serta Bentuk-bentuk Pemerintahan Nation (Bangsa) Nation sering diartikan sebagai bangsa. Bangsa (nation) dapat didefinisikan sebagai sekumpulan orang yang memiliki kesamaan asal keturunan, adat, bahasa, dan sejarah, serta memiliki pemerintahan sendiri.
Dalam buku Kewarganegaraan karangan Suprapto, dikemukakan berbagai definisi negara menurut para ahli. Menurut Ernest Renant, bangsa adalah sekelompok manusia yang memiliki kehendak bersatu sehingga mereka merasa dirinya adalah satu. Menurut Renant lebih lanjut, pemersatu bangsa bukanlah kesamaan bahasa atau kesamaan suku bangsa, akan tetapi, tercapainya hasil gemilang di masa lampau dan keinginan untuk mencapainya lagi di masa depan. Bangsa dapat terdiri dari ratusan, ribuan, bahkan jutaan manusia, tapi sebenarnya merupakan kesatuan jiwa. Apabila semua manusia yang hidup di dalamnya mempunyai kehendak untuk bersatu maka sudah merupakan suatu bangsa Menurut Otto Bauer, bangsa adalah suatu persatuan karakter atau perangai yang timbul karena persaman nasib. Bangsa adalah kesatuan karakter, kesamaan watak yang lahir dari kesamaan derita dan keberuntungan yang sama. Hans Kohn mengartikan bangsa sebagai buah hasil tenaga hidup dalam sejarah dan karena itu selalu bergelombang dan tak pernah membeku. Sedangkan menurut Jalobsen dan Lipman, bangsa adalah kesatuan budaya dan kesatuan politik. Dari berbagai definisi dari para ahli tersebut, dapat disimpulkan bangsa terdiri dari beberapa unsur, yaitu: - Ada sekelompok manusia yang mempunyai keinginan untuk bersatu. - Berada dalam suatu wilayah tertentu. - Ada kehendak untuk membentuk atau berada dibawah pemerintahan yang dibuatnya sendiri. - Secara psikologis, merasa senasib, sepenanggungan, setujuan dan secita-cita. - Ada kesamaan karakter, identitas, budaya, bahasa, dan lain-lain sehingga dapat dibedakan dengan bangsa lainnya.
State (Negara) Dalam buku Filsafat Pemerintahan , para ahli memberikan definisi mereka tentang negara, diantaranya: Aristoteles menyatakan bahwa negara adalah persekutuan dari keluarga dan desa guna memperoleh hidup yang lebih baik. Jean Bodin menyatakan, negara adalah suatu persekutuan dari keluarga-keluarga dengan segala kepentingannya yang dipimpin oleh akal dari suatu kuasa yang berdaulat. Herman Finer menyatakan, negara adalah organisasi kewilayahan yang bergerak di bidang kemasyarakatan dan kepenting a perseornangan dari segenap kehidupan yang multidimensional untuk pengawasan pemerintahan denga legalitas kekuasaa tertinggi. Roger H. Soltau menyatakan, negara adalah alat atau wewenang yang mengatur atau mengendalikan persoalan-persoalan bersama atas nama rakyat. Harold J. Laski menyatakan, negara adalah suatu masyarakat yang diintegrasikan karena mempunyai wewenang yang bersifat memaksa dan secara sah lebih agung daripada individu atau kelompok yang merupakan bagian dari masyarakat. Berdasarkan beberapa pengertian diatas, secara sederhana Negara dapat diartikan sebagai suatu wilayah dengan yang di dalamnya terdapat rakyat dan pemerintah yang berdaulat. Rakyat atau warga negara harus taat pada peraturan perundang-undangan dari kekuasaan yang sah. Unsur-unsur pembentuk.negara terdiri atas : 1. Wilayah Untuk mendirikan suatu negara dengan kedaulatan penuh diperlukan wilayah yang terdiri atas darat, laut dan udara sebagai satu kesatuan. Untuk wilayah yang jauh dari laut tidak memerlukan wilayah lautan. Di wilayah negara itulah rakyat akan menjalani kehidupannya sebagai warga negara dan pemerintah akan melaksanakan fungsinya.
2. Rakyat Diperlukan adanya kumpulan orang-orang yang tinggal di negara tersebut dan dipersatukan oleh suatu perasaan. Tanpa adanya orang sebagai rakyat pada suatu ngara maka pemerintahan tidak akan berjalan. Rakyat juga berfungsi sebagai sumber daya manusia untuk menjalankan aktivitas kehidupan sehari-hari.
3. Pemerintahan yang Berdaulat Pemerintahan yang baik terdiri atas susunan penyelengara negara seperti lembaga yudikatif, lembaga legislatif, lembaga eksekutif, dan lain sebagainya untuk menyelenggarakan kegiatan pemerintahan yang berdaulat.
4. Pengakuan dari Negara Lain Untuk dapat disebut sebagai negara yang sah membutuhkan pengakuan negara lain baik secara de facto (nyata) maupun secara de jure. Sekelompok orang bisa saja mengakui suatu wilayah yang terdiri atas orang-orang dengan sistem pemerintahan, namun tidak akan disetujui dunia internasional jika didirikan di atas negara yang sudah ada. State-Nation (Negara bangsa) Sebuah negara bangsa adalah negara dengan bangsa yang pada prinsipnya adalah tipe masyarakat yang sama, terorganisir oleh latar belakang suku atau budaya yang sama di suatu wilayah. Di sebuah negara bangsa, biasanya setiap orang akan berbicara dengan bahasa yang sama, menganut agama atau aliran agama yang sama, dan memiliki nilai budaya nasional. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa Indonesia adalah suatu negara bangsa karena memiliki hampir semua ciri-ciri diatas. Contoh lainnya adalah Jepang, karena nasionalisme dan bahasa yang seragam.
Government (Pemerintah) Government bisa diartikan sebagai pemerintah, yaitu organisasi yang memiliki kewenangan untuk membuat dan menerapkan hukum dan undang-undang. Pemerintah disini misalnya raja, presiden, walikota, bupati, dan sebagainya. Governance (Pemerintahan) Pemerintahan secara sederhana dapat diartikan sebagai proses pengambilan keputusan dan proses dimana suatu keputusan diterapkan atau tidak diterapkan . Pemerintahan digunakan dalam berbagai konteks seperti pemerintahan nasional, pemerintahan lokal, dan sebagainya. Dari definisi tersebut, maka analisis tentang pemerintahan berfokus pada aktor formal dan informal yang terlibat dalam pengambilan keputusan, penerapan keputusan yang telah dibuat, serta struktur formal dan informal yang telah diatur. Pemerintah (government) adalah salah satu aktor dalam pemerintahan. Aktor lain yang terlibat dalam pemerintahan bermacam-macam, tergantung pada tingkat pemerintahan yang didiskusikan. Contohnya di daerah pedesaan, aktor lainnya mungkin termasuk tuan tanah, asosiasi petani dan peternak, industri, lembaga penelitian, dan lainnya. Di daerah perkotaan, tentunya lebih kompleks. Pemerintah mempunyai peran untuk menghubungkan antar aktor yang terlibat atau mempengaruhi pemerintahan. Di tingkat nasional, para pelobi, donatur internasional, perusahaan multinasional, media massa, dan sebagainya mempunyai peran penting dalam proses pengambilan keputusan atau mempengaruhi proses pengambilan keputusan. Di beberapa negara, sebuah sindikat kriminal juga berpengaruh dalam proses pengambilan keputusan, hal ini kebanyakan terjadi di bagian perkotaan dan tingkat nasional. Semua aktor selain pemerintah dan militer termasuk bagian masyarakat sipil. Bentuk-bentuk pemerintahan - Aristrokrasi Kata aristokrasi berasal dari kata aristoi artinya cerdik pandai, golongan ningrat (yang pada zaman dahulu jumlahnya sedikit), dan archein atau cratia artinya memerintah. Jadi aristokrasi adalah suatu pemerintahan yang dipimpin dan dipegang oleh sejumlah kecil para cerdik pandai yang memerintah berdasarkan keadilan. - Otokrasi Otokrasi berasal dari kata auto yang artinya satu atau sendiri, dan archein atau cratia artinya memerintah. Jadi autokrasi berarti pemerintahan yang berada di tangan satu orang.
- Demokrasi Istilah demokrasi berasal dari kata demos artinya rakyat, dan archein atau cratia artinya memerintah. Jadi demokrasi adalah suatu pemerintahan yang dipegang oleh rakyat.
- Monarki Istilah monarki berasal dari kata mono artinya satu, dan archein atau cratia artinya memerintah. Jadi monarki adalah pemerintahan yang dijalankan oleh satu orang, yang berkuasa, berbakat, dan mempunyai sifat- sifat yang lebih unggul daripada warga Negara yang lain, sehingga mendapatkan kepercayaan untuk memerintah dan pemerintahannya ditujukan untuk kepentingan rakyat biasanya merupakan kerajaan.
- Oligarki Istilah oligarki berasal dari kata oligos artinya sedikit, kecil, dan archein atau cratia artinya memerintah. Jadi oligarki adalah pemerintahan yang dipegang oleh segolongan kecil yang memerintah demi kepentingan golongannya itu sendiri.
- Teokrasi Istilah teokrasi berasal dari kata teo artinya tuhan, dan archein atau cratia artinya memerintah. Jadi teokrasi adalah pemeritahan yang tidak secara langsung dikuasai oleh masalah-masalah keduniawian, terutama yang berhubungan dengan kepentingan-kepentingan material, melainkan pemerintahan yang ditinjau dari segi ketuhanan, dari segi agama. Dari pembahasan diatas dapat disimpulkan, negara adalah suatu wilayah yang di dalamnya terdapat rakyat dan pemerintah yang berdaulat. Bangsa di negara tersebut merupakan rakyat atau warga negara harus taat pada peraturan perundang-undangan dari kekuasaan yang sah, dalam hal ini pemerintah. Pemerintah merupakan pihak yang berwenang untuk membuat dan menerapkan hukum di suatu wilayah, dan merupakan salah satu dari aktor yang berperan dalam pemerintahan. Pemerintahan sendiri memiliki berbagai macam bentuk, seperti aristokrasi, otokrasi, demokrasi, monarki, oligarki, dan teokrasi.
PENDAHULUAN Dalam melihat bentuk negara, terdapat beberapa konsep yang menjadi diskursus bagi para pemikir, diantara diskursus tersebut adalah negara dalam bentuk negara bangsa (nation state). Sebuah negara bangsa adalah suatu jiwa, sebuah prinsip kerohanian, dengan landasan nasionalisme yang merupakan suatu paham yang berpendapat bahwa kesetiaan tertinggi harus diserahkan kepada negara kebangsaan yang didalamnya terdapat unsur etnisitas, bahasa dan agama sebagai identitas bersama (common identity). Ia juga mempunyai unsur lain yang bersifat kontraktual, karena ia muncul secara artifisal dan didesak oleh suatu kebutuhan kontrak sosial, dengan didalamnya terdapat sebuah ikatan timbal balik yang berbentuk hak dan kewajiban antar negara bangsa dengan warganya. Dalam perkembangan peradaban manusia, interaksi sesama manusia berubah menjadi bentuk yang lebih kompleks dan rumit. Dimulai dari tumbuhnya kesadaran untuk menentukan nasib sendiri dikalangan bangsa-bangsa yang tertindas kolonialisme dunia, seperti Indonesia salah satunya hingga melahirkan semangat untuk mandiri dan bebas menentukan masa depannya sendiri. Kini bisa diprediksikan bahwa negara bangsa sedang mengalami krisis legitimasi. Krisis ini seperti dikatakan oleh Habernas, dikarenakan proyek pencerahan sebagai landasan modernitas telah banyak digugat, semisal kemakmuran negara ternyata tidak bisa menjadi kesejahteraan rakyat, gangguan ekosistem dunia karena imbas teknologi demi memenuhi kepentingan negara bangsa.[1]
PEMBAHASAN Negara bangsa adalah suatu gagasan tentang negara yang di dirikan untuk seluruh bangsa atau untuk seluruh umat, berdasarkan kesepakatan bersama yang menghasilkan hubungan kontraktual dan transaksional terbuka antara pihak-pihak yang mengadakan kesepakatan itu.[2] Negara Bangsa merupakan hasil sejarah alamiah yang semi kontraktual dimana nasionalisme merupakan landasan bangunannya yang paling kuat. Nasionalisme dapat dikatakakan sebagai sebuah situasi kejiwaan dimana kesetiaan seseorang secara total diabdikan langsung kepada negara bangsa atas nama sebuah bangsa. Dalam situasi perjuangan kemerdekaan, di butuhkan suatu konsep sebagai dasar pembenaran rasional dari tuntunan terhadap penentuan nasib sendiri yang dapat mengikat ke-ikutsertaan semua orang atas nama sebuah bangsa. Dasar pembenaran tersebut, selanjutnya mengkristal dalam konsep paham ideologi kebangsaan yang biasa disebut dengan nasionalisme. Dari sinilah kemudian lahir konsep-konsep turunannya seperti bangsa (nation), negara (state) dan gabungan keduanya menjadi konsep negara bangsa (nation state) sebagai komponen-komponen yang membentuk identitas nasional atau kabangsaan. Bahwa setiap orang dalam negaranya masing-masing memiliki nasionalitas yang sama, dan demikian juga bahasa yang sama, dan dapat berperan serta dalam perdebatan yang bermakna mengenai kebudayaan, akan tetapi kebanyakan negara adalah multi-kebangsaan yang terdiri dari dua atau lebih komunitas bahasa.[3] Dengan demikian bangsa (nation) merupakan suatu badan atau wadah yang didalamnya terhimpun orang-orang yang memiliki persamaan keyakinan yang mereka miliki seperti ras, etnis, agama, bahasa dan budaya. Dan gabungan dari dua ide tentang bangsa (nation) dan negara (state) tersebut terwujud dalam sebuah konsep tentang negara bangsa atau lebih dikenal dengan Nation-State dengan pengertian yang lebih luas dari sekedar sebuah negara dalam pengertian state. Dengan demikian, negara bangsa mutlak memerlukan good governance, pengelolaan yang baik, yang bertumpu kepada kemutlakan adanya transparansi, partisipasi terbuka, dan pertanggung jawaban di dalam semua kegiatan kenegaraan di setiap jenjang pengelolaan negara sehingga terbentuk pemerintahan yang bersih.[4] Dan merupakan sebuah bangsa yang memiliki bangunan politik (political building), seperti ketentuan-ketentuan perbatasan teritorial, pemerintahan yang sah, pengakuan luar negeri dan merupakan akibat langsung dari gerakan nasionalisme yang sekaligus telah melahirkan perbedaan pengertian tentang kewarganegaraan dari masa sebelum kemerdekaan.[5] Konsep Negara Bangsa (Nation State) adalah konsep tentang negara modern yang terkait erat dengan paham kebangsaan atau nasionalisme. Seperti telah didefinisikan diatas, suatu negara dikatakan telah memenuhi syarat sebagai sebuah negara modern, setidak-nya memenuhi syarat-syarat pokok selain faktor kewilayahan dan penduduk yang merupakan modal sebuah bangsa (Nation) sebelum menjadi sebuah negara bangsa maka syarat-syarat yang lain adalah adanya batas-batas teritorial wilayah, pemerintahan yang sah, dan adanya pengakuan dari negara lain.[6]
PENUTUP Pada dasarnya bentuk negara apapun adalah ideal, namun yang menjadi persoalannya adalah ke-ideal-an tersebut terkadang sukar untuk bertemu di alam realita karena beberapa hal, sehingga yang paling penting untuk mencapai taraf yang ideal tersebut adalah sebuah komitmen dan selalu konsisten dalam mengaplikasikan konsep-konsep yang ada. Wallhua`lam...
Baru-baru ini, publik Indonesia kembali diguncang dengan kabar pengrekrutan anggota Negara Islam Indonesia (NII) di Malang, Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, dan Jakarta. Fenomena ini sontak memunculkan keresahan banyak kalangan sekaligus menimbulkan satu pertanyaan mendasar: apa sebenarnya motif mereka? Ada dua alasan yang sering diberitakan media. Pertama, mereka menganggap sistem pemerintahan Indonesia sudah tidak layak pakai karena tidak mampu menjawab persoalan kebangsaan, seperti kemiskinan dan kesejahteraan. Kedua,sebagai negara berpenduduk mayoritas muslim terbesar di dunia, sudah seharusnya Indonesia memakai konsep negara Islam. Bagi mereka, Islam mempunyai konsep sendiri dalam dunia politik yang sangat "ideal" dan pernah dilakukan oleh Rasulallah SAW. Karena itu, selain NII, di Indonesia, tiga gerakan resmi yang menginginkan berdirinya negara Islam adalah Hizbu Tahrir Indonesia (HTI), Komite Persiapan Pembentukan Syariat Islam (KPPSI), Majelis Mujahidin Indonesia (MMI). Padahal, secara konseptual, banyak kalangan yang salah paham tentang negara Islam. Konsep khilafah yang pernah dianut umat Islam sepeninggal nabi Muhammad SAW sebetulnya sama dengan kesultanan. Keduanya merupakan bentuk monarki dalam sistem pemerintahan. Konsep negara Islam, menurut pemikiran ulama klasik semisal Ibnu Abi Rabi' dan Al-Maward adalah konsep kenegaraan yang berbasis monarki seperti khilafah dan kesultanan. Sedangkan bagi intelektual kontemporer Jamaluddin Al-Afghani dan Rashid Rido', konsep kenegaraan adalah konsep negara-bangsa (nation-states). Berpijak pada pemikiran Al-Afghani dan Rashid Rido', pada masa pemerintahan Rasulullah belum bisa dinyatakan sebagai negara. Sebab, semua sistem pemerintahan dan kepemimpinan masih bertumpu pada Muhammad SAW. Jika zaman Rasulullah disebut-sebut zaman ideal daulah islamiah oleh kelompok Hizbut Tahrir, sebetulnya ketika itu masih proses institusionalisasi kepemimpinan. Buku berjudul Chiefdom Madinah: Salah Paham Negara Islam besutan Dr Abdul Aziz MA ini ingin membedah bagaimana sebenarnya konsep negara Islam. Sebab, sebagian pemikir dan aktivis politik Islam meyakini bahwa pengorganisasian masyarakat Muslim Arab di Madinah pada masa Rasulullah dan Khulafaur Rasyidin merupakan wujud Negara Islam. Keyakinan ini tampaknya lebih didasarkan pada pemahaman normatif-ideologis atas sejarah Islam awal. Alhasil, Negara Islam ditempatkan pada posisi yang sakral, bahkan dianggap tipe ideal (ideal type) bentuk negara yang wajib dibangun kembali oleh umat Islam dewasa ini. Karena itu, menurut Abdul Aziz, kesahihan pemahaman di atas perlu diuji kembali. Sebab, jika di jazirah Arab namanya khilafah, di kawasan lain, seperti Turki dan India saat itu namanya kesultanan. Pasalnya, ulama Islam mencari rujukan pembentukan negara melalui berbagai ijtihad karena meninggalnya Rasulullah mewariskan organisasi umat yang terdiri atas berbagai ras dan suku. Buku ini diracik dengan menggunakan pendekatan dan metode interpretasi historis-sosiologis. Penulis mampu secara apik menyuguhkan pandangan-pandangan baru sekaligus memaparkan secara proporsional kontribusi Islam bagi pembentukan negara (state formation) pada masa- masa awal. Terdapat tiga pandangan yang menjadi titik kisar dalam kajian buku ini. Pertama, pandangan yang mewajibkan pendirian negara Islam yang tunduk pada syariat Islam. Jika diruntut, ideologisasi negara Islam berawal dari krisis legitimasi menyangkut kekuasaan imamah (pemimpin) dan kesatuan ummah (rakyat). Sebagai respons terhadap situasi ini, Ibnu Taimiyah tampil sebagai pemikir muslim yang pertama kali menjadikan penegakan syariat Islam sebagai fokus pembahasan fikih politik. Ibnu Taymiyah memandang perlu untuk merumuskan syariat Islam yang murni (hlm. 148). Kedua, pandangan sekuler dengan memisahkan negara dan agama. Di Timur Tengah, pandangan ini dimotori oleh ulama-ulama kontemporer semisal Jamaluddin Al-Afghani dan Rashid Rido', sementara di Indonesia, tokoh yang santer menyuarakan pandangan ini adalah almarhum Cak Nur (Nurcholish Madjid). Pandangan Cak Nur ini tersirat dalam slogan kontroversialnya, "Islam Yes, Partai Islam No". Ketiga, pandangan akan internalisasi nilai-nilai Islam dalam bernegara dengan konsep kombinasi nilai-nilai Islam dalam praktek bernegara tanpa menyematkan negara Islam atau negara sekuler. Dalam konteks ini, Islam dan tradisi kultur serta konteks kebangsaan sama- sama berperan. Kesemuanya bisa mengentaskan masyarakat yang semula tak bernegara (stateless) menuju masyarakat dengan sebentuk pranata kekuasaan terpusat, disebut dengan chiefdom. Di sini, bisa dipahami bahwa dalam proses bernegara sangatlah penting mengembangkan demokrasi politik dengan landasan nilai-nilai Islam tanpa harus menggaung dengan konsep negara Islam. Sebab, Islam akan tampil pada isinya, bukan kulitnya. Indonesia, dengan konsep Pancasila, sebanarnya sudah mengandung nilai-nila keislaman yang justru sangat substansial dan egaliter. Buku ini pada awalnya merupakan disertasi doktor Dr Abdul Aziz MA di UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta taun 2010. Melali buku ini, penulis mencoba menguak asal usul munculnya apa yang disebut daulah islamiyah itu. Ditulis berdasarkan data sejarah dan realitas sosial, buku ini seolah mampu merekonstruksi secara halus dengan format teoritik tentang pertautan antara Islam dan pembentukan negara. Karena itu, sebagaimana dikatakan Prof Dr Komaruddin Hidayat, Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, buku ini sangat kaya dengan inspirasi, aspirasi, dan nilai-nilai bagi pembentukan negara modern.