumlahkan tanda (+) secara horisontal dan
memasukan pada kotak total (+) horisontal.
e) Menjumlahkan tanda (-) secara vertikal dan masukan
pada kotak total (-) vertikal.
f) Pindahkan hasil penjumlahan pada total (-) horisontal
dibawah kotak (-) vertikal.
g) Jumlah hasil vertikal dan horisontal dan memasukan
pada kotak total.
h) Hasil penjumlahan pada kotak total yang mempunyai
nilai tertinggi adalah urutan prioritas masalah.
23

5) Metode CARL
Metode CARL merupakan metode yang cukup baru di
kesehatan. Metode CARL juga didasarkan pada
serangkean criteria yang harus diberi skor 0-10. Criteria
CARL tersebut mempunyai arti:
C= Capability yaitu ketersediaan sumber daya (dana,
sarana, dan peralatan).
A= Accesebility yaitu kemudahan, masalah yang ada
mudah diatasi atau tidak. Kemudahan dapat dirasakan
pada ketersediaan metode/cara/teknologi serta penunjang
pelaksanaan seperti peraturan atau juklak.
R= Readiness yaitu kesiapan dari tenaga pelaksana
maupun kesiapan sasaran, seperti keahlian atau
kemampuan atau motivasi.
L= Leverage yaitu beberapa besar pengaruh kreteria yang
satu dengan yang lain dalam pemecahan masalah yang
dibahas.
Setelah masalah atau alternative pemecahan masalah
diidentivikasi,pendapat tentang nilai skor yang diambil
adalah rata. Nilai total adalah merupakan hasil perkalian :
C x A x R x L.



24

6) Metode Reinke
Metode Reinke juga merupakan metode dengan
mempergunakan skor. Nilai skor berkisar 1-5 atas
serangkean criteria :
M = Magnitude of the problem yaitu besarnya masalah
yang dapat dilihat dari % atau jumlah/kelompok yang
terkena masalah, keterlibatan masyarakat serta
kepentingan instansi terkait.
I = Importansi atau kegawatan masalah yaitu tingginya
data mordibitas dan mortalitas serta kecendrungan dari
waktu kewaktu.
V = Vulnerability yaitu sensitif atau tidaknya pemecahan
masalah dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi.
Sensitifitas dapat diketahui dari perkiraan hasil (output)
yang diperoleh dibandingkan dengan (input) yang
dipergunakan.
C = Cost yaitu biaya atau dana yang dipergunakan untuk
melaksanakan pemecahan masalah. Semakin besar biaya
semakin kecil skornya.
P = Prioritas atau pemecahan masalah.
Sama seperti masalah yang lain dengan menggunakan
skor, maka untuk mempermudah pengerjaan diperlukan
adanya tabel. Hasil sekor masing-masing masalah
kemudian dihitung dengan rumus:
25

P = (M x V x I) : C
7) Metode Bryant
Metode Bryant juga menggunakan scoring yang
didasarkan pada criteria:
P = Prevalence atau besar masalah yaitu jumlah atau
kelompok masyarakat yang terkena masalah.
S = Seriousness atau kegawatan masalah yaitu tingginya
angka mordibitas atau mortalitas serta kecendrungannya.
C = Community concern yaitu perhatian atau kepentingan
masyarakat dan pemerintah atau instansi terkait terhadap
masalah tersebut.
M = Managebility yaitu ketersediaan sumber daya (
tenaga, dana, sarana dan metode/cara) (Chriswardani,
2011).
d. Rencana operasional
Perencanaan dalam arti yang seluas luasnya tidak lain
adalah suatu proses mempersiapkan secara sistematis kegiatan
kegiatan yang akan dilakukan untuk mencapai sesuatu tujuan
tertentu. Rencana operasional mempunyai fokus yang lebih
sempit, jangka waktu yang lebih pendek (kurang dari1tahun) dan
melibatkan manajemen tingkat bawah (Muninjaya, 2004).
e. Pelaksanaan dan penggerakkan
Penggerakan (motivating) dan pelaksanaan adalah
keseluruhan proses pemberian motif bekerja kepada para bawahan
26

sedemikian rupa, sehingga mereka mau bekerja dengan ikhlas demi
tercapainya tujuan organisasi dengan efisien dan ekonomis
(Muninjaya, 2004).
f. Evaluasi
Evaluasi merupakan tahap akhir dari problem solving cycle,
tahap evaluasi adalah penilaian keberhasilan suatu program,
dengan membuktikan apakah program yang sudah dijalankan
berjalan dengan baik dan sesuai dengan tujuan atau tidak.
Tahap-tahap dari Problem Solving Cycle diatas yang
dilaksanakan dalam kegiatan PBL I hanya analisis situasi,
identifikasi masalah dan prioritas masalah. Tahap-tahap
selanjutnya akan dilaksanakan di kegiatan PBL II dan PBL III.
5. Pusat Kesehatan Masyarakat

Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) merupakan suatu
kesatuan organisasi kesehatan fungsional yang merupakan pusat
pengembangan kesehatan masyarakat yang juga membina peran serta
masyarakat disamping memberikan pelayanan secara menyeluruh dan
terpadu kepada masyarakat di wilayah kerjanya dalam bentuk kegiatan
pokok. Wilayah kerja puskesmas meliputi satu kecamatan atau sebagian
dari kecamatan. Faktor kepadatan penduduk, luas daerah, keadaan geografi
dan keadaan infrastruktur lainnya merupakan bahan pertimbangan dalam
menentukan wilayah kerja puskesmas (Trihono, 2005).
Sasaran penduduk yang dilayani oleh sebuah puskesmas rata-rata
30.000. penduduk. Untuk perluasan jangkauan pelayanan kesehatan maka
27

puskesmas perlu ditunjang dengan unit pelayanan kesehatan yang lebih
sederhana yaitu Puskesmas Pembantu dan Puskesmas Keliling. Puskesmas
pembantu yaitu unit pelayanan kesehatan yang sederhana dan berfungsi
menunjang dan membantu melaksanakan kegiatan-kegiatan yang
dilakukan puskesmas dalam rung lingkup wilayah yang lebih kecil.
Sedangkan Puskesmas Keliling yaitu unit pelayanan kesehatan keliling
yang dilengkapi dengan kendaraan bermotor dan peralatan kesehatan,
peralatan komunikasi, serta sejumlah tenaga yang berasal dari puskesmas
dengan funsi dan tugas yaitu memberi pelayanan kesehatan daerah
terpencil , melakukan penyelidikan KLB, transport rujukan pasien,
penyuluhan kesehatan dengan audiovisual. Pelayanan kesehatan yang
diberikan di Puskesmas adalah pelayanan kesehatan yang meliputi
pelayanan pengobatan (kuratif), upaya pencegahan (preventif),
peningkatan kesehatan (promotif) dan pemullihan kesehatan (rehabilitatif)
yang ditujukan kepada semua penduduk dan tidak dibedakan jenis kelamin
dan golongn umur, sejak pembuahan dalam kandungan sampai tutup usia.
Jenis upaya kesehatan yang diselenggarakan oleh puskesmas ada
dua macam rujukan yang dikenal, yakni:
a. Rujukan upaya kesehatan perorangan
Cakupan rujukan pelayanan kesehatan perorangan adalah
kasus penyakit. Apabila suatu puskesmas tidak mampu
menanggulangi satu kasus penyakit tertentu, maka puskesmas tersebut
wajib merujuknya ke sarana pelayanan kesehatan yang lebih mampu
(baik horisontal maupun vertikal). Sebaliknya pasien paska rawat inap
28

yang hanya memerlukan rawat jalan sederhana, dirujuk ke puskesmas.
Rujukan upaya kesehatan perorangan dibedakan atas tiga macam:
1) Rujukan kasus keperluan diagnostik, pengobatan, tindakan medik
(biasanya operasi) dan lain-lain.
2) Rujukan bahan pemeriksaan (spesimen) untuk pemeriksaan
laboratorium yang lebih lengkap.
3) Rujukan ilmu pengetahuan antara lain mendatangkan tenaga yang
lebih kompeten untuk melakukan bimbingan kepada tenaga
puskesmas dan ataupun menyelenggarakan pelayanan medik di
puskesmas.
b. Rujukan upaya kesehatan masyarakat
Cakupan rujukan pelayanan kesehatan masyarakat adalah
masalah kesehatan masyarakat, misalnya kejadian luar biasa,
pencemaran lingkungan, dan bencana Rujukan pelayanan kesehatan
masyarakat juga dilakukan apabila satu puskesmas tidak mampu
menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat wajib dan
pengembangan, padahal upaya kesehatan masyarakat tersebut telah
menjadi kebutuhan masyarakat. Apabila suatu puskesmas tidak
mampu menanggulangi masalah kesehatan masyarakat, maka
puskesmas tersebut wajib merujuknya ke Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota. Rujukan upaya kesehatan masyarakat dibedakan atas
tiga macam:
1) Rujukan sarana dan logistik, antara lain peminjaman peralatan
fogging, peminjaman alat laboratorium kesehatan, peminjaman alat
29

audio visual, bantuan obat, vaksin, bahan-bahan habis pakai dan
bahan makanan.
2) Rujukan tenaga antara lain dukungan tenaga ahli untuk
penyelidikan kejadian luar biasa, bantuan penyelesaian masalah
hukum kesehatan, penanggulangan gangguan kesehatan karena
bencana alam.
3) Rujukan operasional, yakni menyerahkan sepenuhnya masalah
kesehatan masyarakat dan tanggungjawab penyelesaian masalah
kesehatan masyarakat dan atau penyelenggaraan upaya kesehatan
masyarakat (antara lain Upaya Kesehatan Sekolah, Upaya
Kesehatan Kerja, Upaya Kesehatan Jiwa, pemeriksaan contoh air
bersih) kepada Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Rujukan
operasional diselenggarakan apabila puskesmas tidak mampu
(Trihono, 2005).










30

E. Metode Pelaksanaan

1. Tempat dan Waktu
Tempat pelaksanaan PBL I kelompok III yaitu di wilayah Dukuh I,
Desa Karangmangu, Kecamatan Baturaden, Kabupaten Banyumas.
Kegiatan PBL I akan dilaksanakan pada tanggal 3 November - 2
Desember 2012.
2. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam PBL I adalah jenis penelitian
kuantitatif dengan rancangan penelitian observasional melalui wawancara
tersturktur dan menggunakan informasi yang tersedia (Using available
information), serta metode kualitatif dengan diskusi kelompok terarah
(Focus Group Discussions).
3. Definisi Operasional
No Variabel Definisi Operasional Cara Pengukuran dan
Kategori
Skala
Data
1. Pendidikan

Tingkat pendidikan
terakhir responden
Wawancara dengan kuisioner:
kategori
a. Tingkat Dasar
b. Tingkat Menengah
c. Tingkat Lanjut
Ordinal
2. Pendapatan

Jumlah penghasilan
yang didapat
keluarga dari
pekerjaan selama 1
bulan yang
memenuhi Upah
Minimum Regional
(UMR) Kabupaten
Banyumas
Wawancara dengan kuisioner
Kategori :
<Rp795.000 = rendah
Rp 795.000 = tinggi
Rp795.000 = sedang
Ordinal
3.
Pekerjaan Mata pencaharian
keluarga yang
menghasilkan
pendapatan
Wawancara dengan kuisioner
Kategori :
a. Sektor formal
b. Sektor non-formal
Nominal
31

4. Usia Lama hidup
responden semenjak
dilahirkan
Kategori
15-64 th = produktif
>64 th = non produktif
(jateng.
bkkbn.go.id/data/.../21032012_
_084457_420406263_data.pdf)
Nominal
5. Lingkungan Lingkungan
responden berkaitan
dengan sumber air
rumah tangga,
keberadaan vektor di
dalam rumah, sanitasi
lingkungan, dan
kondisi rumah.

Wawancara dengan kuisioner
Kategori :
Jika data berdistribusi normal :
0. Kurang, jika skor < mean
1. Baik, Jika skor mean
Jika data berdistribusi tidak
normal:
0. Kurang, jika skor < median
1. Baik, jika skor median

Ordinal
2. Perilaku
Kesehatan
Perilaku kesehatan
responden dalam
hygiene sanitasi,
konsumsi makanan,
akses pelayanan
kesehatan, olahraga
dan rekreasi, serta
kegiatan kerja bakti.
Wawancara dengan kuisioner
Kategori :
Jika data berdistribusi normal :
0. Kurang, jika skor < mean
1. Baik, Jika skor mean
Jika data berdistribusi tidak
normal:
0. Kurang, jika skor < median
1. Baik, jika skor median
Ordinal
3. Pelayanan
Kesehatan
Aspek pelayanan
kesehatan yang
dilakukan oleh
responden meliputi
pelayanan kesehatan
yang paling sering
dikunjungi, akses
pelayanan kesehatan,
tarif pelayanan
kesehatan,
kepemilikan asuransi
kesehatan,
pemanfaatan
Pelayanan KIA, serta
keberadaan posyandu
Lansia.
Wawancara dengan kuisioner
Kategori :
Jika data berdistribusi normal :
0. Kurang, jika skor < mean
1. Baik, Jika skor mean
Jika data berdistribusi tidak
normal:
0. Kurang, jika skor < median
1. Baik, jika skor median
Ordinal
4. Genetik Riwayat keluhan
menderita :
a. Gangguan Jiwa
b. Buta Warna
c. Glukoma
d. Bibir Sumbing
e. Alergi Dermatitis
Wawancara dengan kuisioner
Kategori :
Ya/Tidak
Nominal
32

f. Alergi Rinitis
g. Thalasemia
h. Hemofilia
i. Hipertensi
j. Jantung Koroner

4. Populasi dan Sampel
Populasi dalam PBL 1 adalah kepala keluarga pada Dukuh I Desa
Karang Mangu kecamatan Baturaden Kabupaten Banyumas sebanyak 816
Kepala Keluarga. Teknik pengambilan sampel yang digunakan pada
kegiatan PBL I di Desa Karang Mangu adalah dengan menggunakan salah
satu teknik dari Random Sampling yaitu Simple Random Sampling. Proses
pengambilan sampel dilakukan dengan memberi kesempatan yang sama
pada setiap anggota populasi untuk menjadi anggota sampel.
Penentuan besar sampel dengan populasi diketahui:
n = Z
2
1-/2 P(1-P) N
d
2
(N-1)+ Z
2
1-/2 P(1-P)
keterangan: n : Banyaknya sampel
Z: 1,96
P: 0,5
d: 10%
N: Banyaknya populasi (Azwar dan Prihartono, 2003).
Perhitungan untuk besar sampel PBL 1 di Desa Karang Mangu:
) 5 , 0 1 .( 5 , 0 . 96 , 1 ) 1 816 .( 1 , 0
5 , 0 ). 5 , 0 1 .( 816 . 96 , 1
2 2
2


n



33

dengan krteria inklusi masih hidup dan mau diwawancara
sedangkan kriteria eksklusinya yaitu tidak mau diwawancara dan
sudah meninggal atau sedang berpergian.
5. Instrumen
Instrumen penelitian adalah alat alat yang digunakan untuk
pengumpulan data. Instrumen ini dapat berupa kuesioner (daftar
pertanyaan) , formulir observasi , formulir formulir lain yang berkaitan
dengan pencatatan data dan sebagainya.
Instrumen yang digunakan pada PBL I yaitu sebagai berikut :
a. Kuesioner
Kuesioner adalah suatu metode pengumpulan data dengan
jalan mengajukan suatu daftar pertanyaan tertulis kepada sejumlah
individu dan individu yang diberi daftar pertanyaan orang yang
diinginkan langsung datanya. Hasil kuesioner tersebut akan
dilaporkan dalam bentuk angka-angka, tabel-tabel, analisa statistik,
dan kesimpulan hasil penelitian (Sugiyono,2008).
b. Pedoman wawancara
Pedoman wawancara merupakan acuan yang digunakan oleh
peneliti ada saat melaksanakan wawancara dengan narasumber agar
informasi yang didapatkan sesuai dengan tujuan penelitian
(Sugiyono,2008).


34

d. Alat perekam gambar
Pelaksanaan PBL I akan menggunakan alat perekam. Alat
perekam gambar adalah alat yang digunakan untuk mengabadikan
kondisi lingkungan yang ada di dalam masyarakat.
6. Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam PBL I ini yaitu :
a. Data Primer adalah data yang didapatkan langsung dari responden
penelitian melalui wawancara langsung dengan responden seperti :
1) Wawancara
Wawancara adalah metode yang digunakan untuk memperoleh
informasi secara langsung, mendalam, bentuknya bisa terstruktur
ataupun tidak terstruktur, dan individu. Jenis wawancara dalam
pengambilan data ini yaitu wawancara terpimpin karena dalam
pengumpulan data menggunakan kuesioner sebagai dasar dalam
melakukan wawancara (Notoatmodjo, 2007).
Wawancara yang dilakukan di wilayah dukuh 1 Desa
Karangmangu Kecamatan Baturaden, Kabupaten Banyumas adalah
wawancara terpadu dengan menggunakan alat bantu kuesioner.
Wawancara dilakukan dengan menggunakan kuesioner yang berisi
pertanyaan-pertanyaan untuk menggali dan mengumpulkan data
mengenai masalah kesehatan di Desa Karangmangu Dukuh 1
Kecamatan Baturaden Kabupaten Banyumas.


35

2) Observasi
Observasi yang digunakan adalah observasi non partisipatif ,
dalam teknik ini peneliti berada diluar kegiatan yang seolah-olah
sebagai penonton. Peneliti datang ditempat kegiatan yang diamati
tetapi tidak ikut terlibat dalam kegiatan tersebut. Peneliti mencatat,
menganalisis dan selanjutnya dapat membuat kesimpulan tentang
perilaku (Sugiyono,2008).
3) Fokus Group Discussion
Fokus Group Discussion merupakan pengumpulan data
melalui diskusi kelompok dikenal sebagai diskusi grup terfokus
atau FGD (Focus Group Discussion). Diskusi grup terfokus
merupakan kelompok kecil terdiri atas 810 orang yang dipilih
untuk mendiskusikan topik tertentu, dalam PBL I ini dipilih 9
orang yang terdiri dari kader-kader, tokoh agama, tokoh
masyarakat untuk memprioritaskan atau menentukan masalah
kesehatan yang ada di Desa Karangmangu Dukuh 1 Kecamatan
Baturaden Kabupaten Banyumas.
4) Dokumentasi
Dokumentasi merupakan cara pengumpulan data yang
menghasilkan catatan-catatan penting yang berhubungan dengan
masalah yang diteliti, sehingga akan diperoleh data yang lengkap
dan bukan berdasarkan perkiraan. Sebagian besar dokumen yang
tersedia adalah dalam bentuk tulisan atau gambar (foto).
36

b. Data sekunder adalah data yang diperoleh dari instansi yang terkait
dengan cara menelaah dokumen pada suatu institusi. Pada PBL I ini
data diperoleh dari Puskesmas II Baturaden berupa profil Puskesmas
dan Kantor Balai Desa Karangmangu Kecamatan Baturaden Kabupaten
Banyumas berupa profil Desa.
7. Analisis Data
Tahap-tahap analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini yaitu
peneliti melakukan kegiatan pencatatan yang terjadi dilapangan secara
obyektif, kemudian hasil pencatatan tersebut dikelompokkan atau
dikategorikan secara rinci sesuai dengan kata kunci yang muncul. Setelah
itu, peneliti akan merangkum hasil dari pencatatan materi tersebut untuk
dipilih dan kemudian difokuskan pada hal-hal yang penting. Selanjutnya,
pada setiap kategorinya diberi pernyataan yang menunjukkan hubugan
antar kategori, sehingga dapat ditarik sebuah kesimpulan. ( Sugiyono
2008)
Data yang telah diperoleh dari Puskesmas II Baturaden dianalisis
secara deskriptif. Data tersebut menggambarkan keadaan umum dan
keadaan kesehatan masyarakat Desa Karangmangu. Penyajian data dari
hasil analisis berupa tulisan, tabel, dan diagram atau grafik agar lebih
mudah dipahami. Pengolahan data melalui beberapa tahapan sebagai
berikut :



37

a. Editing
Yaitu kegiatan untuk mengecek isian formulir atau kuesioner apakah
jawaban yang ada dalam kuesioner lengkap (semua pertanyaan
sudah terisi jawabannya), jelas (tulisan jawaban pertanyaan cukup
jelas terbaca), relevan (jawaban sesuai dengan pertanyaan), dan
konsisten (antara beberapa pertanyaan yang berkaitan, isi
jawabannya relevan) (Hastono, 2001).
b. Coding
Yaitu kegiatan pemberian kode pada tiap data yang termasuk dalam
kategori yang sama (Hasan, 2004).
c. Entry data
Yaitu kegiatan pemindahan data ke dalam komputer untuk diolah
menggunakan program SPSS (Hastono, 2001).
d. Tabulating
Yaitu kegiatan mengelompokkan data ke dalam suatu tabel tertentu
menurut sifat-sifat yang dimilikinya sesuai dengan tujuan penelitian
(Azwar dan Prihantono, 2003).
Analisis data dilakukan setelah pengolahan data melalui SPSS for
windows 16.0, menggunakan analisis univariat yaitu analisis yang
digunakan untuk mendiskripsikan atau menjelaskan presentase dari
karakteristik masing-masing variabel yang diteliti.
8. Penentuan Prioritas Masalah
Metode yang digunakan dalam menentukan prioritas masalah melalui
pendekatan kuantitatif dengan metode Multiple Criteria Utility Assesment
38

(MCUA). MCUA didasarkan pada pemberian skor dengan pembobotan
pada masalah yang ditelaah atau diidentifikasi. Penetapan kriteria untuk
masalah dapat dilakukan dengan pendekatan metode PEARL, CARL,
USG, dan sebagainya. Pembuatan tabel MCUA meliputi beberapa tahapan
yaitu:
a. Membuat judul tabel,
b. Garis mendatar untuk masalah yang ditelaah,
c. Kolom ke bawah untuk kriteria,
d. Memberi bobot untuk masing-masing kriteria berdasarkan
kesepakatan kelompok,
e. Memberi skor untuk masing-masing masalah,
f. Mengalikan nilai skor dan bobot skor,
g. Urutan prioritas masalah sesuai dengan urutan nilai mulai dari yang
terbanyak, selanjutnya keputusan dapat diambil (Azwar dan
Prihantono, 2003).
Tabel C.1 Penetapan Priorotas Masalah dengan MCUA

No Masalah Bobot Permasalahan
S BS S BS S BS S BS S BS
1. Besarnya Masalah
2. Keseriusan Masalah
3. Kemudahan
Penanggulangan
Masalah

4. Kemampuan Sumber
Daya yang dimiliki

5. Perhatian Pemerintah
terhadap Masalah
tersebut

Total
39

D. Jadwal Kegiatan













Kegiatan BULAN
Oktober November Desember Januari
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
Penyusunan
Proposal

Pengumpulan
Proposal

PelaksanaanPB
L 1 dan
penyusunan
laporan PBL 1

Pengumpulan
laporan untuk
seminar

Seminar PBL 1
Perbaikan
Laporan

Pengumpulan
Laporan yang
sudah diperbaiki

40

E. Daftar Pustaka

Adisasmito, W. 2007. Sistem Kesehatan. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.

Assaf. 2001. Jaminan Mutu Pelayanan Kesehatan. Jakarta : EGC

Azwar, Azrul, 1996. Administrasi Kesehatan . Jakarta : Bina Rupa Aksara.

Azwar, A dan J, Prihantono. 2003. Metodologi Penelitian Kedokteran dan
Kesehatan Masyarakat. Jakarta : Binarupa Aksara.

_____________________________. Pengantar Administrasi Kesehatan:
Binarupa Aksara.
Chriswardani S. 2011. Metode Penentuan Prioritas Masalah Bahan Kuliah
Perencanaan dan Evaluasi Kesehatan. Universitas Diponegoro :
Fakultas Kesehatan Masyarakat.

Daradjat, Zakiah. 1983. Kesehatan Mental. Jakarta : Gunung Agung.

Depkes RI. 2009. Sistem Kesehatan Nasional. Jakarta.

_________ 2005. Pedoman Pemberantasan Penyakit Diare. Jakarta: Ditjen Ppm
Dan Pl.

Hasan, I. 2004. Analisis Data Penelitian dengan Statistik. Jakarta : Bumi Aksara.

Hastono, S. P. 2001. Analisis Data. Jakarta : FKM UI.

Herdiansyah, H. 2010. Metodologi Penelitian Kualitatif untuk Ilmu-Ilmu
Sosial (hlm. 146152). Jakarta: Salemba Humanika.

Kamus Besar Bahasa Indonesia. 1996. Depdikbud-Balai Pustaka, Jakarta
Keputusan Menteri Kesehatan. 2004. Kepmenkes No 128 Tentang
Kebijakan Dasar Puskesmas. Jakarta.

Kusnoputranto, Haryoto. 1986. Kesehatan Lingkungan. Jakarta : Depdikbud
Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia.

Mukono H.J, 2000. Prinsip Dasar Kesehatan Lingkungan. Surabaya : Airlangga
University Press.

Muninjaya, 2004. Manajemen Kesehatan Edisi II. Jakarta : EGC.

Notoatmodjo, Soekidjo. 2007. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta :
Rineka Cipta.
41

Notoatmodjo, Sukidjo. 2010. Metodologi Riset Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia, Nomor 39 Tahun 2012 Tentang
Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial.

Philip L. Hunsaker. 2005 . Management and organizational behavior (3 rd ed.).
New York: McGraw-Hill.

Suliswati, Hj. Tjie Anita. 1999. Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta : Kesehatan
Jiwa.

Soebagyo. Diare Akut Pada Anak. Surakarta: Universitas Sebelas Maret Press;
2008.

Riskesdas 2010
http://www.litbang.depkes.go.id/sites/download/buku_laporan/lapnas_
riskesdas2010/Laporan_riskesdas_2010.pdf , Diakses 26 oktober 2012
pukul 19.00.

_________ 2007. www.litbang.depkes.go.id/bl_riskesdas2007, , Diakses 26
oktober 2012 pukul 19.00.

Sunanti Z. Soejoeti, 2007. Konsep Sehat, Sakit dan Penyakit dalam Konteks
Sosial Budaya. Jakarta : Pusat Penelitian Ekologi Kesehatan, Badan
Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan RI.

Sunarhadi. 2003. Geografi 2. Jakarta: Bumi Aksara.

Trihono. 2005. Management Puskesmas Berbasis Paradigma Sehat. Jakarta: CV
Sagu Seto.

Undang-Undang Republik Indonesia, Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan.

Anda mungkin juga menyukai