Anda di halaman 1dari 41

Merokok di Tempat Umum

Menurut para ahli kesehatan masyarakat, pengaruh terhadap asap tembakau lingkungan (atau
asap rokok pasif) menimbulkan penyakit yang berbahaya pada nonperokok.
Kami beranggapan bahwa disebabkan oleh kesimpulan pihak berwenang kesehatan masyarakat
mengenai dampak asap rokok pasif terhadap kesehatan, perlu ada pembatasan merokok di tempat
umum, bahkan pelarangan total di sejumlah tempat. Akan tetapi, perlu ada keseimbangan antara
keinginan untuk melindungi nonperokok, terutama anak di bawah umur, dari pengaruh terhadap
asap rokok pasif dan memberikan kebebasan bagi jutaan perokok untuk dapat merokok di tempat
umum.
Tak perlu dipertanyakan bahwa merokok harus dilarang di rumah sakit dan tempat pelayanan
kesehatan, serta di sekolah dan tempat-tempat lain bagi anak di bawah umur. Selain itu, merokok
hendaknya dilarang di tempat-tempat umum yang perlu didatangi masyarakat, seperti kendaraan
umum dan tempat usaha yang menyediakan layanan bagi masyarakat umum (seperti pasar
swalayan, bank dan kantor pos). Di tempat-tempat tersebut, perlu diberikan penandaan jelas
bahwa merokok tidak diperbolehkan.
Akan tetapi pengelola restoran, bar, kafe, klub malam dan tempat-tempat hiburan lain hendaknya
diizinkan memilih apakah ingin mengizinkan, membatasi atau melarang merokok. Bila penanda
yang menyampaikan kebijakan mengenai merokok telah ada, dilengkapi dengan pesan kesehatan
masyarakat bahwa pengaruh terhadap asap rokok membahayakan nonperokok, masyarakat dapat
membuat keputusan secara cerdas apakah ingin memasuki suatu tempat atau tidak.
Pasal 115 Undang-Undang Kesehatan No. 36/2009 dan Pasal 52 Peraturan Pemerintah No.
109/2012 menyatakan bahwa,Pemerintah Daerah wajib menetapkan Kawasan Tanpa Rokok di
wilayahnya dengan Peraturan Daerah. Mengingat tidak ada regulasi yang komprehensif terkait
pengaturan merokok di tempat umum yang berlaku secara nasional, sejumlah daerah telah
memulai memberlakukan ketentuan masing-masing. Menurut pandangan kami, pembatasan
merokok di tempat-tempat umum yang lebih ketat sangat diperlukan, namun pengaturan tersebut
harus sesuai dengan ketentuan Kawasan Tanpa Rokok yang ada di Peraturan Pemerintah
No.109/2012, dimana mengizinkan tempat kerja, tempat umum dan tempat lain yang ditetapkan,
untuk menyediakan tempat khusus untuk merokok. Selain itu, kami berkeyakinan bahwa
regulasi yang berimbang dan berlaku secara nasional akan lebih efektif, daripada pemberlakuan
berbagai peraturan daerah secara tambal-sulam, dan regulasi seyogyanya tidak menghasilkan
pembatasan yang berlebihan atas penjualan dan penggunaan produk tembakau.
Baru tadi malam aku menonton sebuah kontes kecantikan di stasiun TV, tentunya para peserta
kontes kecantikan tersebut pastilah cantik-cantik dan sexy, selain pintar mereka juga diharuskan
untuk pandai berlenggak lenggok di atas panggung. ckckckck.. sungguh kecantikan yang sia-
sia, diberi nikmat malah tidak pandai dijaga. Padahal seingatku beberapa tahun lalu pernah
terjadi protes kontes kecantikan. Salah satu tokoh perempuan yang melayangkan protes terhadap
kontes kecantikan adalah Ibu Mien Sugandhi kalau tidak salah beliau adalah mantan Menteri
Negara Urusan Peranan Wanita. Menurut beliau Indonesia harus melarang berbagai macam
kontes kecantikan dan menghentikan pengiriman perwakilan ke ajang kontes kecantikan.
Alasannya adalah kontes kecantikan yang lebih tampak kepada ajang pamer keseksian semata itu
tidak sesuai dengan norma agama Islam dan budaya Indonesia.

Sebagai Negara dengan jumlah muslim terbesar di dunia, memang Indonesia sudah seharusnya
melarang kontes-kontes kecantikan seperti sekarang ini. Selain karena dapat menimbulkan
berbagai macam fitnah, kontes kecantikan merupakan perbuatan merendahkan harkat wanita. Hal
inilah yang dulu menjadi alasan Ibu Tien Soeharto melarang adanya kontes-kontes kecantikan.
Selain itu, Indonesia juga patut berkaca pada Malaysia. Di Malaysia kontes kecantikan hanya
boleh diikuti oleh mereka yang tidak beragama Islam. Pemerintah Malaysia cukup konsent
menjaga kaum muslimin dari bahaya westernisasi yang berlabel modernisitas.
Apapun alasannya, kontes kecantikan saat ini bukan untuk menghargai wanita tetapi justru
sebaliknya. Penghargaan terhadap wanita, sejatinya harus dilakukan dengan menjaga kehormatan
dan kesucian wanita, bukan justru mempertontonkan mereka pada para lelaki hidung belang.
Islam telah jelas mewanti-wanti menjaga kehormatan mereka dengan pakaian syari seperti yang
dijelaskan dalam Al-Quran.

Bahasa Indonesia yang Semakin Diremehkan
OPINI | 25 September 2012 | 21:46 Dibaca: 696 Komentar: 1 0
Bahasa Indonesia sempat diwacanakan menjadi bahasa internasional, sebab pengguna
bahasa Indonesia yang jauh lebih banyak dari pada pengguna bahasa-bahasa di Eropa. Bahasa
Jerman yang penggunanya sedikit ditolak oleh UNESCO (PBB) menjadi bahasa internasional,
namun bahasa Indonesia yang banyak penggunanya, dimungkinkan untuk menjadi bahsa
internasional. Menyusul penolakan itu, pemerintah mewacanakan bahasa Indonesia sebagai
bahasa internasional. Wacana yang sempat popular pada akhir tahun 2011 dan awal tahun 2012
itu bagaikan wacana yang mati tertelan waktu. Sebab kini di pertengaham tahun 2012 kita sudah
tidak lagi mendengar tentang terealisasinya wacana tersebut.
Hilangnya Fungsi Sebagai Bahasa Nasional
Wacana tentang menjadikan bahasa Indonesia menjadi bahasa internasional ternyata
tidak dibarengi dengan semangat masyarakat Indonesia untuk menggunakan bahasa Indonesia.
Tidak adanya semangat masyarakat Indonesia untuk menggunakan bahasa Indonesia
dapat dilihat dengan hilangnya fungsi Bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional. Sebagai bahasa
nasional, bahasa Indonesia berfungsi: (1) lambang kebanggaan kebangsaan, (2) lambang
identitas nasional, (3) alat pemersatu bangsa, dan (4) alat perhubungan antardaerah, antarwarga
dan antarbudaya.
Yang pertama dalam bahasa nasional, bahasa Indonesia berfungsi sebagai lambang
kebanggaan kebangsaan, Kita lihat akhir-akhir ini masyarakat Indonesia terutama masyarakat
urban, lebih bangga dan percaya diri jika dapat berkomunikasi dengan menggunakan bahasa
asing. Dapat kita jumpai dalam pergaulan remaja perkotaan, mereka jarang menggunakan bahasa
Indonesia yang baik dan benar. Mereka lebih merasa percaya diri ketika berkomunikasi
menggunakan bahasa Inggris. Terlebih para figur publik yang dengan bangga menggunakan
aksen bahasa Inggris dalam berkomunikasi. Remaja yang masih membutuhkan seorang figur pun
dengan bangganya menirukan aksen figur publik (artis) tersebut. bahkan terkadang mereka lupa
jika bahasa Inggris yang mereka ucapakan ada padanan katanya dalam bahasa Indonesia.
Kedua, bahasa Indonesia berfungsi sebagai lambang identitas nasional. Tidak adanya rasa
bangga menggunakan bahasa Indonesia dikalangan kaum muda bangsa Indonesia membuat
bahasa Indonesia kehilangan lambang identitas diri. Pemuda Indonesia yang lebih senang
menggunakan bahasa asing dalam pergaulan, membuat mereka melupakan bahasa Indonesia dan
ini membuat bahasa Indonesia kehilangan jati diri. Berkomunikasi dengan sesama bangsa
Indonesia saja remaja lebih sering menggunakan bahasa asing, apalagi jika berkomunikasi
dengan orang asing. Sehingga tidak tercermin identitas diri bahasa Indonesia sebagai identitas
bangsa.
Ketiga dan keempat, bahasa Indonesia berfungsi sebagai alat pemersatu bangsa dan alat
penghubung antardaerah. Kebanggaan kaum muda bangsa Indonesia menggunakan bahasa asing
tidak lagi membuat bahasa Indonesia menjadi bahasa pergaulan. Dalam berkomunikasi antar
teman kita sering menggunakan bahasa Inggris atau bahasa asing lainnya, karena kita merasa ada
kebanggaan tersendiri saat menggunakan bahasa asing. Dan kita seperti terkucilkan saat kita
tidak mampu menggunakan bahasa asing dengan baik. Jadi, tidak heran jika anak muda lebih
terbiasa menggunakan bahasa asing dalam berkomunikasi antardaerah.
Hilangnya fungsi bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional, juga dipengaruhi oleh
masyarakat Indonesia yang terlalu meremehkan bahasa Indonesia. Masyarakat Indonesia yang
meremehkan bahasa Indonesia, dapat dilihat dari jarangnya orang tua yang mau memberikan
pelajaran tambahan bahasa Indonesia pada anaknya. Mereka lebih memilih mengeluarkan uang
untuk pelajaran bahasa asing. Atau orang tua lebih membiasakan anak-anaknya untuk berbahasa
asing dalm kehidupan sehari-hari.
Kesalahkaparahan dalam Berbahasa
Semua bahasa di dunia mempunyai kesulitan dalam mempelajarinya. Termasuk bahasa
Indonesia, mungkin kita menganggap bahasa Indonesia sangat mudah sebab bahasa Indonesia
merupakan bahasa ibu untuk kita, namun, pernahkah kita sedikit meperhatikan lebih dekat?
Bahasa Indonesia ternyata sangat sulit dipelajari, bahkan oleh pemilik bahasa itu sendiri yaitu
masyarakat Indonesia.
Ironis memang melihat kenyataan masyarakat Indonesia yang tidak lagi menghargai
bahasanya sendiri. Bahasa Indonesia yang kita remehkan ini merupakan salah satu bahasa yang
sulit untuk dipelajari. Jangankan untuk orang asing, untuk kita masyarakat Indonesia saja masih
sulit mempelajarinya. Bagaimana tidak, kita lihat pada bahasa Indonesia terdapat kata imbuhan
dan akhiran (afiks dan sufiks), belum lagi kata yang berawalan huruf K, T, S, dan P, bila
mendapat imbuhan meN- maka kata yang berawalan huruf tersebut akan berubah bunyi. Seperti
kata sapu yang mendapat awalan meN- bukan lantas menjadi mensapu tetapi menjadi
menyapu huruf s diawal kata melebur, kata pinjam menjadi meminjam bukan
menpinjam, kata kasih menjadi mengasih dan kata tulis menjadi menulis bukan
mentulis. Tapi ada beberapa kata yang berawalan huruf K, T, S, dan P, tidak berubah bunyi
walaupun mendapat awalan meN-, seperti kata berawalan huruf P yaitu proses ketika
mendapat awalan meN- bukan lantas menjadi memroses tetapi huruf p tidak luluh sehingga
tetap menjadi memproses.
Banyak dari kita yang menganggap hal tersebut sebagai hal kecil dan tidak penting.
Karena anggapan bahasa Indonesia sudah tidak penting lagi, membuat masyarakat Indonesia
malas melihat kamus sehingga banyak terjadi kesalahkaprahan bahasa Indonesia. Salah kaprah
itu dpat kita lihat dari kata, nuansa yang oleh banyak orang mengartikan suasan padahal dalam
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) nuansa berarti (1) variasi atau perbedaan yg sangat
halus atau kecil sekali (tt warna, suara, kualitas, dsb); (2) kepekaan thd, kewaspadaan atas, atau
kemampuan menyatakan adanya pergeseran yg kecil sekali (tt makna, perasaan, atau nilai), atau
kata absensi yang sering diartikan masyarakat dengan daftar absen, padahal dalam KBBI kata
absensi berarti ketidakhadiran, dan kata acuh yang sering diartikan dengan tidak memedulikan,
sedangkan dalam KBBI kata acuh berarti peduli; mengindahkan.
Kemalasan kita membuka KBBI memang beralasan, selain karena KBBI yang harganya
terbilang mahal untuk kalangan menengah ke bawah, yang memiliki KBBI juga hanya segelintir
orang. Tidak seperti kamus bahasa Inggris yang setiap rumah memiliki, KBBI jarang kita jumpai.
Dilihat dari kepemilikan KBBI saja, dapat kita lihat bahwa masyarakat Indonesia sangat
meremehkan bahasanya tersebut.
Perhatian Pemerintah juga sangat diharapkan dalam menjadikan bahasa Indonesia
sebagai bahasa yang tidak lagi diremehkan dan mungkin menjadikan bahasa Indonesia sebagai
bahasa internasional seperti yang dulu pernah diwacanakan. Pemerintah harus turut aktif dalam
mengembangkan bahasa Indonesia, salah satunya dengan adanya (TOEFL) bahasa Indonesia. Di
mana, orang asing yang akan bekerja dan belajar di Indonesia diwajibkan untuk bisa berbahasa
Indonesia. Dengan nilai yang disepakati oleh berbagai kalangan yang bersangkutan, jadi tidak
hanya orang Indonesia yang bekerja dan belajar di luar negeri saja yang harus melalui TOEFL,
tapi orang dari luar negeri yang bekerja dan belajar di Indonesia juga wajib menjalani tes bahasa
Indonesia sehingga nantinya dapat pengguna bahasa Indonesia lebih banyak dan orang asing pun
dapat menggunakan bahasa Indonesia dengan baik dan benar.
Jakarta - Penolakan penggunaan Bahasa Inggris di sekolah pemerintah berlabel internasional
mengemuka di sidang Mahkamah Konstitusi (MK). Sebab Indonesia mempunyai bahasa
nasional dan menjadi lambang kebanggaan bangsa. Bahkan Bahasa Indonesia pernah diusulkan
menjadi bahasa resmi dalam berbagai kesepakatan parlemen negara-negara Asia Tenggara.

Berikut anjuran dan penggunaan Bahasa Indonesia dalam berbagai peristiwa seperti dicatat
detikcom, Rabu (25/4/2012):

Masa Orde Baru

Presiden Soeharto mengeluarkan peraturan supaya nama-nama toko, bank, hotel dan tempat
umum menggunakan Bahasa Indonesia atau bahasa asing yang di-Indonesia-kan.

21 Februari 2001

Presiden RI Abdurrahman Wahid (Gus Dur) mengeluarkan Inpres No 2/2001 tentang
Penggunaan Komputer dengan Aplikasi Berbahasa Indonesia. Dalam intruksi itu Gus Dur
memerintahkan Menteri Negara Riset dan Teknologi dan Menteri Pendidikan Nasional untuk
membakukan istilah-istilah komputer ke dalam bahasa Indonesia serta mengambil langkah-
langkah inisiatif membuat aplikasi komputer berbahasa Indonesia, serta mensosialisasikan
kepada masyarakat Indonesia.
Hampir 84 tahun sudah waktu dimana Soegondo, Ketua Kongres Pemuda Indonesia,
membacakan isi Sumpah Pemuda. Disebuah rumah pondokan sederhana di Jalan Kramat Raya
106, Jakarta. Seiring dengan dibacakannya Sumpah Pemuda tersebut, resmi sudah Bahasa
Indonesia menjadi bahasa Persatuan bangsa Indonesia. Persatuan artinya hanya dengan
menggunakan bahasa ini kita bisa bersatu. Bersatu dalam artian mampu berkomunikasi dengan
lancar satu sama lain. Sungguh cerdas sekali para pejuang kita dengan memasukkan bahasa
sebagai salah satu isi Sumpah Pemuda. Kondisi Indonesia dengan jumlah suku yang lebih dari
300 dan masing-masing suku memiliki bahasa tersendiri. Bisa dibayangkan betapa rumitnya
melaksanakan pembangunan Nasional tanpa adanya kesatuan dalam bahasa yang digunakan.
Namun, benarkah Bahasa Indonesia telah menjadi bahasa Persatuan? Sudahkah Bahasa
Indonesia dipakai oleh seluruh warga negara Indonesia? Patutkah kita bangga dengan
keberadaan Bahasa Indonesia? Jika pertanyaan-pertanyaan tersebut diberikan kepada penjabat
negara yang tidak pernah turun dan bermalam disebuah desa yang tidak ada WC dan listrik,
maka jawaban yang diberikan adalah Iya. Kenapa? Karena puncak gunung itu terlihat indah
bila dilihat dari jauh dan bulan itu selalu tampak mengagumkan saat dilihat dari bumi.
Benarkah Bahasa Indonesia telah menjadi bahasa Persatuan?
Bila pertanyaan ini diberikan kepadaku, ada dua cerita yang akan menjadi jawabanku.
Beda daerah = satu bahasa
Sewaktu masih kecil dulu, aku selalu merasa iri kepada teman-teman sekelasku yang bisa
berbicara bahasa daerah. Ketika mereka bertemu dengan teman yang berasal dari daerah yang
sama, dengan mudahnya mereka mengganti bahasa dan berkomunikasi dengan bahasa daerah
mereka. Untuk seorang anak yang cuma bisa setengah bahasa Indonesia dan Bengkulu ini, hal
tersebut sangatlah luar biasa. Kenapa luar biasa? Karena saat mereka ingin membicarakan
sesuatu yang rahasia dan tidak ingin diketahui orang banyak, mereka bisa dengan mudahnya
mengganti bahasa. Mungkin terdengar sederhana, tapi aku selalu mengagumi orang-orang yang
bisa berbicara dengan menggunakan lebih dari satu bahasa.
Tetapi, rasa iri itu baru menghilang pada saat aku mulai mengikuti pelatihan-pelatihan dan
berkumpul dengan orang-orang dari berbagai daerah di Indonesia. Aku menemukan disaat-saat
tersebut tidak ada satupun yang memakai bahasa daerahnya ketika berkomunikasi antara satu
dengan yang lainnya. Dan hanya ada satu bahasa yang digunakan, yaitu Bahasa Indonesia. Aku
yang kesehariannya memakai bahasa Bengkulu pun harus bisa menggunakan Bahasa Indonesia
jika ingin berkomunikasi. Ini sangat berlawanan dengan keseharianku yang tidak pernah
memakai Bahasa Indonesia. Bukan karena aku tidak tahu atau tidak bisa menggunakannya.
Hanya saja terdengar aneh dan terasa risih saja ketika menggunakan Bahasa Indonesia saat
berbicara dengan keluarga, tetangga dan teman.
Hal ini membuatku berfikir bahwa orang Indonesia tidak akan pernah memakai Bahasa
Indonesia jikalau mereka tidak pernah bertemu dan berkumpul dengan orang-orang Indonesia
dari daerah-daerah yang berbeda. Di dalam kondisi-kondisi tersebutlah, apa yang dimaksud
Bahasa Indonesia sebagai bahasa Persatuan terjadi. Disaat itulah, kita poetera dan poeteri
Indonesia,.. baru bisa mendjoendjoeng bahasa persatoean, bahasa Indonesia. Mungkin
inilah yang menjadi alasan dasar para pejuang kita di Kongres Pemuda memasukkan bahasa
sebagai salah satu isi Sumpah Pemuda.
Bahasa Indonesia dirindukan ketika tak lagi di Indonesia
Setahun lebih sudah aku tinggal di Manchester, UK ini. Dengan jumlah mahasiswa Indonesia
yang hanya 77 orang dari 40.000 mahasiswa yang studi di University of Manchester ini, praktis
membuatku melupakan Bahasa Indonesia sejenak dalam keseharian. Aku tinggal disebuah hall
milik swasta dimana tata kamarnya seperti hotel dan letak dapur yang terpusat. Lounge dan
dining room pun juga selalu digunakan sebagai pusat berkumpul. Ini memberikan kesempatan
kepada kami yang tinggal disini untuk dapat bertemu, bertegur, dan berkomunikasi lebih akrab
kepada mahasiswa-mahasiswa lain dari berbagai negara yang berbeda. Hanya ada tiga orang
Indonesia yang tinggal disini, aku dan dua orang temanku. Artinya, aku tidak menggunakan
Bahasa Indonesia selain kepada kedua temanku itu.
Mungkin memang benar bahwa Bahasa Indonesia dirindukan ketika tak lagi di Indonesia. Isi
kalimat tersebut juga terjadi pada mahasiswa Phd yang membawa anak-anak mereka kesini.
Mereka bukan berjuang bagaimana membuat anak-anak mereka bisa berbahasa Inggris seperti
halnya dulu mereka berjuang untuk bisa masuk ke Universitas. Sebaliknya, mereka berjuang
bagaimana agar anak-anak mereka bisa tetap memakai dan mengerti Bahasa Indonesia. Seorang
bapak dari Aceh yang memiliki dua orang anak laki-laki yang berumur dibawah 10 tahun dan
baru tinggal disini setahun lebih menceritakan, Dulu sebelum masuk sekolah, anak saya yang
paling kecil ini tidak bisa bahasa Inggris. Kemudian, ketika baru 4 bulan masuk sekolah, Bahasa
Indonesia saja sudah tidak mengerti lagi dia. Cerita-cerita seperti ini tidaklah susah ditemukan
di keluarga-keluarga Indonesia yang membawa anak-anaknya keluar negeri bersama mereka. Di
dalam teori bahasa, memang dikatakan anak yang masih di bawah usia pubertas sangat mudah
sekali menyerap bahasa. Selain dikarenakan memori mereka masih banyak yang kosong, juga
dikarenakan eskpos pada bahasa tersebut, misalnya bahasa Inggris dalam kasus bapak tersebut,
terbuka dengan lebar sehingga terbentuklah kebiasaan menggunakan bahasa tersebut terus
menerus.
Kesadaran bahwa Bahasa Indonesia adalah bahasa Persatuan juga kurasakan ketika berkumpul
dengan warga-warga Indonesia yang ada di Manchester ini. Hanya saja, ketika kami berkumpul,
ada dua pilihan bahasa yang digunakan, yaitu Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris. Pada
umumnya, kami menggunakan Bahasa Indonesia karena terasa ada sedikit rindu untuk
menggunakannya setelah sering berbicara dan menggunakan bahasa Inggris dalam keseharian.
Sudahkah Bahasa Indonesia dipakai oleh seluruh warga negara Indonesia?
Cerita di Karang Dapo
Sudah menjadi rahasia umum jika bahasa Indonesia secara tertulis merupakan bahasa Nasional
tetapi prakteknya Bahasa Indonesia belum digunakan secara Nasional. Waktu 84 tahun rasanya
belum cukup untuk membuat seluruh warga Indonesia menggunakan Bahasa Indonesia secara
menyeluruh dalam kehidupan sehari-hari. Mungkin ketika mengisi biodata, kita mengisi bahasa
ibu kita dengan Bahasa Indonesia, namun praktek keseharian kita mengatakan tidak. Hal ini
memang wajar terjadi untuk sebuah negara yang terdiri dari puluhan ribu pulau yang dihuni
beragam suku dengan beragam bahasa dan adat istiadat. Seperti kujelaskan sebelumnya, selama
orang-orang tersebut tinggal di kampungnya masing-masing serta tidak pernah berkumpul
dengan orang-orang dari daerah yang berbeda, Bahasa Indonesia hanya jadi bahasa sekolahan
saja. Walaupun terkadang, guru Bahasa Indonesia yang mengajar di daerah-daerah terpencil pun
harus menggunakan bahasa daerah tersebut untuk menyampaikan pelajaran Bahasa Indonesia.
Saat masih duduk di bangku kuliah s1, aku pernah dikirim untuk Kuliah Kerja Nyata (Kukerta)
di sebuah desa yang tertinggal di Kabupaten Kaur, provinsi Bengkulu. Desa itu bernama Karang
Dapo. Ketika pertama kali sampai di desa ini, aku terkejut sekali menemukan penduduknya tidak
bisa Bahasa Indonesia. Mereka menggunakan bahasa Kaur yang itu jauh sekali dari bahasa
Bengkulu, apalagi Bahasa Indonesia. Padahal sebagai koordinator desa, aku harus bisa menjalin
komunikasi yang baik dengan warga. Sungguh aku bingung sekali waktu itu karena aku cuma
bisa bahasa Bengkulu dan Indonesia saja. Untungnya, ada dua orang temanku yang berasal dari
Manna dimana bahasa mereka hampir sama. Namun tetap saja, ketika memberikan loka karya di
minggu pertama kepada warga dengan menggunakan Bahasa Indonesia, aku bisa menangkap
kebingungan di wajah-wajah mereka walaupun mereka menganggukkan kepala. Ketika mengajar
di SD disana, aku juga menemukan kesulitan karena anak-anak menggunakan bahasa Kaur yang
aku tidak mengerti. Jadi, aku menyampaikan pelajaran bahasa Inggris dengan menggunakan
Bahasa Indonesia dan anak-anak meresponnya dengan menggunakan bahasa Kaur. Percuma saja
aku bertanya kepada mereka karena aku juga tidak mengerti apa yang mereka katakan. Kondisi
ini terjadi di minggu-minggu awal aku tinggal di desa Karang Dapo. Setelah itu, aku mulai
beradaptasi, mengerti sedikit bahasa Kaur dan menggunakannya dalam keseharian. Sampai
dosenku yang datang berkunjung terkejut mendengar respon spontanku menggunakan bahasa
Kaur.
Bahasa Indonesia tidak lagi kugunakan secara menyeluruh di desa Karang Dapo ini. Bukan
karena aku tidak menjunjung Bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan seperti isi Sumpah
Pemuda, melainkan warga desa ini belum mengerti dan belum bisa menggunakan Bahasa
Indonesia. Kasus yang sama seperti ini tidaklah sulit ditemukan di daerah-daerah terpencil di
Indonesia. Itulah sebabnya, jika penjabat negara tidak pernah turun dan bermalam disebuah desa
yang tidak ada WC dan listrik, maka mereka tidak akan mengerti seperti apa Indonesia ini
sebenarnya.
Patutkah kita bangga dengan keberadaan Bahasa Indonesia?
Cerita Rayner
Tidak sedikit orang-orang yang mempertanyakan tentang posisi Bahasa Indonesia sebagai bahasa
Nasional. Ada yang mempertanyakan, Apakah Bahasa Indonesia telah menjadi tuan rumah di
negeri sendiri? Mengingat hampir semua tulisan merek, papan nama dan lain-lain banyak yang
menggunakan bahasa Inggris walaupun terkadang salah tata bahasanya. Bahasa Inggris
dipandang lebih memiliki nilai jual daripada Bahasa Indonesia. Yang lain berkomentar, Untuk
apa menjadikan Bahasa Indonesia sebagai bahasa Nasional jika para penjabat saja lebih
senang mencampur Bahasa Indonesia dengan bahasa Inggris. Semua pertanyaan-pertanyaan
dan komentar tentang penggunaan Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Nasional dan persatuan
tersebut sebenarnya mengarah pada satu pertanyaan akhir, Patutkah kita bangga dengan
keberadaan Bahasa Indonesia?
Untuk menjawab pertanyaan ini, akan terlihat jelas ketika kita mengambil perspektif dari orang
yang berasal dari negara lain. Kenapa? Karena kita yang setiap harinya berkomunikasi dengan
menggunakan Bahasa Indonesia atau setidaknya mendengar bahasa Indonesia setiap harinya,
cenderung sulit untuk menghargainya. Selain itu, kita cenderung tidak tahu bila apa yang kita
miliki itu sangatlah berharga karena pengetahuan kita yang hanya sebatas pandangan mata saja.
Aku punya seorang teman sekelas yang bernama Rayner di University of Manchester ini. Dia
berasal dari Oxford, Inggris. Sembilan tahun lalu Rayner tinggal di Indonesia selama satu tahun.
Walaupun hanya pernah tinggal satu tahun di Indonesia, Bahasa Indonesia Rayner bisa dibilang
cukup lancar.
Rayner mengatakan, Saya rindu Indonesia tapi sekarang sudah jauh dari hatiku, ah sedih! Di
Indonesia, Rayner bekerja sebagai guru bahasa Inggris. Selain itu, Rayner belajar hal lain seperti
Yoga di salah satu Vihara di Jakarta dan tinggal di kos-kosan di perkampungan. Istilah bule
masuk kampung sudah tidak asing ditelinga Rayner karena selalu ada yang meriakkan kata-kata
tersebut kepadanya. Dia pun mendapatkan teman yang banyak sampai artis karena Rayner
memang tipe orang yang mudah bergaul. Saat terjadi tsunami di Aceh, Rayner sempat menulis
sebuah lagu berbahasa Indonesia dan memainkannya dengan gitar.
Rayner berkata, Saya tinggalkan dari Indonesia dan suka dingin di Inggris tapi rindu bicara
bahasa
NNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) M Nuh
menegaskan bahwa pelajaran Bahasa Inggris bukan termasuk pelajaran wajib bagi siswa Sekolah
Dasar (SD). Hal tersebut diungkapkan M Nuh saat menjawab pertanyaan wartawan tentang
keberadaaan mata pelajaran Bahasa Inggris di SD.
"Saya ingin menegaskan status mata pelajaran Bahasa Inggris di SD, apakah itu betul dihapus?
Dihapus itu tadinya ada, kalau yang tadinya memang tidak ada dan sekarang tidak ada berarti
bukan dihapus," kata M Nuh di Gedung A Kemendikbud, Jakarta Pusat, Senin (30/12/2013).
Dikatakannya, dalam KTSP 2006 memang pelajaran Bahasa Inggris bagi siswa SD tidak ada.
Pelajaran tersebut bukan lah pelajaran wajib.
"Bahasa inggris memang tidak ada (di SD), tidak termasuk mata pelajaran wajib. Berarti tidak
dihapus bahasa inggris itu di SD," ucapnya.
Meskipun demikan, dikatakan M nuh bukan berarti pelajaran Bahasa Inggris tidak boleh
ditambahkan bagi siswa SD, pihak Kemendikbud tidak melarangnya bahkan menganjurkan
supaya pelajaran tersebut tetap diberikan kepada siswa SD.
Tidak hanya bahasa inggris yang bisa diajarkan di SD, bisa juga menambahkan bahasa Arab,
bahasa Mandarin, ataupun bahasa Jepang sesuai dengan karakteristik sekolah masing-masing.
"Jadi, kami dorong untuk bisa menambahkan, silakan. Tapi, tidak diwajibkan. Karena di
kurikulum wajibnya sudah ada sebagai tambahan untuk SD, tapi kalau SMP itu wajib mata
pelajaran bahasa Inggris," ungkapnya.
Bila ada yang bertanya pelajaran apa yang sulit selain matematika, pasti kebanyakan akan
menjawab, Bahasa Inggris. Ya, demikian jawaban jika semisal pertanyaan tersebut
dilemparkan pada siswa, khususnya Sekolah Dasar (SD). Namun apakah alasan tersebut sudah
cukup kuat untuk menggulingkan mata pelajaran Bahasa Inggris yang telah disampaikan selama
bertahun-tahun di Sekolah Dasar?
Tentu saja belum! Tapi apa boleh dikata, subtitusi menjadi muatan lokal atau ekstrakurikuler
telah terjadi. Terlebih lagi pemerintah dengan Kurikulum 2013-nya telah meramu dan membuat
semacam kebijakan dalam kaitannya dengan hal itu.

Beberapa pihak yang pro dengan kebijakan ini, seperti Musliar Kasim (Wamendikbud bidang
Pendidikan) menyampaikan dua alasan kuat mengenai penggeseran posisi Bahasa Inggris
sebagai mata pelajaran di Sekolah Dasar: kekhawatiran akan menambah beban kognitif siswa
serta kekhawatiran bahwa murid Sekolah Dasar menjadi tidak fokus dalam mempelajari bahasa
nasional (Bahasa Indonesia).
Yang menjadi pertanyaan, kenapa kekhwatiran itu baru disadari akhir-akhir ini? Sedangkan
posisi bahasa Inggris sebagai mata pelajaran sudah berjalan cukup lama. Aneh bukan? Saya juga
sependapat bila banyak pakar yang menilai bahwa adanya kebijakan ini disinyalir dapat menjadi
jalan untuk memupuk kembali rasa nasionalisme sejak dini. Mengingat semakin menipisnya rasa
nasionalisme di jiwa anak-anak selaku generasi penerus bangsa.
Namun jangan lupa bahwa, kebijakan demikian juga bakal melahirkan polemik baru. Dalam
konteks perkembangan kognitif anak misalnya, pendidikan bahasa memang harus diajarkan
sedini mungkin karena masa emas perkembangan bahasa anak yaitu antara umur 6 sampai 13
tahun (masa-masa SD). Selain itu berdasarkan hasil riset Teknologi Brain Imaging di University
of California, Los Angeles, proses kognitif, kreativitas, dan divergent thinking pada anak berada
pada kondisi optimal di usia 6 sampai 13 tahun, sehingga secara biologis masa ini menjadi waktu
yang tepat untuk memaksimalkan pembelajaran bahasa asing. Oleh karena itu, akan sangat
disayangkan bila masa ini terlewatkan begitu saja.
Jika kemudian ada yang bertanya manakah diantara kedua pendapat di atas yang paling benar
maka saya akan menjawabnya sama-sama benar. Kenapa demikian? Sebab ini bukan masalah
benar atau salah akan tetapi tentang bagaimana menata hal ihwal yang dulunya telah baik agar
menjadi semakin baik. Hanya begitu saja intinya.
Kalaupun dirunut, dari dulu dalam kurikulum SD memang tak ada pelajaran Bahasa Inggris
apalagi sebagai matpel wajib. Hal ini sesuai dengan pernyataan Kepala Pusat Kurikulum dan
Perbukuan (Kapuskurbuk) Kemendikbud Ramon Mohandos sebagaimana dilansir
(Republika.co.id, 12/12/2013), bahwa sebenarnya tidak ada istilah penghapusan Bahasa Inggris
dalam mata pelajaran SD. Kata penghapusan yang selama ini diperdebatkan harus segera
dibenahi. Sejak dulu dalam Kurikulum SD memang tidak ada mata pelajaran Bahasa Inggris.
Sehingga dalam Kurikulum 2013 juga tidak ada mata pelajaran Bahasa Inggris maka tidak ada
penghapusan mata pelajaran itu karena memang tidak ada. Tidak ada penghapusan berarti juga
tidak ada pergeseran atau pengalihan kedudukan mata pelajaran Bahasa Inggris di Sekolah Dasar.
Lalu apa yang selama ini diperdebatkan?
Seperti yang kita ketahui, Bahasa Inggris pada dasarnya memang bukan mata pelajaran wajib
yang harus diajarkan di seluruh Sekolah Dasar di Indonesia. Bahasa Inggris adalah mata
pelajaran tambahan (muatan lokal) yang telah menjelma menjadi mata pelajaran wajib. Hal
tersebut mengubah persepsi masyarakat mengenai posisi Bahasa Inggris dari muatan lokal
menjadi mata pelajaran umum.
Kalaupun ada yang patut disalahkan dalam masalah ini, tentu saja semua pihaklah yang harus
bertanggung jawab. Sebab ini tidak hanya tentang keteledoran pendidik atau kerancuan regulasi
pemerintah akan tetapi jauh daripada itu ada pergeseran persepsi yang telah terlanjur mengakar
begitu kuatnya.
Kendati demikian, sejauh pengamatan saya selama ini, memang metode pembelajaran Bahasa
Inggris di tingkat Sekolah Dasar cenderung memberatkan siswa. Hal ini bisa dilihat dari semakin
bertambahnya beban kognitif yang harus ditanggung; mulai dari menghafal kosa kata baru yang
cukup memusingkan, memahami grammar-grammar yang sulit dicerna, hingga makin
menggunungnya tugas-tugas dan pekerjaan rumah yang entah apa fungsinya.
Dalam mempelajari bahasa, hendaknya seorang siswa dihindarkan dari tekanan dan beban karena
pada dasarnya belajar bahasa itu adalah sebuah kesadaran bukan tuntutan. Berlatih
mengaplikasikan Bahasa Inggris, menyangkut tentang bagaimana cara mengucapkan suatu kata
atau kalimat dan kapan kalimat itu harus digunakan setidaknya akan lebih membantu anak dalam
memahami fungsi bahasa secara lebih mendalam. Ditambah lagi dengan metode penyampaian
yang lebih luwes dan menyenangkan, seperti bernyanyi bersama, mendengarkan lagu dan
membaca cerita bergambar berbahasa Inggris akan membuat anak lebih ngeh dan enjoy selama
proses belajar mengajar berlangsung. Dan sekali lagi, faktanya memang pembelajaran bahasa
apa pun itu adalah sebuah pembiasaan bukan pemaksaan.
Pada intinya, diberlakukan atau tidak diberlakukannya Kurikulum 2013, tidak akan
mempengaruhi kedudukan mata pelajaran Bahasa Inggris sebagai muatan lokal. Dengan kata lain,
Bahasa Inggris akan tetap diajarkan di Sekolah Dasar. Oleh sebab itu, tidak ada gunanya merasa
bingung dengan pergantian kurikulum untuk yang kesebelas kalinya ini. Kalau kita seorang
pendidik, bukankah lebih baik meningkatkan kualitas diri daripada repot-repot pusing
memikirkan masalah regulasi, sistem atau apalah namanya itu.#Septi.
Lho KPK yang hebat itu koq ente usulkan untuk dibubarkan? Ape ente takut di KPKan?Ade
yang sponsor untuk pengembangan opini publik Anti KPK?
Kagak. Kagak ade semuenye. Ini murni inisiatif ogut pribadi. Jadi.. apa dong?
Begini, KPK yang hebat itu hanya terbatas dari dramatisir tayangan Tv atas penangkapan
beberapa gelintir koruptor. Hanya itu saja. Jumlah koruptor yang bebas merdeka tidak tersentuh
oleh KPK banyak sekali. Minat untuk jadi koruptor juga tidak mereda. Lebih jauh lagi, korupsi
di Indonesia menurut banyak indikator dan persepsi publik tidak mereda sama sekali.
Lihat saja di Kompasiana misalnya. Posting tentang korupsi banyak sekali. Mencapai ribuan
sejak Kompasiana mulai berdiri hingga saat ini. Dari sekitar 100 sampel posting yang dapat saya
akses, tidak ada satu posting pun yang menyatakan bahwa korupsi di Indonesia sudah mereda.
KPK juga berindikasi memperburuk pelayanan umum pemerintah daerah. Coba kita lihat,
misalnya, kasus Bupati Bogor Rahmat Yasin (RY). Sebelum ditangkap KPK awal Juli yang lalu,
RY sudah bolak balik di periksa KPK terkait dengan isu perizinan yang lain. Ini tentu saja
banyak menyita sumber-sumber yang ada padanya. Implikasi negatifnya, coba lihat jalan-jalan di
Kabupaten Bogor. Banyak sekali yang rusak parah dan membahayakan pengguna jalan.
Semisalnya, RY nanti dinyatakan bermasalah dan diberhentikan, maka apa kita yakin bahwa
penggantinya juga tidak korup juga? Analogi, untuk Wawan (Bupati di Banten)? Ratu Atut
(Gubernur Banten non-aktif)? Romy Herton (Wali Kota Palembang-nonaktif).. dst dst?
KPK seperti menebang pohon berulat. Pohon baru yang tumbuh kemudian berulat lagi. Berulat
lagi.. dst. Tanah dan lingkungannya yang membuat pohon itu berulat. Sia-sia saja menebang
pohon itu jika tanah dan lingkungan sekitarnya tidak disehati.
Dalam nuansa yang sama, coba kita ingat lagi posting dan pemberitaan media sekitar Pileg dan
Pilkada. Umumnya, jika tidak hampir seluruhnya, para kandidat tersebut menghabiskan uang
dalam jumlah yang banyak sekali. Miliaran dan bahkan bisa triliunan (untuk daerah sekaya DKI,
misalnya). Uang ini tidak akan kembali jika hanya dari gaji dan tunjangan-tunjangan resmi. Jadi,
dari mana lagi klo tidak dari ngurangi tebalnya aspal, tidak membangun gorong-gorong,dari
kong kalikong perizinan, dan lain sebagainya.
Ringkasnya, drama penangkapan-penangkapan itu sebetulnya hanya tujuan antara. Bukan tujuan
akhir. Tujuan utama pendirian KPK adalah untuk mengurangi (mengendalikan) korupsi pada
tingkat yang serendah mungkin. Dengan demikian, jika dana APBN yang dihabiskan KPK yang
sudah trilunan rupiah, sejak mulai berdiri (2002?) hingga saat ini, maka apa gunanya
melanjutkan penghamburan uang tersebut jika korupsi masih tidak dapat dikendalikan?
Bubarkan saja KPK!
epekan terakhir ini jagad politik di negeri ini kembali heboh. Sebagai buntut dari pengakuan
Nazaruddin yang menuding salah seorang pimpinan KPK tersangkut suap/korupsi, Ketua DPR
dari Partai Demokrat Marzuki Alie melontarkan pernyataan panas: Bubarkan saja KPK!
Pasalnya, menurut dia, selama ini KPK diharapkan memberikan hasil yang signifikan dalam
memimpin upaya pemberantasan korupsi di tingkat legislatif, eksekutif dan yudikatif. Namun,
sampai saat ini KPK dinilai tidak bisa memenuhi harapan tersebut. KPK adalah lembaga ad hoc.
Kalau lembaga ad hoc ini sudah tidak dipercaya, apa gunanya kami dirikan lembaga ini?
Nyatanya, tidak membawa perubahan juga, jadi lebih banyak manuver politik daripada
memberantas korupsi, kata Marzuki Alie di Gedung DPR, Jakarta (Kompas.com, 29/7/2011).

Pro-kontra atas pernyataan Marzuki Alie pun bermunculan. Sebagian menilai wajar, bahkan
mendukung. Sebagian lagi geram dan mengecam. Yang mendukung antara lain Ketua Umum
sekaligus pendiri Partai Demokrat, Subur Budhisantoso. Saya setuju KPK dibubarkan kalau
memang orang-orangnya semuanya tidak bebas dari masalah, kata Subur di Jakarta, Sabtu (lihat,
Detiknews.com, 30/7/2011).

Adapun yang mengecam antara lain mantan Wapres Jusuf Kalla (JK). Kalau berpikir Marzuki
Alie seperti itu, maka DPR harus dibubarkan karena banyak anggota DPR yang salah juga, ujar
JK di sela-sela diskusi di kantor Majelis Ulama Indonesia (MUI), Jalan Proklamasi, Jakarta Pusat
(Okezone.com, 30/7/2011). Sementara itu, pengacara senior Adnan Buyung Nasution
berkomentar, Kalau dia mau bubarkan KPK, bubarkan saja Partai Demokrat (PD), bubarkan
DPR! kata Adnan di Museum Nasional (Republika.co.id, 30/7/2011).


Indonesia Terkorup

Di negeri ini, korupsi dalam berbagai bentuknya merajalela di semua lini. Hampir tidak ada satu
pun institusi negara yang tidak tercemar korupsi. Kenyataannya, pusaran badai korupsi memang
terjadi di berbagai lembaga di negeri ini, bahkan sejak negeri ini baru lahir. Salah satunya adalah
kasus korupsi PN Triangle Corporation yang mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp 6 miliar
pada 1960. Kapten Iskandar, yang pernah menjabat sebagai Manager PN Triangle Coporation,
didakwa menyalahgunakan kedudukan dan jabatan serta melakukan pelanggaran terhadap
perintah Penguasa Perang Daerah Djawa Barat. Kapten Iskandar dituntut hukuman mati dalam
sidang pengadilan Tentara Daerah Militer VI Siliwangi. Ia menjual kopra dan minyak kelapa
dengan harga di atas harga yang telah ditetapkan serta menggelapkan tekstil dan benang tenun
(Kompas, 25/9/1965).

Itu hanya sekelumit kasus yang terjadi pada masa Orde Lama. Pada masa Orde Baru, korupsi
melibatkan banyak keluarga dan kroni Presiden Soeharto saat itu. Adapun pada masa Orde
Reformasi, korupsi malah makin merata. Dalam catatan Litbang Kompas, selama tahun 2005
hingga 2009 saja, terjadi kasus korupsi besar di 21 lembaga, mulai dari lembaga negara-seperti
penegak hukum, BUMN, departemen, birokrasi, pemerintah daerah, partai politik-hingga para
anggota parlemen. Wajar jika Indonesia pernah dijuluki sebagai salah satu negara terkorup di
dunia. Menurut catatan Transparency International Indonesia, indeks korupsi di Indonesia tidak
menurun, masih bertahan di angka 2,8. Posisi itu sama dengan periode sebelumnya. Indonesia
berada di peringkat 110 dari 178 negara yang disurvey terhadap indeks persepsi korupsi
(Antaranews, 26/10/2010).


Sulit Diberantas

Korupsi memang dipercaya telah ada sejak negara ini merdeka. Upaya untuk memberantas
korupsi pun telah dilakukan dalam masa pemerintahan lima presiden. Berbagai langkah
antikorupsi telah dilakukan, mulai dari membuat undang-undang hingga membentuk badan
khusus yang bertugas menangani korupsi. Selain KPK sebenarnya ada badan independen lain
yang memainkan dan berpotensi memainkan berbagai peran penting dalam pemberantasan
korupsi, yakni Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), Komisi Ombudsman Nasional
(KON), Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan Indonesia (PPATK) serta Komisi
Yudisial (KY). Dari semua badan yang pernah dibentuk itu, kewenangan yang dimiliki KPK
menjadikan KPK sebagai tulang punggung pemberantasan korupsi. Namun ternyata, KPK pun
tak bisa diharapkan sehingga terlontar ide Marzuki Alie agar lembaga ini dibubarkan saja.


Demokrasi: Akar Masalah Korupsi

Selama ini ada anggapan bahwa demokrasi adalah sistem politik dan pemerintahan terbaik.
Anggapan ini ternyata bohong besar. Di Tanah Air, merebaknya demokrasi justru menyuburkan
praktik korupsi. Korupsi di alam demokrasi ini telah merasuk ke setiap instansi pemerintah,
parlemen/wakil rakyat dan swasta. DPR dan DPRD yang dianggap perwujudan demokrasi malah
merupakan sarang koruptor.

Jual-beli aneka RUU, utak-atik anggaran, pemekaran wilayah, pemilihan kepala daerah, proyek
pembangunan, pemilihan pejabat, dsb ditengarai menjadi lahan basah korupsi para anggota
dewan. Bahkan para anggota dewan pun ditengarai sering berperan sebagai calo atau dikepung
oleh para calo. Percaloan di DPR diakui Ketua Komisi I DPR-RI, Mahfudz Siddiq. Ia
mengungkapkan, para calo di parlemen sering berkeliaran pada lahan basah DPR, seperti calo
jual-beli pasal dalam pembahasan RUU yang menyangkut kepentingan dan kewenangan terkait
resources (sumberdaya). RUU itu dibandrol harganya bukan lagi pasal-perpasal, tetapi bahkan
ayat-perayat. Arena permainan uang juga terjadi dalam kegiatan fit and prosper test. Kasus fit
and proper test berpeluang menjadi gratifikasi jabatan yang memiliki nilai tinggi. Lahan basah
yang juga biasa dimanfaatkan yakni saat pembahasan anggaran untuk proyek kementerian
maupun pemerintah daerah, ujarnya (Rri.co.id, 22/5).

Dengan semua fakta di atas, wajarlah jika berdasarkan hasil survei Kemitraan, lembaga legislatif
DPR/DPRD menempati urutan nomor satu sebagai lembaga terkorup disusul lembaga yudikatif
dan eksekutif. Hasil survei tersebut menyebutkan korupsi legislatif sebesar 78%, yudikatif 70%
dan eksekutif 32% (Mediaindonesia, 21/4).

Korupsi juga makin marak di daerah justru saat negeri ini dinilai makin demokratis. Mendagri
Gamawan Fauzi menyatakan pada Januari lalu ada 155 kepada daerah yang menjadi tersangka
korupsi. Tiap minggu ada tersangka baru. Dari 155 kepala daerah yang menjadi tersangka
korupsi, 17 orang di antaranya adalah gubernur, ungkap Gamawan (Vivanews.com, 17/1/2011).
Sedang menurut data KPK, hingga Maret 2011, sudah 175 kepala daerah-terdiri dari 17 gubernur
serta 158 bupati dan wali kota-yang menjalani pemeriksaan di lembaga antikorupsi ini. Sebagian
di antaranya sudah diproses penegak hukum bahkan sudah mendekam di penjara sebagai
koruptor.

Mengapa korupsi menggila di dalam sistem demokrasi? Sebab, selain untuk memperkaya diri,
korupsi juga dilakukan untuk mencari modal agar bisa masuk ke jalur politik, termasuk
berkompetisi di ajang Pemilu dan Pilkada. Pasalnya, proses politik demokrasi, khususnya proses
Pemilu dan Pilkada, memang membutuhkan dana besar. Untuk maju menjadi caleg dibutuhkan
puluhan, ratusan juta bahkan miliaran rupiah. Mendagri Gamawan Fauzi mengatakan, Minimal
biaya yang dikeluarkan seorang calon Rp 20 miliar, akan tetapi untuk daerah yang kaya,
biayanya bisa sampai Rp 100 hingga Rp 150 miliar. Kalau ditambah dengan ongkos untuk
berperkara di MK, berapa lagi yang harus dicari (Kompas.com, 5/7/2010).

Karena gaji dan tunjangan yang tak seberapa, maka saat mereka terpilih menjadi penguasa atau
wakil rakyat, tidak ada cara lain yang paling cepat untuk mengembalikan biaya politik dalam
proses Pemilu tersebut, kecuali dengan korupsi. Inilah lingkaran setan korupsi dalam sistem
demokrasi.

Keterkaitan erat demokrasi dengan korupsi ternyata bukan hanya terjadi di Tanah Air. Ledakan
korupsi juga terjadi di Amerika, Eropa, Cina, India, Afrika dan Brasil. Negara-negara Barat yang
dianggap telah matang dalam berdemokrasi justru menjadi biang perilaku bejat ini. Para
pengusaha dan penguasa saling bekerjasama dalam proses Pemilu. Pengusaha membutuhkan
kekuasaan untuk kepentingan bisnis, penguasa membutuhkan dana untuk memenangkan Pemilu.
Jeffrey D. Sachs, Guru Besar Ekonomi dan Direktur Earth Institute pada Columbia University
sekaligus Penasihat Khusus Sekjen PBB mengenai Millennium Development Goals, mengatakan
negara-negara kaya adalah pusat perusahaan-perusahaan global yang banyak melakukan
pelanggaran paling besar (Korantempo, 23/5).

Di Indonesia, praktik penyuapan dan korupsi juga melibatkan perusahaan asing. Gary Johnson,
Kepala Unit Penangan Korupsi FBI, menyatakan bahwa ada kasus-kasus yang melibatkan
perusahaan AS yang beroperasi di Indonesia dan itu berada di bawah FCPA (Foreign Corrupt
Practices Act) atau di bawah UU antikorupsi (Detiknews.com, 11/5).

Dari paparan di atas, jelas sudah, sistem demokrasilah akar masalah munculnya banyak kasus
korupsi.


Bubarkan Demokrasi?

Jelas, saling tuding di antara elit politik di atas menunjukkan bahwa telah terjadi
ketidakpercayaan terhadap banyak lembaga negara. Jelas pula, bahwa selama ini sistem
demokrasi melahirkan para pemimpin korup. Karena itu, bukan KPK yang layak dibubarkan,
tetapi justru sistem politik dan pemerintahan demokrasi itu sendiri. Sebagai gantinya adalah
sistem politik dan pemerintahan Islam. Itulah sistem Khilafah yang menerapkan syariah Islam.
Itulah Khilafah ala Minhaj an-Nubuwwah. Syariah dan Khilafah itulah sistem terbaik. Allah
SWT berfirman:


Apakah hukum Jahiliah yang mereka kehendaki? Siapakah yang lebih baik hukumnya
dibandingkan dengan Allah bagi orang-orang yang yakin? (QS al-Maidah [5]: 50). []


Komentar al-Islam

Pemerintah menganggap wajar inflasi yang terjadi sepanjang Juli sebesar sebesar 0,6 persen
mesk itu lebih tinggi dari Juni yang mencapai 0,55 persen. Mentan Suswono mengatakan, inflasi
memang selalu naik mengikuti harga-harga pangan menjelang Ramadhan. Ini sudah tradisi
katanya (Republika, 2/8)

1. Ini pertanda buruk sebab masalah yang bisa memberatkan beban rakyat sudah dianggap
wajar dan biasa. Inilah bentuk kemalasan mengurusi urusan rakyat dan sikap mental dari
pemerintahan hasil proses demokratis.
2. Dalam Islam, pemeritah adalah rain yang memelihara kepentingan dan kemaslahatan rakyat
dan dia akan dimintai pertanggungjawaban tentang hal itu di akhirat. Konsekuensinya, sekecil
apapun masalah yang bisa merugikan rakyat harus diperhatikan dan diselesaikan.
3. Saatnya terapkan sistem Islam dalam bingkai Khilafah
A. Pengertian Desentralisasi
Desentralisasi adalah penyerahan kewenangan dari pemerintah pusat kepada pemerintah
daerah untuk mengurusi urusan rumah tangganya sendiri berdasarkan prakarsa dan aspirasi
dari rakyatnya dalam kerangka negara kesatuan Republik Indonesia. dengan adanya
desentralisasi maka muncullan otonomi bagi suatu pemerintahan daerah. Desentralisasi
sebenarnya adalah istilah dalam keorganisasian yang secara sederhana di definisikan sebagai
penyerahan kewenangan. Dalam kaitannya dengan sistem pemerintahan Indonesia,
desentralisasi akhir-akhir ini seringkali dikaitkan dengan sistem pemerintahan karena dengan
adanya desentralisasi sekarang menyebabkan perubahan paradigma pemerintahan di Indonesia.
Desentralisasi juga dapat diartikan sebagai pengalihan tanggung jawab, kewenangan, dan
sumber-sumber daya (dana, manusia dll) dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah. Dasar
pemikiran yang melatarbelakanginya adalah keinginan untuk memindahkan pengambilan
keputusan untuk lebih dekat dengan mereka yang merasakan langsung pengaruh program dan
pelayanan yang dirancang dan dilaksanakan oleh pemerintah. Hal ini akan meningkatkan
relevansi antara pelayanan umum dengan kebutuhan dan kondisi masyarakat lokal, sekaligus
tetap mengejar tujuan yang ingin dicapai oleh pemerintah ditingkat daerah dan nasional, dari
segi sosial dan ekonomi. Inisiatif peningkatan perencanaan, pelaksanaan, dan keuangan
pembangunan sosial ekonomi diharapkan dapat menjamin digunakannya sumber-sumber daya
pemerintah secara efektif dan efisien untuk memenuhi kebutuhan lokal.
B. Sentralisasi dan Desentralisasi
Sentralisasi dan desentralisasi sebagai bentuk penyelenggaraan negara adalah persoalan
pembagian sumber daya dan wewenang. Pembahasan masalah ini sebelum tahun 1980-an
terbatas pada titik perimbangan sumber daya dan wewenang yang ada pada pemerintah pusat
dan pemerintahan di bawahnya. Dan tujuan baik dari perimbangan ini adalah pelayanan
negara terhadap masyarakat.
Di Indonesia sejak tahun 1998 hingga baru-baru ini, pandangan politik yang dianggap tepat
dalam wacana publik adalah bahwa desentralisasi merupakan jalan yang meyakinkan, yang
akan menguntungkan daerah. Pandangan ini diciptakan oleh pengalaman sejarah selama masa
Orde Baru di mana sentralisme membawa banyak akibat merugikan bagi daerah. Sayang,
situasi ini mengecilkan kesempatan dikembangkannya suatu diskusi yang sehat bagaimana
sebaiknya desentralisasi dikembangkan di Indonesia. Jiwa desentralisasi di Indonesia adalah
melepaskan diri sebesarnya dari pusat bukan membagi tanggung jawab kesejahteraan
daerah.
Sentralisasi dan desentralisasi tidak boleh ditetapkan sebagai suatu proses satu arah dengan
tujuan pasti. Pertama- tama, kedua sasi itu adalah masalah perimbangan. Artinya, peran
pemerintah pusat dan pemerintah daerah akan selalu merupakan dua hal yang dibutuhkan. Tak
ada rumusan ideal perimbangan. Selain proses politik yang sukar ditentukan, seharusnya
ukuran yang paling sah adalah argumen mana yang terbaik bagi masyarakat.
Masalah sentralisasi dan desentralisasi bukan lagi dipandang sebagai persoalan penyelenggara
negara saja. Pada akhirnya kekuatan suatu bangsa harus diletakkan pada masyarakatnya. Saat
ini di banyak wilayah, politik lokal dikuasai selain oleh orang-orang partai politik juga
kelompok-kelompok yang menjalankan prinsip bertentangan dengan pencapaian tujuan
kesejahteraan umum. Kekuatan kelompok pro pembaruan lemah di banyak daerah dan langsung
harus berhadapan dengan kekuatan-kekuatan politik lokal dengan kepentingan sempit.
Birokrasi sekali lagi adalah alat pemerintah pusat untuk melakukan perbaikan daerah. Birokrasi,
jika dirancang secara sungguh-sungguh, bisa berperan sebagai alat merasionalisasikan
masyarakat. Pemerintah pusat, misalnya, membantu pemerintah daerah dalam mendesain
pelayanan publik yang akuntabel. Pemerintah daerah sering pada situasi terlalu terpengaruh
dengan kepentingan perpolitikan lokal. (sumber acuan http://www.kompas.comKamis, 02 J uni 2005)
C. Dampak Positif dan Negatif Desentralisasi bagi Kemajuan Bangsa Indonesia
Jika kita tinjau lebih jauh penerapan kebijakan otonomi daerah atau desentralisasi sekarang ini,
cukup memberikan dampak positif nagi perkembangan bangsa indonesia. Dengan adanya sistem
desentralisasi ini pemerintahan daerah diberi wewenang dan tanggung jawab untuk mengatur
daerahnya, karena dinilai pemerintahan daerah lebih mengetahui kondisi daerahnya masing-
masing. Disamping itu dengan diterapkannya sistem desentralisasi diharapkan biaya birokrasi
yang lebih efisien. Hal ini merupakan beberapa pertimbangan mengapa otonomi daerah harus
dilakukan.
Dalam setiap kebijakan atau keputusan yang diambil pasti ada sisi positif dan sisi negatifnya.
Begitu juga dengan penerapan sistem desentaralisasi ini, memiliki beberapa kelemahan dan
kelebihan. Secara terperinci mengenai dampak dampak positif dan negatif dari desentarlisasi
dapat di uraikan sebagai berikut :
a. Segi Ekonomi
Dari segi ekonomi banyak sekali keutungan dari penerapak sistem desentralisasi ini
dimana pemerintahan daerah akan mudah untuk mengelola sumber daya alam yang dimilikinya,
dengan demikian apabila suber daya alam yang dimiliki telah dikelola secara maksimal maka
pendapatan daerah dan pendapatan masyarakat akan meningkat. Seperti yang diberitakan pada
majalah Tempo Januari 2003 Desentralisasi: Menuju Pengelolaan Sumberdaya Kelautan
Berbasis Komunitas Lokal disebutkan :
Sebagaimana telah diamanatkan oleh Deklarasi Rio dan Agenda 21, pengelolaan sumberdaya alam berbasis
komunitas merupakan salah satu strategi pengelolaan yang dapat meningkatkan efisiensi dan keadilan dalam
pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya alam. Selain itu strategi ini dapat membawa efek positif secara ekologi
dan dan sosial. Pengelolaan sumberdaya alam khususnya sumberdaya kelautan berbasis komunitas lokal sangatlah
tepat diterapkan di indonesia, selain karena efeknya yang positif juga mengingat komunitas lokal di Indonesia
memiliki keterikatan yang kuat dengan daerahnya sehingga pengelolaan yang dilakukan akan diusahakan demi
kebaikan daerahnya dan tidak sebaliknyadsb
Namun demikian, sejak dicapainya kemerdekaan Indonesia, kecenderungan yang terjadi adalah sentralisasi
kekuasaan. Sejak orde lama sampai berakhirnya orde baru, pemerintah pusat begitu dominan dalam menggerakkan
seluruh aktivitas negara. Dominasi pemerintah pusat terhadap pemerintah daerah telah menghilangkan eksistensi
daerah sebagai tatanan pemerintahan lokal yang memiliki keunikan dinamika sosial budaya tersendiri, keadaan ini
dalam jangka waktu yang panjang mengakibatkan ketergantungan kepada pemerintah pusat yang pada akhirnya
mematikan kreasi dan inisiatif lokal untuk membangun lokalitasnyadsb
Pelaksanaan desentralisasi mempunyai dua efek yang sangat berlawanan terhadap pengelolaan sumber daya
kelautan tergantung dari pendekatan dan penerapannya. Desentralisasi akan mengarah pada over eksploitasi dan
kerusakan tanpa adanya pendekatan yang baik, namun sebaliknya dapat memaksimalkan potensi sumberdaya
kelautan dengan tetap mengindahkan aspek kelestarian dan kelangsungan. prasyarat diperlukan demi tercapainya
pengelolaan sumberdaya kelautan berbasis komunitas lokal.
Kewenangan pemerintah daerah untuk melakukan pengelolaan sumberdaya kelautan dan terdapatnya akuntabilitas
otoritas lokal merupakan prasyarat utama demi tercapainya pengelolaan sumberdaya kelautan dalam kerangka
pelaksanaan desentralisasi (Ribbot 2002)
Dari artikel diatas telah jelas betapa perlunya suatu otonomi daerah dilakukan,
masyarakat merindukan adanya suatu kemandirian yang diberikan kepada mereka untuk
merusaha mengembangkan suber daya alam yang mereka miliki, karena mereka lebih
mengetahui hal-hal apa saja yang terbaik bagi mereka.
Artikel diatas cukup memberikan gambaran betapa pentingnya otonomi daerah, tetapi
disamping itu dengan tidak menutup mata ada beberapa hal yang harus diperhatikan, dengan
adanya penerapan sistem ini membukan peluang yang sebesar-besarnya bagi pejabat daerah
(pejabat yang tidak benar) untuk melalukan praktek KKN. Seperti yang dimuat pada majalah
Tempo Kamis 4 November 2004 (www.tempointeraktif.com) Desentralisasi Korupsi Melalui
Otonomi Daerah
Setelah Gubernur Nanggroe Aceh Darussalam, resmi menjadi tersangka korupsi pembelian genset senilai Rp 30
miliar, lalu giliran Gubernur Sumatera Barat Zainal Bakar resmi sebagai tersangka kasus korupsi anggaran dewan
dalam APBD 2002 sebesar Rp 6,4 miliar, oleh Kejaksaan Tinggi Sumatera Barat. Dua kasus korupsi menyangkut
gubernur ini, masih ditambah hujan kasus korupsi yang menyangkut puluhan anggota Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah di berbagai wilayah di Indonesia, dengan modus mirip: menyelewengkan APBD.

Sehingga ada ketidak jelasan akuntabilitas kepala daerah terhadap masyarakat setempat, yang membuat bentuk-
bentuk tanggung jawab kepala daerah ke publik pun menjadi belum jelas. ?Karena posisi masyarakat dalam proses
penegakan prinsip akuntabilitas dan transparansi pemerintah daerah, belum jelas, publik tidak pernah tahu
bagaimana kinerja birokrasi di daerah,? ujarnya.
.
Untuk itu Andrinof mengusulkan, selain dicantumkan prosedur administrasi dalam pertanggung jawaban anggota
Dewan, juga perlu ada prosedur politik yang melibatkan masyarakat dalam mengawasi proyeksi dan pelaksanaan
APBD. Misalnya, dengan adanya rapat terbuka atau laporan rutin ke masyarakat melalui media massa.
Berikut ini beberapa modus korupsi di daerah:
1. Korupsi Pengadaan Barang Modus : a. Penggelembungan (mark up) nilai barang dan jasa dari harga pasar. b.
Kolusi dengan kontraktor dalam proses tender.
2. Penghapusan barang inventaris dan aset negara (tanah)
Modus :a. Memboyong inventaris kantor untuk kepentingan pribadi. b. Menjual inventaris kantor untuk kepentingan
pribadi.
3. Pungli penerimaan pegawai, pembayaran gaji, keniakan pangkat, pengurusan pensiun dan sebagainya.
Modus : Memungut biaya tambahan di luar ketentuan resmi.
4. Pemotongan uang bantuan sosial dan subsidi (sekolah, rumah ibadah, panti asuhan dan jompo)
Modus : a. Pemotongan dana bantuan sosial b. Biasanya dilakukan secara bertingkat (setiap meja).
5. Bantuan fiktif
Modus : Membuat surat permohonan fiktif seolah-olah ada bantuan dari pemerintah ke pihak luar.
6. Penyelewengan dana proyek
Modus :a. Mengambil dana proyek pemerintah di luar ketentuan resmi. b. Memotong dana proyek tanpa
sepengtahuan orang lain.
7. Proyek fiktif fisik
Modus : Dana dialokasikan dalam laporan resmi, tetapi secara fisik proyek itu nihil.
8. Manipulasi hasil penerimaan penjualan, penerimaan pajak, retribusi dan iuran.
Modus :a. Jumlah riil penerimaan penjualan, pajak tidak dilaporkan. b. Penetapan target penerimaan

Sumber : The Habibie Center
Berdasarkan artikel diatas dapat disimpulkan bahwa disamping memiliki dampak positif
otonomi daerah juga memiliki dampak negatif, bahkan dampak yang ditimbulkan sangatlah
besar, dan apabila hal ini terus terjadi bukan kemakmuran dan kemandirian yang di peroleh
malahan kesengsaraan dan kemiskinan yang akan kita peroleh. Oleh sebab itu peranan
masyarakat dalam melakukan kontrol sangantlah penting dan yang lebih penting adalah dari
pejabat itu sendiri. Bagaimana ahklak pribadi pejabat tersebut.
b. Segi Sosial Budaya
Mengenai sosial budaya ini saya belum menemukan artikel yang secara penuh membahas
mengenai dampak sosial budaya. Tetapi menurut analisis saya dengan diadakannya akan
memperkuat ikatan sosial budaya pada suatu daerah. Karena dengan diterapkannya sistem
desentralisasi ini pemerintahan daerah akan dengan mudah untuk mengembangkan kebudayaan
yang dimiliki oleh daerah tersebut. Bahkan kebudayaan tersebut dapat dikembangkan dan di
perkenalkan kepada daerah lain. Yang nantinya merupakan salah satu potensi daerah tersebut.
c. Segi Keamanan dan Politik
Dalam segi politik ini saya masih kurang begitu paham. Menurut pendapat saya dengan
diadakannya desentralisasi merupakan suatu upaya untuk mempertahankan kesatuan Negara
Indonesia, karena dengan diterapkannya kebijakna ini akan bisa meredam daerah-daerah yang
ingin memisahkan diri dengan NKRI, (daerah-daerah yang merasa kurang puas dengan sistem
atau apa saja yang menyangkut NKRI). Tetapi disatu sisi otonomi daerah berpotensi menyulut
konflik antar daerah. Sebagaimana pada artiket Asian Report 18 juli 2003 Mengatur
Desentralisasi Dan Konflik Disulawesi Selatan
..Indonesia memindahkan kekuasaannya yang luas ke kabupaten-kabupaten dan
kota-kota tingkat kedua pemerintahan daerah sesudah provinsi diikuti dengan pemindahan
fiskal cukup banyak dari pusat. Peraturan yang mendasari desentralisasi juga memperbolehkan
penciptaan kawasan baru dengan cara pemekaran atau penggabungan unit-unit administratif
yang eksis. Prakteknya, proses yang dikenal sebagai pemekaran tersebut berarti tidak
bergabung tetapi merupakan pemecahan secara administratif dan penciptaan beberapa provinsi
baru serta hampir 100 kabupaten baru.
Dengan beberapa dari kabupaten itu menggambarkan garis etnis dan meningkatnya ekonomi
yang cepat bagi politik daerah, ada ketakutan akan terjadi konflik baru dalam soal tanah,
sumber daya atau perbatasan dan adanya politisi lokal yang memanipulasi ketegangan untuk
kepentingan personal. Namun begitu, proses desentralisasi juga telah meningkatkan
prospek pencegahan dan manajemen konflik yang lebih baik melalui munculnya pemerintahan
lokal yang lebih dipercaya..

Disisi lain ada pendapat yang berbeda, malahan GADJ AH MADA UNIVERSITY akan
mengadakan Pelatihan Penanganan Konflik dalam Konteks Desentralisasi yang latar
belakan dan tujuan pelatihan ini adalah:
Desentralisasi merupakan sebuah terobosan besar dalam pengelolaan politik, ekonomi, dan
sosial di Indonesia. Dengan desentralisasi daerah memiliki peluang yang besar untuk
mengembangkan potensi diri masing-masing. Pada saat yang sama, desentralisasi juga
menuntut kesiapan daerah untuk lebih mandiri, termasuk mengelola konflik-konflik yang
berkembang baik setelah proses desentralisasi ataupun konflik-konflik yang selama ini dikelola
dengan mengandalkan pemerintah pusat.
Banyak daerah saat ini menyimpan potensi konflik yang sangat besar. Hubungan sosial antar
anggota masyarakat yang tidak harmonis, kesenjangan sosial, serta kebijakan pemerintah yang
tidak sensitif terhadap konflik merupakan faktor-faktor yang sangat potensial bagi munculnya
konflik di daerah
TUJ UAN
1. Memberikan pemahaman pada peserta tentang potensi yang memungkinkan timbulnya konflik
dalam desentralisasi.
2. Memberikan alat analisis dalam membuat kebijakan daerah yang membuat sensitif konflik.
3. memberikan pijakan praktis bagi pembuatan kebijakan yang sensitif konflik.
4. Mengkaji penanganan konflik yang dilakukan oleh berbagai daerah, melalui studi kasus
ataupun kunjungan lapangan.
d. Segi Pelayanan Pemerintah
Mengenai pelayanan ini saya mengutip dari internet www.deliveri.org Memberikan Pelayanan
yang Bermutu (tanggal dan tahun lupa dicatat). Yang menyatakan:
.Disamping Sampai pada pertengahan tahun 1999, perencanaan dan pemberian
pelayanan pemerintah masih diatur oleh Undang-undang No.5 tahun 1974 (juga dikenal dengan
nama P5D). UU ini menggambarkan dua struktur utama: top-down dan bottom-up. Di dalam
struktur top-down, pemerintah pusat mengembangkan dan membiayai berbagai program dan
proyek yang dilaksanakan dengan mengikuti instruksi yang rinci oleh badan-badan pemerintah
di daerah, dengan sedikit atau bahkan tanpa keterlibatan pelanggan yang hanya berperan
sebagai penerima pelayanan. Sementara di bawah struktur bottom-up, pemerintah daerah
diharapkan untuk dapat membuat perencanaan dan melaksanakan program. Program ini
diidentifikasi dan diprioritaskan menurut kebutuhan daerah dengan berkonsultasi pada
pemerintah tingkat bawah dan anggota masyarakat. Walaupun terdapat keseimbangan yang
jelas antara struktur top-down dan bottom-up pada P5D, namun karena aparat daerah kurang
memiliki keahlian dalam mengembangkan dan melaksanakan program-program lokal, dan
kebanyakan dana datang dari pusat, serta perencanaan proyek yang sangat terikat oleh
pemerintah pusat, maka struktur top-down berlaku secara umum..

Sisi positif Kurikulum 2013
1. Kompetensi lulusan: Adanya peningkatan dan keseimbangan soft skills dan hard skills yang
meliputi aspek kompetensi sikap, keterampilan, dan pengetahuan. Analisanya bahwa dalam draft
kurikulum 2013, nampak jelas bahwa dari tiga domain pendidikan yang ada, secara tegas terlihat
adanya penekanan perhatian terhadap peningkatan proporsi 2 domain yang selama ini kurang
berkembang dalam diri siswa yaitu domain afektif dan domain psikomotorik. Analisa ini
sekaligus diperkuat pada cara pengetikan domain kognitif dalam draft bahan uji publik
kurikulum 2013, yang sengaja diletakkan dibelakan kedua domain ini. Ini berarti bahwa
kurikulum 2013 secara serius mengupayakan perubahan keseimbangan proporsi pengembangan
ketiga domain tersebut dalam pembelajaran.
2. Kedudukan mata pelajaran: Kompetensi yang semula diturunkan dari matapelajaran berubah
menjadi matapelajaran dikembangkan dari kompetensi.
3. Jumlah matapelajaran dari 12 menjadi 10. Dalam hal ini mata pelajaran TIK, Muatan Lokal, dan
Pengembangan Diri diintegrasikan ke dalam mata pelajaran dan kegiatan lain. Sehingga tidak
lagi ditemukan di struktur kurikulum 2013, sementara itu dimunculkan satu mata pelajaran baru
dengan nama Prakarya.
4. TIK menjadi media semua mata pelajaran. Hal ini menjelaskan bahwa mata pelajaran TIK
sesungguhnya tidak dilenyapkan seperti kekhawatiran beberapa pihak, namun diintegrasikan
pada setiap pelajaran pada saat setiap guru menyajikan pembelajarannya. Kendala yang bisa
muncul disini adalah faktor rendahnya kemampuan guru dalam memanfaatkan ICT dan
kekurangtersediaannya fasilitas ICT di sekolah.
5. Mata pelajaran Muatan lokal, bisa terintegrasi ke dalam mata pelajaran Penjasorkes, Seni budaya,
dan Prakarya dan Budidaya.
6. IPA dan IPS masing-masing tetap diajarkan secara terpadu. IPA dan IPS dikembangkan sebagai
mata pelajaran integrative science danintegrative social studies, bukan sebagai pendidikan
disiplin ilmu. Keduanya sebagai pendidikan berorientasi aplikatif, pengembangan kemampuan
berpikir, kemampuan belajar, rasa ingin tahu, dan pembangunan sikap peduli dan bertanggung
jawab terhadap lingkungan alam dan sosial.
7. Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) menjadi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan
(PPKn).
8. Bahasa Inggris diajarkanuntuk membentuk keterampilan berbahasa
9. Pengembangan diri terintegrasi pada setiap matapelajaran dan ekstrakurikuler.
10. Jumlah jam bertambah 6 JP/minggu akibat perubahan pendekatan pembelajaran. Jumlah jam
pelajaran per minggu yang tadinya 32 jam/minggu menjadi 38 jam/minggu. Hal ini diartikan
bahwa beberapa mata pelajaran ditambahkan masing-masing 1 (satu) jam pelajaran
perminggunya meliputi Pendidikan Agama menjadi 3 jam, Pendidikan Pancasila dan
Kewarganegaraan menjadi 3 jam, Bahasa Indonesia menjadi 5 jam, Matematika menjadi 5 jam,
Seni Budaya menjadi 3 jam, dan Penjasorkes menjadi 3 jam. Hal ini ditujukan untuk
memberikan kesempatan yang lebih luas dalam memberikan proporsi yang seimbang antara
kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotorik dalam pembelajaran.
11. Standar Proses yang semula terfokus pada Eksplorasi, Elaborasi, dan Konfirmasi dilengkapi
dengan Mengamati, Menanya, Mengolah, Menyajikan, Menyimpulkan, dan Mencipta.
12. Belajar tidak hanya terjadi di ruang kelas, tetapi juga di lingkungan sekolah dan masyarakat dan
guru bukan satu-satunya sumber belajar.
13. Sikap tidak diajarkan secara verbal, tetapi melalui contoh dan teladan
14. Pergeseran dari penilain melalui tes (mengukur kompetensi pengetahuan berdasarkan hasil saja),
menuju penilaian otentik (mengukur semua kompetensi sikap, keterampilan, dan pengetahuan
berdasarkan proses dan hasil). Pertanyaanya, model daftar nilai dan Nilai Laporan Siswa (Raport)
apakah turut berubah untuk mengakomodasi semua aspek penilaian autentik.
15. siswa tidak hanya menjadi obyek namun bisa menjadi subyek dengan ikut mengembangkan
wawasan pembelajaran yang ada
16. siswa menalar suatu masalah juga menjadi komponen penilaian sehingga anak terus diajak untuk
berpikir logis
17. kemampuan anak berkomunikasi melalui presentasi mengenai pelajaran yang dibahas
18. Memperkuat PAP (Penilaian Acuan Patokan) yaitu pencapaian hasil belajar didasarkan pada
posisi skor yang diperolehnya terhadap skor ideal (maksimal)
19. Penilaian tidak hanya pada level KD, tetapi juga kompetensi inti dan SKL
20. Mendorong pemanfaatan portofolio yang dibuat siswa sebagai instrumen utama penilaian
21. Ektrakurikuler terdiri atas yaitu Pramuka (wajib), OSIS, UKS, PMR, Dll
22. Domain Sikap meliputi memiliki perilaku yang mencerminkan sikap orang beriman, berakhlak
mulia, percaya diri, dan bertanggung jawab dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan
sosial dan alam dalam jangkauan pergaulan dan keberadaannya
23. Domain Keterampilan meliputi: memiliki kemampuan pikir dan tindak yang efektif dan kreatif
dalam ranah abstrak dan konkret sesuai dengan yang dipelajari di sekolah
24. Domain Pengetahuan meliputi: memiliki pengetahuan faktual, konseptual dan prosedural dalam
ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya, humaniora, dengan wawasan kebangsaan, kenegaraan,
dan peradaban terkait fenomena dan kejadian yang tampak mata
25. Menggunakan pendekatan sains dalam proses pembelajaran (mengamati, menanya, mencoba,
mengolah, menyajikan, menyimpulkan, mencipta) untuk semua mata pelajaran

Sisi negatif Kurikulum 2013
1. Kurikulum dibuat tidak melalui riset dan evaluasi yang mendalam
2. Memberatkan siswa, karena jam pelajaran ditambah padahal siswa mempunyai batas maksimal
waktu konsentrasi dalam belajar
3. Ketidaksiapan guru karena terkesan mendadak, tematik lebih cocok diterapkan di kelas dasar,
tidak memperhatikan konteks sosiologis keindonesiaan.
4. Jumlah jam yang terlalu banyak
5. Kendala tematik di kelas lanjut, ciri khas ke Indonesiaan direduksi dalam mulok (hanya
beberapa daerah), afektif dan psikomotor tidak dibarengi dengan fasilitas yang memadai, dan
justru struktur kurikulum menimbulkan potensi masalah yang besar. terutama dengan
dihapuskannya matpel TIK, dan pelajaran lainnya dalam kurikulum 2013.
6. Penyiapan guru membutuhkan waktu yang lama. Tidak hanya sekali atau dua kali pelatihan saja
7. Dalam perubahan kurikulum dengan langkah pemerintah yg tergesa-gesa ini , harusnya tidak
memberatkan dan meresahkan masyarakat terkait implementasi di lapangan nanti.
8. Terforsirnya waktu siswa disekolah untuk belajar dan mengikuti ekstrakurikuler2 yang
diwajibkan dalam ketentuan Kurikulum 2013
9. Dalam kurikulum 2013, guru tidak lagi diwajibkan untuk membuat sillabus atau bahan ajar. Ini
berbeda dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang sebelumnya diterapkan.
guru hanya akan seperti robot karena semua sudah disiapkan pemerintah sehingga dapat
menumpulkan kreativitas para guru

10. Guru seakan terpaku pada isi buku panduan tersebut karena apa yang akan diajarkan hingga
rancangan Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) sudah diatur di dalamnya. Dengan segala
sesuatunya sudah disiapkan, guru hanya tinggal melaksanakan dan seolah hanya menjalankan
tugas sesuai pakem tertentu.
misi Penyiaran Indonesia (KPI) menilai pemerintah dapat kembali memegang kendali dalam
dunia penyiaran. Ini terjadi akibat implikasi dari keluarnya putusan Mahkamah Konstitusi
mengenai judicial review atau uji materiil Pasal 62 Undang-undang Penyiaran Nomor 32 Tahun
2002 yang menyebutkan pemerintah yang berhak mengeluarkan regulasi tentang penyiaran.
Demikian dikemukakan Ketua KPI Victor Menayang di Jakarta, baru-baru ini.

Di sisi lain, Ketua Harian Asosiasi Televisi Swasta Indonesia (ATVSI) Uni Z. Lubis menyatakan,
sebenarnya keputusan MK mengenai uji materiil tersebut adalah langkah mundur dalam dunia
penyiaran. Kendati begitu, enam lembaga penyiaran yang mengajukan judicial review tersebut
tetap menghormati keputusan MK. Selain itu, Uni menambahkan, KPI bersama masyarakat harus
berperan mengawasi agar peraturan pemerintah yang tengah dirancang saat ini tak bertentangan
dengan pasal-pasal yang ada dalam UU Penyiaran. Terutama, pasal-pasal yang menomorsatukan
kepentingan publik.

Seperti diketahui, MK telah mengabulkan permohonan hak uji materiil Pasal 44 ayat satu dan
Pasal 62 UU Penyiaran. Kedua pasal masing-masing mengatur tentang kewenangan KPI dan hak
jawab lembaga penyiaran. Keputusan MK ini diambil dalam sidang uji materiil UU Penyiaran di
Jakarta, akhir Juli silam [baca: MK Membatalkan Dua Pasal dalam UU
Penyiaran].(ORS/Nina Bahri dan Theopilus Sandi)
Teori sistem pers tanggung jawab sosial pada dasarnya tidaklah jauh berbeda dengan sistem pers liberal.
Perbedaannya terletak pada penekanan tanggung jawab sosial atas apa yang ditulis ataupun diberitakan.
Dalam sistem pers liberal, pers lebih dibebaskan dalam menulis apapun ataupun memberitakan apapun
(asal tidak melanggar norma yang dianut), akan tetapi dalam sistem pers tanggung jawab sosial ini, pers
juga dituntut untuk bertanggung jawab atas tulisan/beritanya kepada publik.
Sistem pers tanggung jawab sosial merupakan suatu teori yang mempunyai asumsi utama bahwa
kebebasan memiliki nilai yang sepadan dengan tanggung jawab atas kebebasan tersebut. Dengan kata
lain, kebebasan dalam sistem ini bukanlah suatu kebebasan yang mutlak/absolut.

Fungsi media massa dalam sistem pers tanggung jawab sosial ini antara lain:

1. Melayani sistem politik dengan menyediakan informasi, diskusi, dan perdebatan tentang masalah-
masalah yang dihadapi masyarakat.
2. Memberi penerangan kepada masyarakat sehingga masyarakat dapat mengatur dirinya sendiri.
3. Menjadi penjaga hak-hak orang perorangan.
4. Melayani sistem ekonomi dengan mempertemukan pembeli dengan penjual melalui media periklanan.
5. Menyediakan hiburan
6. Mengusahakan sendiri biaya finansial.

Kontrol terhadap media berlaku terhadap sistem ini. Kontrol media dilakukan oleh pemerintah, undang-
undang, institusi, dan masyarakat sendiri. Jadi dalam sistem ini, masyarakat juga turut andil dalam
mengontrol kebebasan media agar tidak melewati batasan-batasannya.

Sama seperti teori sistem pers yang lain, teori sistem pers tanggung jawab sosial ini juga memiliki
kekurangan dan kelebihan.
Kekurangannya antara lain:
Dengan adanya suatu lembaga/institusi yang bertanggung jawab untuk mengontrol pers, maka
terkadang lembaga/institusi tersebut justru dijadikan kedok penguasa untuk mengontrol media.

Dengan adanya sedikit batasan terhadap kebebasan media, terkadang justru mengakibatkan media
mencari jalan tikus dan menghalalkan segala cara untuk mendapatkan berita/informasi/fakta yang
diinginkan.

Kelebihannya antara lain:

1. Masyarakat dapat mengungkapkan aspirasinya dengan bebas asal aspirasi tersebut dapat
dipertanggungjawabkan kebenarannya.
2. Masyarakat dapat mendapatkan informasi yang dibutuhkan.
3. Masyarakat dapatb turut mengontrol media.
4. Media dapat menjadi sarana masyarakat untuk mengontrol pemerintah.
5. Masyarakat dapat turut mengawasi serta mengontrol kinerja pemerintah.
Diposkan oleh ismail_saleh di 05.25 Tidak ada komentar:
Teori Pers Soviet Komunis
Teori pers Soviet Komunis berakar pada ajaran Marx melalui mutasi-mutasi Lenin dan Stalin. Marxisme
mencoba untuk serba merangkum; merenungkan totalitas, melenyapkan subjektivisme dalam memilih
pemikiran-pemikiran, mencoba mengungkapkan akar-akar yang sama dari semua pemikiran-pemikiran
dan semua kecenderungan-kecenderungan yang berbeda. (Wilbur Schramm dkk; Four Theories of The
Pers; hal. 86)

Konsep Marxis menyebutkan bahwa persatuan dan pembedaan secara jelas-jelas antara kebenaran
dengan ketidakbenaran, tidak memungkinkan pers berfungsi sebagai lembaga keempat yang bebas
mengkritik pemerintah dan bertindak sebagai forum diskusi bebas.
Pers komunis dianggap sebagai alat untuk menginterpretasikan doktrin, melaksanakan kebijakan-
kebijakan kelas pekerja/partai militan.
Dalam sistem pers Soviet Komunis, pers tidak berfungsi sebagai lembaga keempat yang mengawasi,
melaporkan, dan mengkritik tiga lembaga lainnya. Media adalah alat yang dikontrol negara melalui
kontrol terhadap kemudahan material komunikasi. Media juga digunakan sebagai alat untuk
menyampaikan kata-kata yang telah diinterpretasikan -oleh pemerintah. Selain itu, media juga harus
digunakan sebagai alat perubahan sosial dan kontrol sosial.

Aktivitas media masa Soviet diatur oleh keputusan yang dibuat oleh badan-badan dan fungsinalis Partai
Komunis. Surat keputusan tersebut mengenalkan cara-cara sementara dan luar biasa untuk
menghentikan aliran kotoran dan fitnah dan tak pernah dicabut selama tujuh dasa warsa pemerintahan
Soviet.

Sistem Pers Soviet menganut beberapa prinsip sebagai berikut:

1. Media Massa harus melayani kepentingan dan, dan berada dalam kontrol kelas pekerja.
2. Kalangan swasta tidak dibenarkan memiliki media.
Media harus selalu melakukan tugas fungsi positif bagi masyarakat dengan cara melakukan upaya
sosialisasi norma-norma yang diinginkan, pendidikan, penerangan, motivasi dan mobilisasi.
3. Dalam menjalankan seluruh tugasnya kepada masyarakat, media harus tanggap terhadap kebutuhan
dan keinginan khalayaknya.
4. Media harus memberikan pemikiran dan pandangan yang lengkap dan objektif mengenai masyarakat
dan norma yang sesuai dengan ajaran Marxisme-Leninisme.

Wartawan adalah kalangan profesional yang bertanggung jawab yang memiliki tujuan dan cita-cita yang
selaras dengan kepentingan utama masyarakat.
Media harus mendukung gerakan-gerakan progresif di dalam dan di luar negeri .

Kelebihan Sistem Pers Soviet Komunis

1. Pers benar-benar terkontrol penuh oleh pemerintah, sehingga memungkinkan kuatnya posisi otoritas
dan wibawa pemerintah.
2. Konflik/perbedaan pendapat cenderung dapat tereduksi karena adanya otoritas pemerintah yang
begitu kuat.
3. Pers, pemerintah, dan rakyat berada dalam satu muara kepentingan yang bereksplektasi pada
kelanggengan ideologi komunis sehingga memungkinkan kondisi sosial, politik stabil.

Kekurangan Sistem Pers Soviet Komunis

1. Tidak adanya kontrol pers terhadap pemerintah.
Media tidak dapat menjadi saran hiburan karena media dituntut untuk menyajikan tayangan yang layak
hiburan/rekreasi dinilai sebagi hal yang tidak layak.
2. Pers tidak dapat bergerak secara leluasa karena pers mutlak menjadi perpanjangan tangan
pemerintah.
3. Pemerintah menghalalkan segala cara untuk menghentikan alur informasi yang dianggap
membahayakan negara.
Diposkan oleh ismail_saleh di 05.19 Tidak ada komentar:
Senin, 29 Juni 2009
KELEBIHAN DAN KEKURANGAN SISTEM PERS
Pandangan saya mengeni kelemahan dan kelebihan sistem pers Otoritarian dan sistem pers Libertarian

Berdasarkan pemahaman dan gambaran bagaimana sistem pers otoritarian dan libertarian itu di tulisan
sebelumnya. Untuk lebih mendalam kita juga harus mengetahui kelebihan dan kekurangan dari sistem
pers itu sendiri.

1. SISTEM OTORITARIAN

Setiap konsep yang memiliki relativisme yang tinggi karena tergantung oleh
nilai, norma bahkan kebutuhan masyarakatnya, setiap hal di dunia ini pada
kodratnya memiliki dua sisi, baik dan buruk, benar dan salah. Maka konsep
otoritarian ini pun memiliki kelebihan yang menyebabkan suatu konsep itu tetap
digunakan dan menimbulkan efek yang diinginkan masyarakat juga memiliki
kekurangan.

Kelebihan:

1. Konflik dalam masyarakat cenderung berkurang karena adanya pengawasan
hal-hal yang dianggap dapat menggoncangkan masyarakat
2. Mudah membentuk penyeragaman/integritas dan konsensus yang diharapkan
khususnya secara umum pada negara sedang membangun yang memerlukan kestabilan.

Dengan penekanan yang terus dilakukan, masyarakat akan lebih mudah untuk diatur dan dibina untuk
menjalankan suatu putusan yang dibuat oleh pemerintah. Serta terciptanya keamanan dan kestabilan
dalam masyarakat.
Sebagai contoh, pada masa orde baru dibawah pemerintahan mantan Presiden Soeharto. Kekuasaan
dipegang dan dikendalikan sepenuhnya oleh pemerintah. termasuk sistem pers pada masa itu. Pers
digunakan sebagai jembatan bagi pemerintah kepada masyarakat, tetapi tidak bagi masyarakat kepada
pemerintah. Meskipun terkesan sangat memaksa, tetapi sisi positif yang tidak dapat kita hindari adalah
kestabilan dan keamanan yang tercipta, baik dalam pemerintahan dan masyarakat.


Kekurangan :

1. Adanya penekanan terhadap keinginan untuk bebas mengemukakan
pendangan/ pendapat
2. Mudah terjadi pembredelan penerbitan media yang cenderung
menghancurkan suasana kerja dan lapangan penghasilan yang telah mapan.
3. Tertutupnya kesempatan untuk berkreasi.

Karena media dikuasai negara tentunya tidak semua orang berhak berpendapat lewat media. Adanya
penekanan dalam menyampaikan aspirasinya. dengan adanya penekanan dalam masyarakat ini, amka
pola pikir masyarakat pun tidak berkembang. karena masyarakat tidak bisa mengekspresikan diriny serta
untuk berkreasi terhadap hal yang mereka sukai.


2. SISTEM LIBERTARIAN

Kelebihan:

1. Lebih menghargai kebebasan individu.
2. Negara lebih berkembang.
3. Masyarakat lebih bebas menyampaikan aspirasi.

Setiap individu mempunyai hak untuk menyampaikan pendapatnya, berekspresi, dan berkreasi. Dengan
demikian segala macam aspirasi masyarakatpun akan mudah dikemukakan. Masyarakat bebas
mendukung atau menentang kebijakan pemerintah, sehingga pemerintahpun tahu apa yang menjadi
keinginan masyarakat. karena pada dasarnya media sebagai penyampai informasi dapat melaksanakan
fungsinya sebagai pengawas kinerja pemerintah. adanya keterbukaan informasi dan kebebasan
berekspresi tersebut tentunya pola pikir masyarakat juga akan lebih berkembang seperti kehendaknya.

Kekurangan:

1. Timbul sikap Anarkis karena kebebasan.
2. Kestabilan dan keamanan dalam masyarakat semakin berkurang.
3. masyarakat lebih berani untuk memlawan atau bahkan memberontak.

Karena teori pers Libertarian yang memandang semua individu mempunyai hak masing-masing, maka
kebebasan mereka dalam berbicara juga diakui.
Namun, seringkali terlupakan bahwa kebebasan yang mereka lakukan juga dapat mengganggu dan
mengurangi kebebasan orang lain. Serta, penggunaan hak dan kebebasan yang berlebihan juga dapat
memicu tindak anarkisme.
Akan lebih baik jika kebebasan setiap individu ini dakui dan dilindungi dalam suatu Undang-undang,
yakni Undang-undang perlindungan HAM. dimana undang-undang ini tidak hanya melindungi hak hidup
yang dimiliki setiap orang, tapi juga dapat mengontrol, membatasi, atau bahkan juga memberi sanksi
atas pelanggaran HAM tersebut.
Diposkan oleh ismail_saleh di 11.16 Tidak ada komentar:
Minggu, 28 Juni 2009
PERBANDINGAN TEORI PERS
Teori Pers Liberal

Teori pers liberal telah berkembang di Inggris dan Amerika Serikatsetelah tahun 1688. Pada dasarnya
teori ini sangat menghargai hak dan kebebasan individu. Tujuan teori pers ini adalah memberi informasi,
menghibur, menjual dan mendapat keuntungan terutama sekali mengawasi pemerintah dan mencari
kebenaran hakiki serta control social. Pemanfaatan pers secara terbuka , maksudnya siapapun berhak
menggunakannya. Pemberitaan yang dilarang seperti fitnah, cabul, tidak senonoh, dan pengkhianatan
saat perang.

Kelemahan utamanya adalah kegagalannnya dalam membuat formula stabil untuk membedakan
kebebasan dan penyalahgunaan kebebasan. Namun sumbangan terbesar libertarianisme adalah
fleksibilitasnya, kemampuan beradaptasi dengan perubahan dan memajukan kepentingan dan
kesejahteraan individu.
Perusahaan pers biasanya dimiliki oleh kalangan privat swasta. Mekanisme aktivitas pers difokuskan
pada tindakan memeriksa / mengontrol pemerintah dan mempertemukan kepentingan- kepentingan
masyarakat.

Teori Pers Otoriter

Teori ini muncul pada masa otoriter pada abad ke-15 s.d 16 setelah ditemukannya mesincetak. Falsafah
teori ini berupa pengembangan dari system Monarki Absolut. Teri ini berkaitan dengan teori
pembatasan mengelurkan pendapat. Itu dikarenakan dikhawatirkan kedudukn penguasa tidak akan
stabil.
Tugas terpenting pers dalam system ini menyokong dan melanjutkan kebijaksanaan pemerintah serta
melayani Negara, jadi pers difungsikan dari atas ke bawah. Yang berhak menggunakan media hanyalah
Negara dan pihak yang memperoleh izin Negara. Atau biasanya pendapat melalui pers hanya diijinkan
jika sudah memperoleh ijin terbit dari para penguasa, dengan cara membayar pajak terlebih dahulu.
Kritik terhadap mekanisme politik dan pejabat Negara yang berkuasa dilarang.
Hakikat pers memperkuat dan mengefektifkan kebijaksanaan pemerintah. Teori pers disini menjadikan
Pers sebagai pelayan Negara yang mempertanggungjawabkanisi pernyataannya kepada para penguasa.

Seperti yang terjadi pada massa Orde Baru, tidak sedikit jumlah surat kabar, buku, majalah, dan bebagai
bentuk penerbitan lainnya yang dilarang terbit. Dengan kata lain pers terkekang dengan adanya sensor
dan SIT (Surat Izin Terbit) pada tahun 1965, serta SIUPP yaitu Surat Usaha Penerbitan Pers.
Kemudian aturan SIT ini dicabut bersamaan dengan berlakunya UU No. 21 Tahun 1982. Tapi undang-
undang ini kembali membuka keberadaan SIUPP/Surat Izin Usaha Penerbitan Pers melalui Permenpan
No. 01/Per/Menpen/1984. Berdasarkan legalitas Permenpen No.01/1984 ketika itu enam penerbitan
dibatalkan SIUPP nya oleh penguasa Orde Baru.


Teori Komunis Soviet

Teori pers ini berkembang pada abad 20 sebagai akibat dari system komunis di Soviet.
Pada teori ini media massa diposisikan sebagai alat partai dan merupakan bagian integral yang tak
terpisahkan dari Negara. Media massa harus tunduk dan dikontrol oleh partai. Media tidak diposisikan
sebagai control partai (Negara) tetapi merupaka senjata negara.Kehidupan pribadi dibatasi. Keseluruhan
hidup diarahkan kepada tuntutan- tuntutan politik dan ekonomi serta disesuaikan dengan falsafah dan
politik komunis.

Persuasi menjadi tanggung jawab para agiator, propagandis di media massa.
Isi surat kabar hampir tak memuat iklan, yang tidak boleh dilupakan bahwa pers Soviet adalah pers yang
direncanakan. Pers yang di buat khusus, baik secara horizontal maupun vertical, diorganisasikan secara
cermat, diawasi kilat dan disebarkan di seluruh Negara.

Membandingkan dengan system pers di Indonesia atas 4 sistem pers dunia maka dapat dilihat. Ada
kemiripan antara system pers Indonesia dan system pertanggung jawaban social.

Pers komunis benar- benar menjadikan pers sebagai alat untuk indoktinasi massa, pendidikan atau
bimbingan massa. Namun kritik oleh media massa tidak dilarang namun sebagai alat komunis, kritik
terhadap ideology dilarang.


Teori Pers Tanggung Jawab Social

Teori ini muncul pada abad 20 di AS sebagai protes terhadap kebebasan mutlak dari teori yang
menyebabkan kemerosotan moral masyarakat.
Pemanfaatan pers terbuka untuk setiap orang yang memerlukan. Pemberitaan yang bersifat pribadi
dilarang dalam system pers ini. Perusahaan sebagian besar dimilki oleh swasta. Namun pemerintah bias
memanfaatkan untuk pelayanan umum.
Aliran teori ini sama saja dengan libertarian teori.

Fungsi teori tanggung jawab social mencakup kegiatan:

1. mengabdi system politik yang menyajikan informasi, diskusi dan perdebatan mengenai permasalahan-
permasalahan umum.

2. memberikan penerangan kepada masyarakat sehingga turut berpartisipasi untuk pemerintahan
sendiri.

3. melindungi hak- hak perorangan

4. mengabdi sistem ekonomi terutama mengenai para penjual dan pembeli barang dan jasa melalui
periklanan

5. menyajikan hiburan

6. memelihara kebutuha sendiri dalam financial sehingga bebas dari tekanan- tekanan pihak tetentu.

Kebebasan pers harus disertai denagan kewajiban- kewajiban dan pers mempunyai kewajiban untuk
bertanggung jawab kepada masyarakat guna melaksanakan tugas- tugas pokok yang di bebankan
kepada komunikasi massa dalam masyarakat modern seperti sekarang ini.

Kebebasan menurut teori ini harus pula melihat kepentingan umum atau masyarakat lingkungannya
dimana per situ berada.
ebebasan pers
kebebasan Pers Kebebasan pers yang dalam bahasa Inggris: freedom of the press adalah hak yang
diberikan oleh konstitusional atau perlindungan hukum yang berkaitan dengan media dan bahan-bahan
yang dipublikasikan seperti menyebarluaskan, pencetakan dan penerbitkan surat kabar, majalah, buku
atau dalam material lainnya tanpa adanya campur tangan atau perlakuan sensor dari pemerintah.
Kebebasan pers merupakan perwujudan dari kebebasan mengeluarkan pendapat dan kebebesan untuk
menceritakan suatu peristiwa. Atau, kebebasan individu untuk mengungkapkan pendapat dan pikiran,
dengan cara menyamapaikan suatu informasi kepada massa, dalam semua kondisi. Kode etik jurnalistik
mendefinisikan kebebasan pers sebagai kebebasan seseorang untuk menukis apa yang dia mau dan
menyebarluaskannya melalui Koran , buku, atau media cetak lain, untuk dikonsumsi secara umum.
Kenyataannya, ada semacam kesepakatan dari para perumus undang-undang bahwa inti dari kebebasan
mengeluarkan pendapat dan mengungkapkan suatu peristiwa adalah diperbolehkannya seseorang
menampilkan pendapatnya secara terang-terangan serta mengungkapkan pemikirannya tanpa adanya
ikatan. Bahwa ikatan apapun yang ada adalah bebtuk pengecualian, bukan merupakan hal yang inti.
Kebebasan pers dan berekpresi muncul kembali di Indonesia dari perjalanan panjang, setelah
menghilang selama 40 tahun. Dalam satu dasawarsa terakhir, selama awal masa Reformasi pada 1998-
2008, kita berupaya membangun kembali kebebasan ini, yang pada suatu masa, setengah abad yang
lampau, pernah berkembang di negeri ini pada masa 1950-an . Kebabasan pers adalah harapan kita
untuk melanjutkan idealisme pers bebas yang memiliki tujuan pendidikan. Undang-undang pers yang
berlaku sekarang menjamin kebebasan atau kemerdekaan pers, menghapus sistem lisensi berupa
perizinan untu membatasi kebabasab pers, dan meniadakan kekuasaan pemerintah untuk melarang
terbitan pers. Wartawan memiliki hak tolak, selain kebebasan untuk mencari, memperoleh, dan
menyebarluaskan gagasan serta inforamasi C. Teori-teori mengenai Kebebasan Pers Setelah perang
Dunia II berakhir dan kemudian memasuki perang dingin antara barat dan timur, Fred S. Siebert,
Theodore Peterson dan Wilbur Schramm tampil dengan empat macam teori persnya. Untuk
menjelaskan perkembangan kondisi pers di dunia. Karena teori itu muncul pada tahun 1956 berdasarkan
keadaan dunia tahun 1950-an maka teori tersebut dianggap sebagai konsep yang klasik. Keempat teori
pers yang dikemukakan oleh Fred S. Siebert dan kawan-kawannya itu, terdiri dari: 1. Teori Otoritarian
Yang pertama muncul dalam kehidupan pers adalah teori Otoritarian karena erat kaitannya dengan
pandangan filosofis tentang hakikat negara dan masyarakat. Menurut teori ini negara dianggap sebagai
ekspresi tertinggi dari organisasai kelompok manusia, mengungguli masyarakat dan individu. Negara
adalah hal terpenting dalam pengembangan manusia seutuhnya. Di dalam dan melalui negara manusia
mencapai tujuannya sehingga tanpa negara manusia tetap menjadi manusia primitive. Hubungan antara
pers dan negara pada saat teori ini lahir ada dalam kerangka yang demikian itu. Teori ini bersifat otoriter,
pengukuhan teori otoriter dilakukan melalui peraturan perundang-undangan, pengendalian produksi
secara langsung oleh pemerintah. Oleh karena keberadaan pers sepenuhnya dimaksudkan untuk
menunjang pemerintah yang bersifat otoriter itu, maka pemeritah langsung menguasai dan mengawasi
kegiatan media massa. Akibatnya, sistem pers berlaku sepenuhnya dikendalikan oleh pemerintah. Disi
pers berfungsi dari atas ke bawah (top down). . Penguasalah yang menentukan apa yang akan
diterbitkan, sebab kebenaran merupakan monopoli mereka yang berkuasa. Dalam keadan yang
demikian fungsi pers sekedar menyampaikan apa yang diinginkan oleh penguasa untuk diketahui oleh
rakyat. Kalaupun ada kebebasan yang dapat dinikmati ole pers, hal tersebut tergantung kepada
kemurahan hati raja yang memiliki kekuaasaan mutlak. 2. Teori Pers Libertarian Teori pers yang
berkembang pada abad ke-17 dan 18 ini sekaligus menjungkirbalikkan pandangan yang berkembang
sebelumnya. Kalau pada reori Otoritarian tekanan diberikan kepada negara maka dalam teori Libertarian
beralih kepada individu dan masyarakat yang kemudian melahirkan pemikiran-pemikiran demokrasi.
Dalam pemikiran yang demikian itu, fungsi utama masyarakat adalah untuk memajukan kepentinagan
anggotanya sehinggga paham ini meragukan posisi negara sebagai ekspresi manusia yang tertinggi. Teori
Libertarian beranggapan pers harus memiliki kebebasan yang seluas-luasnya yang membantu manusia
dalam upaya menemukan kebenaran yang hakiki. Dalam upaya memperoleh kebenaran manusia
membutuhkan kebebasan sehingga pikiran-pikiran serta informasi-informasi yang diperlukan dapat di
kuasai. Cara yang paling efektif untuk menemukan kebenaran itu adalah melalui pers. Tugas pers adalah
sebagai watchdog terhadap pemerintah . Menurut teori Pers Libertarian, pers bukan instrument
pemerintah akan tetapi sarana hati masyarakat untuk mengawasi pemeritah dan menentukan sikap
terhadap kebijaksanaannya. Karena itu pers seharusnya bebas dari pengawasan dan pengaruh
pemeritah. Itulah sebabnya di dalam masyarakat liberal kebebasan pers dipadang sebagai suatu hal yang
sangat pokok karena dari kebebasan pers inilah dapat dilihat adanya kebebasab manusia. Ciri pers babas
berdasar teori Libertarian, dapat diperinci sebagai berikut: 1. Publikasi bebas dari setiap penyonsoran
pendahuluan 2. Penerbitan dan pendistribusian terbuka bagi setiap orang tanpa memerlukan izin atau
lisensi 3. Kecaman terhadap pemerintah, pejabat atau partai politik tidak dapat dipidana 4. Tidak ada
kewajiaban mempublikasiakan segala hal 5. Publikasi kesalahan dilindungi sama hanya dengan publiksi
kebenaran dalam hal-hal yang berkaitan dengan opini dan keyakinan 6. Tudak ada batasab hukum
terhadap upaya pengumpulan infotrmasi untuk kepentingan publikasi 7. Wartawan punya otonomi
profesional dalam organisasi mereka . 3. Teori Tanggung Jawab Sosial (Social Responsibility) Teori ini
tumbuh pada awal abad ke-20 sebagai protes terhadap kebebasan mutlak yang diajarkan oleh teori
Libertarian yang dianggap menimbulkan pemerosotan moral dalam masyarakat. Teori tanggung jawab
sosial mempunyai dasar pemikiran bahwa kebebasan pers harus disertai tanggung jawab kepada
masyarakat . Oleh karena teori libertarian dengan kebebasan mutlak banyak menimbulkan dekadensi
moral dalam masyarakat, maka teori tanggung jawab sosial memandang perlu kebebasan per itu
dibatasi atas dasar moral dan etika, pers harus bertindak dan melakukan tugas-tugasnya sesuai dengan
standar-standar hukum tertentu. Teori tanggung jawab sosial dianggap sebagai revisi terhadap ketiga
teori sebelumnya yang memberikan tanggung jawab yang amat kurang terhadap masyarakat. Teori
tanggung jawab sosial berdasarkan pandangannya kepada suatu prinsip bahwa kebebasan pers harus
disertai dengan kewajiban-kewajiban, dan pers mempunyai kewajiban untuk bertanggung jawab kepada
masyarakat guna melaksanakan tugas-tugas pokok yang dibebankan kepada komunikasi massa dalam
masyarakat modern dewasa ini. Karena itu prisip utama teori tanggung jawab sosial, dapat ditandai
sebagai berikut: 1. Media mempunyai kewajiban tertentu kepada masyarakat 2. Kewajiban tersebut
dipenuhi dengan menetapkan standar yang tinggi atau profesional tentang keinformasian 3. Dalam
menerima dan menerapkan kewajban tersebut, media seyogianya dapat mengatur diri sendiri di dalam
kerangka hukum dan lembaga yang ada 4. Media seyogianya menghindarkan segala sesuatu yang
mungkin menimbulkan kejahatan yang mengakibatkan ketidakterbitan umum atau juga penghinaan
terhadap minoritas etnik atau agama 5. Media hendaknya bersifat pluralis dan mencerminkan
kebhinekaan masyarakatnya dengan memberi kesempatan yang sama untuk mengemukakan berbagai
sudut pandang dan hak untuk menjawab . Hubungan antara pers dan masyarakat menurut teori
tanggung jawab sosial diharapkan dapat berupa hubungan yang saling menguntungkan. Pers harus
berorientasi kepada kesejahteraan masyarakat. Pers harus dapat memberikan tanggung jawab sosialnya
kepada masyarakat untuk mencapai perkembangan yang positif dari masyarakat itu. Sedangkan
hubungan pers dan pemerintah harus merupakan hubungan antara sesama intitusi yang sama derajat,
tidak sebagai pihak yang saling berhadap-hadapan. Dengan demikian pers, pemerintah dan masyarakat
diletakkan dalam suatu rangkaian kesatuan yang tidak dapat terpisahkan satu sama lain. Ketiganya pers,
pemerintah dan masyarakat, harus memperoleh suatu penekanan yang sama kuatnya dan memperoleh
perlakuan yang sama untuk dapat memberikan gambaran dan refleksi yang wajar mengenai masalah
pers yang bebas dan bertanggung jawab dalam suatu negara demokrasi. . 4. Teori Pers Komunis (Marxist)
Teori ini bertolak pangkal dari ajaran Karl Marx tentang perubahan sosial. Menurut teori pers komunis,
pers sepenuhnya merupakan alat pemerintah (partai) dan bagian integral dari negara. Konsekwensinya,
pers harus tunduk kepada pemerintah. Dalam pengertian seperti ini pers tidak lebih dari alat partai
komunis yang berkuasa. Pers harus melakukan apa yang terbaik bagi partai dan pemerintah . Yang
dilakukan pers untuk mendukung partai, dianggap perbuatan moral, akan tetapi sebaliknya setiap
tindakan pers yang dianggap membahayakan atau merintangi pertumbuhan partai, dipandang sebagai
perbuatan immoral. Ciri-ciri teori pers komunis ini dapat dirinci sebagai berikut: 1. Media berada di
bawah pengendalian kelas pekerja karena itu melayani kepentingan kelas tersebut 2. Media tidak
dimiliki secara pribadi 3. Masyarakat berhak melakukan sensor dan tindakan hukum lainnya untuk
mencegah atau menghukum setelah terjadinya peristiwa, publikasi anti masyarakat .
Keberadaan Ormas Tidak Penting dan Menambah Masalah di Masyarakat.

Kita sering kali mendengar istilah ormas dalam kehidupan bermasyarakat. Nama ini mungkin sudah
tak asing di telinga, mengingat begitu banyak organisasi-
organisasi masyarakat yang tersebar di sekeliling kita. Ormas itu sendiri merupakan perkumpulan masya
rakat yang memiliki pandangan yang sama atau berbeda dalam menganalisis suatu masalah dengan tuju
an yang sama. Lebih mirip kerjasama, hanya saja ormas lebih cenderung bergerak dalam hal serius seper
ti politik, pemerintahan, agama dan hal sejenisnya.

Seharusnya keberadaan ormas ini berpengaruh dalam masyarakat. Karena ormas merupakan suatu
wadah untuk menyampaikan aspirasi rakyat terhadap negara dan pemerintah. Mengingat negara kita ad
alah negara yang menganut sistem demokrasi, sudah seharusnya aspirasi setiap rakyat didengar dan diti
ndaklanjuti. Namun kenyataannya, jangankan ditindaklanjuti, didengar saja tidak. Karena pemerintah se
karang hanya memfokuskan diri mereka pada kepentingan yang mereka anggap penting. Misalnya bagai
mana cara agar mendapatkan hati Amerika ataupun negara-
negara adidaya lainnya, bagaimana dapat bersaing dalam pasar internasional, bagaimana dapat menimb
un kekayaan untuk diri mereka sendiri yang biasa disebut korupsi dan sebagaiya. Sehingga terkadang me
reka melupakan tujuan awal mereka. Yaitu mensejahtekan rakyat. Mungkin karena didasari hal inilah, de
mo banyak terjadi di mana-
mana, hampir di seluruh Indonesia. Dan sebagian besar diantaranya adalah demo anarkis. Bisa jadi ini ad
alah perwujudan dari kekesalan dan kekecewaan rakyat terhadap suara-
suara mereka yang tak pernah sampai di telinga para pejabat negara. Namun, adanya demo anarkis itu s
endiri tidak bisa dibenarkan karena menimbulkan korban tak bersalah didalamnya
Suara dari satu orang tidak mungkin didengar oleh pemerintah. Oleh karena itu dibuatlah suatu per
kumpulan yaitu ormas, dimana mereka bisa menyalurkan aspirasi mereka secara terstruktur.. Suatu kum
pulan aspirasi yang kemudian akan disampaikan kepada pemerintah. Dengan begitu, kemungkinan suara
didengar menjadi lebih besar. Dan negara demokrasi yang sebenarnya dapat terwujud.
Namun, yang dimaksud tidak penting disini adalah ormas-
ormas yang terkesan anarkis, memprovokasi dan menyalahgunakan kewenangannya. Banyak ormas sep
erti ini di masyarakat. Sebut saja salah satunya FPI. FPI atau Front Pembela Islam adalah ormas yang berl
abelkan agama yang termasuk ormas resmi negara. Karena ormas ini sudah diakui negara sebagai ormas
yang bertindak melaporkan adanya penyimpangan agama di masyarakat. Sifat FPI yang termasuk ormas
, membuat pergerakan ormas lebih luwes di masyarakat sehingga lebih mudah mengawasi tindak-
tanduk masyarakat. Apabila ditemukan adanya penyimpangan, selanjutnya FPI harus melaporkannya ke
pada pihak yang berwajib. Kemudian pihak berwajiblah yang mengambil tindakan. Sehingga FPI tidak me
miliki hak untuk menindak suatu penyimpangan secara langsung.
Namun kenyataannya, FPI justru dengan mudahnya melakukan praktek sweeping terhadap kasus ya
ng mereka anggap menyimpang tanpa izin dari pihak berwenang. Mereka merasa berhak melakukan hal
tersebut, karena ormas mereka telah diakui pemerintah sehingga melakukan hal tersebut menjadi hal w
ajar seakan memang itulah tujuan adanya ormas tersebut. Praktek sweeping adalah praktek yang mengh
ancurkan secara keseluruhan tanpa pandang bulu, bahkan tidak memperhatikan yang bersalah atau yan
g tidak bersalah, asal terbukti berhubungan atau ditemukan di TKP maka akan dihancurkan. Sehingga m
elibatkan masyarakat yang tidak bersalah turut menjadi korban. Belum lagi berbagai kerusakan infrastru
ktur yang diperbuat oleh tindakan anarkis FPI. Tak sedikit tindakan anarkis mereka menelan korban mas
yarakat sipil. Dan hal ini sangat meresahkan rakyat.
Selain contoh FPI tadi, adanya ormas juga memunculkan berbagai permasalahan lain di masyarakat
ataupun pemerintah. Keberadaan ormas juga sebagai ajang provokasi dan perpecahan masyarakat. Apa
bila kumpulan suara masyarakat yang tertampung dalam ormas tidak didengar pemerintah, akan muncu
l kekecewaan di kalangan masyarakat. Hingga akhirnya timbul ketidakpercayaan terhadap pihak pemeri
ntah yang tidak mampu menyejahterakan masyarakat. Akhirnya kelompok-
kelompok ormas membentuk perkumpulan dengan bantuan masyarakat sehingga keberadaannya menja
di membesar sehingga memunculkan paham baru akan pemerintahan. Hal terburuknya adalah terjadiny
a kudeta dalam negara diakibatkan ketidakpuasan terhadap jalannya pemerintahan saat ini. Revolusi ya
ng menyebabkan perpecahan di dalam negara. Kemudian akan menimbulkan berbagai kekacauan dan ti
mbulnya korban jiwa. Salah satunya adalah kasus pencucian otak yang santer beberapa waktu yang lalu.
Yaitu kasus NII KW9 (Negara Islam Indonesia Komandemen Wilayah 9). Menurut sebagian orang ormas i
ni bertujuan untuk membuat Negara Indonesia menjadi Negara Islam. Sehingga menggunakan sistem cu
ci otak untuk merekrut anggota baru untuk mengitu sekte atau ormas/faksi agama ini. Sebagian berpend
apat NII KW9 juga bertujuan untuk membusukkan dari NII(Partai Politik Islam) yang sudah didirikan sejak
zaman proklamasi. NII KW9 buatan intelejen ini termasuk ormas kriminal, karena selain menyebarkan aj
aran sesat, memecah belah negara juga membuat pengikutnya mengeluarkan sejumlah uang dengan kat
a lain penipuan.
Keberadaan ormas juga kurang begitu membantu masyarakat. Karena dalam prakteknya, ormas sen
diri pun terkadang memihak pada pihak tertentu. Yang akhirnya, justru menambah kesengsaraan masya
rakat karena perlakuan yang tidak adil. Cenderung lebih memihak pada kalangan yang berpengaruh, bai
k dalam ormas itu sendiri ataupun tidak. Sehingga ada kemungkinan dari aspirasi-
aspirasi masyarakat yang mereka kumpul dimanipulasi demi keuntungan beberapa orang saja. Karena ke
banyakan ormas-
ormas itu dibentuk dengan tujuan tersembunyi, meski dalam kenyataannya masih ada ormas yang masi
h murni dan tidak mengandung unsur kotor. Akhirnya, suara-
suara rakyat menjadi semakin samar untuk didengar oleh pejabat pemerintah.
Dengan berbagai permasalahan mengenai ormas, yang sebagian besar meresahkan masyarakat dan
menurut masyarakat sendiri keberadaan ormas kurang membantu, hanya dapat diselesaikan oleh peme
rintah melalui kekuatan hukum. Dengan membuat UU yang membatasi pergerakan ormas sehingga dap
at meredam tingkat anarkisme mereka dan adanya provokasi yang menimbulkan perpecahan. Membata
si pergerakan ini bukan berarti menutup jalur akses mereka. Akses mereka tetap dibiarkan apa adanya.
Namun, hanya membatasi apabila pergerakan mereka sudah sampai pada tahap awas yang menimbulka
n keresahan. Misal, UU yang menyatakan setiap ormas diberikan kebebasan dalam menyampaikan aspir
asi masyrakat, namun kebebasan yang dimaksudkan hanya dalam penyampaiannya dan dilarang tegas
mengambil tindakan diluar sepengetahuan pihak berwenang serta alat kelengkapan negara.
Selain itu, pemerintah juga harus memberikan saksi tegas kepada ormas dan anggotanya yang mele
wati batas kewenangan mereka. Misal, hukuman penjara minimal 25 tahun atau denda milyaran bahkan
triliyunan rupiah, sehingga menimbulkan efek jera kepada pelaku pelanggaran. Dengan adanya efek jera
, maka secara bertahap anarkisme mereka akan berkurang. Selain memberikan saksi tegas, pemerintah j
uga harus memperketat pelaksanaan dan penegakkan hukum sehingga dapat menghindari dari adanya k
asus KKN. Memberikan pengawasan ketat bagi setiap pelaku ataupun kegiatan yang dilakukan ormas. Ol
eh karena itu, dalam hal ini diperlukan kinerja pemerintah yang maksimal agar keberadaan ormas itu tid
ak meresahkan namun tidak perlu dihilangkan. Karena pada dasarnya ormas itu penting dalam masyarak
at, hanya saja terkadang terjadi penyelewengan kewenangan yang dimiliki ormas itu sendiri. Dengan ada
nya UU yang membatasi pergerakan dan pengawasan yang ketat terhadap jalannya kegiatan ormas sert
a adanya sanksi tegas, kemungkinan dapat mengurangi tindakan anarkis, provokasi dan penyelewangan
mereka semakin besar.

Anda mungkin juga menyukai