Clarias sp. Kelompok 3 P2 Adhana Nur fitri J3H112013 Andi Falah J3H212073 Dio Octajaya J3H112018 Teti Maryam J3H112030 Yusuf Yudhperwira J3H112049
PROGRAM KEAHLIAN TEKNOLOGI PRODUKSI DAN MANAJEMEN PERIKANAN BUDIDAYA PROGRAM DIPLOMA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014 LEMBAR PENGESAHAN Judul : Pembenihan Ikan Lele Sangkuriang (Clarias batracus) Nama : Adhana Nur fitri Andi Falah Dio Octajaya Teti Maryam Yusuf Yudhperwira Program Keahlian : Teknologi Produksi dan Manajemen Perikanan Budidaya Waktu Pelaksanaan :
Bogor, September 2014
Menyetujui Dosen Pembimbing Praktik Kerja Lapangan
Ir.Irzal Effendi.M, Si. NIP.196403301989031003
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Allah SWT karena berkat limpahan rahmat serta Karunia Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan proposal pembenihan dengan mengambil komoditas ikan lele sangkuriang Clarias sp. Proposal ini disusun sebagai salah satu kegiatan bisnis pembenihan ikan lele pada semester V di Program Studi Teknologi Produksi dan Manajemen Perikanan Budidaya. Proposal ini dapat terselesaikan dengan baik dan tepat pada waktunya ,tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Karena itu , penulis menyampaikan ucapan terimakasih kepada 1. Kedua orang tua yang senantiasa memberikan doa serta dukungan baik moril maupun materiil. 2. Bapak Ir. Irzal Effendi, M.Si selaku coordinator mata kuliah Manajemen Pembenihan Ikan. 3. Dosen mata kuliah Manajemen Pembenihan Ikan. 4. Rekan-rekan mahasiswa Program Keahlian Teknologi Produksi dan Manajemen Perikanan Budidaya angkatan 49. Penulis berharap semoga proposal Pembenihan ini dapat bermanfaat bagi penulis maupun bagi pembaca secara umum.
Bogor, September 2014
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL RINGKASAN LEMBAR PENGESAHAN DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ........................................................................................................ 1 1.2 Tujuan ..................................................................................................................... 1 II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi dan Morfologi ........................................................................................ 2 2.2 Penyebaran dan Habitat ........................................................................................... 2 2.3 Siklus Reproduksi ................................................................................................... 3 III METODE PEMBENIHAN 3.1 Waktu dan Tempat .................................................................................................. 5 3.2 Fasilitas Pembenihan ............................................................................................... 5 3.3 Metode Kerja ............................................................................................................ 3.4 Jadwal Kegiatan ....................................................................................................... IV ANALISIS USAHA 4.1 Pengadaan Sarana dan Prasarana ............................................................................ 6 4.2 Pemasaran ............................................................................................................... 6 4.3 Investasi .................................................................................................................. 7 4.4 Joint cost ................................................................................................................. 8 4.5 Penyusutan ............................................................................................................. 10 4.6 Biaya Tetap ............................................................................................................ 10 4.7 Biaya Variabel ........................................................................................................ 11 4.8 Penerimaan ............................................................................................................... 4.9 Keuntungan .............................................................................................................. 4.10 R/C Ratio ................................................................................................................ 4.11 PP ........................................................................................................................... 4.12 BEP Unit dan Harga ...............................................................................................
4.13 HPP ........................................................................................................................ V PENUTUP ...................................................................................................................... 13 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
DAFTAR TABEL 6
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. ..........................................................................................................8 Gambar 2. ..........................................................................................................9 Gambar 3. ..........................................................................................................9 Gambar 4. ..........................................................................................................10 Gambar 5. .........................................................................................................11 Gambar 6. .........................................................................................................12
7
I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Ikan lele merupakan salah satu jenis ikan air tawar yang sudah lama dibudidayakan oleh masyarakat Indonesia terutama di pulau Jawa. Dapat dilihat data produksi
1.2 Alasan Pemilihan komoditas Alasan Pemilihan komoditas ini adalah menambah pengalaman, pengetahuan dan keterampilan mengenai pembenihan ikan lele serta mendapatkan keuntungan dari penjualan benih lele
1.3 Prospek dan penghasilan Pasar sangat terbuka lebar , tingkat permintaan terhadap komoditas lele semakin tinggi dari waktu ke waktu , dari segi rumah makan , usaha olahan lele, pemancingan
8
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Lele Sangkuriang Lukito (2002) menyatakan bahwa lele sangkuriang merupakan hasil perbaikan genetika lele dumbo melalui silang balik (backcross). Sehingga klasifikasinya sama dengan lele dumbo yakni: Phyllum : Chordata Kelas : Pisces Subkelas : Teleostei Ordo : Ostariophysi Subordo : Siluroidea Famili : Clariidae Genus : Clarias Spesies : Clarias sp. Menurut Anonimus (2005) secara umum morfologi ikan lele sangkuriang tidak memiliki banyak perbedaan dengan lele dumbo yang selama ini banyak dibudidayakan. Hal tersebut dikarenakan lele sangkuriang sendiri merupakan hasil silang dari induk lele dumbo. Tubuh ikan lele sangkuriang mempunyai bentuk tubuh memanjang, berkulit licin, berlendir, dan tidak bersisik. Bentuk kepala menggepeng (depress), dengan mulut yang relatif lebar, mempunyai empat pasang sungut. Lele Sangkuriang memiliki tiga sirip tunggal, yakni sirip punggung, sirip ekor, dan sirip dubur. Sementara itu, sirip yang yang berpasangan ada dua yakni sirip dada dan sirip perut. Pada sirip dada (pina thoracalis) dijumpai sepasang patil atau duri keras yang dapat digunakan untuk mempertahankan diri dan kadang-kadang dapat dipakai untuk berjalan dipermukaan tanah atau pematang. Pada bagian atas ruangan rongga insang terdapat alat pernapasan tambahan (organ arborescent), bentuknya seperti batang pohon yang penuh dengan kapiler-kapiler darah.
2.2 Penyebaran dan Habitat Berdasarkan habitatnya, ikan lele hidup di sungai yang berarus lambat, telaga, waduk dan sawah yang tergenang air, Karena ikan lele mempunyai organ insang tambahan yang memungkikan ikan ini mengambil oksigen pernapasannya dari udara di luar air, ikan ini tahan hidup di perairan yang airnya mengandung sedikit oksigen. Ikan lele ini relatif tahan terhadap pencemaran bahan-bahan organik. Oleh karena itu ikan lele tahan hidup di comberan yang airnya kotor. Ikan lele hidup baik di dataran rendah sampai daerah perbukitan 9
yang tidak terlalu tinggi (Suyanto, 1999). Lele sangkuriang dapat hidup di lingkungan yang kualitas airnya sangat jelek. Kualitas air yang baik untuk pertumbuhan yaitu kandungan O 2 6 ppm, CO 2 kurang dari 12 ppm, suhu 24 26 o C, pH 6 7, NH 3 kurang dari 1 ppm dan daya tembus matahari ke dalam air maksimum 30 cm (Lukito, 2002). Ikan mempunyai batas toleransi suhu tinggi dan rendah serta suhu optimal untuk pertumbuhannya., inkubasi telur, konversi makanan dan resistensi terhadap penyakit tertentu. Batas optimum dari suhu berbeda-beda tergantung dari faktor lain seperti pH dan tekanan oksigen. Selain itu juga dipengaruhi oleh ketinggian, kedalaman air, cuaca, dan lain-lain. Kondisi suhu ini akan sangat berpengaruh bagi kesehatan ikan pada kondisi normal maupun pada saat pengobatan ikan (Rahardi, 1993). Suhu air yang ideal untuk pertumbuhan ikan lele berkisar antara 22- 32C. Suhu air akan mempengaruhi laju pertumbuhan, laju metabolisme ikan, dan nafsu makan ikan serta kelarutan oksigen dalam air (Nguntoronadi, 2008). Perubahan pH pada umumnya menyebabkan stress pada ikan. Kisaran pH yang ideal pada perairan tawar khususnya untuk ikan lele adalah 6.5-8 (Nguntoronadi, 2008). Sumber utama amoniak pada kolam adalah metabolisme ikan. Selain itu, amoniak juga dihasilkan oleh pemupukan, ekskresi ikan, dan dekomposisi mikrobial dari komponen nitrogen. Kadar amoniak yang tinggi pada air dapat mempengaruhi permeabilitas ikan terhadap air dan mengurangi konsentrasi ion dalam tubuh, meningkatkan konsumsi oksigen pada jaringan, merusak insang, dan mengurangi kemampuan darah dalam melakukan transpor oksigen (Boyd, 1982; 1990).Untuk ikan lele konsentrasi letal NH 3 sekitar 3,0 mg/L (Colt dan Amstrong, 1981). Hewan air ini bersifat nocturnal (lebih aktif bergerak atau melakukan kegiatan pada malam hari), lele pun mencari makan pada malam hari. Pada siang hari, ikan lele lebih banyak berdiam diri dan berlindung di tempat gelap.
2.3 Siklus Produksi Induk ikan lele sangkuriang yang akan digunakan dalam kegiatan proses produksi harus tidak berasal dari satu keturunan dan memiliki karakteristik kualitatif dan kuantitatif yang baik berdasarkan pada morfologi, fekunditas, daya tetas telur, pertumbuhan dan sintasannya. Karakteristik tersebut dapat diperoleh ketika dilakukan kegiatan produksi induk dengan proses seleksi yang ketat. Ada beberapa perbedaan pada induk lele jantan dan betina. Diantaranya induk lele jantan memiliki ciri-ciri seperti kepalanya lebih kecil dari induk ikan lele betina. Warna kulit 10
dada agak tua bila dibanding induk ikan lele betina. Urogenital papilla (kelamin) agak menonjol, memanjang ke arah belakang, terletak di belakang anus, dan warna kemerahan. Gerakannya lincah, tulang kepala pendek dan agak gepeng (depress). Perutnya lebih langsing dan kenyal bila dibanding induk ikan lele betina. Bila bagian perut di stripping secara manual dari perut ke arah ekor akan mengeluarkan cairan putih kental (spermatozoa-mani). Kulit lebih halus dibanding induk ikan lele betina (Toni, 2009). Sedangkan ciri-ciri induk lele betina yaitu kepalanya lebih besar dibanding induk lele jantan. Warna kulit dada agak terang. Urogenital papilla (kelamin) berbentuk oval (bulat daun), berwarna kemerahan, lubangnya agak lebar dan terletak di belakang anus. Gerakannya lambat, tulang kepala pendek dan agak cembung. Perutnya lebih gembung dan lunak. Bila bagian perut di stripping secara manual dari bagian perut ke arah ekor akan mengeluarkan cairan kekuning-kuningan (ovum/telur) (Toni, 2009). Ikan lele pertama kali matang kelamin pada umur satu tahun dengan ukuran panjang tubuh sekitar 20 cm dan ukuran berat tubuh 100 sampai 200 gram. Ciri induk ikan betina yang telah matang gonad dapat dilihat dari bentuk perut yang membesar sangat lembut. Pada gonad ikan jantan dapat dilihat dari papilla genitalnya yang terletak dibelakang dan mendekati sirip anus, berwarna merah, meruncing dan menyebar kearah pangkalan, makan ikan tersebut telah matang kelamin (Zaldi, 2010). Lele sangkuriang mulai dapat dijadikan induk pada umur (8 9) bulan dengan berat minimal 500 gram. Pada perkawinannya, induk betina akan melepaskan telur bersamaan dengan jantan melepaskan spermatozoa di dalam air untuk membuahi telur. Telur akan menetas dalam tempo 24 jam setelah memijah. Menurut pengalaman petani, di kolam ikan lele dapat memijah sepanjang tahun tanpa mengenal musim (Suyanto, 1999). Metode pemijahan lele sangkuriang dapat dilakukan dengan dua metode yaitu secara alami dan secara buatan. Pemijahan secara alami yaitu pemijahan yang dilakukan di kolam pemijahan sebagaimana ikan lainnya, sedangkan pemijahan secara buatan yaitu dengan metode hipophysasi atau teknik rangsangan ovulasi dengan cara pemberian hormon gonadotropin yang akan mematangkan gonad. Pembuahannya dilakukan dengan cara diurut (streeping) hal ini dapat mempercepat proses pemijahan (Effendi, 2004). ). Keunggulan lele sangkuriang dibanding dengan lele dumbo dari kriteria reproduksinya dapat dilihat pada Tabel 1.
11
Tabel 1. Karakter Reproduksi Lele Sangkuriang dan Lele Dumbo Deskripsi Lele Sangkuriang Lele Dumbo Kematangan 8 9 4 5 Fekunditas (butir/kilogram induk betina) 40.000 60.000 20.000 30.000 Diameter telur (mm) 1,1 1,4 1,1 1,4 Lamanya inkubasi telur pada suhu 23 o - 24 o C (jam) 30 36 30 36 Lamanya kantung telur terserap pada 23 o - 24 o C (hari) 4 - 5 4 5 Derajat penetasan telur (%) > 90 > 80 Sifat larva Tidak kanibal Tidak kanibal Kelangsungan hidup larva (%) 90 95 90 95 Pakan alami larva Moina sp. Daphnia sp. Tubifex sp. Moina sp. Daphnia sp. Tubifex sp. Sumber: Effendi, 2004 Pemijahan buatan lele sangkuriang ini dibagi dalam beberapa tahap, yaitu pemeliharaan induk, induk dipelihara dalam bak berukuran (3 x 4) m 2 dengan kepadatan 5 kg/m 2 dan setiap hari induk diberi pakan berupa pellet sebanyak 4% dari bobot induk; pemberokan, pemberokan bertujuan agar kotoaran dan lemak dalam tubuh induk terbuang dan selama pemberokan air harus tetap mengalir sedangkan lama pemberokan yaitu (1 2) hari; penyuntikan, bila sudah diperoleh induk yang matang gonad, langkah selanjutnya adalah penyuntikan hormon, bila menggunakan hipopisa dosisnya 2 kg donor/kg induk, sementara bila menggunakan ovaprim dosisnya 0,3 ml/kg induk; streeping, induk jantan dan induk betina pada pemijahan ini harus dipisahkan. Setelah (10 12) jam dari penyuntikan, induk betina siap di-streeping. Namun, sebelumnya sperma harus sudah disiapkan dahulu dan jumlah jantan harus dua kali lebih banyak dari induk betina. Telur yang keluar selanjutnya ditampung dalam wadah plastik dan pada saat yang bersamaan dimasukan larutan sperma sambil diaduk-aduk hingga rata dengan menggunakan bulu ayam. Bila telur banyak mengandung darah, bilas campuran telur dan sperma tersebut dengan pemberian sodium klorida, penetasan telur dilakukan di dalam bak terpisah yang dilengkapi hapa (Effendi, 2004).
12
III. METODE PEMBENIHAN
3.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan pembenihan ikan lele di kolam Bak Diploma IPB
3.2 Fasilitas Pembenihan
3.3 Metode Kerja Metode yang dilaksanakan selama kegiatan magang pembenihan adalah: a. Pengumpulan data primer Data primer diperoleh dengan cara mengikuti praktek secara langsung dalam kegiatan pembenihan hingga menghasilkan benih siap jual, serta melakukan wawancara secara langsung dengan pimpinan dan pembimbing lapangan. b. Pengumpulan data sekunder Data sekunder diperoleh dari berbagai literatur dan buku yang berhubungan dengan pembenihan ikan terutama buku tentang pembenihan ikan kerapu tikus (Cromileptes altivelis). 3.4 Jadwal Kegiatan
13
3. INFRASTRUKTUR DAN SARANA PRODUKSI 3.1 Pembenihan Pada kegiatan pembenihan lele sangkuriang perlu adanya fasilitas utama dan fasilitas pendukung demi lancarnya kegiatan budidaya. 3.1.1 Fasilitas Utama 3.1.1.1 Kolam Pemeliharaan Induk Pada aspek pembenihan ikan lele sangkuriang, induk adalah komponen terpenting dalam proses pemijahan dan menghasilkan larva. Induk ikan lele sangkuriang dipelihara pada kolam berukuran 3 x 1 m dengan kedalaman 1,5 m. 3.1.1.2 Kolam Pemijahan Induk Pada proses pemijahan ikan lele sangkuriang, induk membutuhkan kolam untuk proses pemijahan. Kolam yang digunakan berupa kolam terpal dengan ukuran 7m x 3m dengan ketinggian 25cm. Pemijahan dibantu dengan alat bantu berupa kakaban sebagai tempat melekatnya telur pada saat proses pemijahan. 3.1.1.3 Kolam Penetasan dan Pemeliharaan Kolam untuk penetasan juga sekaligus digunakan sebagai pemeliharaan larva dengan ukuran 6 x 3m dengan ketinggian 25cm sebanyak 2 kolam. Kolam penetasan ini juga merupakan kolam terpal dengan menggunakan para net pada bagian atasnya agar suhu air tidak meningkat drastis pada siang hari. 3.1.1.4 Sistem Tata Air Sumber air yang digunakan berasal dari air sumur. Pengambilan air sumur dengan alat bantu berupa pompa air. Penggunaan air sumur untuk kolam pemijahan, penetasan dan pemeliharaan tetap harus dilakukan pengendapan terlebih dahulu sebelum digunakan. Pompa yang digunakan adalah pompa air yang memiliki frekuensi 50 Hz, dengan daya 250 W.
3.2.1 Fasilitas Utama 3.2.1 Kolam Pemeliharaan Benih 14
Kolam pemeliharaan benih ikan lele sangkuriang merupakan kolam berukuran 20 x 20 m dengan ketinggian air 1 m. Kolam ini berjumlah 60 kolam. Kolam tersebut diisi dengan ketinggian air 30-40 cm. 3.2.2 Sistem Tata Air Sumber air yang digunakan berasal dari air sungai yang ada di sekitar kolam yang biasa digunakan pula oleh petani-petani sekitar. Untuk mengisi air pada kolam tidak dibutuhkan alat bantu seperti pompa air, dikarenakan kolam telah memiliki fasilitas inlet dan outlet pada setiap sudutnya sehingga tidak memerlukan bantuan pompa air. Dengan memanfaatkan gaya gravitasi bumi, dan ketinggian saluran air sungai lebih tinggi dibandingkan dengan ketinggian kolam. Sehingga hal ini sangat membantu dalam proses pengisian air kolam melalui saluran inlet. Begitu juga dengan saluran pembuangan air yang lebih rendah dibandingkan dengan ketinggian kolam, memudahkan untuk membuang air melalui saluran outlet.
3.3 Pemeliharaan Induk 3.3.1 Persiapan Wadah Pada wadah yang digunakan pada pemeliharaan induk, persiapan wadah hanya dilakukan pada pertama kali saja, yaitu saat diawal sebelum dilakukan penebaran induk. Kolam yang digunakan berukuran 3 x 1 m dengan kedalaman 1,5 m. Persiapan yang dilakukan adalah dengan menggali kolam dengan kedalaman 1,5 m. Kolam pemeliharaan induk ini hanya dilengkapi dengan outlet, sehingga untuk pengisian air kolam dengan ketinggian air 1,2 m diperlukan bantuan pompa yang diambil langsung dari sungai. 3.3.2 Penebaran Induk Setelah kolam dipersiapkan, induk pun siap ditebar ke kolam. Jumlah total keseluruhan dari induk sebanyak 2 ekor betina dan 1 ekor jantan. Seluruh induk ini dipelihara dalam 1 buah kolam pemeliharaan dengan ukuran 3 x 1 x 1,5 m. Umur induk yang dipeliharaberkisar antara 1 tahun hingga 1,5 tahun dengan bobot rata- rata 0,8-1 kg/ekor.
3.3.3 Pemberian Pakan Induk diberi pakan sehari sekali yaitu pada pukul 08.00 WIB. Pemberian pakan untuk induk berupa keong yang telah dilepaskan dari cangkangnya. Pemberian pakan keong bertujuan untuk mematangkan gonad, yaitu sperma pada jantan dan kematangan telur pada betina. Pemberian pakan berupa keong 15
bertujuan untuk mempercepat masa rematurasi (masa kembalinya kondisi induk yang telah dipijahkan). Pakan keong yang diberikan sebanyak 3 kg per hari dengan pemberian pakan sekenyangnya. Pemberian pakan tidak tergantung dengan nilai persentase dan pemberian pakan tersebut, hanya dikondisikan dengan nafsu makan pada induk. Apabila induk sudah tidak memakan pakan yang diberikan, maka kegiatan pemberian pakan tidak dilanjutkan. 3.4 Penetasan Telur Pada kegiatan penetasan telur, telur didiamkan selama 30 jam pada bak pemijahan. Setelah berlangsung 30 jam, kakaban diangkat dan di keprik secara perlahan untuk melepaskan larva yang sudah menetas dan menempel pada kakaban. Dapat dilihat pada kakaban setelah dilakukan kegiatan pemisahan larva yang menetas dengan kakaban, maka kembali dilakukan pengambilan sampel dengan menghitung telur yang menetas dan yang tidak menghitung pada 1 kakaban dan kembali di konversi pada seluruh kakaban. Derajat Penetasan (HR) = jumlah larva yang menetas x 100% jumlah telur yang dibuahi Setelah dilakukan perhitungan, diperoleh hasil jumlah telur pada 1 kakaban ada 1596 butir, maka terdapat 12.919 butir yang berhasil menetas pada 1 kakaban. Maka setelah di konversi pada 12 kakaban dan dilakukan perhitungan menggunakan rumus, maka diperoleh hasil derajat penetasan pada lele sangkuriang sebesar 89%. 3.4 Pemeliharaan Larva Telur lele sangkuriang menetas setelah 30 jam setelah proses pemijahan. Larva yang baru menetas tidak diberi pakan selama 3 hari dikarenakan larva masih memiliki cadangan makanan berupa kuning telur (volksack) yang berisi kuning telur dimana akan menjadi sumber makanan bagi larva. Larva yang telah berumur 2 hari sudah dapat disebar pada kolam lainnya yang telah di persiapkan mulai dari pengeringan, pencucian serta pengisian air dan telah di endapkan selama kurang lebih 2-3 hari. Setelah 3 hari berlangsung, pada hari ke-4 larva harus diberi pakan berupa cacing sutra. Proses pemberian pakan dengan cacing harus diberikan bersama lumpur, hal ini bertujuan agar larva yang memakan cacing terhindar dari benturan dengan dasar wadah atau gesekan dengan larva yang lain. Pemberian pakan menggunakan cacing diberikan sebanyak 4 takar per hari per kolamnya. Nilai persentase dari pemberian pakan ini bersifat ad satitation artinya jumlah pakan yang diberikan dikondisikan dengan kondisi kesehatan larva dan nafsu makan larva. Pemberian pakan dilakukan biasanya 2 kali sehari yaitu pada pukul 08.00 WIB dan 17.00 WIB. 16
3.5 Pengelolaan Kualitas Air Dalam kegiatan pembenihan, pengelolaan kualitas air sangat penting. Selama masa pemeliharaan larva, tidak dilakukan pergantian air dikarenakan larva masih rentan terhadap lingkungan sehingga harus menyesuaikan diri pada air yang baru. Hanya saja, ketinggian air merupakan hal yang cukup penting karena harus disesuaikan dengan cuaca dan intensitas dari penetrasian cahaya matahari Larva membutuhkan suhu yang hangat untuk meningkatkan nafsu makan larva terhadap cacing. Ketinggian air pada kolam larva setinggi 1 m , tetapi apabila matahari terlalu panas, air harus ditambahkan agar penetrasian cahaya tidak sampai dasar atau tidak terlalu panas. 3.6 Pemanenan Larva Kegiatan pemanenan larva dilakukan dengan cara sortasi ikan dan dikelompokan dalam satu wadah dengan ukuran yang sama. Proses pemanenan larva cukup sederhana. Larva dipanen menggunakan seser berukuran sedang dengan diameter lubang yang kecil agar benih tidak lolos saat dipanen. Setelah itu, larva dilakukan pendederan untuk masuk ke dalam pemeliharaan sampai ukuran benih siap jual. 3.7 Pemeliharaan Benih Kolam yang digunakan selama kegiatan, berupa kolam terpal yang berukuran 20 m x 20 m, sebelum kolam tersebut digunakan untuk kegiatan harus dilakukan periapan kolam terlebih dahulu. Persiapan kolam beton untuk kegiatan ini meliputi: 1. Perbaikan pematang Perbaikan pematang yang dimaksud yaitu dengan cara memeriksa kebocoran pematang, pematang rusak atau tidak, serta menutupi lubang yang dibuat oleh hama lindung yang mengganggu pertumbuhan benih.
2. Proses Pengeringan Proses pengeringan ini dilaksanakan setelah perbaikan pematang yang bocor dikeringkan kembali agar kandungan kapur dari semen untuk perbaikan pematang tersebut hilang.
3. Pemberian Garam Garam diberikan pada kolam berukuran 20m x 20m 2 sebanyak 500 gr dan ditebar secara merata pada sisi kolam serta dasar kolam.
4. Pemupukan Pemupukan menggunakan kotoran sapi sebanyak karung untuk sebuah kolam berukuran 20 x 20m 2 . Cara pemupukan dibantu dengan bantuan air 17
agar pupuk tersebut larut dalamair serta tidak terjadi gumpalan yang nantinya menyebabkan sukar larut pada air budidaya. Pupuk diberikan pada sudut sisi, dan tengah kolam .
5. Pengisian Air Setelah semua kegiatan dilakukan, kolam diisi air dengan ketinggian 30 40 cm. Air tersebut harus didiamkan terlebih dahulu selama 3 hari dan setelah itu bisa dilakukan penebaran benih.
6. Pemberian penumbuh Plankton Setelah dilakukan pengisian air, kemudian diberikan plankton specialistyang berguna sebagai pakan alami selama masa pemeliharaan. Dosis yang digunakan sebanyak 500 ml untuk kolam berukuran 400 m 2 yang dilarutkan terlebih dahulu menggunakan air agar homogen. Setelah itu ditebar secara merata ke seluruh permukaan air. 4.5.2 Pemberian Pakan Pemberian pakan pad hari ke- 4 diberikan dhapnia halus sampai hari ke- 12 kemudian dilanjut dengan pemberian cacing cacah selanjutnya diberikan pelet serbuk dengan kandungan protein 30%, disamping itu diberikan pakan tambahan dengan keong agar kadar protein yang diserap oleh lele tinggi. Proses pengolahan pakan tambahan dengan keong yaitu dengan memisahkan antara daging dengan cangkangnya dan kemudian di cangcang. Pemberian pakannya disebar di setiap titik sudut. Pemberian pakan dilakukan dua kali sehari, yaitu pada pukul 08.00 WIB dan pukul 17.00 WIB. Dosis pemberian pakan dengan FR 90 %. jenis pakan yang digunakan selama meliharaan adalah fankli feed.
4.5.2 Pengelolaan Kualitas Air Selama masa pemeliharaan pada pendederan ini, pengelolaan kualitas air dilakukan pertama kali pada saat persiapan kolam yaitu dengan pemberian kapur, pemupukan yang telah mengandung probiotik, dan penumbuhan plankton. Hal ini bertujuan agar tidak dilakukan pergantian air selama masa pemeliharaan dan pakan alami yang tumbuh tidak terbuang pada saat pergantiaan air. Kualitas air dilakukan dengan pemantauan rutin pengecekan pH, suhu, amoniak. Apabila kualitas air yang dibutuhkan berubah maka dapat dilakukan dengan pergantian air kurang lebih 20% dan pemberian kapur agar pH air tetap netral. 4.5.3 Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit 18
Penyakit yang biasa mengganggu selama proses pemeliharaan ikan lele sangkuriang adalah white spot. Proses penanganan dalam pemberantasan penyakit tersebut yaitu menggunakan bahan mengkudu, bawang putih, daun jambu biji dengan cara diblender dan dicampurkan dengan air untuk diencerkan kemudian disebar kedalam wadah pemeliharaan. 4.6 Kultur Pakan Alami Selama kegiatan budidaya pembenihan pakan yang digunakan adalah Daphnia sp, dengan cara menggunakan pupuk kandang dengan penambahan biakan dhapnia. Proses kultur didiamkan hingga 3 hari. 4.7 Pemanenan Benih Kegiatan pemanenan dilakukan apabila benih telah mencapai masa pemeliharaan selama 21 hari sejak awal penebaran. Benih yang akan dipanen tidak dilakukan pemberian pakan dengan tujuan untuk menghindari stress pada benih. Kegiatan panen selalu dilakukan pada pagi hari, yaitu pada pukul 07.30 10.00 WIB. Hal ini bertujuan agar suhu air tidak terlalu panas saat dilakukan panen. Benih yang dihasilkan saat panen berukuran 3 4 inchi. Pemanenan dilaksanakan dengan cara sederhana yaitu penyurutan air dan dengan cara di seser. 4.7.1 Sampling SR benih Kegiatan sampling SR bertujuan untuk mengetahui persentase nilai kelangsungan hidup setelah panen yang dibandingkan dengan jumlah benih yang ditebar. Kegiatan perhitungan dengan cara ditakar. Perhitungan nilai kelangsungan hidup pendederan ini dapat dihitung menggunakan rumus SR = Nt x 100% No Nilai SR panen yang diperoleh dari hasil kegiatan panen yang dilakukan sampling dari kegiatan pendederan yaitu 87%.
4.8 Transportasi Benih Kegiatan transportasi benih dilakukan setelah kegiatan panen. Kegiatan pengepakan (Packing) menggunakan plastik packing ukuran 80 x 65 cm dengan kapasitas 8 liter. Satu plastik dapat mengangkut sekitar 500 750 ekor. Transportasi menggunakan kendaraan berupa motor. Kapasitas untuk satu motor dapat membawa benih sekitar 3 kantong plastik packing. Benih akan dibawa ke petani parung, ciseeng dan jampang.
19
20
4. ASPEK USAHA 4.1 Pemasaran 4.1.1 Produk Produk yang dihasilkan dalam budidaya pembenihan ini yaitu ikan lele sangkuriang. target dalam penjualan benih ikan dengan ukuran 3 4 inchi dan dijual dengan harga Rp 110 /ekor larva. 4.1.2 Tujuan Benih yang dihasilkan dijual ke daerah parung, ciseeng, dan jampang. dikarenakan usaha ini masih dapat dibilang usaha kecil, maka larva belum dapat dikirim ke berbagai daerah yang lebih jauh disebabkan adanya keterbatasan. 4.1.3 Analisis Usaha Prospek usaha dalam pembenihan ikan lele sangkuriang ini cukup menguntungkan bagi pelaku usaha. Hal ini dapat dilihat dari analisis usaha yang diasumsikan selama 1 tahun kegiatan budidaya diperoleh 8 siklus dengan satu kali panen. Dengan induk yang memiliki kualitas telur yang baik dan pemijahan menggunakan perbandingan 1:2 dengan maksud 1 indukan jantan dan 2 indukan betina dengan bobot rata-rata sebesar 0,81 - 1 Kg, dengan HR 76% serta kelangsungan hidup larva panen mencapai 74,73%. 4.1.4 Investasi Investasi adalah biaya yang dikeluarkan hanya pada saat pertama kali usaha dimulai. Biaya investasi pada usaha pembenihan Lele Sangkuriang ini meliputi pembuatan kolam beton untuk induk, pembuatan kolam terpal untuk wadah larva, happa, kakaban, pompa air, selang air, drum, bak, dan seser. Total biaya investasi pada usaha pembenihan lele sangkuriang adalah Rp. 5.397.500dan penyusutan sebesar Rp 2.054.000. 4.1.5 Biaya Operasional Biaya operasional terdiri dari dua, yaitu biaya tetap dan biaya variable. Biaya tetap adalah biaya yang dikeluarkan perusahaan baik selama proses produksi berlangsung maupun tidak. Total biaya tetap pada segmentasi usaha pembenihan ikan lele sangkuriang ini sebesar RP 5.397.500. Untuk rincian akan dicantumkan pada lampiran.. Sedangkn biaya variable adalah biaya yang dikeluarkan hanya pada saat proses produksi berlangsung. Total biaya variable selam dilaksanakannya usaha pembenihan ikan Lele Sangkuriang ini sebesar Rp. 1.081.000 . 4.1.6 Penerimaan (TR) Penerimaan adalah jumlah uang yang diperoleh dari hasil total penjualan selama 1 tahun. Penerimaan yang diperoleh pengusaha dari hasil penjualan larva dengan ukuran 3 4 21
inchi sebesar Rp 110. Hal ini diperoleh apabila harga larva/ ekor mencapai Rp 8766560 dalam satu tahun.
4.1.7 Total Biaya (TC) Biaya total adalah biaya yang dikeluarkan selama satu tahun produksi. Berikut adalah perhitungan biaya total. TC = Biaya tetap + Biaya variable = Rp 5397500 + Rp 1081000 = 6478500 4.1.8 Keuntungan Keuntungan adalah jumlah yang diperoleh dari total penerimaan pertahun yang dikurangi dengan total biaya operasional yang meliputi biaya tetap dan biaya variable yang telah tertera pada tabel diatas. Keuntungan = TR TC = Rp 8766560 /tahun Rp 6478500 /tahun = 2288060 Rp /tahun 4.1.9 R/C ratio R/C ratio adalah nilai penerimaan yang diperoleh dari setiap satu satuan rupiah yang dihasilkan, untuk menghasilkan satuan biaya penerimaan. Bila nilai tersebut mendapatkan hasil lebih dari satu, maka usaha tersebut dapat dikatakan menguntungkan. R/C = TR/TC = Rp 8766560 Rp 6478500 R/C = 1,35 Jadi setiap mengeluarkan biaya Rp 1 mendapatkan pendapatan penerimaan sebesar Rp 1,35 atau mendapat keuntungan Rp 0,35
Karena nilai R/C ratio >1,35, maka setiap satu rupiah biaya yang dikeluarkan akan menghasilkan nilai sebesar 1 rupiah.
22
IV. Analisis Usaha 4.1 Pengadaan Sarana dan Prasarana ,Biaya investasi Uraian Jumlah Satuan Harga Satuan Harga total Nila i sisa Umur Teknis Biaya penyusut an Seser larva 2 Unit 10000 20000 0 2 10000 Seser Induk 1 Unit 30000 30000 0 1 30000 Batu Aerasi 6 Unit 2000 12000 1 12000 Selang aerasi 6 M 1500 9000 1 9000 Baskom 5 Unit 5000 25000 1 25000 Sumur bor 1 Unit 2400000 2400000 200 000 5 440000 Induk Betina 2 Ekor 60000 120000 400 00 1 80000 Induk Jantan 1 Ekor 50000 50000 100 00 1 40000 Tabung oksigen 1 Unit 800000 800000 800 00 1 720000 Pompa 1 Unit 600000 600000 600 00 10 54000 Hi blow 1 Unit 800000 800000 400 00 5 152000 Hapa penetasan telur 5 Unit 60000 300000 1 300000 Bak tandon 1 Unit 1500000 1500000 10 150000 Paranet 4 Buah 8000 32000 1 32000 Jumlah Total 6698000 2054000 23
c. Biaya Total ( TC ) TC = Biaya tetap + Biaya Variabel = Rp 5397500 + Rp 1081000 = 6478500
4.2 Pemasaran
4.3 Investasi = Investasi Keuntungan = Rp 6698000 Rp 2288060 /tahun PP = 2,9 tahun Biaya investasi akan kembali setelah usaha ni berjalan 2 tahun 9 bulan
4.4 Joint Cost 4.5 Penyusutan Harga total harga sisa Umur ekonomis 4.6 Biaya Tetap
No Uraian Jumlah Satuan Harga Satuan (Rp) Harga Total 1 Listrik 12 Bulan 50000 600000 2 Biaya Penyusutan 2054000 2 Perawatan peralatan 12 Tahun 30000 360000 3 Pajak 1 50000 50000 4 Gaji Karyawan 1 1200000 1200000 5 Pakan Induk 100 kg 8500/kg 850000 6 Keong 3,5 kg 6000 21000 24
7 Daphnia 21 kg 12500 262500 Total Biaya Tetap 5397500
4.7 Biaya Variabel
No Uraian Jumlah Satuan Harga Satuan (Rp) Harga Total 1 Tissu 6 Rol 8000 48000 2 Plastik packing 10 Kg 25000 250000 3 Isi Ulang oksigen 1 Tabung 75000 75000 4 Obat obatan 1 Paket 450000 450000 5 Karet gelang 1 Kg 18000 18000 6 Kolam Pemeliharaan induk 1 8 Siklus
10000 80000 7 Kolam pemijahan 1 8 Siklus 10000 80000 8 Kolam penetasan dan pemeliharaan larva 3 8 Siklus 10000 80000 Total Biaya Variabel 1081000
4.8 Penerimaan Rata rata 1 kg induk mengeluarkan 55000 butir telur Bobot per induk 2 kg/ ekor dan dipijahkan 2 ekor induk Betina Dibagi 2 ekor per kelompok 1 siklus 8 panen setiap 1,5 bulan panen Jumlah telur yang di hasilkan = Fekunditas x Bobot induk 25
=55000 x 2 kg /ekor x ekor = 55000 butir telur Jumlah larva yang dihasilkan = Jumlah telur x FR x HR x SR =55000 x 90 % x 76 % x 74,73% Ukuran 0 - 1 =27839 larva /siklus 1 - 2 = SR 72 % x 27 839 = 20044 larva 2 - 3 = SR 71 % x 20044 = 14231 larva 3 4 = SR 70 % x 14231 =9962 larva
Produksi 1 tahun = 9962 larva/siklus x 8 siklus =79696 larva Harga Benih ukuran 3-4 = Rp 110 Total penerimaan 1 tahun = Rp 110 x 79696 = Rp 8766560
4.9 Keuntungan Pendapatan Total biaya = Rp 8766560 /tahun Rp 6478500 /tahun = 2288060 Rp /tahun
4.10 R/C Ratio R/C = Penerimaan total Biaya total R/C = Rp 8766560 Rp 6478500 R/C = 1,35 Jadi setiap mengeluarkan biaya Rp 1 mendapatkan pendapatan penerimaan sebesar Rp 1,35 atau mendapat keuntungan Rp 0,35
4.11 PP = Investasi Keuntungan = Rp 6698000 Rp 2288060 /tahun 26
PP = 2,9 tahun Biaya investasi akan kembali setelah usaha ni berjalan 2 tahun 9 bulan
4.12 BEP Unit dan Harga BEP Unit = Biaya tetap Harga /ekor (biaya variabel ) Jml produksi = Rp5397500 Rp 110 (1081000 ) 79696 larva = 55968 larva Titik pokok dicapai jika berhasil menjual larva sebanyak 55968 larva
BEP Harga ( Rp ) = Biaya tetap ( Biaya variabel ) Penerimaan = Rp5397500 Rp 1 (1081000 ) Rp 8766560 = Rp5397500 0,88 = Rp 6133523 Jadi titik balik modal dicapai hasil penjualan Rp 6.133.523
4.13 HPP HPP = Total biaya produksi Total produksi = Rp 6478500 79696 larva = Rp 81,29 / ekor Dengan harga Rp 81,29 / ekor ini maka penjualan tidak mengalami keuntungan dan tidak mengalami kerugian pula. 27