Anda di halaman 1dari 8

BAB II

Komunikasi Antarpribadi

A. Pengertian Komunikasi Antarpribadi
Komunikasi antarpribadi adalah komunikasi yang dilakukan antara seseorang dengan orang
lain dalam suatu masyarakat maupun organisasi (bisnis dan nonbisnis), dengan menggunakan media
komunikasi tertentu dan bahasa yang mudah dipahami (informal) untuk mencapai suatu tujuan
tertentu.
Berdasarkan pengertian tersebut, paling tidak ada empat hal penting yang perlu
diperhatikan, antara lain :
- Komunikasi dilakukan oleh dua orang atau lebih
- Menggunakan media tertentu, misalnya telepon seluler, telepon, atau bertatap muka
(face-to-face)
- Bahasa yang digunakan bersifat informal (tidak baku), dapat menggunakan bahasa
daerah, bahasa pergaulan, atau bahasa campuran
- Tujuan yang ingin dicapai dapat bersifat personal (pribadi) bila komunikasi yang terjadi
dalam masyarakat; dan untuk pelaksanaan tugas pekerjaan bila komunikasi terjadi
dalam suatu organisasi

Di dalam suatu masyarakat, komunikasi antarpribadi merupakan bentuk komunikasi
antara seseorang dengan orang lain dalam suatu masyarakat untuk mencapai tujuan
tertentu yang bersifat pribadi. Di dalam suatu organisasi (bisnis dan nonbisnis),
komunikasi antarpribadi atau antarindividu merupakan komunikasi yang terjadi antara
manajer dengan karyawan atau antarankaryawan yang satu dengan karyawan yang lain
dengan menggunakan media tertentu untuk mencapai tujuan tertentu yang besifat
pribadi.

Dalam organisasi, pola komunikasi yang terbangun dalam komunikasi antarpribadi lebih
bersifat informal atau tidak formal. Substansi penyampaian pesan dalam komunikasi
antarpribadi sangat beragam atau bervariasi sesuai dengan tujuan masing-masing
individu itu sendiri, mulai dari masalah keluarga hingga masalah pekerjaan.

B. Tujuan Komunikasi Antarpribadi
Ada beberapa tujuan yang ingin dicapai dalam komunikasi antarpribadi, antara lain :
a) Menyampaikan informasi
Ketika berkomunikasi dengan orang lain, tentu saja seseorang memiliki berbagai macam
tujuan dan harapan. Salah satu diantaranya adalah untuk menyampaikan informasi
kepada orang lain, agar orang tersebut mengetahui sesuatu
b) Barbagi pengalaman
Komunikasi antarpribadi juga memiliki tujuan untuk saling membagi pengalaman pribadi
kepada orang lain mengenai hal-hal yang menyenangkan maupun yang
menyedihkan/menyusahkan.

c) Menumbuhkan Simpati
Simpati adalah suatu sikap positif yang ditunjukkan oleh seseorang yang muncul dari
lubuk hati yang paling dalam untuk ikut merasakan bagaimana beban derita, musibah,
kesedihan, dan kepiluan yang sedang dirasakan oleh orang lain. Komunikasi dapat juga
digunakan untuk menumbuhkan rasa simpati seseorang kepada orang lain.
Rasa simpati juga dapat diwujudkan dalam bentuk yang berbeda, yaitu menjadi
sukarelawan di daerah yang sedang ditimpa musibah atau bencana. Rasa simpati
tumbuh dari lubuk hati yang paling dalam dari siapa saja tanpa melihat asal-usul suku,
agama, daerah, negara, maupun golongan.
d) Melakukan kerja sama
Tujuan komunikasi antarpribadi yang lain adalah melakukan kerja sama antara
seseorang dengan orang lain untuk mencapai suatu tujuan tertentu atau untuk
melakukan sesuatu yang bermanfaat bagi kedua belah pihak.
Adanya kerja sama yang baik antara seseorang dengan orang lain akan semakin
mempermudah dan mempercepat penyelesaian suatu pekerjaan.
e) Menceritakan kekecewaan atau kekesalan
Komunikasi antarpribadi juga dapat digunakan seseorang untuk menceritakan rasa
kecewa atau kekesalan kepada orang lain. Pengungkapan kekesalan atau kekecewaan
dapat mengurangi beban pikiran.
Komunikasi antarpribadi bukan saja untuk mencurahkan isi hati, tetapi dapat juga
mencari jalan keluar atau alternatif solusi masalah yang dihadapi.
f) Menumbuhkan motivasi
Melalui komunikasi antar pribadi, seseorang dapat memotivasi oaring lain untuk
melakukan sesuatu yang baik dan positif. Motivasi dalah dorongan kouat dari dalam diri
seseorang untuk melakukan sesuatu. Seseorang akan lebih melakukan sesuatu jika
dimotivasi seseorang dengan berbagai cara, misalnya pemberian insentif yang bersifat
financial maupun nonfinansial.

C. Gaya Kepemimpinan
Gaya kepemimpinan pada dasarnya merupakan suatu cara bagaimana seorang pemimpin
mempengaruhi, mengarahkan, memotivasi, dan mengendalikan bawahannya dengan cara-cara
tertentu, sehingga bawahan dapat menyelesaikan tugas pekerjaannya secara efektif.
Dalam dunia bisnis, penerapan gaya kepemimpinan (leadership style) seseorang akan dapat
mempengaruhi sikap dan perilaku bawahannya (para karyawan/pegawai) dalam melakukan
pekerjaan mereka. Kepemimpinan dapat terjadi karena adanya interaksi tiga komponen penting,
yaitu manajer, karyawan, dan situasi atau kondisi lingkungan kerja tertentu.


a) Teori X dan Y
Salah satu model perilaku kepemimpinan dalah Teori X dan Y yang dikemukakan oleh
Douglas McGregor. Teori X dan Y didasarkan pada berbagai asumsi tentang para
karyawan/pegawai dan bagaiman memotivasi mereka.
Berbagai asumsi yang mendasari Teori X dan Y


Teori X Teori Y
- Karyawan cenderung tidak suka
(malas) bekerja, kalau mungkin
menghindarinya
-
- Karyawan selalu ingin diarahkan



- Manajer harus selalu mengawasi
kerja
- Karyawan suka bekerja



- Karyawan yang memiliki komitmen pada
tujuan organisasi akan dapat mengarahkan
dan mengendalikan dirinya sendiri

- Karyawan belajar untuk menerima bahkan
mencari tanggung jawab pada saat bekerja

Dalam Teori X pada dasarnya cenderung negatif dari gaya kepemimpinan yang
diterapkan dalam suatu organisasi adalah gaya kepemimpinan petunjuk (directive
leadership style). Gaya kepemimpinan ini dapat diterapkan pada karyawan yang
cenderung pasif, malas bekerja, tidak kreatif, dan tidak inovatif. Komunikasi pada teori
ini pada dasarnya komunikasi satu arah yaitu komunikasi dari manajer ke bawahan (top-
down communications).

Sedangkan Teori Y pada dasarnya cenderung positif dan gaya kepemimpinan yang
diterapkannya adalah gaya kepemimpinan partisipatif (participative leadership style).
Dalam teoeri ini, umunya karyawan memiliki semangat kerja yang tinggi, tidak malas
bekerja, ingin bekerja mandiri, dan memiliki komitmen yang tinggi dalam mencapai
tujuan organisasi. Dalam teori ini, komunikasi yang dikembangkan adalah komunikasi
dua arah, dimana manajer memberikan kesempatan kepada bawahan untuk
menyampaikan idea tau gagasannya (masukan), yang sangat berharga bagi
pengembangan perusahaan/organisasi.
Dalam Teori X dan Y dari Douglas McGregor berusaha mengungkapkan bagaiman
perilaku karyawan dalam bekerja dan sekaligus bagaimana gaya kepemimpinan yang
dapat diterapkan dalam situasi yang berbeda, termasuk bagaimana komunikasi
antarpribadi (manajer dan bawahan) tersebut dikembangkan dalam lingkungan
kerjanya.
b) Empat Gaya Kepemimpinan
Menurut Ludlow dan Panton, terdapat empat gaya kepemimpinan (leadership style)
yang diterapkan dalam situasi dan kondisi yang juga berbeda, antara lain : pengarahan
(directing), pembekalan (coaching), dukungan (supporting), dan pendelegasian
(delegating)
a. Pengarahan
Gaya kepemimpinan pengarahan (directing) tepat digunakan pada situasi dan
kondisi dimana para karyawan belum memiliki pengalaman yang cukup dalam
menjalankan suatu tugas tertentu. Seorang manajer harus mampu menjelaskan
sejelas mungkin dan rinci tentang apa yang harus dikerjakan, bagaimana cara
mengerjakan, dan kapan pekerjaan tersebut harus diselesaikan.



b. Pembekalan
Gaya kepemimpinan pembekalan (coaching) digunakan pada situasi dan kondisi
dimana para karyawan telah memiliki pengalaman yang cukup dalam
menyelesaikan pekerjaan. Seorang menajer perlu memberikan penjelasan
seperlunya terhadap tugas dan pekerjaan yang belum dipahami dengan baik
oleh para karyawan.
c. Dukungan
Gaya kepemimpinan dukungan (supporting) digunakan pada situasi dan kondisi
dimana para karyawan telah mengenal teknik-teknik yang dituntut dan telah
mengembangkan hubungan yang baik dengan seorang manajer. Seorang
manajer lebih banyak terlibat dalam berbagai keputusan kerja dan memperoleh
berbagai masuukan atau saran-saran dari para karyawan yang sangat berharga
bagi peningkatan prestasi kerja.
d. Pendelegasian
Gaya kepemimpinan pendelegasian (delegating) digunakan pada situasi dan
kondisi dimana para karyawan telah memahami dengan baik tugas-tugas
pekerjaan yang harus diselesaikan, sehingga mereka layak untuk menerima
pendelegasian tugas dari seorang manajer. Seorang manajer harus tetap
melakukan pemantauan (monitoring) atas kinerja para karyawannya, untuk
memastikan bahwa mereka tetap berada pada jalur sesuai dengan standar yang
telah ditetapkan.

c) Gaya Kepemimpinan Situsional
Gaya kepemimpinan situsional (situtional leadership style) yang dikemukakan oleh
Harsey dan Blanchard terdiri dari empat, yaitu :
a. Keterampilan Analitis
Keterampilan analitis (analytical skill) merupakan keterampilan yang harus
dimiliki eloh seorang manajer dalam melakukan evaluasi atau penilaian kinerja
bawahan (karyawan) dalam melaksanakan pekerjaan mereka. Seorang manajer
harus apat mengevaluasi apakah kinerja bawahan semakin baik atau semakin
buruk dibandingkan dengan kinerja sebelumnya.
b. Keterampilan Fleksibilitas
Keterampilan fleksibilitas (flexibility skills) merupakan keterampilan yang harus
dimiliki seorang manajer dalam menerapkan gaya kepemimpinan dalam situasi
dan kondisi yang tepat berdasarkan hasil analisis yag tepat pula. Dalam situasi
dan kondisi yang berbeda, maka gaya kepemimpinan yang diterapkan berbeda
pula.
c. Keterampilan Komunikasi
Keterampilan komunikasi (communication skill) merupakan keterampilan yang
haru dimilliki oleh seorang manajer untuka menyampaikan ide atau gagasannya
keoada bawahan, termasuk bagaimaa ia harus menjelaskan perubahan gaya
kepemimpinanya kepada bawahannya.



D. Kepemimpinan Hati
Menurut Hellriegel dan Slocum, seorang manajer yang dinamis harus memiliki lima kemampuan
yang dikenal sebagai keahlian kepemimpinan inti (core leadership skils ), yaitu pemberdayaan
(empowerment), intuisi (intuition), pemahaman diri (self-understanding), visi (vision), dam
kesesuaian nilai (value congruence).
a. Pemberdayaan
Pemberdayaan pada dasarnya merupakan kemampuan seorang manajer untuk
berbagi pengaruh dan kendali (control) dengan para karyawannya. Dalam hal
ini, seorang manajer dapat memberdayakan para karyawa untuk terliba
langsung dalam suatu proses pengambilan keputusan bagi pencapaian tujuan
suatu organisasi.
b. Intuisi
Menurut Griffin (2002), intuisi adalah keyakinan bawaan dalam diri seseorang
mengenai sesuatu tanpa pertimbangan sadar. Kemampuan ini didasarkan pada
pengalaman dan praktik selama bertahun-tahun dalam membuat keputusan di
dalam situasi serupa.
c. Pemahaman diri
Pemahaman diri sendiri pada dasarnya merupakan kemampuan untuk mengenal
diri sendiri, baik kekuatan maupun kelemahannya. Seorang manajer harus
mampu menilai apa yang menjadi kekuatan dan kelemahan dirinya. Kemampuan
ini akan membantu mengembangkan diri di masa depan. Kekuatan pada diri
sendiri dapat dikembangkan, sedangkan kelemahan pada diri dapat diatasi
secara bertahap dengan berlatih dan belajar.
d. Visi
Visi merupakan kemampuan untuk berimajinasi pada situasi yang berbeda dan
situasi yang lebih baik dengan cara bagaimana mencapainya. Untuk mencapai
visi yang telah ditetapkan, diperlukan komitmen yang tinggi bagi karyawan,
manajer, dan pemegang saham. Salah satu caranya ialah melibatkan karyawan
untuk memberikan masukan yang berharga dalam perbaikan bagi pencapaian
visinya.
e. Kesesuaian nilai
Kesesuaian nilai (value congruence) adalah kemampuan untuk memahami dan
menerapkan prinsi-prinsip organisasi dengan nilai-nilai karyawan.
Ketidaksesuaian ini akan berdampak pada terganggunya kelancaran kegiatan
operasional suatu perusahaan. Kegiatan pemogokan, unjuk rasa/demo yang
dilakukan karyawan terjadi karena perbedaan nilai yang dikembangkan
perusahaan dengan para karyawan tidak sesuai.

E. Kebutuhan Manusia
a. Teori Hierarki Kebutuhan
Abraham Maslow yang terkenal dengan teori hierarki/jenjang kebutuhan (hierarchy of
needs theory) menyatakan bahwa pada dasarnya manusia memiliki lima kebutuhan yang
bertingkat mulai dari kebutuhan yang paling dasar (asasi) sampai pada kebutuhan
aktualisasi diri.

Kebutuhan
aktualisasi
diri
Kebutuhan status
Kebutuhan sosial
Kebutuhan keamanan dan keselamatan
Kebutuhan Fisiologis
a) Kebutuhan fisiologis
Kebutuhan fisiologis (physiological needs) merupakan kebutuhan tingkat
pertama dan utama untuk mempertahankan hidup dan kehidupan manusia
(survival), misalnya kebutuhan akan makan, minum, pakaian, dan perumahan
(tempat tinggal). Kebutuhan ini merupakan kebutuhan hidup yang paling
mendasar dan setiap manusia pasti memerlukannya. Oleh karena itu
kebutuhan fisioligis harus dipenuhi terlebih dahulu sebelum kebutuhan
lainnya.
b) Kebutuhan keamanan
Setelah kebutuhan fisiologis dapat terpenuhi, manusia berupaya untuk dapat
memenuhi kebutuhan yang lebih tinggi, yaitu kebutuhan rasa aman dan
nyaman (safety needs), selamat dari segala marabahaya yang akan menimpa
manusia. Tanpa adanya rasa aman dan nyaman, manusia akan sulit untuk
melakukan berbagai kegiatan/ aktivitasnya.
c) Kebutuhan sosial
Kebutuhan sosial (social needs) berkaitan dengan kegiatan kemasyarakatan,
bagaiman seseorang berinteraksi dengan orang lain di dalam suatu kehidupan
bermasyarakat. Manusia adalah makhluk sosial yang selalu berhubungan
dengan orang lain. Manusia hidup didalam kebersamaan, kegotongroyongan,
saling membantu antara yang satu dengan yang lain juga harus diperhatikan
d) Kebutuhan status
Kebutuhan manusia akan status (status needs) berkaitan dengan pengakuan,
penghargaan, kedudukan dan tingkatan sosial di masyarakat. Manusia ingin
diakui, dihargai, dan dinilai dengan segala kegiatannya di dalam masyarakat.
Status seseorang didalam masyarakat dapat diukur dari tingkat keimanannya,
kebangsawannya, pendidikannya, jabatannya, atau kekayaannya.
e) Kebutuhan aktualisasi diri
Kebutuhan aktualisasi diri (self-actualizations needs) merupakan tingkat
kebutuhan yang tertinggi menurut Abraham Maslow. Dalam hal ini yang
ditekankan adalah bagaimana seseorang mampu mengaktualisasikan dirinya
dalam berbagai kegiatan yang mampu menumbuhkan suatu kreativitas,
inovasi-inovasi baru, maupun mampu menunjukkan sikap kearifan dan
kebijaksanaan dalam mengambil keputusan-keputusan penting dalam
organisasi.










Gbr. Teori Hierarki Kebutuhan
Pikiran
Kata-kata Pemahaman
Emosi
Perasaan
Mengadakan
Hubungan
Bahasa
Tubuh
Tindakan Dampak
b. Teori Dua Faktor
Menurut teori dua factor yang dikembangkan oleh Frederick Herzberg, dalam
menunaikan tugas/pekerjaannya, karyawan sangat dipengaruhi oleh dua faktor penting,
yaitu faktor dissatisfers/hygiene dan factor motivator. Faktor ketidakpuasan
(dissastifiers factor) atau factor kesehatan (hygiene factor) merupakan faktor yang
mempertahankan/menjaga tingkat motivasi kerja karyawan jika faktor tersebut
diberikan secara tepat. Faktor pendorong (motivator factor) merupakan faktor penting
yang mamu memberikan dorongan atau motivasi kerja bagi para karyawannya.

Diagram komponen Teori Dua Faktor
Faktor Hygiene
(sumber ketidakpuasan kerja)
Faktor Motivator
(sumber kepuasaan kerja)
Kondisi kerja
Kebijakan perusahaan
Supervisi
Gaji
Hubungan dengan rekan kerja
Status
Keamanan kerja
Kehidupan pribadi
Pekerjaan itu sendiri
Tanggung jawab
Pengakuan
Prestasi
Promosi
Pertumbuhan
Pengembangan

F. Mendengarkan sebagai Keahlian Antarpribadi
Istilah mendengarkan (listening) merupakan kegiatan mendengar secara aktif percakapan
dengan orang lain yang dituntut adanya konsentrasi secara penuh dan tidak terpengaruh oleh
faktor-faktor pengganggu dalam suatu percakapan tersebut. Oleh karena itu, kegiatan
mendengarkan itu bukanlah pekerjaan yang mudah dan perlu latihan yang cukup. Semakin
banyak berlatih mendengarkan, maka akan semakin baik dalam memahami suatu percakapan
dengan orang lain.

















Menurut Lehman, Himstreet, dan Baty, kebanyakan para manajer dalam setiap harinya
menghabiskan waktu kerjanya untuk mendengarkan (listening) dan berbicara (speaking) dengan
para supervisor, karyawan, pelanggan, dan berbagai asosiasi bisnis. Kebiasaan sebagai
pendengar yang efektif akan menghasilkan beberapa hal yang positif, antara lain :
Pendengar yang baik akan disukai orang lain karena mereka dapat
memuaskan kebutuhan dasar manusia untuk didengarkan
Kinerja/prestasi kerja karyawan meningkat ketika pesan yang diterima dapat
dimengerti dengan baik
Umpan balik (feedback) yang akurat dari bawahan/karyawan akan
berdampak positif pada prestasi kerjanya
Manajer dan karyawan akan terhindar dari munculnya kesalahpahaman
dalam menyampaikan suatu pesan
Pendengar yang baik akan dapat memisahkan mana fakta dan gossip
Pendengar yang baik memiliki kecenderungan membuka ide-ide baru dari
pihak lain, sehingga hal ini mendorong berkembangnya kreativitas
Pendengar yang efektif juga akan dapat menghasilkan prestasi kerja yang
baik dan peningkatan kepuasan kerja
Kepuasaan kerja meningkat karena mereka tahu apa yang terjadi, kapan
mendengar dan kapan berpartisipasi di dalamnya yang tumbuh dari
komunikasi yang baik
Mengingat betapa pentingnya kebiasaan mendengarkan yang baik, maka ada beberapa saran agar
dalam kegiatan mendengarkan bisa berlangsung secara efektif, antara lain :
Perhatikan dengan baik siapa yang berbicara, mulai dari gerakannya, kontak mata, nada
suaranya, dan ekspresi wajahnya.
Berikan umpan balik (feedback), seperti apakah mereka sudah mengerti atau belum, apakah
ada pertanyaan, atau pernyataan setuju atau tidak setuju terhadap apa yang telah
disampaikan
Mendengarkan membutuhkan waktu, oleh karena proses komunikasi yang dilakukan secara
tatap muka sebagaimana seoran pengirim dan penerima pesan secara simultan
Gunakan pengetahuan untuk dapat menarik manfaat yang positif.

Anda mungkin juga menyukai