Disusun oleh : Prahasti Cynthia H. (4301412059) Arisa Setyawati (6101412060) Imboh Prasetyo (6301412019)
Universitas Negeri Semarang 2013
DAFTAR ISI
Halaman Judul...i Daftar isi....ii Pendahuluan..1 a. Latar belakang.1 b. Rumusan Masalah....2 c. Tujuan..3 d. Metodologi Penulisan..3 Pembahasan...4 Penutup.12 a. Kesimpulan..12 b. Saran....13 Daftar Pustaka...14
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Mahasiswa sebagai agent of change perlu mengkaji tentang hakikat manusia, terutama untuk setiap mahasiswa yang akan berkecimpung di dunia kependidikan nantinya. Mengapa mahasiswa perlu mengkajinya? Jawaban atas pertanyaan ini di satu sisi merupakan tuntutan ilmiah dalam pengkajian sesuatu, yaitu sebagai pemberi arah atau penuntun dalam melakukan pengkajian tersebut. Sementara itu di sisi lain, hal ini dapat memantapkan rasio dan nurani para pengkaji akan pentingnya melakukan kajian tersebut. Hal ini dapat menjadikan motivasi atau sarana untuk membangkitkan motif kepada para pengkaji. Ada tiga alasan mengapa setiap mahasiswa Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK) dan orang yang berkecimpung di dunia kependidikan perlu mengkaji tentang hakikat manusia. Adapun alasan pertama, bahwa bahasan tentang hakikat manusia mengantar pengkajiannya agar memiliki hikmah mengenai manusia. Dengan hikmah ini diharapkan seseeorang memiliki kematangan pandangan, berpikir ke depan dan memiliki pengertian serta pengamatan yang mendalam (Satmoko, 2000). Alasan kedua adalah tujuan institusional atau tujuan LPTK yang utama adalah melahirkan tenaga kependidikan dalam berbagai posisi. Padahal manusia merupakan objek sekaligus juga subjek pendidikan. Yang dimaksud dengan subjek pendidikan adalah pendidik, sedangkan objek pendidikan itu sendiri adalah peserta didik.
Hubungan keduanya setara dalam konteks mencapai tujuan pendidikan. Hal ini karena keduanya dianggap mempunyai posisi untuk menjadikan dirinya masing masing dalam proses pendidikan. Adapun yang
disebut objek pendidikan adalah materi dan metode dalam pendidikan. Manusia sebagai objek pendidikan apabila manusia berkedudukan sebagai materi atau bahan dalam pendidikan. Alasan ketiga yaitu dasar pandangan calon tenaga kependidikan tentang konsep manusia menentukan bagaimana ia memperlakukan manusia lain. Tentang bagaimana memperlakukan manusia lain dalam praktek pendidikan terkait tujuan pendidikan. Metode selanjutnya adalah menentukan materi dan proes yang dipilih dalam mewujudkan keberhasilan tujuan selanjutnya. Berdasarkan alasan-alasan tersebut, yang menjadikan perlunya mengkaji tentang hakikat manusia dengan harapan agar kaitan ini bisa menjadi salah satu dasar bagi kajian pendidikan di bidang yang lainnya.
B. Rumusan Masalah Dari makalah ini akan dibahas permasalahan sebagai berikut : 1. Bagaimana pendekatan pengkajian manusia dan pengertian hakikat manusia? 2. Hakikat manusia dari berbagai tinjauan. 3. Bagaimana dimensi-dimensi manusia dan konsep manusia Indonesia?
C. Tujuan Tujuan dari penulisan makalah ini diantaranya adalah :
1. Untuk mengetahui pendekatan pengkajian manusia dan pengertian hakikat manusia 2. Untuk mengetahui sejauh mana mahasiswa mengetahui hakikat manusia dari berbagai tinjauan 3. Untuk mengetahui tentang dimensi manusia dan konsep manusia Indonesia.
D. Metodologi Penulisan Pada pembuatan makalah ini metode yang digunakan dalam mengumpulkan data yaitu dari buku-buku mengenai hakikat manusia pengantar ilmu pendidikan yang relevan dan data dari internet. Sehingga apabila dalam penulisan makalah ini ada kata-kata atau kalimat yang hampir sama dari sumber atau penulis lain harap dimaklumi dan merupakan unsur ketidaksengajaan.
BAB II
PEMBAHASAN
Pada awal perkembangannya, pengkajian tentang keberadaannya adalah pendekatan monodisipliner. Akan tetapi, orang mulai menyadari bahwa pendekatan monodisipliner dalam mengkaji manusia tidak mumpuni lagi. Hal ini karena manusia adalah makhluk yang multidimensional. Oleh karena itu, perlu menggunakan banyak disiplin ilmu dalam mengkaji manusia. Ada dua pendekatan, yang termasuk dalam pendekatan mengkaji manusia yaitu multidisipliner dan interdisipliner. a. Pendekatan multidisipliner Pendekatan multidisipliner adalah suatu pendekatan dalam mengkaji sesuatu dengan melibatkan beberapa disiplin ilmu secara berdiri sendiri (Suryani, 1986). Apabila dikaitkan dalam mengkaji manusia berarti ada beberapa cabang ilmu pengetahuan yang berdiri sendiri dalam mengkaji manusia. Cabang-cabang ilmu tersebut, antara lain: psikologi tentang hakikat makna dan perilaku manusia, demografi tentang populasi manusia, sosiologi tentang hakikat dan proses social manusia, antropologi: diantaranya kebudayaan manusia.
b. Pendekatan interdisipliner Perbedaan antara pendekatan multidisipliner dengan pendekatan interdisipliner terletak pada pengkajinya. Jika dalam pendekatan multidisipliner pengkajinya adalah seorang spesialis, sedangkan dalam interdisiplin pengkajinya adalah seorang generalis. Seorang atau beberapa orang generalis dalam mengkaji manusia, dia atau mereka menguasai beberapa disiplin ilmu tentang manusia.
c. Pendekatan yang dipakai dalam pengkajian ini
Pengkajian tentang manusia bagi PLTK, lebih banyak ditujukan untuk mendasari pola piker, sikap dan perilakunya dalam menjalankan tugasnya kelak. Pada pengkajian ini lebih banyak menggunakan pendekatan interdisiplin daripada multidisiplin. Pengkajian ini lebih banyak menggunakan teori dan konsep yang telah berkembang dalam berbagai disiplin ilmu. Oleh karena itu, sosok masing- masing ilmu tidak lagi begitu tampak.
Pengertian Tentang Hakikat Manusia Proses pendidikan erat kaitannya dengan manusia. Subjek pendidikan adalah manusia. Olehkarena itu, pendidik harus memahami hakikat manusia agar proses pendidikan yang dilakukan menjadi terarah sesuai dengan tujuannya. Ada beberapa pengertian yang dapat dijadikan sebagai rujukan untuk menemukan haki kat manus i a ya ng s ebenar nya. Penger t i an- penger t i an t er s ebut di das ar kan at as pandangan agama, secara filosofis, segi biologis, psikologi, ideologis, dan paedagogis.Agama Hindu menyatakan bahwa manusia adalah penjelmaan Tuhan. Namun agama Budha justru menganggap bahwa manusia adalah makhluk sengsara; semata-mata merupakan wadah dari theabsolute. Oleh kaum pemikir kuno, manusia dianggap sebagai perwujudan yang paling sempurna dari Tuhan Yang Maha Es a. Spi noz a, t okoh duni a Bar at abad pertengahan, yang menyatakan bahwa hakikat manusia sama dengan hakikat Tuhan dan sama puladengan hakikat alam semesta. Agama-agama yang muncul kemudian, yaitu agama Kristen, Katolik,dan Islam, menyatakan bahwa manusia diciptakan langsung oleh Tuhan sebagai manusia, tidak berasaldari makhluk lain.
Agama Islam berpendapat bahwa manusia pada hakikatnya merupakan makhluk ciptaan Allah yang berasal dari unsur-unsur yang terdapat dalam jagat raya. Secara filosofis, Socrates menyatakan bahwa hakikat manusia terletak pada budinya. Plato lebih mementingkan peran pikir dalam menentukan eksistensi manusia. Pendapat Plato ini dilengkapi oleh Aristoteles, bahwa hakikat manusia juga perlu dilengkapi dengan bahan-bahan hasil pengamatan indera. Aliran humanistik menyatakan bahwa manusia adalah totali tas dari segala dimensinya. Notonagoro menyatakan bahwa manusia pada hakikatnya merupakan satu kesatuan dari aspek jiwa dan raga. Dar i s egi bi ol ogi s pemahaman manus i a l ebi h di t i t i kber at kan pada as pek j as mani dengan s e g a l a p e r k e mb a n g a n n y a . Da r wi n b e r p e n d a p a t b a h wa ma n u s i a i t u s e b e n a r n y a me r u p a k a n perkembangan yang paling mutkahir dari hewan bertulang belakang dan menyusui. Democritus menyatakan bahwa hakikat manusia adalahatom dan Leibnitz berpendapat bahwa manusia adalah monade. Pancasila sebagai ideologi bangsa Indoensia, memandang manusia dari berbagai sudut; (1) monodualistik dan monopluralistik, (2) keselarasan, keserasian, dan keseimbangan, (3) integralistik, (4) kebersamaan dan kekeluargaan. Paham monodualistik menyatakan bahwa manusia pada hakikatnya adalah ciptaan Tuhan yang memiliki hubungan yang serasi dengan Tuhan; Kesatuan dari jasmani dan rohani; mengalami kehidupan dunia dan akhirat; anggota dari suatu masyarakat/ bangsa; makhluk individu dan sosial.
Paham monopluralistik memandang bangsa Indonesia sebagai suatu kesatuan dari unsur-unsur yang beraneka ragam. Keberagaman itu diciptakan Tuhan dengan prinsip keselarasan, keserasian, dan kes ei mbangan. Manus i a per l u menj aga pr i ns i p- pr i ns i p i t u agar t er capai ni l ai keber s amaan dan kekeluargaan.Paham integralistik menyatakan bahwa tiap manusia perlu diakui dan dihormati eksistensinya,hak dan kewajibannya. Begitu juga sebaliknya, sebagai individu, manusia perlu menjaga kepentingan,keselamatan dan kesejahteraan masyarakat seluruhnya. Dengan kebersamaan itu, bangsa Indonesia percaya akan mencapai kesejahteraan dan kebahagiaan lahir batin.
Hakikat Manusia Dari berbagai Tinjauan a. Tinjauan Secara Evolusi Evolusi ternyata tidak hanya menyangkut alam semesta, evolusi juga mengena pada manusia dan itupun tidak hanya dalam pengertian biologi saja, melainkan menyangkut pula pengertian dalam bidang kemampuan intelektual, tingkah laku, dan peradaban manusia. Semenjak manusia menemukan bahasa sebagai alat komunikasi perkembangan kemampuan intelektualnya melampui batas-batas perkembangan evolusi biologisnya. Dengan perkembangan kemampuan bahasa ini selanjutnya manusia mampu mengembangkan tulisan sebagai lambang bunyi bahasa tersebut. Mulai tahap inilah memungkinkan pengetahuan manusia terhimpun, terkomunikasikan, dan terajarkan pada lintas generasi, yang selanjutnya berkembang menjadi ilmu. Dengan demikian kita dapat mengatakan, bahwa semenjak manusia menemukan bahasa dan tulisan telah mulai ada revolusi ilmu dan revolusi dalam pelaksanakan pendidikan.
b. Tinjauan Secara Filosofik Bertahun-tahun manusia telah berusaha untuk instropeksi guna mencari jawab atas pertanyaan tentang apakah manusia itu? Dan terbuat atau terdiri atas apakah manusia itu? Bidang filsafat yang khusus mengkaji masalah ini disebut ontologi atau metafisika. Namun untuk pertanyaan Apakah manusia itu?, berkali-kali terjadi krisis atas jawaban tersebut. Barangkali pendefinisian manusia yang belum mengalami krisis adalah pandangan manusia secara animal symbolicum, yang mengandung makna bahwa pemikiran dan perilaku simbolis merupakan ciri yang betul- betul khas manusiawi dan bahwa kemajuan seluruh kebudayaan manusia mendasarkan diri pada hal tersebut. Dengan pendefinisian simbol ini kita menjadi semakin mudah dalam memahami gejala penemuan bahasa manusia, tulisan, dan ilmu serta pengetahuan manusia. Sedangkan pertanyaan kedua yaitu Terdiri dari apakah manusia itu ?, terbagi 2 aliran yang bisa menjawabya. Pertama, aliran Monisme, yaitu aliran yang menganggap bahwa seluruh semesta termasuk manusia hanya terdiri satu zat. Kedua, aliran Dualisme, yaitu aliran yang memandang realitas semesta merupakan perpaduan antara zat hidup dan benda mati.
Dimensi dimensi Kemanusiaan Manusia Kajian ini merupakan pokok kajian antropologi metafisika, mengelompokkan dimensi-dimensi kemanusiaan manusia menjadi 4 bagian : a. Manusia sebagai makhluk individu, b. Manusia sebagai makhluk sosial, c. Manusia sebagai makhluk susila, d. Manusia sebagai makhluk religious / beragama.
1. Dimensi Keindividualan Lysen mengartikan individu sebagai orang seorang sesuatu yang merupakan suatu keutuhan yang tidak dapat dibagi-bagi (in devide). Selanjutnya individu diartikan sebagai pribadi . Karena adanya individualitas itu setiap orang memiliki kehendak, perasaan, cita-cita, kecendrungan, semangat dan daya tahan yang berbeda. Kesanggupan untuk memikul tanggung jawab sendiri merupakan cirri yang sangat esensial dari adanya individualitas pada diri manusia. Sifat sifat sebagaimana di gambarkan di atas secara potensial telah di miliki sejak lahir perlu ditumbuh kembangkan melalui pendidikan agar bisa menjadi kenyataan. Sebab tanpa di bina, melalui pendidikan, benih-benih individualitas yang sangat berharga itu yang memungkinkan terbentuknya suatu kepribadian seseorang tidak akan terbentuk semestinya sehingga seseorang tidak memiliki warna kepribadian yang khas sebagai milikinya. Padahal fungsi utama pendidikan adalah membantu peserta didik untuk membentuk kepripadiannya atau menemukan kediriannya sendiri. Pola pendidikan yang bersifat demokratis dipandang cocok untuk mendorong bertumbuh dan berkembangnya potensi individualitas sebagaimana dimaksud. Pola pendidikan yang menghambat perkembangan individualitas (misalnya yang bersifat otoriter) dalam hubungan ini disebut pendidikan yang patologis.
2. Dimensi Kesosialan Setiap anak dikaruniai kemungkinan untuk bergaul. Artinya, setiap orang dapat saling berkomunikasi yang pada hakikatnya di dalamnya terkandung untuk saling memberi dan menerima.
Adanya dimensi kesosialan pada diri manusia tampat lebih jelas pada dorongan untuk bergaul. Dengan adanya dorogan untuk bergaul, setiap orang ingin bertemu dengan sesamanya. Seseorang dapat mengembangkan kegemarannya, sikapnya, cita- citanya di dalam interaksi dengan sesamanya. Seorang berkesempatan untuk belajar dari orang lain, mengidentifikasi sifat-sifat yang di kagumi dari orang lain untuk dimilikinya, serta menolak sifat yang tidak di cocokinya. Hanya di dalam berinteraksi dengan sesamanya, dalam saling menerima dan memberi, seseorang menyadari dan menghayati kemanusiaanya.
3. Dimensi kesusilaan Susila berasal dari kata su dan sila yang artinya kepantasan yang lebih tinggi. Akan tetapi di dalam kehidupan bermasyarakat orang tidak cukup hanya berbuat yang pantas jika di dalam yang pantas atau sopan itu misalnya terkandung kejahatan terselubung. Dalam bahasa ilmiah sering digunakan dua macam istilah yang mempunyai konotasi berbeda yaitu, etiket (persoalan kepantasan dan kesopanan) dan etika (persoalan kebaikan). Kesusilaan diartikan mencakup etika dan etiket. Persoaalan kesusilaan selalu berhubungan erat dengan nilai-nilai. Pada hakikatnya manusia memiliki kemampuan untuk mengambil keputusan susila, serta melaksanakannya sehingga dikatakan manusia itu adalah mahluk susila.
4. Dimensi Keberagamaan Pada hakikatnya manusia adalah mahluk religius. Beragama merupakan kebutuhan manusia karena manusia adalah mahluk yang lemah sehingga memerlukan tempat bertopang. Manusia memerlukan agama demi kesalamatan hidupnya. Dapat dikatakan bahwa agama menjadi sandaran vertical manusia. Manusia dapat menghayati agama melalui proses pendidikan agama.
Pendidikan agama bukan semata-mata pelajaran agama yang hanya memberikan pengetahuan tentang agama, jadi segi-segi afektif harus di utamakan. Di samping itu mengembangkan kerukunan hidup di antara sesama umat beragama dan penganut kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa perlu mendapat perhatian.
Konsep Manusia Indonesia Seutuhnya Deskripsi paling rinci tentang Manusia Indonesia Seutuhnya tertuang dalam butir-butir pengamalan Pancasila. Konsep lain tentang deskripsi Manusia Indonesia Seutuhnya dapat dirunut pada tujuan pendidikan nasional. . Tujuan pendidikan nasional pada hakekatnya adalah rumusan manusia baik sebagaimana dikehendaki oleh bangsa Indonesia, pada suatu masa tertentu. Sehubungan dengan itu maka rumusan tujuan pendidikan nasional pun terjadi perubahan dari waktu ke waktu. Tujuan Pendidikan nasional sekarang mengacu berdasarkan UU No 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab IV pasal 3, dengan bunyi Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Penggalan kalimat terakhirlah yang merupakan deskripsi manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan Dari uraian bab I dapat disimpulkan bahwa sifat hakikat manusia dan segenap dimensinya hanya dimilki oleh manusia. Hakikat manusia adalah manusia yang berkepribadian utuh yang dapat menyeleraskan, menyeimbangkan, dan menyerasikan aspek manusia sebagai makhluk individu, sosial, religius, bagian dari alam semesta, bagian dari bangsa-bangsa lain, dan kebutuhan untuk mengejar kemajuan lahir maupun kebahagiaan batin. Salah satu hakikat yang istimewa ialah adanya kemampuan menghayati kebahagian pada manusia. Semua sifat hakikat manusia dapat dan harus ditumbuh kembangkan melalui pendidikan. Berkat pendidikan maka sifat hakikat manusia dapat ditumbuhkembangkan secara selaras dan berimbang sehingga menjadi manusia yang utuh. Dalam hidupnya manusia memiliki beberapa aspek dari hakikat manusia, di antaranya manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan, manusia kesatuan badan dan roh, manusia sebagai makhluk individu, manusia sebagai makhluk pendidikan, manusia sebagai makhluk sosial, manusia sebagai berbudaya, manusia sebagai makhluk beragama, dan manusia sebagai makhluk susila. Serta deskripsi paling rinci tentang Manusia Indonesia Seutuhnya tertuang dalam butir-butir pengamalan sila Pancasila.
B. Saran 1. Pengelolaan pendidikan harus memperhatikan hakikat manusia sebagai subjek pendidikan. Kesalahan dalam memilih pendekatan pendidikan yang tidak sesuai dengan hakikat manusia akan membawa kerusakan dan kesia-siaan. 2. Pendidik dan semua orang yang mempunyai kepentingan dengan pendidikan harus memperhatikan hakikat manusia kemudian berlanjut pada hakikat pendidikan dan berkesinambungan dengan hakikat tujuan pendidikan. 3. P r o s e s p e n d i d i k a n u n t u k me n d e wa s a k a n ma n u s i a h e n d a k n y a me mp e r h a t i k a n t e n t a n g h a k i k a t ma n u s i a d a n t i d a k d i b a t a s i o l e h wa k t u , institusi, atau kepentingan-kepentingan lain yang tidak relevan dengan tujuan pendidikan. 4. Kepada semua pihak yang berkepentingan dunia pendidikan wajib berpegang teguh kepada nilai-nilai kependidikan dalam mengemban tugas dan tanggung jawab kesehariannya.
DAFTAR PUSTAKA Iwandra, Dodi. 2010. Hakikat Manusia dan Pengembangannya. Solok. Diakses Putra. Munib, Ahmad. Drs., S.H., M.Si., dkk. 2010. Pengantar Ilmu Pendidikan. Semarang:UNNES Press. Tirtarahardja, Umar. 1990.Pengantar Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta. Tirtarahardja Umar, Prof. Dr, Drs. La Sulo, 1994. Pengantar Pendidikan. Jakarta: Departement Pendidikan dan Kebudayaan. www.blogger.hilaliyah.pengertian-hakikat-manusia. www://id.scribd.com/doc/123812723/84604297-Hakikat-Manusia- Hakikat-Pendidikan-Dan-Tujuan-Pendidikan