Anda di halaman 1dari 7

Modul THT Tonsilitis

Trigger : Budi 12 tahun, siswa SD kelas 6 dibawaibunya ke dokter keluarga dengan keluhan sakit menelan sejak 7 hari yang
lalu. Budi juga mengeluhkan demmam dan batuk-batuk. Sebelumnya Budi suadah sering mengeluhkan keluhan ini. Ibu
pasien mengatakan anaknya tidur sering mengorok. Pada pemeriksaan fisik ditemukan pasien tampak sakit, temperatur 38
derajat celcius. Pada pemeriksaan dinding posterior faring didapatkan hiperemis, granuler dan edema. Tonsil palatina
didapatkan T3-T3, hiperemis, edema, muara kripti melebar dan terisi eksudat, detritus, permukaan tidak rata, perlengketan
dengan pilar anterior/posterior. Kemudian dokter memberikan terapi berupa antibiotik, antipiretik, analgetik, roborantia
dan obat kumur. Dokter keluarga menganjurkan setelah han=bis obat untuk datang lagi dan kalau kondisi sudah membaik,
dianjurkan konsul ke dokter spesialis THT.
Learning Objective :
1. Anatomi dan fisiologi tonsil.
2. Patofisiologi tonsilitis.
3. Klasifikasi tonsilitis (etiologi, gejala, diagnosa dan penatalaksanaa)
4. Pencegahan dan komplikasi tonsilitis.


Add 1. Anatomi dan fisiologi tonsil.


Faring dibagi menjadi nasofaring, orofaring dan laringofaring. Nasofaring merupakan bagian dari faring yang terletak diatas
pallatum molle, orofaring yaitu bagian yang terletak diantara palatum molle dan tulang hyoid, sedangkan laringofaring
bagian dari faring yang meluas dari tulang hyoid sampai ke batas bawah kartilago krikoid.
Orofaring terbuka ke rongga mulut pada pilar anterior faring. Pallatum molle (vellum palati) terdiri dari serat otot yang
ditunjang oleh jaringan fibrosa yang dilapisi oleh mukosa. Penonjolan di median membaginya menjadi dua bagian. Bentuk
seperti kerucut yang terletak disentral disebut uvula. Dua pillar tonsilar terdiri atas tonsil palatina anterior dan posterior.
Otot glossoplatina dan pharyngopalatina adalah otot terbesar yang menyusun pilar anterior dan pilar posterior. Tonsil
terletak diantara cekungan palatoglossal dan palatopharyngeal.
Plika triangularis (tonsilaris) merupakan lipatan mukosa yang tipis, yang menutupi pilar anterior dan sebagian dan sebagian
permukaan anterior tonsil. Plika semilunaris (supratonsil) adalah lipatan sebelah atas dari mukosa yang mempersatukan
kedua pilar. Fossa supratonsil merupakan celah yang ukurannya bervariasi yang terletak diatas tonsil diantara pilar anterior
dan posterior. Tonsil terdiri dari sejumlah penonjolan yang bulat atau melingkar seperti kripte yang mengandung jaringan
limfoid dan disekelilingnya terdapat jaringan ikat. Ditengah kripta terdapat muara kelenjar mukus.
Tonsil dan adenoid merupakan bagian terpenting cincin waldeyer dari jaringan limfoid yang mengelilingi faring. Tonsil
terletak dalam sinus tonsilaris diantara pilar anterior dan posterior faussium. Tonsil faussium terdapat satu buah pada tiap
sisi orofaring adalah jaringan limfoid yang dibungkus oleh kapsul fibrosa yang jelas. Permukaan sebelah dalam tertutup
oleh membran epitel skuamosa berlapis yang sangat melekat. Epitel ini meluas kedalam kripta yang membuka
kepermukaan tonsil. Kripta pada tonsil berjumlah 8-20, biasa tubular dan hampir selalu memanjang dari dalam tonsil
sampai kekapsul pada permukaan luarnya.Bagian luar tonsil terikat pada m.konstriktor faringeus superior, sehingga
tertekan setiap kali menelan. m. palatoglusus dan m. palatofaring juga menekan tonsil. Selama masa embrio, tonsil
terbentuk dari kantong pharyngeal kedua sebegai tunas dari sel endodermal. Singkatnya setelah lahir, tonsil tumbuh secara
irregular dan sampai mencapai ukuran dan bentuk, tergantung dari jumlah adanya jaringan limphoid.
Struktur di sekitar tonsil:
1. Anterior : pada bagian anterior tonsilla palatina terdapat arcus palatoglossus, dapat meluas dibawahnya untuk jarak
pendek.
2. Posterior : di posterior terdapat arcus palatopharyngeus.
3. Superior : di bagian superior terapat palatum molle. Disini tonsilla bergabung dengan jaringan limfoid pada permukaan
bawah palatum molle.
4. Inferior : di inferior merupakan sepertiga posterior lidah. Di sini, tonsilla palatina menyatu dengan tonsilla lingualis.
5. Medial : di bagian medial merupakan ruang oropharynx.
6. Lateral : di sebelah lateral terdapat capsula yang dipisahkan dari m.constristor pharyngis superior oleh jaringan areolar
longgar. V. palatina externa berjalan turun dari palatum molle dalam jaringan ikat longgar ini, untuk bergabung dengan
pleksus venosus pharyngeus. Lateral terhadap m.constrictor pharynges superior terdapat m. styloglossus dan lengkung
a.facialis. A. Carotis interna terletak 2,5 cm di belakang dan lateral tonsilla. Tonsilla palatina mendapat vascularisasi dari :
ramus tonsillaris yang merupakan cabang dari arteri facialis; cabang-cabang a. Lingualis; a. Palatina ascendens; a.
Pharyngea ascendens. Sedangkan innervasinya, diperoleh dari N. Glossopharyngeus dan nervus palatinus minor. Pembuluh
limfe masuk dalam nl. Cervicales profundi. Nodus paling penting pada kelompok ini adalah nodus jugulodigastricus, yang
terletak di bawah dan belakangangulus mandibulae.
Tonsila disusun oleh jaringan limfoid yang meliputi epitel skuamosa yang berisi beberapa kripta. Celah di atas tonsila
merupakan sisa darin endodermal muara arkus bronkial kedua, di mana fistula bronkial/ sinus internal bermuara.. Di dalam
lengkung faring terdapat tonsil (amandel) yaitu kelenjar limfa yang mengandung banyak kelenjar limfoid dan merupakan
pertahanan terhadap infeksi. Tonsil terdiri dari jaringan limfoid yang dilapisi epitel respiratory. Cincin waldeyer merupakan
jaringan limfoid yang membentuk lingkaran di faring yang terdiri dari tonsil palatina, tonsil faringeal (adenoid), tonsil
lingual.
Tonsil merupakan jaringan limfoid yang mengandung sel limfosit. Limfosit B membentuk kira-kira 50-60 % dari limfosit
tonsilar. Limfosit T pada tonsil 40 % dan 3 % lagi adalah sel plasma yang matang. Limfosit B berproliferasi di pusat germinal.
Imunoglobulin G, A, M, D, komplemen-komplemen, interferon, losozim dan sitokin berakumulasi di jaringan tonsilar.
Tonsil merupakan organ limfatik sekunder yang diperlukan untuk differensiasi dan proliferasi limfosit yang sudah
disensitisasi. Tonsil mempunyai 2 fungsi yaitu : menangkap dan mengumpulkan bahan asing dengan efektif dan sebagai
organ utama produksi antibodi dan sensitisasi sel limfosit T dengan antigen spesifik.






Add 2. Patofisiologi tonsilitis
Tonsilitis adalah peradangan pada tonsil yang disebabkan oleh bakteri atau kuman streptococcus beta hemolitikus grup A,
streptococcus viridans dan pyogenes dan dapat disebabkan oleh virus. Faktor predisposisi adanya rangsangan kronik
(misalnya karena merokok atau makanan), pengaruh cuaca, pengobatan radang akut yang tidak adekuat tidak higienis,
mulut yang tidak bersih.
Patofisiologinya pada tonsilitis akut : penularannya terjadi melalui droplet dimana kuman menginfiltrasi lapisan epitel,
kemudian bila epitel ini terkikis, maka jaringan limfoid superkistal bereaksi, di mana terjadi pembendungan radang dengan
infiltasi leikosit PMN.
Patofisiloginya pada tonsilitis kronik : terjadi karena proses radang berulang, maka epitel mukosa dan jaringan limfoid
terkikis sehingga pada proses penyembuhan jaringan limfoid diganti oleh jaringan parut. Jaringan ini akan mengerut
sehingga ruang antara kelompok melebar (kriptus) yang akan diisi oleh detritus, proses ini meluas hingga meluas
menembus kapsul dan akhirnya timbul perlengketan dengan jaringan sekitar fossa tonsilaris. Jadi, tonsil meradang dan
membengkak, terdapat bercak abu-abu/kekuningan pada permukaan dan berkumpul membentuk membran.

ukuran besarnya tonsil dinyatakan dengan : T0 : bila sudah dioperasi
T1 : ukuran yang normal ada
T2 : pembesaran tonsil tidak sampai garis tengah
T3 : pembesaran mencapai garis tengah
T4 : pembesaran melewati garis tengah


Add 3. Klasifikasi tonsilitis (etiologi, gejala, diagnosis, penatalaksanaan)
1. Tonsilitis akut : etiologinya yaitu streptococcus beta hemolitikus grup A, srteptococcus viridans dan piogenes dan
pneumococcus. Tonsilitis ini seringkali terjadi mendadak pada anak-anak dengan peningkatan suhu 1 sampai 4 derajat
celcius.
Patofisiologinya berupa penularan terjadi melalui droplet. Manifestasi kliniknya yaitu : suhu tubuh naik hingga 40 derajat
celcius, nyeri tenggorok, nyeri sewaktu menelan, napas yang berbau, suara menjadi serak, demam dengan suhu tubuh yang
meningkat, lesu/lemas, nyeri dipersendian, tidak nafsu makan, nyeri ditelinga, tonsil membengkak, kripti tidak melebar,
hiperemis dan detritus, serta kelenjar submandibula bengkak dan nyeri tekan.


Diagnosis : Tes laboratorium (untuk menentukan apakah bakteri yang ada dalam tubuh pasien merupakan streptococcus
hemolitikus grup A, karena bakteri ini juga disertai dengan demam reumatik. Pemeriksaan penunjang (kultur dan uji
resistensi), terapi (dengan menggunakan antibiotik spektrum luas dan sulfonamide, antipiretik dan obat kumur yang
mengandung desinfektan.
Penatalaksanaan ; untuk perwatan sendiri, jika penyebabnya virus sebaiknya biarkan virus itu hilang dengan sendirinya.
Selama 1 atau 2 minggu sebaiknya penderita banyak istirahat, minum yang hangat dan mengkonsumsi cairan menyejukkan.
Antibiotik digunakan jika penyebabnya bakteri, misalnya dengan mengkonsumsi antibiotik oral yang dikonsumsi setidaknya
selama 10 hari. Tindakan operasi biasanya pada anak-anak. Tonsilectomy biasanya pada orang yang mengalami tonsilitis 5
kali atau lebih dalam 2 tahun, pada orang dewasa jika mengalami tonsilitis selama 7 kali atau lebih dalam setahun, amandel
yang membengkak dan menyebabkan sulit bernapas, adanya abses juga merupakan indikasi operasi.
2. Tonsilitis membranosa
* Tonsilitis difteri : etiologinya adalah Corynebacterium diptheriae.
Patofisiologinya : bakteri masuk melalui mukosa, lalu melekat serta berkembang biak pada permukaan mukosa saluran
pernapasan atas dan mulai memproduksi toksin yang merembes ke limfe. Lalu selanjutnya menyebar ke seluruh tubuh
melalui pembuluh darah dan limfe.
Manifestasi klinik/ gejala klinik : biasanya pada anak-anak usia 2-5 tahun, suhu tubuh yang naik, nyeri tenggorok, nyeri
kepala, nadi lambat, tidak nafsu makan, badan lemah dan lesu, tonsil membengkak ditutupi bercak putih kotor melekat
meluas menyatu membentuk membran semu, membran melekat erat pada dasar dan bila diangkat akan timbul
perdarahan. Jika menutupi laring akan menimbulkan sesak dan stridor infasil. Bila menghebat akan terjadi sesak napas. Bila
infeksi terbendung kelenjar limfe leher akan membengkak menyerupai leher sapi. Gejala eksotoksin akan menimbulkan
kerusakan pada jantung berupa miokarditis sampai decompensasi cordis.
Diagnosis : Diagnosisnya harus berdasarkan pemeriksaan klinis karena penundaan pengobaan akan membahayakan jiwa
pasien. Pemeriksaan preparat langsung diidentifikasi secara fluorescent antibody, teknik yang memerlukan seorang ahli.
Diagnosis pasti dengan isolasi C. diptheriae dengan pembiakan pada media Loffler, dilanjutkan tes toksinogenesitas secara
invitro dan invivo. PCR juga bisa dilakukan.
Pemeriksaan dengan tes laboratorium (preparat kuman), tes Schick (tes kerentanan terhadap difteri).
Penatalaksanaan : Anti difteri serum dosisnya 20.000-100.000 unit, antitoksin (serum antidiptheria/ADS), antimikrobial
(penisilin prokain 50.000-100.000 KI/BB/hari selama 7-10 hari, bila alergi beri eritromisin 40 mg/kg BB/ hari, kortikosteroid
khusus pada pasien tonsilitis dengan obstruksi saluran napas.
* Tonsilitis Septik : penyebabnya adalah S. hemolitikus yang terdapat dala susu sapi. * Angina Plaut Vincent : etiologinya
adalah berkurangnya higienis mulut, def. vit C serta kuman Spirilium dan basil fusiform.
Gejalanya yaitu ; suhu 39 derajat celcius, nyeri kepala, badan lemah, gangguan pencernaan, hipersalivasi, nyeri di mulut,
gigi dan gusi berdarah.
Diagnosis : pemeriksaan mulut, terdapat mukosa dan faring yang hiperemis, membran putih keabuan di atas tonsil, uvula,
dinding faring, gusi dan procc. alveolaris, mulut berbau dan kelenjar submandibula membesar.
Penatalaksanaannya : memperbaiki higienis gigi dan mulut, antibiotik spektrum luas selama 1 minggu, pemberian vit. C dan
B kompleks.
3. Tonsilitis kronik
etiologinya : sama dengan tonsilitis akut (streptococcus beta hemolitikus grup A, srteptococcus viridans dan piogenes dan
pneumococcus), namun terkadang bakteri berubah menjadi bakteri golongan gram negatif. Faktor predisposisinya adalah
mulut yang tidak higienis, pengobatan radang akut yang tidak adekuat.
Manifestasi klinik/gejala klinik : adanya keluhan di tenggorokan seperti ada penghalang, tenggorokan terasa kering,
pernapasan berbau. Saat pemeriksaan ditemukan tonsil membesar dengan permukaan tidak rata, kriptus melebar dan
terisi detritus.
Diagnosis : dilakukan terapi mulut (terapi lokal) ditujukan pada higienis mulut dengan berkumur/obat hirup. Dilakukan juga
kultur dan uji resistensi kuman dari sediaan hapus tonsil. Pada pemeriksaan fisik menggunakan instrumen lampu untuk
melihat kondisi tenggorokan termasuk kondisi tonsil, meraba leher untuk memeriksan kelenjar getah bening apakah ada
pembengkakakn atau tidak, usap tenggorokan, pemeriksaan jumlah sel darah lengkap.


Penatalaksanaan : menjaga higienis mulut, menggunakan obat kumur, obat hisap dan dilakukan tonsilektomi.
Indikasi tonsilektomi : adanya sumbatan (hiperplasia tonsil dengan sumbatan jalan napas, gangguan menelan dan
berbicara, sleep apnea, cor pulmonale), infeksi (infeksi telinga tengan berulang, rhinitis dan sinusitis yang kronis,
peritonsiler abses dan abses kelenjar limfe berulang, tonsilits kronis dengan gejala nyeri tenggorok yang menetap dan
napas berbau), indikasi lainnya yaitu tonsilitis terjadi sebanyak 7 kali atau lebih, tonsilits terjadi sebanyak 5 kali atau lebih
dalam kurun waktu 2 tahun, tonsilitis terjadi sebanyak 3 kali atau lebih dalam kurun waktu 3 tahun, tonsilitis tidak
memberikan respon terhadap pemberian antibiotik.
Menurut The American Academy of Otolaryngology Head and Neck Surgery Clinical Indicators Compendium tahun 1995
menetapkan indikasi tonsilektomi :
1. Serangan tonsilitis lebih dari 3 kali pertahun walaupun telah mendapatkan terapi yang adekuat.
2. Tonsil hipertropi yang menimbulkan maloklusi gigi dan menyebabkan gangguan pertumbuhan orofasial.
3. Sumbatan jalan napas yang berupa hipertropi tonsil dengan sumbatan jalan napas, sleep apnea, gangguan menelan,
gangguan berbicara dan cor pulmonale.
4. Rinitis dan sinusitis yang kronis, peritonsilar/peritonsilitis, abses peritonsil yang tidak berhasil hilang dengan pengobatan.
5. Napau berbau yang tidak berhasil dengan pengobatan.
6. Tonsilitis berulang yang disebabkan oleh bakteri S. Beta Hemolitikus grup A.
7. Hipertropi tonsil yang dicurigai adanya keganasan.
8. Otitis media efusi/ otitis media supuratif.
Add. 4 Komplikasi dan pencegahan tonsilitis
* Komplikasi tonsilitis : abses peritonsil,OMA (Otitis Media Akut), Mastoiditis akut, Laringitis, Sinusitis, Rhinitis, Miokarditis,
Artritis.
* Pencegahan : diusahakan untuk banyak minum air terutama seperti sari buah misalnya pada waktu demam, jangan
minum es/es krim dan makanan serta minuman yang dingin, jangan banyak makan gorengan dan makanan awetan/ yang
berpengawet misalnya yang diasinkan atau manisan, berkumur dengan air garam hangat setiap hari, menaruh kompres
hangat pada leher setiap hari, diberikan terapi antibiotik apabila ada infeksi bakteri dan untuk mencegah komplikasi. Cuci
tangan sesering mungkin untuk mencegah penyebaran mikro-organisme yang dapat menimbulkan tonsilitis, menghindari
kontak dengan penderita infeksi radang tenggorokan, setidaknya hingga 24 jam setelah penderita infeksi tenggorokan,
hindari banyak bicara dan istirahat yang cukup.
Sumber: http://chyntiayuliza.blogspot.com/2012/06/modul-tht-tonsilitis.html

Anda mungkin juga menyukai