Anda di halaman 1dari 4

Jurnal Pengajaran Fisika Sekolah Menengah ISSN 1979-4959

Vol. 1 No.1, Februari 2009



14
Penumbuhan Sikap-sikap Positif melalui Pembelajaran Fisika
Widayani Sutrisno
Program Studi Magister Pengajaran Fisika
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Institut Teknologi Bandung
Jalan Ganeca 10 Bandung 40132
E-mail: widayani@fi.itb.ac.id

Diterima Editor : 07 Januari 2009
Diputuskan Publikasi : 06 Februari 2009

Abstrak
Seperti juga pada negara-negara lain, sejak lama di Indonesia pelajaran fisika selalu diajarkan. Bekal apa saja yang
dapat diperoleh siswa setelah belajar fisika? Sebagai ilmu yang menjadi dasar bagi pengembangan berbagai teknologi,
pemahaman ilmu Fisika merupakan bekal yang baik untuk terjun ke bidang teknologi. Namun, untuk dapat berperan
optimal di masa mendatang, di samping penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi, juga diperlukan sikap baik serta
kemampuan berpikir yang baik pula. Sikap pribadi seperti kemampuan berkomunikasi, bersikap bijak, dan jujur dan
kemampuan berpikir logis, kritis dan analitis sebenarnya dapat dikembangkan selama pembelajaran fisika.
Kata Kunci: logis, analitis, kritis, sikap, teliti, hati-hati, jujur.
Abstract
As with other countries, physics has been taught for a long time in Indonesia. What do students expected to have after they
learn physics? As a basic science, physics is needed for many technology developments, so understanding in physics is
very useful for students who interested to work in the field of (related) technology. However, students not only need to have
good understanding in basic science and technology; but also good soft skills and attitudes. If physics teachers realize this
situation, it is not impossible for them to develop soft skills as ability to think logically, analytically and critically as well as
to develop positive attitude such as work carefully and honestly during physics teaching.
Key words: logical, analytical, critical, carefully, honest.

1. Pendahuluan
Sejak lama siswa-siswa Indonesia telah belajar
fisika. Bahkan sejak usia sangat dini, fisika telah pula
diajarkan, melalui pelajaran IPA. Tentu saja hal tersebut
berlangsung paling tidak dalam koridor kurikulum
pendidikan di Indonesia. Meskipun kurikulum di
Indonesia mengalami perubahan-perubahan, namun
esensi pelajaran fisika tetap bertahan. Pelajaran fisika
diperlukan bukan saja bagi siswa Indonesia, melainkan
juga bagi begitu banyak siswa di seluruh dunia, baik di
negara maju maupun di negara berkembang. Mengapa
demikian?
Kiranya sudah menjadi pemahaman bersama
bahwa dampak perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi telah jauh masuk ke dalam kehidupan sehari-
hari di masa sekarang. Pada seluruh lapisan masyarakat,
pada banyak segi kehidupan, manusia dihadapkan pada
berbagai hasil karya ilmu pengetahuan dan teknologi.
Kondisi ini menuntut manusia untuk dapat menggunakan
teknologi dengan benar dan arif. Sebagai ilmu yang
menjadi dasar bagi pengembangan berbagai teknologi,
fisika perlu dipelajari. Penguasaan dasar fisika akan
menjadi bekal bagi siswa untuk kehidupannya kelak, baik
sebagai pengguna barang hasil teknologi, apalagi jika
kemudian bekerja dalam dunia teknologi. Lebih-lebih
lagi, ilmu pengetahuan dan teknologi terus-menerus
berkembang sehingga selalu saja ada hasil penemuan
baru. J ika kita ingin berperan aktif dalam pengembangan
teknologi, tidak ada pilihan bagi kita untuk memperkuat
ilmu dasar, diantaranya fisika. Namun, benarkah belajar
fisika hanya berguna untuk menguasai ilmu fisika itu
sendiri?
Pada kenyataannya, di samping penguasaan ilmu
pengetahuan dan teknologi, masih diperlukan begitu
banyak faktor sikap pribadi yang memadai seperti dalam
hal kemampuan berkomunikasi, bersikap bijak, jujur dan
kemampuan berpikir logis, kritis dan analitis. Fisika ITB
telah mengembangkan model pembelajaran berbasis riset
(Research Based Learning) sebagai usaha untuk
menumbuhkan sikap-sikap positif bagi mahasiswanya[1].
Bukan tidak mungkin hal semacam ini juga dapat
diterapkan pada pembelajaran Fisika di sekolah menega.
Tulisan singkat ini ditujukan untuk memberikan
gambaran bagaimana melihat pembelajaran fisika sebagai
wahana untuk mengembangkan beberapa sikap positif
pada siswa. Posisi strategis pembelajaran usia sekolah
pada dasarnya adalah sebagai sebuah wahana
J PFSM Vol. 1 No. 1, Februari 2009


15
pembentukan sumber daya manusia yang akan memegang
peran besar bagi bangsa Indonesia di masa mendatang.

2. Belajar Fisika: Usaha Memahami Alam
Manusia hidup di dunia dengan alam yang
menakjubkan. Pemahaman akan sifat alam selayaknya
akan membuat manusia dapat bersikap lebih bijaksana
terhadap alam. Fisika sebagai ilmu pengetahuan alam
mempelajari bagaimana sifat-sifat alam itu. Berbagai
keteraturan yang terjadi pada berbagai zat di sekitar kita,
biasanya dipahami sebagai hal yang wajar karena kita
mengamati dan mengalaminya setiap hari. Misalnya,
sebelum terjadi hujan lebat, biasanya muncul awan tebal
sehingga cuaca menjadi mendung dan gelap. J ika
dipelajari, akan banyak dijumpai keteraturan di sekitar
kita. Sesungguhnya berbagai keteraturan itu sangatlah
mengagumkan.
Pengenalan fisika (atau sains pada umumnya)
sejak dini dilakukan dengan berbagai cara. Salah satunya
adalah dengan mengajak siswa mengamati alam
sekitarnya. Melalui pengamatan terhadap berbagai
peristiwa serta pemahaman berbagai konsep fisika, siswa
diajak untuk berpikir. Kebiasaan berpikir yang terbawa
hingga dewasa membuat seseorang akan berpikir terlebih
dahulu sebelum bertindak. Hal ini merupakan kebiasaan
yang sangat baik untuk dikembangkan. Ya, alam di
sekitar siswa pada dasarnya adalah sumber ilmu alam itu
sendiri. Sains ada di mana-mana: di kota, desa, gunung,
laut, langit, bahkan di dalam tubuh kita sendiri. Dari
rumah, di perjalanan hingga sekolah dipenuhi dengan
sains.
Keingin-tahuan dan kebutuhan penguasaan sains
berkembang sesuai dengan usia. Begitu pula kemampuan
mempelajari sains pada umumnya bergantung pada usia.
Mari kita ambil contoh tentang listrik. Sejak dini anak
perlu belajar mengenai listrik. Mengapa? Karena listrik
ada di sekitarnya. Anak kecil perlu mengetahui bahwa dia
tidak boleh bermain-main dengan sambungan listrik.
Perlu belajar berhemat menggunakan listrik. Semakin
besar, seyogyanya keingin-tahuannya juga bertambah,
misalnya mengapa lampu bohlam dapat padam dan harus
diganti dengan yang baru? Begitu seterusnya, hingga
penjelasan berbagai pertanyaan mengenai fenomena fisis
akan semakin kompleks. Keingin-tahuan ini adalah
modal yang besar dalam belajar.

3. Berlatih Berpikir Logis
Mempelajari dan memahami perilaku alam
membuat seseorang mampu berpikir logis khususnya
dalam mengambil suatu keputusan. Mari kita ambil
contoh mengenai lalu lintas di jalan raya. Mengapa ada
batas jarak aman tertentu antara dua kendaraan berturutan
yang sedang melaju? Karena waktu respons manusia
untuk menginjak rem dan kemampuan mengerem pada
kendaraan ada batasnya. Bagi banyak orang, meskipun
tidak mengetahui secara tepat nilai-nilai ini, namun
dengan pengalamannya, mereka sudah mengetahui
perkiraan jarak aman tersebut. Namun bagi sebagian
orang, tidak memedulikannya. Sehingga, jika karena satu
dan lain hal kendaraan di depannya berhenti mendadak,
maka dapat terjadi tabrakan. Logiskah hal ini terjadi? Ya,
karena kendaraan melaju tidak pada batas aman. Batas
jarak aman diperhitungkan dari kecepatan, keadaan jalan
dan kemampuan mobil untuk mengerem. Nah, jika kita
memahami hal ini, tentu bagi yang berpikir logis akan
berusaha untuk selalu berkendara pada jarak aman. Dalam
contoh tersebut tentunya masih ada faktor lain, misalnya
bagaimana dengan kendaraan di belakang kita? Ya,
pengendara di belakang kita seyogyanya juga menjaga
jarak yang aman juga.

4. Menyelesaikan Persoalan Fisis: Berlatih
Berpikir Logis dan Analitis
Bagaimana kita memanfaatkan pengetahuan
konsep-konsep fisika? Kita memerlukannya untuk
menganalisis dan menyelesaikan persoalan fisis. Oleh
karena itu, pemahaman konsep fisika biasanya diuji
dengan persoalan fisis; mampukah seorang siswa
mengerti konsep fisika apa yang bisa menjelaskan suatu
peristiwa fisis tertentu? Mari kita ambil sebuah contoh,
untuk siswa yang telah belajar hukum Archimides, pusat
massa dan momen gaya. Mengapa sebuah kapal yang
terbuat dari kayu dan logam dapat memuat penumpang
dan muatan lainnya tanpa tenggelam di laut? Ya, hal ini
terjadi karena gaya berat kapal diimbangi oleh gaya apung
dari air laut pada kapal. Gaya apung ini yang juga dikenal
sebagai gaya Archimides, besarnya adalah seberat zat cair
(dalam hal ini air laut) yang dipindahkan (atau didesak)
oleh kapal.
Pada keadaan tenang, titik berat kapal beserta
muatannya segaris vertikal dengan titik tangkap gaya
apung. Besar gaya berat kapal beserta muatannya sama
dengan gaya apung. Pada umumnya titik tangkap gaya
apung berada di bawah titik berat kapal. J ika kapal oleng,
maka posisi titik tangkap gaya apung akan bergeser,
mengikuti tempat di mana air lebih banyak terdesak [2].
Keadaan ini menimbulkan momen gaya sehingga kapal
akan berotasi, hingga mencapai keadaan stabil lagi. Pada
kasus di atas rotasi yang terjadi adalah karena perubahan
titik tangkap gaya apung.
Apa yang akan terjadi jika semua penumpang
pindah ke posisi tertentu? Analisis secara fisis adalah
titik berat kapal beserta muatannya akan bergeser, yang
juga mengakibatkan adanya momen gaya. Rotasi yang
besar dapat menyebabkan air masuk ke kapal. Hal ini
akan mengurangi besarnya gaya apung. Akibat yang fatal
adalah kapal dapat tenggelam. Pada kehidupan sehari-
hari, jelas bahwa diperlukan pengaturan penumpang yang
baik pada sebuah kapal agar tetap aman.

5. Menyelesaikan Soal Fisika Dengan
Perhitungan: Melatih Ketelitian dan Berpikir
Kritis
Pada contoh di atas, kita memelajari konsep fisika
(gaya apung, momen gaya, dll.) yang berlaku pada suatu
JPFSM Vol. 1 No. 1, Februari 2009


16
peristiwa fisis (mengapung dan olengnya kapal laut).
Akan tetapi pada sisi lain, siswa juga perlu mampu
melakukan perhitungan. Untuk itu, siswa perlu
mengetahui formula yang bersesuaian dan mampu
menerapkannya dengan benar. Melanjutkan contoh di
atas, misalnya jika diberikan data sebagai berikut:

Massa kapal beserta mesin:127 ton
Volume kapal:100 m
3

Percepatan gravitasi: 9,8 kg m/s
2

Massa jenis air laut: 1,3 g/cm
m k
W W gV + =
3


Kita dapat menentukan berat maksimum muatan
yang dapat ditampung di kapal tanpa tenggelam. Berat
maksimum muatan dicapai jika kapal mengalami gaya
apung maksimum yaitu ketika volume air terdesak sama
dengan volume kapal. Dengan menerapkan keseimbangan
gaya, maka berlaku:


k m
W gV W =

yang memberikan hasil
m
W
= 29.400 N dengan catatan
berat muatan harus lebih kecil dari harga maksimum.
Pada umumnya untuk setiap kapal ada nilai maksimum
(teknis) tertentu untuk keamanan.
Kemampuan menerapkan formula dengan tepat
dan menyelesaikan perhitungan sangat perlu diajarkan
pada proses pembelajaran fisika. Penyelesaian soal fisika
yang baik adalah jika tidak ada kesalahan baik dalam
angka mau pun satuan. Untuk mencapai tahap seperti ini,
maka siswa perlu berlatih melakukan perhitungan
dengan ketelitian tinggi.
Berpikir kritis juga dapat dilatih melalui
penyelesaian soal (kemampuan berpikir kritis biasanya
sejalan dengan kemampuan berpikir analitis). Sebagai
contoh, misalnya siswa dapat diajak untuk memikirkan
situasi fisis yang disajikan pada soal dan menilai apakah
ada suatu ketidak-logisan atau konsep fisis yang keliru
pada persoalan tersebut (kadang kala memang dijumpai
soal semacam itu). Tentu saja hal ini dapat menuntut
penguasaan materi yang tinggi bagi guru di samping
kesiapan guru untuk berdiskusi. Selain itu, siswa juga
perlu dilatih untuk menyadari orde besar suatu nilai fisis
sehingga dapat menilai apakah angka-angka pada soal
yang dibahas merupakan angka yang realistis atau tidak.
Sayangnya, banyak siswa yang nampaknya merasa
bahwa fisika adalah sesuatu yang sangat sulit, karena
mereka sepertinya hanya harus menghapal rumus dan
memakainya untuk menyelesaikan soal. Lebih parah lagi,
mereka merasa begitu banyak rumus yang harus dihafal,
padahal rumus pokok jauh lebih sedikit dari itu. Untuk
membawa siswa sampai pada persoalan fisika yang rumit,
haruslah dilatih dari soal yang sederhana. Dengan
demikian, tentunya siswa mempunyai pengalaman
(merasa senang) karena mampu menyelesaikan soal
sendiri, dan kemampuan analisisnya berkembang secara
bertahap.
.
6. Melakukan Eksperimen: Melatih Sikap
Hati-hati, Teratur dan Jujur
Dalam perkembangan sains, peran eksperimen
sangatlah penting. Pada banyak hal, kebenaran ilmiah
diterima setelah terbukti secara eksperimen. Dengan
demikian, kemampuan melakukan eksperimen haruslah
dikembangkan. Sangat penting artinya bagi siswa untuk
mengerti kedudukan eksperimen di dalam sains dan
melakukan eksperimen secara benar.
Saat ini berbagai demonstrasi diperkenalkan di
dunia pendidikan fisika kita sehingga nampak bahwa
belajar fisika itu mudah. Demonstrasi sangat baik untuk
membawa siswa menyukai fisika dan memahami konsep
fisika. Namun, demonstrasi semacam itu bukanlah
eksperimen yang dimaksudkan dalam tulisan ini. Suatu
eksperimen mencakup berbagai kegiatan seperti
melakukan pengamatan/pencatatan, mengolah dan
menganalisis data, mengambil kesimpulan serta membuat
laporan dengan kualitas yang baik pula. Perhatian
seharusnya diberikan terutama pada proses-proses
tersebut, bukan pada hasil eksperimen.
Berbagai sikap dan kemampuan positif dapat
dilatih dalam eksperimen misalnya:
a) hati-hati: hampir semua praktikum di lab berpeluang
untuk terjadi kecelakaan, siswa perlu dibekali dengan
pengetahuan tersebut dan bagaimana bekerja dengan
aman. Jika mengetahui tingkat bahayanya, siswa
dituntut untuk bekerja dengan hati-hati.
b) teratur: pada umumnya suatu eksperimen dilakukan
dengan prosedur tertentu. Hal ini sebenarnya juga
menuntut siswa untuk bekerja dengan teratur.
Keteraturan juga dituntut ketika siswa mencatat hasil
pengamatan. Umumnya hasil pengamatan dituliskan
pada tabel.
c) jujur: pada siswa perlu ditanamkan bahwa bukanlah
hasil akhir yang paling penting. Untuk itu guru perlu
memberi pengertian mengenai pentingnya
melaporkan hasil eksperimen dengan jujur. Guru
perlu memberi penghargaan pada proses yang
dilakukan siswa, di antaranya adalah terhadap data
pengamatan siswa, apapun hasil pengamatan itu.
Pada saat ini nampaknya keterampilan dan
kemampuan dalam melakukan eksperimen masih kurang
berkembang bagi siswa kita. Seringkali salah satu
hambatannya adalah karena peralatan dan sarana
laboratorium yang tidak memadai sehingga eksperimen
jarang dilakukan. Pada dasarnya eksperimen tidaklah
harus menggunakan peralatan yang mahal. Meskipun
begitu, berbagai peralatan ukur dasar pada umumnya
diperlukan. Namun, adakalanya juga karena ketidak-
siapan guru dalam menyelenggarakan eksperimen. Hal
lain yang juga berpengaruh adalah kendala waktu.

7. Penutup
Dalam tulisan ini telah diuraikan bahwa beberapa
sikap baik yang dapat terasah pada siswa ketika belajar
fisika. Namun perlu disadari bahwa tokoh guru adalah
faktor penting untuk menumbuhkannya. Tidak dipungkiri
JPFSM Vol. 1 No. 1, Februari 2009


17
bahwa tugas seorang guru fisika tidaklah mudah. Selain
harus menguasai substansi secara benar, juga harus
mampu menyampaikannya dengan menarik. Tentu saja di
samping sikap-sikap tertentu yang telah disampaikan,
pengembangan sikap positif lain masih dimungkinkan.
Misalnya saja kebiasaan berdiskusi di dalam kelas akan
mengembangkan kemampuan siswa dalam hal
berkomunikasi. Semakin banyak guru yang menyadari hal
ini, maka peluang untuk menghasilkan siswa dengan
berbagai sikap positif akan semakin terbuka.

Referensi
[1] A. Waris, S. Haryono, W. Sutrisno, F. Haryanto, A.A.
Iskandar, S. Bijaksana, D. Sutarno, and P. Arifin,
Research Based Learning (RBL) Model: A Novel
Approach in Indonesian University Education System,
Bandung : Departemen Fisika, FMIPA ITB (2006).
[2] http://www.newton.dep.anl.gov/askasci/eng99/eng99
482.htm.

Anda mungkin juga menyukai