Anda di halaman 1dari 39

Nama Penderita : An.

AZ
Jenis kelamin : Laki-laki
Umur : 6 tahun
Agama : Islam
Suku : Jawa
Alamat : Jl. Kapten A Haq, Rajabasa

Riwayat Penyakit

Keluhan utama : kejang
Keluhan tambahan : kaku seluruh
tubuh, mulut sulit membuka

3 hari SMRS pasien mengeluhkan tangan dan kaki sebelah
kirinya kaku dan sulit digerakkan. Pasien juga
mengeluhkan mulutnya sulit membuka. 2 hari SMRS pasien
mengeluhkan seluruh tubuhnya kaku. 1 hari SMRS keluhan
pasien semakin memberat dengan mulut yang hanya dapat
dibuka 1 jari dan kejang yang terjadi jika pasien disentuh.
Kejang terjadi pada seluruh tubuh, pada saat kejang gigi
terkunci, mulut mencucu, mimik wajah seperti tertarik,
punggung terangkat dan seluruh tubuhnya kaku. Sebelum,
saat dan setelah kejang pasien sadar. Kejang terjadi
sekitar 15 detik dan berulang kali terjadi dalam sehari.
Kejang tidak diawali oleh demam. Pasien tidak
mengeluhkan mual ataupun muntah. Pasien juga tidak
mengalami BAB cair sebelumnya. 2 hari setelah dirawat di
RS, pasien mengeluh telinga kanannya terasa agak nyeri
dan keluar cairan merah kehitaman dari liang telinga
kanan. Riwayat terluka akibat benda tajam, seperti
tertusuk paku tidak ada.
Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien sebelumnya tidak pernah mengalami sakit seperti ini.
Riwayat keluar cairan dari telinga sebelumnya (-)
Riwayat terkena benda tajam (-)
Riwayat kejang demam (-), epilepsi (-)

Riwayat Penyakit Keluarga
Di keluarga pasien tidak ada yang pernah mengalami keluhan yang
sama.

Riwayat kehamilan
Selama hamil ibu pasien tidak pernah sakit.
Pemeriksaan kehamilan ANC teratur di bidan
setiap bulan sampai usia kehamilan 7 bulan,
setelah memasuki usia kehamilan 8 bulan,
pemeriksaan dilakukan dua kali sebulan.

Riwayat Persalinan
Ibu melahirkan dengan persalinan pervaginam
dengan bantuan bidan. Bayi lahir cukup bulan,
langsung menangis, tidak cacat. Berat badan
lahir 2200 gram, panjang badan 45 cm. Pasien
merupakan anak pertama.

Riwayat Imunisasi
B C G : 1 x, umur 1 bulan, scar
(+)
D P T : 3 x, umur 2 - 3 - 4 bulan
(Booster : 6 tahun)
Polio : 4 x, umur 0- 2 - 3 - 4
bulan
Campak : 1 x, umur 9 bulan
Hepatitis B : 4 x, umur 0-2-3-4 bulan
Kesan : Imunisasi lengkap

Status Present
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos Mentis
Nadi : 85 x/menit
Pernafasan : 26 x/menit
Suhu : 36,8 C
Berat Badan Awal : 19 kg
Berat Badan Sekarang : 19 kg
Tinggi Badan : 112 cm
Lingkar lengan : 16 cm
Status gizi : Persentase BB/U 19/21 x 100% = 90%
Persentase TB/U 112/116 x 100% = 96% Persentase BB/TB
90/96 x 100% = 93,75%
Kesan : Gizi baik

Kelainan mukosa kulit/subkutan yang
menyeluruh
Pucat : -
Sianosis : -
Ikterus : -
Perdarahan : -

Edema : -
Turgor Kulit : baik
Pembesaran KGB : (-)

KEPALA
Muka : lonjong, simetris, oedema (-), risus
sardonicus (+)
Rambut : hitam, tidak mudah dicabut, pertumbuhan
merata
Ubun-ubun besar : sudah menutup
Kulit Kepala : Tidak ada kelainan
Mata : konjungtiva anemis, sklera anikterik, pupil
isokor, reflek cahaya (+/+), fotofobia (-)
Telinga : Normal, simetris, sekret merah kehitaman
pada telinga kanan, bengkak (-)
Hidung : Bentuk normal, septum tidak deviasi,
sekret (-)
Mulut : Mulut mencucu, trismus <1 cm, bibir pucat
(-), mukosa, palatum, lidah, tonsil dan faring sulit dinilai

LEHER
Bentuk : Simetris
Trakhea : Di tengah
KGB : Tidak teraba pembesaran
Kaku kuduk : (+)

THORAK
Bentuk : normochest, simetris
Retraksi suprasternal, substernal,
intercostals, subcostal (-)

ANTERIOR POSTERIOR
SINISTRA DEXTRA SINISTRA DEXTRA
Inspeksi
Pergerakan nafas =
dextra
Pergerakan nafas =
sinistra
Pergerakan nafas =
dextra
Pergerakan nafas =
sinistra
Palpasi
Vocal fremitus simetris
Ekspansi simetris
Vocal fremitus simetris
Ekspansi simetris
Perkusi
Sonor
Sonor
Sonor Sonor
Auskultasi
Vesikuler
Wheezing (-)
Ronkhi (-)
Vesikuler
Wheezing (-)
Ronkhi (-)
Vesikuler
Wheezing (-)
Ronkhi (-)
Vesikuler
Wheezing (-)
Ronkhi (-)
JANTUNG
- Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat
- Palpasi : Iktus kordis teraba sela iga 5
midclavicula sinistra
- Perkusi : Batas jantung normal
- Auskultasi : Bunyi jantung I - II reguler,
murmur (-), gallop (-)

ABDOMEN
Inspeksi : Perut datar, simetris, opistotonus (+)
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Palpasi : rigiditas abdomen (+), hepar dan
lien sulit dinilai, nyeri tekan (-)
Perkusi : timpani

GENITALIA EXTERNA
- Kelamin : tidak ada kelainan

EKSTREMITAS
Superior : Oedem -/-, sianosis -/-, akral
hangat
Inferior : Oedem -/-, sianosis -/-, akral
hangat

Penilaian Superior
dextra/sinistra
Inferior
dextra/sinistra
Gerak Aktif/aktif Aktif/aktif
Kekuatan otot 5/5 5/5
Tonus Normotonus/normo
tonus
Normotonus/norm
otonus
Klonus -/- -/-
Atropi Eutropi/eutropi Eutropi/eutropi
Refleks Fisiologis
Refleks Biseps : (+/+)
Refleks Trisep : (+/+)
Refleks Patella : (+/+)
Refleks Achilles : (+/+)

Refleks Patologis
Refleks Babinsky : (-/-)
Refleks Chaddock : (-/-)
Refleks Oppenheim : (-/-)

Rangsang Meningeal
Kaku kuduk : (+)
Brudzinsky I : (-)
Brudzinsky II : (-)
Kernig : (-)

Darah Rutin (04-09-2014)
Hb : 12,3 g/dl
LED : 45%
Leukosit : 10.600/uL
Difft Count : 0/0/0/63/30/7

Kimia Darah (04-09-2014)
Natrium : 141 mmol/L
Kalium : 5,8 mmol/L
Kalsium : 8,6 mmol/L
Klorida : 106 mmol/L

Pemeriksaan anjuran :
Kultur bakteri
Pemeriksaan LCS
DIAGNOSIS BANDING
Tetanus
Meningitis
Hipokalsemia

DIAGNOSIS KERJA
Tetanus

Non Medikamentosa
Bed rest
Tidak menyentuh pasien karena dapat
menyebabkan kejang rangsang

Medikamentosa
KAEN-3A XX gtt/menit
Diazepam 8 x 2 mg
Metronidazole 3 x 350 mg
Ampicillin 3 x 500 mg
ATS 10.000 IU (IM) dan 10.000 IU (IV)
Luminal 2 x 40 mg

ANAMNESIS
Pasien laki-laki berusia 6 tahun datang dengan
keluhan kejang sejak 1 hari SMRS. Kejang
merupakan salah satu manifestasi dari beberapa
penyakit, meliputi penyakit neurologis ataupun
infeksi. Kejang bersifat spastik dapat ditemukan
pada penyakit rabies, tetanus dan hipokalsemia.
Pada pasien ini ditegakkan diagnosa tetanus
karena pada anamnesis diketahui bahwa pasien
sadar sewaktu kejang dan terdapat riwayat keluar
cairan merah kehitaman yang merupakan sumber
infeksi tetanus pada pasien ini
PEMERIKSAAN FISIK

Dan pada pemeriksaan fisik, pada anak ditemukan
trismus (kekakuan M. maseter sehingga pasien
sukar membuka mulut), risus sardonikus
(kekakuan otot mimik sehingga dahi mengkerut,
mata agak tertutup dan sudut mulut tertarik
keluar dan ke arah bawah) dan opistotonus
(kekakuan otot yang menunjang tubuh seperti
otot punggung, otot leher, otot badan dan trunk
muscle) serta kejang rangsang. Tidak terdapat
PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan penunjang yang dilakukan adalah darah
lengkap dengan adanya peningkatan nilai leukosit
yaitu 10.600/ul. Menurut kepustakaan akan
didapatkan nilai leukosit yang tinggi pada kasus
tetanus. Pemeriksaan biakan luka perlu dilakukan
pada kasus tersangka tetanus. Namun demikian,
kuman C. tetani dapat ditemukan pada luka orang
yang tidak mengalami tetanus dan ditemukan pada
kultur pasien tetanus. Hasil kultur yang positif
sekalipun harus disertai gejala klinis yang
mendukung diagnosis tetanus. Hanya sekitar 30%
kasus tetanus yang memiliki kultur C. tetani yang
positif.

Tatalaksana
Terapi yang diberikan adalah diazepam dan
luminal untuk mengatasi kejang. Sedangkan,
pemilihan antibiotik yaitu metronidazole sudah
tepat. Menurut kepustakaan, metronidazol
diberikan secara IV dengan dosis 15 - 30
mg/kgBB/hari dibagi tiap 8-12 jam selama 7-10
hari. Pada pasien ini diberikan dosis 350 mg per
8 jam. Berat badan pasien 19 kg dan dosis
tersebut masih termasuk dalam rentang dosis 15
- 30 mg/kgBB/hari sehingga dosis pemberiannya
sudah tepat.

PROGNOSA
Prognosis pasien ini adalah dubia ad bonam
karena pada pasien ini telah diberikan terapi
yang adekuat sehingga sudah tidak ada
kejang dan trismus berkurang. Dengan
penanggulangan yang cepat dan tepat,
prognosis semakin baik dan menurunkan
angka kematian.

Clostridium tetani
gram positif
Berbentuk Spora, dan vegetatif.
Tidak invasif dan terlokalisir pada jaringan yang rusak
Bentuk spora terdapat pada tanah, rumput, kayu,
kotoran hewan dan manusia.
Bentuk vegetatif membutuhkan suasana anaerob
pada luka dan jaringan nekrosis.
Bentuk vegetatif memproduksi eksotoksin
neurotoksin tetanospasmin dan tetanolysmin.
Toksin inilah yang menimbulkan gejala gejala
penyakit tetanus.
Clostridium tetani masuk ke dalam tubuh manusia melalui
luka. Bentuk spora berubah menjadi bentuk vegetatif
dalam suasana luka yang anaerob.
Kuman tidak menyebar. Tetapi mengeluarkan ekotoksin,
yaitu tetanolisin dan tetanospasmin.
Tetanolisin dapat menghancurkan sel darah merah
menambah optimal kondisi lokal untuk berkembangnya
bakteri.
Tetanospasmin: protein toksik terhadap sel saraf.
diabsorbsi oleh end organ saraf di ujung saraf motorik.
transport akson retrograd atau aliran darah menuju SSP.
Bila telah mencapai susunan saraf pusat dan terikat
dengan sel saraf, toksin tersebut tidak dapat dinetralkan
lagi.

Tetanospasmin yang terikat pada neuron
akan memblok pelepasan neurotransmitter.
Neuron pelepas gamma aminobutyric acid
(GABA) dan glisin sangat sensitif terhadap
tetanospasmin kegagalan penghambatan
refleks respon motorik terhadap rangsangan
sensoris.
Kejang rangsang dan spasme.

Kekakuan dimulai pada tempat masuknya
kuman atau pada otot masseter (trismus),
toxin masuk ke sumsum tulang belakang
kekakuan berat otot lurik pada dada, perut
dan mulai timbul kejang.
toksin mencapai korteks serebri, menderita
akan mulai mengalami kejang umum yang
spontan.
Masa inkubasi: bervariasi antara 2 hari atau
beberapa minggu bahkan beberapa bulan, pada
umumnya 8 12 hari.
Suhu tubuh normal hingga subfebris
Tetanus lokal otot sekitar luka kaku
Tetanus generalisata
Trismus: sulit/tidak bisa membuka mulut
Rhesus sardonicus
Kaku otot kuduk, perut, anggota gerak
Sukar menelan
Opistotonus
Kejang dalam keadaan sadar dan nyeri hebat.
Sekujur tubuh berkeringat.

pada anak.
Stadium 1, dengan gejala klinis berupa trisnus (3 cm)
belum ada kejang rangsang, dan belum ada kejang
spontan.
Stadium 2, dengan gejala klinis berupa trismus (3 cm),
kejang rangsang, dan belum ada kejang spontan.
Stadium 3, dengan gejala klinis berupa trismus (1 cm),
kejang rangsang, dan kejang spontan.
Stadium klinis pada orang dewasa. Terdiri dari :
Stadium 1 : trisnus
Stadium 2 : opisthotonus
Stadium 3 : kejang rangsang
Stadium 4 : kejang spontan

Diagnosis
Klinis
Pewarnaan gram

Komplikasi
Anoksia otak
fraktur vertebra
Aspirasi, penumonia
Low intake, Dehidrasi
Disfungsi otonom: hiper/hipotensi, hiperhidrosis
Kematian
Debridemen dan rawat luka
Imunisasi aktif.
Imunisasi Pasif.
Antibiotik
1. Pemberian antitoksin tetanus
2. Penatalaksanaan luka
3. Pemberian antibiotika
4. Penanggulangan kejang
5. Perawatan penunjang
6. Pencegahan komplikasi

Pemberian antitoksin tetanus. selama 2 5 hari berturut
turut
ATS : 10.000 20.000 IU IM (dewasa) dan 10.000 IU IM (anak),
HTIG : 3.000 IU 6000 IU IM (dewasa) dan 3000 IU IM (anak).
Penatalaksanaan luka.
Cross Incision dan debridemen luka segera.
Rawat terbuka untuk mencegah keadaan anaerob.
Bila perlu di sekitar luka dapat disuntikan ATS.
Pemberian antibiotika.
Penisilin Penisilin sebesar 1,2 juta IU/8 jam IM (dewasa) selama 5
hari. 50.000 IU/kg BB/hari (anak), dilanjutkan hingga 3 hari
bebas panas.
Tetrasiklin 4x 500 mg/hari (dewasa). 40 mg/KgBB/hari (anak),
dibagi dalam 4 dosis.
Metronidazol 3 x 1 gram IV.
Ruang isolasi karena suara dan cahaya dapat
menimbulkan serangan kejang.
Pemberian anti kejang
Fenobarbital (Luminal) A: Mula mula 60 100 mg IM,
kemudian 6 x 30 mg per oral. Maksimum 200 mg/hari. D:
3 x 100 mg IM
Klorpromazin (Largactil) A: 4 6 mg/kg BB/hari, mula
mula IM, kemudian per oral. D: 3 x 25 mg IM
Diazepam (Valium) A: Mula mula 0,5 1 mg/kg BB IM,
kemudian per oral 1,5 4 mg/kg BB/hari, dibagi dalam 6
dosis. 3 x 10 mg IM Atau 0,2-0,5 mg/kg BB IV bila kejang.
Klorhidrat. A: 3 x 500 100 mg per rectal
midazolam 2-3 mg / jam
Bila belum teratasi, muscle relaxant + ventilator
ICU
tirah baring,
oksigen, bersihkan jalan nafas secara teratur,
cairan infus dan diet per sonde
Monitoring kesadaran, TTV, trismus, asupan
/ keluaran, elektrolit
konsultasikan ke bagian lain bila perlu.
anoksia otak dengan
pemberian antikejang, sekaligus mencegah
laringospasme,
jalan napas yang memadai, bila perlu lakukan
intubasi (pemasangan tuba endotrakheal) atau
lakukan rakheotomi berencana, pemberian oksigen.
pneumonia
membersihkan jalan napas yang teratur,
pengaturan posisi penderita berbaring, pemberian
antibiotika.
fraktur vertebra: pemberian antikejang yang
memadai.


faktor yang memperburuk:
masa inkubasi yang pendek,
stadium penyakit yang parah
penderita yang lanjut usia, neonatus,
kenaikan suhu yang tinggi,
pengobatan yang lambat,
adanya komplikasi seperti status konvulsivus, gagal
jantung, fraktur vertebra, pneumonia.

Anda mungkin juga menyukai