Anda di halaman 1dari 30

PROPOSAL

PEMBENIHAN IKAN LELE SANGKURIANG


Clarias sp.
Kelompok 3 P2
Adhana Nur fitri J3H112013
Andi Falah J3H212073
Dio Octajaya J3H112018
Teti Maryam J3H112030
Yusuf Yudhperwira J3H112049









PROGRAM KEAHLIAN
TEKNOLOGI PRODUKSI DAN MANAJEMEN PERIKANAN
BUDIDAYA
PROGRAM DIPLOMA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
LEMBAR PENGESAHAN
Judul : Pembenihan Ikan Lele Sangkuriang (Clarias batracus)
Nama : Adhana Nur fitri
Andi Falah
Dio Octajaya
Teti Maryam
Yusuf Yudhperwira
Program Keahlian : Teknologi Produksi dan Manajemen Perikanan
Budidaya
Waktu Pelaksanaan :


Bogor, September 2014

Menyetujui
Dosen Pembimbing
Praktik Kerja Lapangan


Ir.Irzal Effendi.M, Si.
NIP.196403301989031003





KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT karena berkat limpahan rahmat serta
Karunia Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan proposal pembenihan
dengan mengambil komoditas ikan lele sangkuriang Clarias sp.
Proposal ini disusun sebagai salah satu kegiatan bisnis pembenihan ikan
lele pada semester V di Program Studi Teknologi Produksi dan Manajemen
Perikanan Budidaya.
Proposal ini dapat terselesaikan dengan baik dan tepat pada waktunya
,tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Karena itu , penulis menyampaikan
ucapan terimakasih kepada
1. Kedua orang tua yang senantiasa memberikan doa serta dukungan baik
moril maupun materiil.
2. Bapak Ir. Irzal Effendi, M.Si selaku coordinator mata kuliah Manajemen
Pembenihan Ikan.
3. Dosen mata kuliah Manajemen Pembenihan Ikan.
4. Rekan-rekan mahasiswa Program Keahlian Teknologi Produksi dan
Manajemen Perikanan Budidaya angkatan 49.
Penulis berharap semoga proposal Pembenihan ini dapat bermanfaat bagi
penulis maupun bagi pembaca secara umum.



Bogor, September 2014



Penulis



DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL
RINGKASAN
LEMBAR PENGESAHAN
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ........................................................................................................ 1
1.2 Tujuan ..................................................................................................................... 1
II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Klasifikasi dan Morfologi ........................................................................................ 2
2.2 Penyebaran dan Habitat ........................................................................................... 2
2.3 Siklus Reproduksi ................................................................................................... 3
III METODE PEMBENIHAN
3.1 Waktu dan Tempat .................................................................................................. 5
3.2 Fasilitas Pembenihan ............................................................................................... 5
3.3 Metode Kerja ............................................................................................................
3.4 Jadwal Kegiatan .......................................................................................................
IV ANALISIS USAHA
4.1 Pengadaan Sarana dan Prasarana ............................................................................ 6
4.2 Pemasaran ............................................................................................................... 6
4.3 Investasi .................................................................................................................. 7
4.4 Joint cost ................................................................................................................. 8
4.5 Penyusutan ............................................................................................................. 10
4.6 Biaya Tetap ............................................................................................................ 10
4.7 Biaya Variabel ........................................................................................................ 11
4.8 Penerimaan ...............................................................................................................
4.9 Keuntungan ..............................................................................................................
4.10 R/C Ratio ................................................................................................................
4.11 PP ...........................................................................................................................
4.12 BEP Unit dan Harga ...............................................................................................

4.13 HPP ........................................................................................................................
V PENUTUP ...................................................................................................................... 13
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN



DAFTAR TABEL
6

DAFTAR GAMBAR


Gambar 1. ..........................................................................................................8
Gambar 2. ..........................................................................................................9
Gambar 3. ..........................................................................................................9
Gambar 4. ..........................................................................................................10
Gambar 5. .........................................................................................................11
Gambar 6. .........................................................................................................12

















7

I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Ikan lele merupakan salah satu jenis ikan air tawar yang sudah lama
dibudidayakan oleh masyarakat Indonesia terutama di pulau Jawa. Dapat dilihat data
produksi

1.2 Alasan Pemilihan komoditas
Alasan Pemilihan komoditas ini adalah menambah pengalaman, pengetahuan dan
keterampilan mengenai pembenihan ikan lele serta mendapatkan keuntungan dari
penjualan benih lele

1.3 Prospek dan penghasilan
Pasar sangat terbuka lebar , tingkat permintaan terhadap komoditas lele semakin
tinggi dari waktu ke waktu , dari segi rumah makan , usaha olahan lele, pemancingan



8

II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Klasifikasi Lele Sangkuriang
Lukito (2002) menyatakan bahwa lele sangkuriang merupakan hasil perbaikan genetika
lele dumbo melalui silang balik (backcross). Sehingga klasifikasinya sama dengan lele
dumbo yakni:
Phyllum : Chordata
Kelas : Pisces
Subkelas : Teleostei
Ordo : Ostariophysi
Subordo : Siluroidea
Famili : Clariidae
Genus : Clarias
Spesies : Clarias sp.
Menurut Anonimus (2005) secara umum morfologi ikan lele sangkuriang
tidak memiliki banyak perbedaan dengan lele dumbo yang selama ini banyak dibudidayakan.
Hal tersebut dikarenakan lele sangkuriang sendiri merupakan hasil silang dari induk lele
dumbo. Tubuh ikan lele sangkuriang mempunyai bentuk tubuh memanjang, berkulit licin,
berlendir, dan tidak bersisik. Bentuk kepala menggepeng (depress), dengan mulut yang
relatif lebar, mempunyai empat pasang sungut. Lele Sangkuriang memiliki tiga sirip tunggal,
yakni sirip punggung, sirip ekor, dan sirip dubur. Sementara itu, sirip yang yang berpasangan
ada dua yakni sirip dada dan sirip perut. Pada sirip dada (pina thoracalis) dijumpai sepasang
patil atau duri keras yang dapat digunakan untuk mempertahankan diri dan kadang-kadang
dapat dipakai untuk berjalan dipermukaan tanah atau pematang. Pada bagian atas ruangan
rongga insang terdapat alat pernapasan tambahan (organ arborescent), bentuknya seperti
batang pohon yang penuh dengan kapiler-kapiler darah.

2.2 Penyebaran dan Habitat
Berdasarkan habitatnya, ikan lele hidup di sungai yang berarus lambat, telaga, waduk
dan sawah yang tergenang air, Karena ikan lele mempunyai organ insang tambahan yang
memungkikan ikan ini mengambil oksigen pernapasannya dari udara di luar air, ikan ini
tahan hidup di perairan yang airnya mengandung sedikit oksigen. Ikan lele ini relatif tahan
terhadap pencemaran bahan-bahan organik. Oleh karena itu ikan lele tahan hidup di
comberan yang airnya kotor. Ikan lele hidup baik di dataran rendah sampai daerah perbukitan
9

yang tidak terlalu tinggi (Suyanto, 1999). Lele sangkuriang dapat hidup di lingkungan yang
kualitas airnya sangat jelek. Kualitas air yang baik untuk pertumbuhan yaitu kandungan O
2
6
ppm, CO
2
kurang dari 12 ppm, suhu 24 26
o
C, pH 6 7, NH
3
kurang dari 1 ppm dan
daya tembus matahari ke dalam air maksimum 30 cm (Lukito, 2002). Ikan mempunyai batas
toleransi suhu tinggi dan rendah serta suhu optimal untuk pertumbuhannya., inkubasi telur,
konversi makanan dan resistensi terhadap penyakit tertentu. Batas optimum dari suhu
berbeda-beda tergantung dari faktor lain seperti pH dan tekanan oksigen. Selain itu juga
dipengaruhi oleh ketinggian, kedalaman air, cuaca, dan lain-lain. Kondisi suhu ini akan
sangat berpengaruh bagi kesehatan ikan pada kondisi normal maupun pada saat pengobatan
ikan (Rahardi, 1993). Suhu air yang ideal untuk pertumbuhan ikan lele berkisar antara 22-
32C. Suhu air akan mempengaruhi laju pertumbuhan, laju metabolisme ikan, dan nafsu
makan ikan serta kelarutan oksigen dalam air (Nguntoronadi, 2008). Perubahan pH pada
umumnya menyebabkan stress pada ikan. Kisaran pH yang ideal pada perairan tawar
khususnya untuk ikan lele adalah 6.5-8 (Nguntoronadi, 2008). Sumber utama amoniak pada
kolam adalah metabolisme ikan. Selain itu, amoniak juga dihasilkan oleh pemupukan,
ekskresi ikan, dan dekomposisi mikrobial dari komponen nitrogen. Kadar amoniak yang
tinggi pada air dapat mempengaruhi permeabilitas ikan terhadap air dan mengurangi
konsentrasi ion dalam tubuh, meningkatkan konsumsi oksigen pada jaringan, merusak insang,
dan mengurangi kemampuan darah dalam melakukan transpor oksigen (Boyd, 1982;
1990).Untuk ikan lele konsentrasi letal NH
3
sekitar 3,0 mg/L (Colt dan Amstrong, 1981).
Hewan air ini bersifat nocturnal (lebih aktif bergerak atau melakukan kegiatan pada
malam hari), lele pun mencari makan pada malam hari. Pada siang hari, ikan lele lebih
banyak berdiam diri dan berlindung di tempat gelap.

2.3 Siklus Produksi
Induk ikan lele sangkuriang yang akan digunakan dalam kegiatan proses produksi
harus tidak berasal dari satu keturunan dan memiliki karakteristik kualitatif dan kuantitatif
yang baik berdasarkan pada morfologi, fekunditas, daya tetas telur, pertumbuhan dan
sintasannya. Karakteristik tersebut dapat diperoleh ketika dilakukan kegiatan produksi induk
dengan proses seleksi yang ketat.
Ada beberapa perbedaan pada induk lele jantan dan betina. Diantaranya induk lele
jantan memiliki ciri-ciri seperti kepalanya lebih kecil dari induk ikan lele betina. Warna kulit
10

dada agak tua bila dibanding induk ikan lele betina. Urogenital papilla (kelamin) agak
menonjol, memanjang ke arah belakang, terletak di belakang anus, dan warna kemerahan.
Gerakannya lincah, tulang kepala pendek dan agak gepeng (depress). Perutnya lebih langsing
dan kenyal bila dibanding induk ikan lele betina. Bila bagian perut di stripping secara manual
dari perut ke arah ekor akan mengeluarkan cairan putih kental (spermatozoa-mani). Kulit
lebih halus dibanding induk ikan lele betina (Toni, 2009).
Sedangkan ciri-ciri induk lele betina yaitu kepalanya lebih besar dibanding induk lele
jantan. Warna kulit dada agak terang. Urogenital papilla (kelamin) berbentuk oval (bulat
daun), berwarna kemerahan, lubangnya agak lebar dan terletak di belakang anus. Gerakannya
lambat, tulang kepala pendek dan agak cembung. Perutnya lebih gembung dan lunak. Bila
bagian perut di stripping secara manual dari bagian perut ke arah ekor akan mengeluarkan
cairan kekuning-kuningan (ovum/telur) (Toni, 2009).
Ikan lele pertama kali matang kelamin pada umur satu tahun dengan ukuran panjang
tubuh sekitar 20 cm dan ukuran berat tubuh 100 sampai 200 gram. Ciri induk ikan betina
yang telah matang gonad dapat dilihat dari bentuk perut yang membesar sangat lembut. Pada
gonad ikan jantan dapat dilihat dari papilla genitalnya yang terletak dibelakang dan
mendekati sirip anus, berwarna merah, meruncing dan menyebar kearah pangkalan, makan
ikan tersebut telah matang kelamin (Zaldi, 2010). Lele sangkuriang mulai dapat dijadikan
induk pada umur (8 9) bulan dengan berat minimal 500 gram. Pada perkawinannya, induk
betina akan melepaskan telur bersamaan dengan jantan melepaskan spermatozoa di dalam air
untuk membuahi telur. Telur akan menetas dalam tempo 24 jam setelah memijah. Menurut
pengalaman petani, di kolam ikan lele dapat memijah sepanjang tahun tanpa mengenal
musim (Suyanto, 1999).
Metode pemijahan lele sangkuriang dapat dilakukan dengan dua metode yaitu secara
alami dan secara buatan. Pemijahan secara alami yaitu pemijahan yang dilakukan di kolam
pemijahan sebagaimana ikan lainnya, sedangkan pemijahan secara buatan yaitu dengan
metode hipophysasi atau teknik rangsangan ovulasi dengan cara pemberian hormon
gonadotropin yang akan mematangkan gonad. Pembuahannya dilakukan dengan cara diurut
(streeping) hal ini dapat mempercepat proses pemijahan (Effendi, 2004). ). Keunggulan lele
sangkuriang dibanding dengan lele dumbo dari kriteria reproduksinya dapat dilihat pada
Tabel 1.



11

Tabel 1. Karakter Reproduksi Lele Sangkuriang dan Lele Dumbo
Deskripsi Lele Sangkuriang Lele Dumbo
Kematangan 8 9 4 5
Fekunditas (butir/kilogram induk betina) 40.000 60.000 20.000 30.000
Diameter telur (mm) 1,1 1,4 1,1 1,4
Lamanya inkubasi telur pada suhu 23
o
-
24
o
C (jam)
30 36 30 36
Lamanya kantung telur terserap pada 23
o
-
24
o
C (hari)
4 - 5 4 5
Derajat penetasan telur (%) > 90 > 80
Sifat larva Tidak kanibal Tidak kanibal
Kelangsungan hidup larva (%) 90 95 90 95
Pakan alami larva
Moina sp. Daphnia sp.
Tubifex sp.
Moina sp. Daphnia sp.
Tubifex sp.
Sumber: Effendi, 2004
Pemijahan buatan lele sangkuriang ini dibagi dalam beberapa tahap, yaitu
pemeliharaan induk, induk dipelihara dalam bak berukuran (3 x 4) m
2
dengan kepadatan 5
kg/m
2
dan setiap hari induk diberi pakan berupa pellet sebanyak 4% dari bobot induk;
pemberokan, pemberokan bertujuan agar kotoaran dan lemak dalam tubuh induk terbuang
dan selama pemberokan air harus tetap mengalir sedangkan lama pemberokan yaitu (1 2)
hari; penyuntikan, bila sudah diperoleh induk yang matang gonad, langkah selanjutnya
adalah penyuntikan hormon, bila menggunakan hipopisa dosisnya 2 kg donor/kg induk,
sementara bila menggunakan ovaprim dosisnya 0,3 ml/kg induk; streeping, induk jantan dan
induk betina pada pemijahan ini harus dipisahkan. Setelah (10 12) jam dari penyuntikan,
induk betina siap di-streeping. Namun, sebelumnya sperma harus sudah disiapkan dahulu
dan jumlah jantan harus dua kali lebih banyak dari induk betina. Telur yang keluar
selanjutnya ditampung dalam wadah plastik dan pada saat yang bersamaan dimasukan larutan
sperma sambil diaduk-aduk hingga rata dengan menggunakan bulu ayam. Bila telur banyak
mengandung darah, bilas campuran telur dan sperma tersebut dengan pemberian sodium
klorida, penetasan telur dilakukan di dalam bak terpisah yang dilengkapi hapa (Effendi,
2004).


12





III. METODE PEMBENIHAN

3.1 Waktu dan Tempat
Pelaksanaan pembenihan ikan lele di kolam Bak Diploma IPB

3.2 Fasilitas Pembenihan

3.3 Metode Kerja
Metode yang dilaksanakan selama kegiatan magang pembenihan adalah:
a. Pengumpulan data primer
Data primer diperoleh dengan cara mengikuti praktek secara langsung dalam
kegiatan pembenihan hingga menghasilkan benih siap jual, serta melakukan
wawancara secara langsung dengan pimpinan dan pembimbing lapangan.
b. Pengumpulan data sekunder
Data sekunder diperoleh dari berbagai literatur dan buku yang berhubungan
dengan pembenihan ikan terutama buku tentang pembenihan ikan kerapu tikus
(Cromileptes altivelis).
3.4 Jadwal Kegiatan



13

3. INFRASTRUKTUR DAN SARANA PRODUKSI
3.1 Pembenihan
Pada kegiatan pembenihan lele sangkuriang perlu adanya fasilitas utama dan
fasilitas pendukung demi lancarnya kegiatan budidaya.
3.1.1 Fasilitas Utama
3.1.1.1 Kolam Pemeliharaan Induk
Pada aspek pembenihan ikan lele sangkuriang, induk adalah komponen
terpenting dalam proses pemijahan dan menghasilkan larva. Induk ikan lele
sangkuriang dipelihara pada kolam berukuran 3 x 1 m dengan kedalaman 1,5 m.
3.1.1.2 Kolam Pemijahan Induk
Pada proses pemijahan ikan lele sangkuriang, induk membutuhkan kolam
untuk proses pemijahan. Kolam yang digunakan berupa kolam terpal dengan
ukuran 7m x 3m dengan ketinggian 25cm. Pemijahan dibantu dengan alat bantu
berupa kakaban sebagai tempat melekatnya telur pada saat proses pemijahan.
3.1.1.3 Kolam Penetasan dan Pemeliharaan
Kolam untuk penetasan juga sekaligus digunakan sebagai pemeliharaan larva
dengan ukuran 6 x 3m dengan ketinggian 25cm sebanyak 2 kolam. Kolam penetasan
ini juga merupakan kolam terpal dengan menggunakan para net pada bagian
atasnya agar suhu air tidak meningkat drastis pada siang hari.
3.1.1.4 Sistem Tata Air
Sumber air yang digunakan berasal dari air sumur. Pengambilan air sumur
dengan alat bantu berupa pompa air. Penggunaan air sumur untuk kolam
pemijahan, penetasan dan pemeliharaan tetap harus dilakukan pengendapan
terlebih dahulu sebelum digunakan. Pompa yang digunakan adalah pompa air yang
memiliki frekuensi 50 Hz, dengan daya 250 W.




3.2.1 Fasilitas Utama
3.2.1 Kolam Pemeliharaan Benih
14

Kolam pemeliharaan benih ikan lele sangkuriang merupakan kolam
berukuran 20 x 20 m dengan ketinggian air 1 m. Kolam ini berjumlah 60 kolam.
Kolam tersebut diisi dengan ketinggian air 30-40 cm.
3.2.2 Sistem Tata Air
Sumber air yang digunakan berasal dari air sungai yang ada di sekitar kolam
yang biasa digunakan pula oleh petani-petani sekitar. Untuk mengisi air pada
kolam tidak dibutuhkan alat bantu seperti pompa air, dikarenakan kolam telah
memiliki fasilitas inlet dan outlet pada setiap sudutnya sehingga tidak memerlukan
bantuan pompa air. Dengan memanfaatkan gaya gravitasi bumi, dan ketinggian
saluran air sungai lebih tinggi dibandingkan dengan ketinggian kolam. Sehingga hal
ini sangat membantu dalam proses pengisian air kolam melalui saluran inlet.
Begitu juga dengan saluran pembuangan air yang lebih rendah dibandingkan
dengan ketinggian kolam, memudahkan untuk membuang air melalui saluran
outlet.

3.3 Pemeliharaan Induk
3.3.1 Persiapan Wadah
Pada wadah yang digunakan pada pemeliharaan induk, persiapan wadah
hanya dilakukan pada pertama kali saja, yaitu saat diawal sebelum dilakukan
penebaran induk. Kolam yang digunakan berukuran 3 x 1 m dengan kedalaman 1,5
m. Persiapan yang dilakukan adalah dengan menggali kolam dengan kedalaman 1,5
m. Kolam pemeliharaan induk ini hanya dilengkapi dengan outlet, sehingga untuk
pengisian air kolam dengan ketinggian air 1,2 m diperlukan bantuan pompa yang
diambil langsung dari sungai.
3.3.2 Penebaran Induk
Setelah kolam dipersiapkan, induk pun siap ditebar ke kolam. Jumlah total
keseluruhan dari induk sebanyak 2 ekor betina dan 1 ekor jantan. Seluruh induk ini
dipelihara dalam 1 buah kolam pemeliharaan dengan ukuran 3 x 1 x 1,5 m. Umur
induk yang dipeliharaberkisar antara 1 tahun hingga 1,5 tahun dengan bobot rata-
rata 0,8-1 kg/ekor.

3.3.3 Pemberian Pakan
Induk diberi pakan sehari sekali yaitu pada pukul 08.00 WIB. Pemberian
pakan untuk induk berupa keong yang telah dilepaskan dari cangkangnya.
Pemberian pakan keong bertujuan untuk mematangkan gonad, yaitu sperma pada
jantan dan kematangan telur pada betina. Pemberian pakan berupa keong
15

bertujuan untuk mempercepat masa rematurasi (masa kembalinya kondisi induk
yang telah dipijahkan).
Pakan keong yang diberikan sebanyak 3 kg per hari dengan pemberian pakan
sekenyangnya. Pemberian pakan tidak tergantung dengan nilai persentase dan
pemberian pakan tersebut, hanya dikondisikan dengan nafsu makan pada induk.
Apabila induk sudah tidak memakan pakan yang diberikan, maka kegiatan
pemberian pakan tidak dilanjutkan.
3.4 Penetasan Telur
Pada kegiatan penetasan telur, telur didiamkan selama 30 jam pada bak
pemijahan. Setelah berlangsung 30 jam, kakaban diangkat dan di keprik secara
perlahan untuk melepaskan larva yang sudah menetas dan menempel pada
kakaban. Dapat dilihat pada kakaban setelah dilakukan kegiatan pemisahan larva
yang menetas dengan kakaban, maka kembali dilakukan pengambilan sampel
dengan menghitung telur yang menetas dan yang tidak menghitung pada 1 kakaban
dan kembali di konversi pada seluruh kakaban.
Derajat Penetasan (HR) = jumlah larva yang menetas x 100%
jumlah telur yang dibuahi
Setelah dilakukan perhitungan, diperoleh hasil jumlah telur pada 1 kakaban ada
1596 butir, maka terdapat 12.919 butir yang berhasil menetas pada 1 kakaban.
Maka setelah di konversi pada 12 kakaban dan dilakukan perhitungan menggunakan
rumus, maka diperoleh hasil derajat penetasan pada lele sangkuriang sebesar 89%.
3.4 Pemeliharaan Larva
Telur lele sangkuriang menetas setelah 30 jam setelah proses pemijahan.
Larva yang baru menetas tidak diberi pakan selama 3 hari dikarenakan larva masih
memiliki cadangan makanan berupa kuning telur (volksack) yang berisi kuning telur
dimana akan menjadi sumber makanan bagi larva. Larva yang telah berumur 2 hari
sudah dapat disebar pada kolam lainnya yang telah di persiapkan mulai dari
pengeringan, pencucian serta pengisian air dan telah di endapkan selama kurang
lebih 2-3 hari.
Setelah 3 hari berlangsung, pada hari ke-4 larva harus diberi pakan berupa
cacing sutra. Proses pemberian pakan dengan cacing harus diberikan bersama
lumpur, hal ini bertujuan agar larva yang memakan cacing terhindar dari benturan
dengan dasar wadah atau gesekan dengan larva yang lain. Pemberian pakan
menggunakan cacing diberikan sebanyak 4 takar per hari per kolamnya. Nilai
persentase dari pemberian pakan ini bersifat ad satitation artinya jumlah pakan
yang diberikan dikondisikan dengan kondisi kesehatan larva dan nafsu makan larva.
Pemberian pakan dilakukan biasanya 2 kali sehari yaitu pada pukul 08.00 WIB dan
17.00 WIB.
16

3.5 Pengelolaan Kualitas Air
Dalam kegiatan pembenihan, pengelolaan kualitas air sangat penting.
Selama masa pemeliharaan larva, tidak dilakukan pergantian air dikarenakan larva
masih rentan terhadap lingkungan sehingga harus menyesuaikan diri pada air yang
baru. Hanya saja, ketinggian air merupakan hal yang cukup penting karena harus
disesuaikan dengan cuaca dan intensitas dari penetrasian cahaya matahari Larva
membutuhkan suhu yang hangat untuk meningkatkan nafsu makan larva terhadap
cacing. Ketinggian air pada kolam larva setinggi 1 m , tetapi apabila matahari
terlalu panas, air harus ditambahkan agar penetrasian cahaya tidak sampai dasar
atau tidak terlalu panas.
3.6 Pemanenan Larva
Kegiatan pemanenan larva dilakukan dengan cara sortasi ikan dan
dikelompokan dalam satu wadah dengan ukuran yang sama. Proses pemanenan
larva cukup sederhana. Larva dipanen menggunakan seser berukuran sedang
dengan diameter lubang yang kecil agar benih tidak lolos saat dipanen. Setelah itu,
larva dilakukan pendederan untuk masuk ke dalam pemeliharaan sampai ukuran
benih siap jual.
3.7 Pemeliharaan Benih
Kolam yang digunakan selama kegiatan, berupa kolam terpal yang berukuran 20
m x 20 m, sebelum kolam tersebut digunakan untuk kegiatan harus dilakukan
periapan kolam terlebih dahulu. Persiapan kolam beton untuk kegiatan ini
meliputi:
1. Perbaikan pematang
Perbaikan pematang yang dimaksud yaitu dengan cara memeriksa kebocoran
pematang, pematang rusak atau tidak, serta menutupi lubang yang dibuat
oleh hama lindung yang mengganggu pertumbuhan benih.

2. Proses Pengeringan
Proses pengeringan ini dilaksanakan setelah perbaikan pematang yang bocor
dikeringkan kembali agar kandungan kapur dari semen untuk perbaikan
pematang tersebut hilang.

3. Pemberian Garam
Garam diberikan pada kolam berukuran 20m x 20m
2
sebanyak 500 gr dan
ditebar secara merata pada sisi kolam serta dasar kolam.

4. Pemupukan
Pemupukan menggunakan kotoran sapi sebanyak karung untuk sebuah
kolam berukuran 20 x 20m
2
. Cara pemupukan dibantu dengan bantuan air
17

agar pupuk tersebut larut dalamair serta tidak terjadi gumpalan yang
nantinya menyebabkan sukar larut pada air budidaya. Pupuk diberikan pada
sudut sisi, dan tengah kolam .

5. Pengisian Air
Setelah semua kegiatan dilakukan, kolam diisi air dengan ketinggian 30 40
cm. Air tersebut harus didiamkan terlebih dahulu selama 3 hari dan setelah
itu bisa dilakukan penebaran benih.

6. Pemberian penumbuh Plankton
Setelah dilakukan pengisian air, kemudian diberikan plankton specialistyang
berguna sebagai pakan alami selama masa pemeliharaan. Dosis yang
digunakan sebanyak 500 ml untuk kolam berukuran 400 m
2
yang dilarutkan
terlebih dahulu menggunakan air agar homogen. Setelah itu ditebar secara
merata ke seluruh permukaan air.
4.5.2 Pemberian Pakan
Pemberian pakan pad hari ke- 4 diberikan dhapnia halus sampai hari ke- 12
kemudian dilanjut dengan pemberian cacing cacah selanjutnya diberikan pelet
serbuk dengan kandungan protein 30%, disamping itu diberikan pakan tambahan
dengan keong agar kadar protein yang diserap oleh lele tinggi. Proses pengolahan
pakan tambahan dengan keong yaitu dengan memisahkan antara daging dengan
cangkangnya dan kemudian di cangcang. Pemberian pakannya disebar di setiap
titik sudut.
Pemberian pakan dilakukan dua kali sehari, yaitu pada pukul 08.00 WIB dan
pukul 17.00 WIB. Dosis pemberian pakan dengan FR 90 %. jenis pakan yang
digunakan selama meliharaan adalah fankli feed.

4.5.2 Pengelolaan Kualitas Air
Selama masa pemeliharaan pada pendederan ini, pengelolaan kualitas air
dilakukan pertama kali pada saat persiapan kolam yaitu dengan pemberian kapur,
pemupukan yang telah mengandung probiotik, dan penumbuhan plankton. Hal ini
bertujuan agar tidak dilakukan pergantian air selama masa pemeliharaan dan
pakan alami yang tumbuh tidak terbuang pada saat pergantiaan air. Kualitas air
dilakukan dengan pemantauan rutin pengecekan pH, suhu, amoniak. Apabila
kualitas air yang dibutuhkan berubah maka dapat dilakukan dengan pergantian air
kurang lebih 20% dan pemberian kapur agar pH air tetap netral.
4.5.3 Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit
18

Penyakit yang biasa mengganggu selama proses pemeliharaan ikan lele
sangkuriang adalah white spot. Proses penanganan dalam pemberantasan penyakit
tersebut yaitu menggunakan bahan mengkudu, bawang putih, daun jambu biji
dengan cara diblender dan dicampurkan dengan air untuk diencerkan kemudian
disebar kedalam wadah pemeliharaan.
4.6 Kultur Pakan Alami
Selama kegiatan budidaya pembenihan pakan yang digunakan adalah
Daphnia sp, dengan cara menggunakan pupuk kandang dengan penambahan biakan
dhapnia. Proses kultur didiamkan hingga 3 hari.
4.7 Pemanenan Benih
Kegiatan pemanenan dilakukan apabila benih telah mencapai masa
pemeliharaan selama 21 hari sejak awal penebaran. Benih yang akan dipanen tidak
dilakukan pemberian pakan dengan tujuan untuk menghindari stress pada benih.
Kegiatan panen selalu dilakukan pada pagi hari, yaitu pada pukul 07.30 10.00
WIB. Hal ini bertujuan agar suhu air tidak terlalu panas saat dilakukan panen.
Benih yang dihasilkan saat panen berukuran 3 4 inchi. Pemanenan dilaksanakan
dengan cara sederhana yaitu penyurutan air dan dengan cara di seser.
4.7.1 Sampling SR benih
Kegiatan sampling SR bertujuan untuk mengetahui persentase nilai
kelangsungan hidup setelah panen yang dibandingkan dengan jumlah benih yang
ditebar. Kegiatan perhitungan dengan cara ditakar. Perhitungan nilai kelangsungan
hidup pendederan ini dapat dihitung menggunakan rumus
SR = Nt x 100%
No
Nilai SR panen yang diperoleh dari hasil kegiatan panen yang dilakukan
sampling dari kegiatan pendederan yaitu 87%.

4.8 Transportasi Benih
Kegiatan transportasi benih dilakukan setelah kegiatan panen. Kegiatan
pengepakan (Packing) menggunakan plastik packing ukuran 80 x 65 cm dengan
kapasitas 8 liter. Satu plastik dapat mengangkut sekitar 500 750 ekor.
Transportasi menggunakan kendaraan berupa motor. Kapasitas untuk satu motor
dapat membawa benih sekitar 3 kantong plastik packing. Benih akan dibawa ke
petani parung, ciseeng dan jampang.

19






20

4. ASPEK USAHA
4.1 Pemasaran
4.1.1 Produk
Produk yang dihasilkan dalam budidaya pembenihan ini yaitu ikan lele sangkuriang.
target dalam penjualan benih ikan dengan ukuran 3 4 inchi dan dijual dengan harga Rp 110
/ekor larva.
4.1.2 Tujuan
Benih yang dihasilkan dijual ke daerah parung, ciseeng, dan jampang. dikarenakan
usaha ini masih dapat dibilang usaha kecil, maka larva belum dapat dikirim ke berbagai
daerah yang lebih jauh disebabkan adanya keterbatasan.
4.1.3 Analisis Usaha
Prospek usaha dalam pembenihan ikan lele sangkuriang ini cukup menguntungkan
bagi pelaku usaha. Hal ini dapat dilihat dari analisis usaha yang diasumsikan selama 1 tahun
kegiatan budidaya diperoleh 8 siklus dengan satu kali panen. Dengan induk yang memiliki
kualitas telur yang baik dan pemijahan menggunakan perbandingan 1:2 dengan maksud 1
indukan jantan dan 2 indukan betina dengan bobot rata-rata sebesar 0,81 - 1 Kg, dengan HR
76% serta kelangsungan hidup larva panen mencapai 74,73%.
4.1.4 Investasi
Investasi adalah biaya yang dikeluarkan hanya pada saat pertama kali usaha dimulai.
Biaya investasi pada usaha pembenihan Lele Sangkuriang ini meliputi pembuatan kolam
beton untuk induk, pembuatan kolam terpal untuk wadah larva, happa, kakaban, pompa air,
selang air, drum, bak, dan seser. Total biaya investasi pada usaha pembenihan lele
sangkuriang adalah Rp. 5.397.500dan penyusutan sebesar Rp 2.054.000.
4.1.5 Biaya Operasional
Biaya operasional terdiri dari dua, yaitu biaya tetap dan biaya variable. Biaya tetap
adalah biaya yang dikeluarkan perusahaan baik selama proses produksi berlangsung maupun
tidak. Total biaya tetap pada segmentasi usaha pembenihan ikan lele sangkuriang ini sebesar
RP 5.397.500. Untuk rincian akan dicantumkan pada lampiran.. Sedangkn biaya variable
adalah biaya yang dikeluarkan hanya pada saat proses produksi berlangsung. Total biaya
variable selam dilaksanakannya usaha pembenihan ikan Lele Sangkuriang ini sebesar Rp.
1.081.000 .
4.1.6 Penerimaan (TR)
Penerimaan adalah jumlah uang yang diperoleh dari hasil total penjualan selama 1
tahun. Penerimaan yang diperoleh pengusaha dari hasil penjualan larva dengan ukuran 3 4
21

inchi sebesar Rp 110. Hal ini diperoleh apabila harga larva/ ekor mencapai Rp 8766560
dalam satu tahun.

4.1.7 Total Biaya (TC)
Biaya total adalah biaya yang dikeluarkan selama satu tahun produksi. Berikut adalah
perhitungan biaya total.
TC = Biaya tetap + Biaya variable
= Rp 5397500 + Rp 1081000
= 6478500
4.1.8 Keuntungan
Keuntungan adalah jumlah yang diperoleh dari total penerimaan pertahun yang
dikurangi dengan total biaya operasional yang meliputi biaya tetap dan biaya variable yang
telah tertera pada tabel diatas.
Keuntungan = TR TC
= Rp 8766560 /tahun Rp 6478500 /tahun
= 2288060 Rp /tahun
4.1.9 R/C ratio
R/C ratio adalah nilai penerimaan yang diperoleh dari setiap satu satuan rupiah yang
dihasilkan, untuk menghasilkan satuan biaya penerimaan. Bila nilai tersebut mendapatkan
hasil lebih dari satu, maka usaha tersebut dapat dikatakan menguntungkan.
R/C = TR/TC
= Rp 8766560
Rp 6478500
R/C = 1,35
Jadi setiap mengeluarkan biaya Rp 1 mendapatkan pendapatan penerimaan sebesar Rp 1,35
atau mendapat keuntungan Rp 0,35

Karena nilai R/C ratio >1,35, maka setiap satu rupiah biaya yang dikeluarkan akan
menghasilkan nilai sebesar 1 rupiah.


22









IV. Analisis Usaha
4.1 Pengadaan Sarana dan Prasarana ,Biaya investasi
Uraian Jumlah Satuan Harga
Satuan
Harga total Nila
i
sisa
Umur
Teknis
Biaya
penyusut
an
Seser larva 2 Unit 10000 20000 0 2 10000
Seser
Induk
1 Unit 30000 30000 0 1 30000
Batu
Aerasi
6 Unit 2000 12000 1 12000
Selang
aerasi
6 M 1500 9000 1 9000
Baskom 5 Unit 5000 25000 1 25000
Sumur bor 1 Unit 2400000 2400000 200
000
5 440000
Induk
Betina
2 Ekor 60000 120000 400
00
1 80000
Induk
Jantan
1 Ekor 50000 50000 100
00
1 40000
Tabung
oksigen
1 Unit 800000 800000 800
00
1 720000
Pompa 1 Unit 600000 600000 600
00
10 54000
Hi blow 1 Unit 800000 800000 400
00
5 152000
Hapa
penetasan
telur
5 Unit 60000 300000 1 300000
Bak tandon 1 Unit 1500000 1500000 10 150000
Paranet 4 Buah 8000 32000 1 32000
Jumlah
Total
6698000 2054000
23


c. Biaya Total ( TC )
TC = Biaya tetap + Biaya Variabel
= Rp 5397500 + Rp 1081000 = 6478500


4.2 Pemasaran

4.3 Investasi
= Investasi
Keuntungan
= Rp 6698000
Rp 2288060 /tahun
PP = 2,9 tahun Biaya investasi akan kembali setelah usaha ni berjalan 2 tahun 9 bulan


4.4 Joint Cost
4.5 Penyusutan
Harga total harga sisa
Umur ekonomis
4.6 Biaya Tetap


No Uraian Jumlah Satuan Harga
Satuan (Rp)
Harga Total
1 Listrik 12 Bulan 50000 600000
2 Biaya Penyusutan 2054000
2 Perawatan peralatan 12 Tahun 30000 360000
3 Pajak 1 50000 50000
4 Gaji Karyawan 1 1200000 1200000
5 Pakan Induk 100 kg 8500/kg 850000
6 Keong 3,5 kg 6000 21000
24

7 Daphnia 21 kg 12500 262500
Total Biaya Tetap 5397500


4.7 Biaya Variabel

No Uraian Jumlah Satuan Harga
Satuan
(Rp)
Harga
Total
1 Tissu 6 Rol 8000 48000
2 Plastik packing 10 Kg 25000 250000
3 Isi Ulang oksigen 1 Tabung 75000 75000
4 Obat obatan 1 Paket 450000 450000
5 Karet gelang 1 Kg 18000 18000
6 Kolam
Pemeliharaan induk
1 8 Siklus

10000 80000
7 Kolam pemijahan 1 8 Siklus 10000 80000
8 Kolam penetasan
dan pemeliharaan
larva
3 8 Siklus 10000 80000
Total Biaya Variabel 1081000







4.8 Penerimaan
Rata rata 1 kg induk mengeluarkan 55000 butir telur
Bobot per induk 2 kg/ ekor dan dipijahkan 2 ekor induk Betina Dibagi 2 ekor per kelompok
1 siklus 8 panen setiap 1,5 bulan panen
Jumlah telur yang di hasilkan = Fekunditas x Bobot induk
25

=55000 x 2 kg /ekor x ekor = 55000 butir telur
Jumlah larva yang dihasilkan = Jumlah telur x FR x HR x SR
=55000 x 90 % x 76 % x 74,73%
Ukuran 0 - 1 =27839 larva /siklus
1 - 2 = SR 72 % x 27 839 = 20044 larva
2 - 3 = SR 71 % x 20044 = 14231 larva
3 4 = SR 70 % x 14231 =9962 larva

Produksi 1 tahun = 9962 larva/siklus x 8 siklus
=79696 larva
Harga Benih ukuran 3-4 = Rp 110
Total penerimaan 1 tahun = Rp 110 x 79696
= Rp 8766560


4.9 Keuntungan
Pendapatan Total biaya
= Rp 8766560 /tahun Rp 6478500 /tahun = 2288060 Rp /tahun

4.10 R/C Ratio
R/C = Penerimaan total
Biaya total
R/C = Rp 8766560
Rp 6478500
R/C = 1,35
Jadi setiap mengeluarkan biaya Rp 1 mendapatkan pendapatan penerimaan sebesar Rp
1,35 atau mendapat keuntungan Rp 0,35

4.11 PP
= Investasi
Keuntungan
= Rp 6698000
Rp 2288060 /tahun
26

PP = 2,9 tahun Biaya investasi akan kembali setelah usaha ni berjalan 2 tahun 9 bulan

4.12 BEP Unit dan Harga
BEP Unit
= Biaya tetap
Harga /ekor (biaya variabel )
Jml produksi
= Rp5397500
Rp 110 (1081000 )
79696 larva
= 55968 larva
Titik pokok dicapai jika berhasil menjual larva sebanyak 55968 larva

BEP Harga ( Rp )
= Biaya tetap
( Biaya variabel )
Penerimaan
= Rp5397500
Rp 1 (1081000 )
Rp 8766560
= Rp5397500
0,88
= Rp 6133523
Jadi titik balik modal dicapai hasil penjualan Rp 6.133.523

4.13 HPP
HPP = Total biaya produksi
Total produksi
= Rp 6478500
79696 larva
= Rp 81,29 / ekor
Dengan harga Rp 81,29 / ekor ini maka penjualan tidak mengalami keuntungan dan tidak
mengalami kerugian pula.
27


























V. Penutup








28

















DAFTAR PUSTAKA

















29











LAMPIRAN

30

Anda mungkin juga menyukai