Anda di halaman 1dari 48

1

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Matematika merupakan salah satu mata pelajaran wajib yang perlu diberikan
kepada siswa mulai dari sekolah dasar hingga menengah atas. Matematika membekali
siswa dengan kemampuan berpikir logis, analitis, dan sistematis karena dengan
belajar matematika kita akan bernalar secara kritis dan aktif. Matematika akan
menunjang pengambilan keputusan dengan benar serta menyiapkan kita untung
bersaing dan berkompetisi dibidang ekonomi dan teknologi.
Matematika merupakan mata pelajaran yang penting untuk diajarkan di MI
karena matematika sangat berguna dalam kehidupan sehari-hari siswa-siswi dan
diperlukan sebagai dasar untuk mempelajari matematika lanjut dan matematika
pelajaran lain. Seorang guru MI yang akan mengajar mata pelajaran matematika
memerlukan pemahaman yang memadai tentang hakikat matematika dan bagaimana
matematika yang memiliki karakteristik unik dan khas harus diajarkan kepada siswa-
siswi. Pemahaman tenang hakikat matematika dan pembelajaran matematika
merupakan syarat mutlak bagi guru untuk dapat mengajar dengan baik.
1

Menurut Van de Henvel-Panhuizen, bila anak belajar matematika terpisah dari
pengalaman mereka sehari-hari maka anak akan cepat lupa dan tidak dapat

1
Tim LAPIS PGMI. Pembelajaran Matematika MI. (surabaya: amanah pustaka) paket 1
2



mengaplikasikan matematika. Berdasarkan pendapat di atas, pembelajaran
matematika di kelas ditekankan pada keterkaitan antara konsep-konsep matematika
dengan pengalaman anak sehari-hari. Selain itu, perlu menerapkan kembali konsep
matematika yang telah dimiliki anak pada kehidupan sehari-hari atau pada bidang lain
sangat penting dilakukan.
Dalam kenyataannya ada berbagai anggapan bahwa matematika sulit, hal ini
semakin menanamkan pemikiran terhadap siswa bahwa matematika itu sulit. Padahal
sebenarnya matematika itu mudah jika kita mau terampil mencoba dan teliti dalam
menyelesaikannya. Budaya menghafal rumus, penyajian materi yang monoton, dan
kecenderungan pikiran simple merupakan beberapa faktor yang menyebabkan
matematika dirasa sulit dan menganggap matematika sebagai pelajaran yang kurang
menyenangkan. Mereka pun tidak mampu menerapkan teori di sekolah untuk
memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari.
Materi pengukuran waktu merupakan salah satu materi yang selalu digunakan
dalam kehidupan sehari-hari dalam menentukan waktu. Namun kami masih menemui
beberapa kendala oleh peserta didik dikelas dalam menyelesaikan materi pengukuran
waktu. Hal ini disebabkan beberapa faktor yaitu dari strategi, pendekatan, model dan
metode pembelajaran bahkan media yang digunakan tidak sesuai sehingga tujuan
pembelajaran tidak tercapai.
Hal tersebut terjadi di MI Darussalam Kec. Gunung Anyar Surabaya yang
memiliki permasalahan pada hasil belajar yakni nilai peserta didik masih belum
3



memenuhi kriteria ketuntasan maksimal (KKM), hal ini dapat diketahui dengan
peneliti melakukan wawancara dengan guru mata pelajaran metematika kelas III MI
Darussalam yang mana beliau menceritakan bahwa pada kelas III hasil belajar
matematika pada materi pengukuran waktu menunjukkan hasil yang kurang
maksimal. Dari 25 siswa hanya 8 siswa yang dapat menjawab secara benar dengan
nilai rata-rata 75 sedangkan 17 siswa masih belum dapat menjawab dengan tepat
dengan nilai rata-rata 70 ke bawah.
2

Oleh karena itu perlu adanya strategi pembelajaran yang tepat untuk mengatasi
permasalahan tersebut, yaitu Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI) atau
dikenal dengan RME (Realistic Matematics Education). Karakteristik PMRI/RME
adalah menggunakan konteks dunia nyata. Pembelajaran Matematika Realistik
memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan kembali dan
merekonstruksi konsep-konsep matematika, sehingga siswa mempunyai pengertian
kuat tentang konsep-konsep matematika. Dengan demikian, Pembelajaran
Matematika Realistik akan mempunyai kontribusi yang sangat tinggi terhadap
pengertian / pemahaman siswa.
Maka dari itu diharapkan ada upaya untuk mendeskripsikan proses dari hasil
penelitian tindakan kelas (PTK) yang dibingkai di kelas III di MI Darussalam
Gunung Anyar Surabaya dengan judul PENERAPAN PENDEKATAN
PENDIDIKAN MATEMATIKA REALISTIK INDONESIA (PMRI)

2
Wawancara dengan guru kelas mata pelajaran matematika kelas III pada hari kamis tanggal 27 Maret
2014
4



UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR MATERI
PENGUKURAN WAKTU KELAS III MI DARUSSALAM
SURABAYA

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka peneliti dapat merumuskan masalah
seperti berikut :
1. Bagaimana hasil belajar matematika pada materi pengukuran waktu di kelas
III MI Darussalam Gunung Anyar Surabaya sebelum diberi tindakan?
2. Bagaimana penerapan pendekatan Pendidikan Matematika Realistik
Indonesia (PMRI) pada materi pengukuran waktu di kelas III MI Darussalam
Gunung Anyar Surabaya?
3. Bagaimana peningkatan hasil belajar matematika dengan pendekatan
Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI) pada materi pengukuran
waktu di kelas III MI Darussalam Gunung Anyar Surabaya?

C. Tindakan yang Dipilih
Untuk mencapai standart yang telah ditentukan atau kriteria ketuntasan
maksimal (KKM) pada hasil belajar matematika khususnya pada materi pengukuran
waktu peneliti menggunakan pendekatan Pendidikan Matematika Realistik Indonesia
(PMRI)
5



Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI) merupakan teori yang
dikembangkan khusus matematika. Selanjutnya juga diakui bahwa konsep pendidikan
matematika realistik sejalan dengan kebutuhan untuk memperbaiki pendidikan
matematika di Indonesia yang didominasi oleh persoalan bagaimana meningkatkan
pemahaman siswa tentang matematika dan mengembangkan daya nalar. PMRI
menginginkan adanya perubahan dalam paradigma pembelajaran, yaitu dari
paradigma mengajar menjadi paradigma belajar.
Dalam proses pembelajarannya, PMRI memiliki ciri-ciri antara lain bahwa
siswa harus diberikan kesempatan untuk menemukan kembali (reinvention) ide dan
konsep matematika tersebut harus dimulai dari penjelajahan berbagai situasi dan
persoalan dunia rill.
De Lange mengungkapkan bahwa teori PMRI terdiri dari 5 karakter yaitu:
1. Penggunaan konteks nyata (real context) sebagai starting point dalam
pembelajaran untuk dieksplorasi
2. Penggunaan model-model
3. Penggunaan hasil belajar siswa dan kontruksi
4. Interaksi ndalam proses belajar atau interaktivitas
5. Keterkaitan (connection) dalam berbagai bagian dari materi pembelajaran.



6



D. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas dapat menentukan tujuan penelitian
sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui hasil belajar matematika pada materi pengukuran waktu
di kelas III MI Darussalam Gunung Anyar Surabaya sebelum diberi tindakan
2. Untuk mengetahui penerapan pendekatan Pendidikan Matematika Realistik
Indonesia (PMRI) pada materi pengukuran waktu di kelas III MI Darussalam
Gunung Anyar Surabaya
3. Untuk mengetahui peningkatan hasil belajar matematika dengan pendekatan
Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI) pada materi pengukuran
waktu di kelas III MI Darussalam Gunung Anyar Surabaya.

E. Lingkup Penelitian
Sehubungan dengan kegiatan penelitian ini, maka perlu diberikan batasan
penelitian dengan tujuan supaya penelitian ini tidak terlalu luas dan sesuai dengan
harapan peneliti.
Agar penelitian bisa tuntas dan fokus permasalahan dibatasi pada hal-hal
dibawah ini:
1. Penelitian ini membahas mengenai peningkatan hasil belajar matematika
tentang pengukuran waktu di kelas III MI Darussalam Gunung Anyar
Surabaya
7



2. Subyek penelitian ini hanya dikenakan pada siswa kelas III MI Darussalam
Gunung Anyar Surabaya tahun ajaran 2013-2014 dengan jumlah siswa 25,
siswa laki-laki 10 dan siswa perempuan 15 anak.

F. Manfaat Penelitian
Manfaat secara umum yaitu :
1. Proses belajar mengajar Matematika di kelas III MI Darussalam Gunung
Anyar Surabaya akan menjadi lebih menarik dan menyenangkan.
2. Ditemukannya Pendekatan pembelajaran baru yang tepat (tidak
konvensional), tetapi bersifat variatif.
Manfaat secara khusus yaitu :
1. Siswa
a. Bermanfaat bagi siswa untuk lebih aktif dalam proses belajar mengajar
Matematika pada materi perkalian.
b. Untuk meningkatkan motivasi belajar dan memantapkan konsep terutama
pada pelajaran matematika
2. Guru
Sebagai informasi tentang pendekatan pembelajaran yang dapat digunakan
untuk meningkatkan kualitas hasil belajar siswa dan sekaligus dapat meningkatkan
keprofesionalan guru dalam pembelajaran.
3. Sekolah tempat penelitian
8



Sebagai bahan pertimbangan dalam pengembangan dan penyempurnaan
program pengajaran matematika di sekolah dan berimplikasi pada peningkatan mutu
sekolah.
4. Peneliti
Untuk memperoleh pengalaman langsung dalam pelaksanaan pembelajaran
dengan pendekatan PMRI.















9



BAB II
KAJIAN TEORI
A. Hasil Belajar
1. Pengertian Hasil Belajar
Ketika berbicara tentang penidikan kita tidak akan lepas dari istilah belajar,
mengajar, dan hasil belajar. Istilah mengajar dan belajar adalah dua peristiwa yang
berbeda, akan tetapi antara keduanya terdapat hubungan yang erat sekali. Bahkan
antara keduanya terjadi kaitan dan interaksi satu sama lain. Kedua kegiatan itu saling
mempengaruhi dan menunjang satu sama lain.
3
Dalam gaya belajar mengemukakan
bahwa pada dasarnya belajar merupakan sebuah proses untuk melakukan perubahan
perilaku seseorang, baik lahiriah maupun batiniah.
4

Belajar mengajar merupakan sebuah interaksi yang bernilai normatif, yang
dilakukan dengan sadar dan bertujuan. Tujuan disini sebagai pedoman ke arah mana
akan dibawa proses belajar mengajar. Proses belajar mengajar akan berhasil bila
hasilnya mampu membawa perubahan dalam pengetahuan, pemahaman,
keterampilan, dan nilai sikap dalam diri anak didik.
5
Kegiatan belajar mengajar pada
akhirnya akan menghasilkan kemampuan baru yang dimiliki siswa atau dengan kata
lain disebut sebagai hasil belajar.

3
Oemar Hamalik, Proses Belajar Mengajar, (jakarta: Bumi Aksara, 2010), 44.
4
M. Nur Ghuftron dan Rini Risnawati, Gaya Belajar Kajian Teori, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
2012), 4.
5
Syaiful Bahri Djamarah, Guru dan Anak Didik, (Jakarta:Rineka Cipta, 2005), 12.
10



Seperti yang dikatakan Sudjana, hasil belajar adalah kemampuan yang dimiliki
siswa setelah ia menerima pengalaman belajaranya.
6
Menurut Hamalik,
hasil belajar tampak sebagai terjadinya perubahan tingkah laku pada diri siswa, yang
dapat diamati dan diukur dalam perubahan pengetahuan sikap dan keterampilan.
Perubahan dapat diartikan terjadinya peningkatan dan pengembangan yang lebih baik
dibandingkan dengan sebelumnya, misalnya dari tidak tahu menjadi tahu, sikap tidak
sopan menjadi sopan dan sebagainya.
7
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa
hasil belajar merupakan suatu perubahan dalam diri seseorang dalam aspek kognitif,
afektif, dan psikomotorik yang dapat dilihat dan diukur.
2. Faktor yang mempengaruhi hasil belajar
Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar menurut Munadi antara lain
meliputi faktor internal dan faktor eksternal.
a) Faktor Internal
Faktor Fisiologis. secara umum kondisi fisiologis, seperti kebiasaan yang
prima, tidak dalam keadaan lelah dan capek, tidak dalam keadaan cacat jasmani dan
sebagainya. Hal tersebut dapat mempengaruhi peserta didik dalam menerima materi
pelajaran.
b) Faktor Psikologis.

6
Dilihat dari http://mbegedut.blogspot.com. Pengertian hasil belajar menurut para ahli (di akses
tanggal 1 April 2014 pukul 09:45)
7
Dilihat dari http://qeis-m.blogspot.com pengertian belajar menurut para ahli (di akses tanggal 1 April
2014 pukul 09:50)
11



Setiap individu dalam hal ini peserta didik pada dasarnya memiliki kondisi
yang berbeda-beda, tentunya hal ini turut mempengaruhi hasil belajarnya. Beberapa
faktor psikologis meliputi intelegensi (IQ), perhatian, bakat, motivasi, kognitif, dan
daya nalar peserta didik.
a. Faktor Eksternal
Faktor lingkungan. Faktor lingkungan dapat mempengaruhi hasil belajar. Faktor
lignkungan ini meliputi lingkungan fisik dan lingkungan sosial. Lingkungan alam
misalnya suhu, kelembaban dan lain lain. Belajar pada tengah hari di ruangan yang
kurang akan sirkulasi udara akan sangat berpengaruh dan akan sangat berbeda pada
pembelajaran pada pagi hari yang kondisinya masih segar dan dengan ruangan yang
cukup untuk bernafas lega.
8

b. Faktor Instrumental
Setiap sekolah mempunyai tujuan yang akan dicapai. Tujuan tersebut tentu saja
pada tingkat kelembagaan. Dalam rangka melancarkan ke arah itu diperlukan
seperangkat kelengkapan dalam berbagai bentuk dan jenisnya. Dalam hal ini adalah
progam sekolah. Di dalamnya mencangkup kurikulum, progam, sarana dan fasilitas,
dan guru itu sendiri.
9

3. Tes hasil belajar

8
Tim LAPIS, penelitian tindakan kelas, (surabaya: IAIN Press, 2007) hal 18-20
9
Syaiful bahri djamarah, Psikologi belajar,(jakarta: Rineka Cipta, 2011 ) hal 180
12



Tes hasil belajar atau achievement test ialah tes yang dipergunakan untuk
menilai hasil-hasil pelajaran yang telah diberikan oleh guru kepada murid-muridnya
dalam jangka waktu tertentu. Untuk melakukan evaluasi hasil mengajar dan belajar
itu, seorang guru dapat menggunakan dua macam tes, yakni tes yang telah
distandarkan dan tes buatan guru sendiri.
10
Tes hasil/prestasi belajar mempunyai
tujuan yaitu mengungkap keberhasilan seseorang dalam belajar, tujuan ini membawa
keharusan dalam konstruksinya untuk selalu mengacu pada perencanaan program
belajar yang dituangkan dalam silabus masing-masing pelajaran.
Sebagaimana dalam bentuk-bentuk tes yang lain, hakikat penyelenggaraan
testing sebenarnya adalah usaha menggali informasi yang dapat digunakan sebagai
dasar pengambilan keputusan. Dalam kaitannya dengan tugas seorang tenaga
pengajar. Tes hasil belajar merupakan salah satu alat pengukuran di bidang
pendidikan yang sangat penting artinya sebagai sumber informasi guna pengambilan
keputusan. Tes hasil belajar merupakan tes yang disusun secara terencana untuk
mengungkapkan performansi maksimal subyek dalam menguasai bahan-bahan atau
materi yang telah diajarkan dalam kegiatan forum di kelas.
4. Taksonomi Bloom
Guru sebagai seorang pendidik perlu memahami berbagai taksonomi tujuan
untuk memperoleh wawasan yang lebih luas tentang tujuan pembelajaran dan dapat

10
Ngalim Purwanto, Prinsip-prinsip dan teknik evaluasi pengajaran, (jakarta: PT. Remaja
Rosdakarya, 2010),33.
13



memilih mana yang sesuai dengan mata pelajaran yang diasuh dan kegiatan
pembelajaran yang dirancangnya.
Secara bahasa taksonomi diambil dari bahasa Yunani yaitu tassein dan nomos.
Tassein yang berarti untuk mengelompokkan dan nomos yang berarti
aturan. Taksonomi dapat pula diartikan secara istilah yaitu, sebagai pengelompokan
suatu hal berdasarkan hierarki (tingkatan) tertentu. Di mana taksonomi yang lebih
tinggi bersifat lebih umum atau masih luas dan taksonomi yang lebih rendah bersifat
lebih spesifik atau lebih terperinci. Taksonomi dalam pendidikan dibuat untuk
mengklasifikasikan tujuan pendidikan. Pada Taksonomi Bloom, tujuan pendidikan di
bagi menjadi tiga yaitu: 1) Ranah Kognitif, yang meliputi aspek- aspek kognitif pada
diri seseorang seperti cara berfikir, pengetahuan, pemahaman, 2) Ranah Afektif,
yang meliputi aspek- aspek perasaan dan emosi seperti bakat, minat, sikap, 3) Ranah
Psikomotorik, yang meliputi aspek- aspek psikomotor seperti olahraga, menggambar.
Dari setiap ranah tersebut dibagi kembali menjadi beberapa kategori dan subkategori
yang berurutan secara hirarkis (bertingkat), mulai dari tingkah laku yang sederhana
sampai tingkah laku yang paling kompleks. Tingkah laku dalam setiap tingkat
diasumsikan menyertakan juga tingkah laku dari tingkat yang lebih rendah.
Taksonomi ini pertama kali disusun oleh Benjamin S. Bloom dan kawan-kawan pada
tahun 1956, sehingga sering pula disebut sebagai "Taksonomi Bloom".
Taksonomi tujuan pendidikan merupakan suatu kategorisasi tujuan pendidikan,
yang umumnya digunakan sebagai dasar untuk merumuskan tujuan kurikulum dan
14



tujuan pembelajaran. Taksonomi tujuan terdiri dari domain-domain kognitif, afektif
dan psikomotor. Berbicara tentang taksonomi perilaku siswa sebagai tujuan belajar,
saat ini para ahli pada umumnya sepakat untuk menggunakan pemikiran dari Bloom
sebagai tujuan pembelajaran, yang dikenal dengan sebutan taksonomi Bloom
(Blooms Taxonomy).
Menurut Bloom perilaku individu dapat diklasifikasikan ke dalam 3 (tiga)
ranah, yaitu:
1. Ranah kognitif; ranah yang berkaitan aspek-aspek intelektual atau
berfikir/nalar, di dalamnya mencakup: pengetahuan (knowledge), pemahaman
(comprehension), penerapan (application), penguraian (analysis), memadukan
(synthesis), dan penilaian (evaluation).
2. Ranah afektif; ranah yang berkaitan aspek-aspek emosional, seperti perasaan,
minat, sikap, kepatuhan terhadap moral dan sebagainya, di dalamnya mencakup:
penerimaan (receiving/attending), sambutan (responding), penilaian (evaluting),
pengorganisasian (organization), dan karakterisasi (characterization).
3. Ranah psikomotor; ranah yang berkaitan dengan aspek-aspek keterampilan
yang melibatkan fungsi sistem syaraf dan otot (neuronmuscular system) dan fungsi
psikis. Ranah ini terdiri dari : kesiapan (set), peniruan (imitation), membiasakan
(habitual), menyesuaikan (adaptation) dan menciptakan (origination). Taksonomi ini
merupakan kriteria yang dapat digunakan oleh guru untuk mengevaluasi mutu dan
efektivitas pembelajarannya.
15



Taksonomi Bloom mengalami perbaikan seiring dengan perkembangan dan
kemajuan zaman serta teknologi. Salah seorang murid Bloom yang bernama Lorin
Anderson merevisi taksonomi Bloom pada tahun 1990. Hasil perbaikannya
dipublikasikan pada tahun 2001 dengan nama Revisi Taksonomi Bloom. Dalam revisi
ini ada perubahan kata kunci, pada kategori dari kata benda menjadi kata kerja Lorin
Anderson dan Krathwohl merevisi taksonomi Bloom tentang aspek kognitif menjadi
dua dimensi, yaitu: 1) dimensi proses kognitif, 2) dimensi pengetahuan. Perspektif
dua dimensi Anderson dan Krathwohl dapat digambarkan dengan tabel berikut:







1. Dimensi proses kognitif
Mengingat (C1)
Proses mengingat adalah mengambil pengetahuan yang dibutuhkan dari memori
jangka panjang. Pengetahuan yang dibutuhkan ini boleh jadi pengethuan faktual,
konseptual, prosededural, atau meta kognitif, atau kombinasi dari beberapa
pengetahuan beberapa ini. Untuk mengakses pembelajaran siswa dalam katagori
16



proses kognitif yang paling sederhana ini, guru memberikan pertanyaan mengenali
tau mengingat kembali dalam kondisi yang sama persis dengan kondisi ketika siswa
belajar materi yang diujikan. Guru dapat mengubah kondisinya. Pengetahuan
mengingat penting sebgai bekal untuk belajar yang bermakna dalam menyelesaikan
masalah karena pengetahuan tersebut di pake dalam tugas-tugas-tugas yang lebih
konpleks.
a. Mengenali
Proses mengenali adlah mengambil pengetahuan yang dibutuh dari memori
jangka panjang untuk membandingkannya dengan informasi yang baru saja diterima.
b. Mengingat Kembali
Proses mengingat kembali adalah mengeambil penegtahuan yang di butuhkan
dari memori jangka panjang ketika soalnya menghendaki demikian. Soalnya sering
berupa pertanyaan.
Memahami (C2)
Proses kognitif yang berpijak pada kemampuan transfer dan ditekankan di
sekolah-sekolah dan perguruan-perguruan tinggi ialah memahami. Siswa dikatakan
memahami apabila mereka dapat mengkontruksi makna dari pesan-pesan
bpembelajaran baik berupa lisan, tulisan ataupun grafis, yang disampaikan melalui
pelajaran buku atau layar komputer. Siswa memahami ketika mereka
menghubungkan pengetahuan baru dan pengetahuan lama mereka. Pengetahuan
konseptual menjadi dasar untuk memahami. Proses-proses kognitif dalam proses
17



memahami meliputi menafsirkan, mencontohkan, mengklasifikasikan, merangkum,
menyimpulkan, membandingkan dan menjelaskan.
Mengaplikasikan (C3)
Proses kognitif mengaplikasikan melibatkan penggunaan prosedur- prosedur
tertentu untuk mengerjakan soal latihan atau menyelesaikan masalah.
Mengaplikasikan berkaitan erat dengan pengetahuan prosedural. Dalam
mengimplementasikan, memahami pengetahuan konseptual merupakan prasyarat
untuk dapat mengaplikasikan pengetahuan procedural.
Menganalisis (C4)
Menganalisis melibatkan proses memecah-mecah materi jadi bagian-
bagiankecil dan menentukan bagaimana hubungan antara bagian dan antara setiap
bagian dan struktur keseluruhannya. Kategori proses menganalisis ini meliputi
proses-proses kognitif membedakan, mengorganisasi, dan mengatribusikan. Tujuan-
tujuan pendidikan yang diklasifikasikan dalam menganalisis mencakup belajar untuk
menentukan potongan-potongan informasi yang relevan atau penting (membedakan),
menentukan cara-cara untuk menata potongan-potongan informasi tersebut
(mengorganisasikan), dan menentuan tujuan dibalik informasi itu (mengatribusikan).
Kategori-kategori proses memahami, menganalisis, dan mengevaluasi saling terkaitan
dan kerap kali digunakan untuk melakukan tugas-tugas kognitif.
Mengevaluasi (C5)
18



Mengevaluasi didefinisikan sebagai membuat keputusan berdasarkan kreteria
dan standar. Kriteria-kriteria yang paling sering digunakan adalah kualitas,
efektivitas, efisiensi, dan konsistensi. Kategori mengevaluasi mencakup proses-proses
kognitif memeriksa (keputusan-keputusan yang diambil berdasarkan kriteria internal),
dan mengkritik (keputusan-keputusan yang diambil berdasarkan kriteria eksternal).
Perlu diingat bahwa tidak semua keputusan bersifat evaluatif. Misalnya, siswa
membuat keputusan apakah suatu contoh sesuai dengan suatu kategori.
Mencipta (C6)
Mencipta melbatkan proses menyusun elemen-elemen jadi sebuah keseluruhan yang
koheren atau fungsional. Tujuan-tujuan yang diklasifikasikan dalam mencipta
meminta siswa membuat produk baru dengan mengorganisasi sejumlah elemen atau
bagian jadi suatu pola atau struktur yang tidak pernah ada sebelumnya. Meskipun
mengharuskan berfikir secara kreatif, mencipta bukanlah ekspresi kreatif yang bebas
sama sekali dan tak dihambat oleh tuntutan-tuntutan tugas atau situasi belajar.
Tabel 1. Perbandingan taksonomi bloom dan revisinya
Taksonomi Bloom Taksonomi Bloom Hasil Revisi
Pengetahuan Mengingat
Pemahaman Memahami
Penerapan Menerapkan
Analisa Menganalis
19



Sintesis Mengevaluasi
Evaluasi Mencipta

Dari tabel di atas maka dapat dikemukakan beberapa kesimpulan sebagai
berikut :
1. Tingkatan tingkah laku pada taksonomi bloom yang lama menggunakan
kata sifat sedangkan Anderson mengubahnya dengan menggunakan kata
kerja.
2. Tingkatan terendah (C1) Pemahaman diganti dengan mengingat.
3. Tingkatan C5 Sintesis dan dan tingkatan C6 Evaluasi dilebur menjadi
Mengevaluasi yang berkedudukan pada tingkatan C5.
4. Tingkatan C6 digantikan menjadi Mencipta

2. Dimensi pengetahuan
Aspek-aspek dari dimensi pengetahuan pada revisi Taksonomi Bloom meliputi:
a. Pengetahuan faktual Peserta didik harus mengetahui elemen dasar untuk
sebuah disiplin atau cara memecahkan masalah di dalamnya.
b. Pengetahuan konseptual Keterkaitan di antara unsur-unsur dasar struktur
yang lebih besar yang memungkinkan mereka untuk berfungsi bersama-
sama.
20



c. Pengetahuan prosedural Pengetahuan prosedural adalah pengetahuan tentang
cara melakukan sesuatu. Pengetahuan prosedural kerap kali beupa rangkaian
langkah yang harus diikuti. Pengetahuan ini mencangkup pengetahuan
tentang keterampilan, algoritme, teknik, dan metode yg semuanya disebut
sebagai prosedur.
d. Pengetahuan metakognitif Pengetahuan Metakognitif adalah pengetahuan
tentang kognisi secara umum dan kesadaran akan, serta pengetahuan tentang
kognisi diri sendiri. Pengetahuan Metakognitif meliputi pengetahuan tentang
strategi umum yg dapat dipakai untuk beragam tugas, kondisi-kondisi yg
memungkinkan pemakaian strategi , tingkat efektifitas strategi, dan
pengetahuan diri.
11


B. Karakteristik Matematika SD/MI
1. Pengertian Matematika SD/MI
Mata matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang di ajarkan di
sekolah dasar, mulai dari kelas I samapai kelas VI SD/MI. Mata pelajaran matematika
ini juga termasuk salah satu mata pelajaran yang akan di ujikan pada saat ujian
nasional. Matematika adalah pengetahuan tentang penalaran logik dan berhubungan
dengan bilangan.
2. Fungsi Pembelajaran Matematika SD/MI

11
http://www.scribd.com/doc/196183233/Makalah-Taksonomi-Bloom diakses pada 23 Juni 2014
11:34 WIB
21



Mata pelajaran Matematika perlu diberikan kepada semua peserta didik mulai
dari sekolah dasar untuk membekali peserta didik dengan kemampuan berpikir logis,
analitis, sistematis, kritis, dan kreatif, serta kemampuan bekerjasama. Kompetensi
tersebut diperlukan agar peserta didik dapat memiliki kemampuan memperoleh,
mengelola, dan memanfaatkan informasi untuk bertahan hidup pada keadaan yang
selalu berubah, tidak pasti, dan kompetitif.
Matematika merupakan ilmu yang universal yang mendasari perkembangan
teknologi modern yang berkembang pesat saat ini, seperti perkembangan dibidang
teknologi informasi. Semua itu dilandasi oleh perkembangan matematika dibidang
teori bilangan, aljabar, analisis, teori peluang dan matematika diskrit. Matematika
juga dapat membantu siswa dalam memahami bidang studi lain seperti fisika, kimia,
biologi, IPA, IPS dan lain sebagainya.
3. Tujuan Matematika

Berdasarkan Lampiran Peraturan Menteri Pendidikan dalamPermendiknas no
22 tahun 2006 tentang Standar Isi, disebutkan bahwasanya pembelajaran matematika
bertujuan supaya siswa memiliki kemampuan sebagai berikut:
12

a) Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antarkonsep dan
mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan
tepat, dalam pemecahan masalah

12
Departemen Pendidikan Nasional, Standar Isi, (jakarta;2007),417.
22



b) Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi
matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan
gagasan dan pernyataan matematika
c) Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah,
merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan
solusi yang diperoleh
d) Mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media
lain untuk memperjelas keadaan atau masalah
e) Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu
memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari
matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.

C. Materi Pengukuran Waktu
1. Tanda waktu jam pada waktu utuh atau tepat
Tanda waktu jam pada waktu yang utuh atau tepat, yaitu jarum
panjang selalu berada pada angka 12, sedangkan jarum
pendek berada pada waktu yang ditunjuk. Penulisannya 06.00 WIB
Contoh:



12
9 3
6
6
6
23



2. Tanda waktu jam pada waktu setengah. Jarum panjang menunjuk angka 6,
jarum pendek diantara nomer 3 dan 4. Tanda waktu
ini dibaca setengah 4. Penulisannya 03.30 WIB
Contoh:






3. Tanda waktu jam pada waktu seperempat, yaitu jarum panjang selalu
berada pada angka 6, sedangkan jarum pendek berada di tengah antara
kedua angka yang dimaksud.
Contoh:







12
9 3
6
6
6
12
9 3
6
6
6
24



D. Pendekatan Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI)
1. Pengertian PMRI
Pendidikan matematika realistik (PMR) adalah pendidikan matematika yang
dilaksanakan dengan menempatkan realitas dan pengalaman siswa sebagai titik awal
pembelajaran. Masalah-masalah realistik dgunakan sebaagai sumber munculnya
konsep-konsep matematika atau pengetahuan matematika formal. Pembelajaran
matematika ini sanagat beda dengan pembelajaran matematika selama ini yang
cenderung berorientasi kepada pemberian informasi dan menggunakan matematika
yang siap pakai untuk menyelesaikan masalah-masalah.
Oleh karena matematika realistik menggunakan masalah realistik sebagai
pangkal tolak pembelajaran, maka situasi masalah perlu diusahakan benar-benar
kontekstual atau sesuai dengan pengalaman siswa-siswi, sehingga mereka dapat
menyelesaikan masalah dengan cara-cara informal melalui matematisasi horizontal.
Cara-informal yang ditunjukkan oleh siswa-siwi digunakan sebagai inspirasi
pembentukan konsep atau aspek matematikanya. Kemudian diangkat
kematematisasivertikal. Melalui proses matematisasi horizontal-vertikal diharapkan
siswa-siswi dapat memahami atau menemukan konsep-konsep matematika
(pengetahuan matematika formal).
13

2. Prinsip-prinsip PMRI
Secara umum pendekatan pendidikan matematika realistik mengkaji tentang
materi apa yang akan diajarkan kepada siswa beserta realitanya, bagaimana siswa

13
Tim LAPIS PGMI. Pembelajaran Matematika MI. (Surabaya: Amanah Pustaka) paket 3.7
25



belajar matematika, bagaimana topik-topik matematika seharusnya diajarkan, serta
bagaimana menilai kemajuan belajar siswa. Mengemukakan tiga prinsip kunci
pendekatan matematika realistik yaitu;
a). Guided reinvention and progressive mathematizing
Dalam mempelajari matematika,perlu diupayakan agar siswa mempunyai
pengalaman dalam menemukan sendiri berbagai konsep, prinsip matematika.
b). Didactical penomenology
Artinya bahwa dalam mempelajari konsep-konsep, prisip-prinsip dan materi-
materi lain dalam matematika, para peserta didik perlu berlu bertolak dari
fenomena-fenomena konstektual, yaitu maslah-masalah yang berasal dari dunia
nyata atau setidak-tidaknya dari maslah yang dapat dibayangkan.
d). Self developed models
Artinya bahawa dalam mempelajari konsep-konsep atau materi-materi
matematika yang lain melalui masalah-masalah konstektual,siswa-siswi perlu
mengembangkan sendiri model-model atau cara menyelesaikan maslah
tersebut.
3. Karakteristik PMRI
Karakteristik PMR adalah beberapa ciri khusus yang menggambarkan tentang
pembelajaran Matematika yang berfilosofis pada realistik. Dalam PMR terdapat lima
karakteristik diantaranya sebagai berikut:
14

a). Menggunakan Konteks Dunia Nyata

14
Esti uli, et al, pembelajaran, paket 3,9
26



Konteks dan PMR dapat dipandang dalam arti sempit maupun luas, konteks
dalam arti sempit menggambarkan situasi spesifik yang dimaksud, sedangkan konteks
dalam arti luas menggambarkan fenomena kehidupan sehari-hari, cerita rekaan atau
fantasi, juga masalah Matematika secara langsung.
Konsep utama dalam PMR adalah kebermaknaan suatu pengetahuan menjadi
bermakna bagi siswa jika proses pembelajaran dilaksanakan dalm suatu
konteks/pembelajaran menggunakan permasalahan realistik. Konteks tidak harus
berupa masalah dunia nyata namun dapat juga dalam bentuk permainan, penggunaan
alat peraga atau situasi lain selama hal tersebut bermakna dan bisa dibayangkan oleh
siswa. Beberapa masalah konteks atau situasi yang dapat dikaitkan
Saintifik/Matematika yaitu situasi yang berkaitan dengan Matematika.
Menurut Ariyadi, kata Model disini tidak berarti alat peraga melainkan
sebagai suatu bentuk representasi matematis dari suatu masalah. Oleh karena itu kata
model tidak bisa dilepaskan dari proses matematis dalam pengembangan model
terdapat empat tingkatan/level diantaranya yaitu:
1. Level Situasional, merupakan level paling dasar dari pemodelan dimana
pengetahuan atau model masih berkembang dalam konteks situasi masalah
yang digunakan.
2. Level Reverensial, pada level ini model atau strategi tidak berada didalam
konteks situasi, melainkan sudah merujuk pada konteks. Pada level ini siswa
27



membuat model untuk menggambarkan situasi konteks sehingga hasil
pemodelan pada level ini disebut sebagai model dari (Model of) situasi.
3. Level General yaitu Model yang dikembangkan siswa sudah mengarah pada
pencarian solusi secara matematis. Model pada level ini disebut Model untuk
(Model For) penyelesaian masalah.
4. Level Formal, merupakan tahap perumusan dan penegasan konsep
Matematika yang di bangun oleh siswa pada level ini siswa sudah bekerja
dengan simbol dan representasi.
Beberapa fungsi dan peranan konteks dalam PMR:
1. Pembentukan konsep (concep forming) adalah fungsi paling penting dari
konteks dalam PMR adalah memberikan siswa suatu pengalaman yang alami
dan motivatif menuju konsep matematika.
2. Pengembangan model (model forming), konteks bertujuan untuk
mengembangkan kemampuan siswa untuk menemukan berbagai strategi
untuk menemukan atau membangun konsep matematika.
3. Penerapan (applicability) yaitu menempatkan dunia nyata sebagai sumber
juga sebagai tujuan penerapan sejumlah konsep matematika.
4. Melatih kemampuan khusus dalam suatu situasi terapan, diantaranya
kemampuan melakukan identifikasi, generalisasi, dan pemodelan merupakan
hal-hal yang berperan penting dalam menghadapi suatu situasi terapan.
28



Berdasarkan aspek manfaatnya konteks dapat digolongkan dalam tiga tingkatan
yaitu hanya memuat penerjemahan permasalahan matematika secara tekstual dan
eksplisit. Konteks semacam ini biasanya terdapat pada buku-buku (disebut soal
cerita). Konteks orde kedua berupa masalah yang terkait dalam dunia nyata dan
konteks ini memberikan peluang terjadinya matematisasi. Sedangkan konteks orde
ketiga merupakan konteks yang paling penting didalam PMR karena konteks ini
memenuhi karakteristik untuk proses matematisasi konseptual. Dalam konteks ini
memungkinkan siswa menemukan kembali atau membangun suatu konsep yang
baru.
15







Gambar 2.1 Proses Matematisasi

15
Ariyadi wijaya, Pendidikan Matematika Realistik, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2011), 21


Dunia Nyata
(situasi realistik)
Matematisasi dan
refleksi

Abstrak dan formal
konsep
Matematisasi dalam
Aplikasi dan Refleksi
29



Pembelajaran diawali dengan menggunakan situasi dunia nyata sesuai dengan
realitas atau lingkungan yang dihadapi siswa dalam keseharian atau yang benar-benar
mudah dipahami atau mudah dibayangkan siswa. Hal ini memungkinkan siswa
menggunakan pengalaman atau pengetahuan sebelumnya untuk melakukan proses
matematisasi dan refleksi. Selanjutnya melalui abstraksi dan formalisasi siswa dapat
mengembangkan konsep menjadi lebih lengkap. Akhirnya, siswa dapat
mengaplikasikan konsep matematika yang diperoleh didunia nyata.
b). Menggunakan model
Model yang digunakan siswa dapat berupa model dari situasi atau model
matematik yang dikembangkan oleh siswa sendiri (self developed models) seperti
skema, diagram dan simbol. Peran self developed models ini sebagai jembatan bagi
siswa untuk beralih dari situasi konkret ke abstrak atau konteks informal ke formal.
Dengan kata lain, siswa membuat model sendiri dalam menyelesaikan masalah.
c). Menggunakan kontribusi siswa
Konstribusi yang besar dalam proses pembelajaran diharapkan berasal dari
kontruksi dan produksi siswa sendiri, yang mengarahkan mereka dari metode
informal ke arah formal.
d). Interaksi
Proses Belajar Matematika Realistik berlangsung secara interaktif. Interaksi
belajar terjadi antara guri dengan siswa, siswa dengan siswa, siswa dengan
lingkungan. Interaksi tersebut dapat berupa negoisasi, penjelasan, pembenaran,
30



persetujuan, pertanyaan atau refleksi digunakan untuk mencapai bentuk formal dari
bentuk-bentuk formal yang ditemukan sendiri oleh siswa.
e). Menggunakan keterkaitan
Konsep-konsep dalam matematika tidak bersifat parsial, namun banyak konsep
matematika yang memiliki keterkaitan. Oleh karena itu, konsep-konsep matematika
tidak dikenalkan kepada siswa secara terpisah atau terisolasi satu sama lain.
Pendidikan Matematika Realistik menempatkan keterkaitan (intertwinement) antar
konsep matematika sebagai hal yang harus dipertimbangkan dalam proses
pembelajaran. Melalui keterkaitan ini, satu pembelajaran matematika diharapkan bisa
mengenalkan dan membangun lebih dari satu konsep matematika yang secara
bersamaan.
16

E. Peningkatan hasil belajar matematika pada materi pengukuran waktu
dengan pendekatan PMRI
Pengukuran waktu merupakan salah satu materi yang terdapat pada
pembelajaran matematika kelas III, dalam hal ini peneliti menggunakan pendekatan
PMRI. Pembelajarannya di awali dengan memberikan masalah yang bermakna
(kontekstual/realistic/nyata) yang dapat mendorong keingintahuan siswa atau
menantang siswa untuk berfikir dan menyelesaikan masalah dengan cara-cara mereka
sendiri sehingga mereka sendiri dapat memahami atau menemukan konsep-konsep
matematika sendiri. Peran guru disini hanyalah sebagai fasilitator.

16
Ibid. hal 23
31



Langkah-langkah penerapan PMR dalam pembelajaran Perkalian adalah
sebagai berikut:
17

1. Mengkondisikan Siswa
Guru menyampaikan tujuan pembelajaran, memotivasi siswa dan
mempersiapkan kelengkapan belajar atau alat peraga yang diperlukan dalam
pembelajaran
2. Memahami Masalah Konstektual
Pada pembelajaran materi perkalian guru dapat mengajukan masalah
konstektual kepada siswa untuk diselsaikan. Siswa disajikan suatu permasalahan
kontektual.
3. Menyelesaikan Masalah
Siswa menyelesaikan masalah perkalian tersebut dengan cara mereka sendiri
ataupun kelompok.
4. Menyajikan Penyelesaian
Siswa yang memiliki penyelesaikan masalah yang berbeda-beda
mempresentasikan hasil pekerjaannya.
5. Mendiskusikan Jawaban

17
Esti yuli, et al, Pembelajaran, Paket 3,10
32



Siswa membandingkan dan mendiskusikan jawaban soal secara kelompok
tentang penyelesaian masalah dari pemikiran individual. Setelah diskusi didepan
kelas. Siswa lain memberikan tanggapan pekerjaan yang telah di presentasikan
6. Menyimpulkan
Siswa mengakhiri kegiatan penyelesaian dengan menerik kesimpulan. Dalam
pembelajaran matematika dengan menggunakan pendekatan PMR soal pengukuran
waktu tidaklah menjadi kesulitan lagi bagi siswa, kerena disajikan dalam konteks
dunia nyata dan disajikan dalam permasalahan yang real, benar-benar diketahui
siswa, sehingga mereka semakin mudah untuk dapat menemukan penyelesaian
masalah perkalian jumlah dua bilangan, membangun dan mengkonstruksi sendiri
konsep-konsep dalam soal cerita dengan pengetahuan yang mereka miliki.
Soal pengukuran waktu dalam matematika lebih di tekankan kepada penejaman
intelektual anak sesuai dengan relitas sehari-hari. Karena masalah matematika sehari-
hari lebih banyak bersifat kata-kata dari pada symbol. Bentuk masalah-masalah yang
dihadapi dirangkai menjadi kata yang harus diterjemahkan dalam bentuk kalimat
matematika. Jika soal matematika yang di berikan oleh guru sudah mereka pahami,
maka siswa akan dapat mencari soal perkalian dengan mudah. Langkah selanjutnya
hanya dengan pemberian soal-soal latihan sehingga kemampuan mereka akan
semakin terasah.


33



BAB III
METODE DAN RENCANA PENELITIAN
Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian tindakan kelas (PTK).
Karena penelitian ini dilakukan dalam untuk memecahkan masalah pembelajaran di
kelas. Dalam istilah bahasa inggris adalah Classroom Actions Research (CAR).
penelitian ini juga temasuk penelitian deskriptif, karena menggambarkan bagaimana
suatu strategi pembelajaran diterapkan dan bagaimana hasil yang diinginkan dapat
tercapai.
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan penelitian kolaboratif dengan guru
mata pelajaran dan di dalam proses belajar mengajar di kelas yang bertindak sebagai
pengajar adalah guru mata pelajaran sedangkan peneliti bertindak sebagai pengamat,
penanggung jawab penuh penelitian tindakan kelas adalah peneliti. Penelitian ini
bersifat kualitatif. Penelitian kaulitatif sendiri merupakan suatu pendekatan yang juga
disebut pendekatan investigasi karena peneliti mengumpulkan data dengan cara tatap
muka langsung dan berinteraksi dengan orang-orang di lokasi penelitian yang tidak
diperoleh melalui prosedur statistik atau bentuk hitungan, akan tetapi tidak menutup
kemungkinan data yang dikumpulkan dari penelitian kualitatif dianalisis melalui
suatu penghitungan.
Tujuan utama dari penelitian ini adalah meningkatkan hasil pembelajaran di
kelas dimana peneliti secara penuh terlibat dalam penelitian mulai dari perencanaan,
tindakan, pengamatan dan refleksi.
34



Dalam pelaksanaan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) ini menggunakan model
Kurt Lewin. Yang menyatakan bahwa satu siklus terdiri dari empat langkah pokok
yaitu:
18

1. Planning (perencanaan)
2. Acting (pelaksanaan tindakan)
3. Observing (observasi)
4. Reflecting (refleksi)








Sebelum melakukan PTK, terlebih dahulu melakukan observasi awal untuk
menemukan masalah, melakukan identifikasi masalah, menentukan batasan masalah,

18
Zainal aqib dkk, Penelitian Tindakan Kelas Untuk Guru SD, SLB, TK,(Bandung: CV.Yrama Widya,
2009) hal 21
Planning
Acting
Observing
Reflecting
35



menganalisis masalah, merumuskan gagasan-gagasan pemecahan masalah dengan
merumuskan hipotesis tindakan sebagai pemecahan, menentukan pilihan hipotesis
tindakan, kemudian merumuskan judul perencanaan kegiatan pembelajaran berbasis
PTK.
19

A. Setting Penelitian
Setting penelitian ini meliputi: tempat penelitian, waktu penelitian, dan objek
penelitian tindakan kelas sebagai berikut:
a. Tempat penelitian : kelas III MI Darussalam Gunung Anyar Surabaya
b. Subjek penelitian : siswa kelas III MI Darussalam Gunung Anyar Surabaya
dengan jumlah siswa keseluruhan 25 siswa yang terdiri dari 10 siswa laki-
laki dan 15 siswa perempuan.
c. Waktu : tanggal 28 juni 2014 pukul 08.00 WIB sampai pukul 09.00 WIB
B. Variabel Yang Diteliti
Dalam penelitian tindakan kelas ini, variabel-variabel sebagai berikut:
a. Veriabel input : siswa kelas III MI Darussalam Gunung Anyar Surabaya
b. Variabel proses : Penerapan Pendekatan Pendidikan Matematika
Realistis Indonesia (PMRI) selama pembelajaran berlangsung.
c. Variabel output : peningkatan hasil belajar.
C. Rencana Tindakan

19
Tim lapis, Penelitian Tindakan Kelas, (Surabaya: Iain Press, 2007) hal 5
36



1. Siklus I
1) perencanaan
a. Menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
b. Mengembangkan pola skenario pembelajaran
c. Menyiapkan sumber, bahan ajar dan media pembelajaran
d. Menyusun instrumen penelitian yang meliputi: lembar angket, pedoman
observasi, pedoman interview, lembar evaluasi.
2) Menerapkan tindakan mengacu pada Rencana Pelaksanaan Pembelajaran
(RPP) selama pembelajaran berlangsung, yaitu sebagai berikut:
a. Setelah siswa mempelajari materi dirumah, siswa dibagi dalam 6 kelompok
yang di dalamnya terdiri dari 4-5 siswa ( memperhatikan heterogen)
b. Masing-masing kelompok mendapatkan benda yang biasa digunakan dalam
kehidupan sehari-hari (gelas, balok, kubus, dll) dimana tiap kelompok
memegang benda yang berbeda-beda.
c. Siswa mendapat lembaran kerja kelompok pertanyaan-pertanyaan terkait
sifat-sifat bangun ruang.
d. Guru memberikan waktu kepada siswa untuk mengerjakan lembar kerja
kelompok dan menemukan sendiri sifat-sifat dari bangun ruang.
e. Dengan diskusi, siswa menyelesaikan masalah yang telah diberikan oleh guru
dengan mandiri, sedangkan guru hanya sekedar mengamati.
37



f. Bagi kelompok yang sudah selesai menyelesaikan masalah yang diberikan,
dapat menyajikannya di depan kelas dan mendemonstrasikannya
g. Guru memberikan kesempatan kepada kelompok lain untuk memberikan
tanggapan
h. Hasil diskusi dari semua kelompok ditempel di depan kelas sebagai hasil
karya anak secara mandiri.
3) Pengamatan
Merekam dan mengamati mengenai penerapan Pendekatan Pendidikan
Matematika Realistis Dasar (PMRI) dalam proses pembelajaran dengan
menggunakan instrumen penelitian.
4) Refleksi
a. Mencatat kendala yang telah terjadi selama Pendekatan Pendidikan
Matematika Realistis Dasar (PMRI) berlangsung.
b. Melakukan diskusi dengan guru kolaborator untuk mengevaluasi tindakan
yang telah dilakukan mencangkup: evaluasi evisiensi dan waktu dari setiap
macam tindakan.
c. Mengembangkan dengan tindakan perbaikan sesuai hasil evaluasi untuk
digunakan siklus berikutnya.
d. Evaluasi tindakan pada siklus 1
2. Siklus II
1) Perencenaan
38



a. membuat rencana pelaksanaan pembelajaran (rpp) berdasarkan refleksi
pada siklus I dan penetapan alternatif pemecahan masalah
b. pengembangan progam tindakan dari siklus I .
2) Tindakan
Melaksanakan pembelajaran menentukan sudut-sudut bangun ruang sesuai
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) hasil refleksi siklus 1.
3) Pengamatan
Pengumpulan data tindakan II
4) Refleksi
Melakukan refleksi terhadap pelaksanaan siklus I dan siklus II serta diskusi
dengan guru kolaborator untuk mengevaluasi untuk membuat kesimpulan atas
pelaksanaan pembelajaran matematika materi sifat-sifat bangun ruang melalui
Strategi Pembelajaran Berbasis Masalah (SPBM) dalam meningkatkan prestasi
belajar pelajaran matematika setelah melaksanakan rangkaian kegiatan mulai dari
siklus I sampai siklus II
D. Data dan Cara Pengumpulannya
1. Teknik Pengumpulan Data
a. Wawancara
39



Wawancara atau interview merupakan sebuah proses memperoleh keterangan
untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka antara
pewawancara dengan responden (orang yang diwawancarai), dengan atau tanpa
menggunakan pedoman (guide) wawancara.
20

Wawancara dalam penelitian ini digunakan untuk mengumpulkan data hasil
belajar sebelum penerapan Strategi Pembelajaran Berbasis Masalah (SPBM) dengan
responden guru mata pelajaran matematika kelas IV MIN Manbaul Ulum desa Baluk
kecamatan Karangrejo kabupaten Magetan yaitu ibu Sumiati.
b. Observasi
Observasi merupakan upaya yang dilakukan oleh pelaksana Penelitian
Tindakan Kelas (PTK) untuk merekam segala peristiwa dan kegiatan yang terjadi
selama tindakan perbaikan itu berlangsung dengan menggunakan alat bantu atau
tidak.
21
Observasi pada penelitian ini dilakukan untuk mengumpulkan data tentang
aktivitas siswa dan guru pada saat penerapan Pendekatan Pendidikan Matematika
Realistis Indonesia (PMRI) selama proses penelitian berlangsung.
c. Tes
Tes digunakan untuk mengetahui hasil belajar siswa dalam memahami materi
untuk mengukur tingkat keberhasilan penerapan Pendekatan Pendidikan Matematika

20
Burhan Bungin, Metode Penelitian Kuantitatif, (Jakarta: Kencana Prenada Media Grup, 2005), 126.
21
Basrowi dan Suwandi, Prosedur Penelitian Tindakan Kelas, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2008), hal
139
40



Realistis Indonesia (PMRI) sekaligus mengukur tingkat keberhasilan penelitian itu
sendiri.
2. Instrumen Pengumpulan Data
a. Wawancara : Lembar Wawancara
b. Observasi : Lembar observasi
c. Tes : Butir-butir soal
Lembar Wawancara
Untuk Guru
No Pertanyaan
1 Bagaimana hasil belajar siswa materi pengukuran waktu sebelumnya?
2
Apa saja kesulitan yang dihadapi ketika pembelajaran materi
pengukuran waktu?
3 Bagaimana antusias siswa mengikuti pembelajaran?
4 Dibagian mana pada materi yang sulit disampaikan? Penyebabnya apa?
5 Media pembelajaran apa yang digunakan?
6
Seberapa efisian penggunaan media pembelajaran pada materi
pengukuran waktu
7 Metode apa yang digunakan dalam pembelajaran ini?
8
Bagaimana hasil penerapan Pendekatan Matematika Realistik
Indonesia (PMRI)?
41



9 Apa kendala yang dihadapi dalam penerapan PMRI?
10 Bagaimana peningkatan setelah menerapkan PMRI?

Untuk Siswa
No Pertanyaan
1 Apa saja kesulitan dalam memahami materi pengukuran waktu?
2
Media apa yang diberikan guru pada materi pengukuran waktu?
Apakah anda senang dan lebih memahami materi dengan media yang
diberikan?
3 Apakah anda setuju dengan metode yang diterapkan? Mengapa?
4 Pembelajaran yang bagaimana yang anda inginkan
5
Apakah anda setuju pembelajaran materi pengukuran waktu dengan
pendekatan PMRI? Apa yang bisa diambil?








42



Lembar Observasi
No Indikator / Aspek Yang Diamati
Pengamat
Skor Skor Penilaian
1 2 3
1. Siswa merespon apersepsi/motivasi yang
diberikan oleh guru.



2. Siswa mendengarkan saat tujuan pembelajaran
disampaikan.

3. Siswa memusatkan perhatian pada materi
pembelajaran yang dipelajari.

4. Siswa antusias ketika membahas materi
pengukuran waktu

5. Siswa mendemonstrasikan materi dengan
menggunakan media pembelajaran

6. Siswa mengerjakan dengan tertib lembar kerja
kelompok.

7. Siswa mempresentasikan hasil lembar kerja
kelompok.



8. Siswa memberi tanggapan saat guru mengecek
pemahaman.

43



9. Siswa mengerjakan dengan tertip saat
dilaksanakan tes evaluasi tertulis perorangan
oleh guru.

10. Siswa merespon kesimpulan materi
pembelajaran yang disampaikan guru.

Skor perolehan
Jumlah skor total % = x 100 = x 100 =
Skor Maksimal














44



Lembar Tes
FORMAT KISI-KISI PENULISAN SOAL

Jenis Sekolah : MI Darussalam Jumlah Soal : 10 soal
Mata Pelajaran: Matematika Bentuk soal : Tertulis
Kurikulum : KTSP Penyusun : Khusnul Isma Nuriza
Alokasi Waktu: 90 menit
No
Standar
Kompetensi
Kompetensi
Dasar
Kelas Materi
Indikator
Soal
Bentuk
Tes
No
Soal
1 Geometri dan
Pengukuran
2.
Menggunaka
n pengu-
kuran waktu,
panjang dan
berat dalam
pemecahan
masalah

2.1
Memilih alat
ukur sesuai
dengan
fungsinya
(meteran,
timbangan,
atau jam)
III Alat
ukur
sesuai
fungsi
Peserta
didik
dapat
mengguna
kan alat
ukur
sesuai
dengan
fungsinya
Tertulis 1,2,3
45



2 Geometri dan
Pengukuran
2.
Menggunaka
n pengu-
kuran waktu,
panjang dan
berat dalam
pemecahan
masalah

2.2
Menggunaka
n alat ukur
dalam
pemecahan
masalah
III Menggu
nakan
alat
ukur
dalam
memeca
hkan
masalah
Peserta
didik
dapat
mengguna
kan alat
ukur
dalam
memecahk
an
masalah
Tertulis 4,5,6
3 Geometri dan
Pengukuran
2.
Menggunaka
n pengu-
kuran waktu,
panjang dan
berat dalam
pemecahan
masalah
2.3 Mengenal
hubungan
antar satuan
waktu, antar
satuan
panjang, dan
antar satuan
berat
III
Hubung
an
satuan
waktu,
satuan
panjang
dan
satuan
berat
Peserta
didik
dapat
menghubu
ngkan
antara
satuan
waktu,
panjang
dan berat
Tertulis
7,8,9
,10
46





E. Indikator Kerja
Indikator berasal dari bahasa inggris yaitu to indicate, artinya menunjukkan.
Dengan demikian maka indikator berarti alat penunjuk atau sesuatu yang menujukkan
kualitas suatua. Untuk menujukkan tingkat keberhasilan siswa dalam pembelajaran,
maka diperlukan indikator sebagai acuan penelitian. Maka ditetapkan indikator
sebagai berikut:
1. Setelah penelitian dilakukan diharapkan hasil belajar siswa meningkat
2. Meningkatnya jumlah siswa yang berhasil mencapai Kriteria Ketuntasan
Maksimal (KKM) 65 berdasarkan petunjuk pelaksanaan belajar mengajar pada
penerapan Pendekatan Pendidikan Matematika Realistis Indonesia (PMRI).
3. Jika sekurang-kurangnya 90% mencapai KKM maka dinyatakan berhasil,
tetapi jika belum mencapai 90% maka harus melanjutkan siklus berikutnya.
F. Tim Peneliti dan Tugasnya
Penelitian ini merupakan penelitian kolaboratif, dimana peneliti bekerja sama
dengan Ibu Tri Rahayu, guru mata pelajaran matematika kelas III sebagai
kolaborator. Dalam pelaksanaan penelitian ini peneliti bertugas sabagai: perencana,
pelaksana, pengumpul data, analisis data, evaluasi. Peneliti menyimpulkan data
berdasarkan data yang benar-benar diperoleh selama proses penelitian berlangsung
47



DAFTAR PUSTAKA
Ariyadi wijaya, pendidikan matematika realistik, (yogyakarta: graha ilmu, 2011)
Basrowi dan Suwandi. 2008. Prosedur Penelitian Tindakan Kelas. Bogor: Ghalia
Indonesia.
Bungin, Burhan. 2005. Metode Penelitian Kuantitatif. Jakarta: Kencana Prenada
Media Grup.
Ariyadi wijaya, pendidikan matematika realistik, (yogyakarta: graha ilmu, 2011)
Dilihat dari http://mbegedut.blogspot.com. Pengertian hasil belajar menurut para ahli
(di akses tanggal 1 april 2014 pukul 10:45)
Dilihat dari http://qeis-m.blogspot.com pengertian belajar menurut para ahli (di akses
tanggal 1 april 2014 pukul 10:50)
Departemen Pendidikan Nasional. 2007. standar isi, jakarta.
Djamarah , Syaiful Bahri. 2005.Guru dan Anak Didik. Jakarta:Rineka Cipta.
Ghuftron , M. Nur dan Risnawati, Rini. 2012. Gaya Belajar Kajian Teori.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Hamalik , Oemar. 2010. Proses Belajar Mengajar. jakarta: Bumi Aksara.
Purwanto, Ngalim. 2010. Prinsip-prinsip dan teknik evaluasi pengajaran, jakarta: PT.
Remaja Rosdakarya.
TIM LAPIS PGMI. Pembelajaran Matematika MI. (surabaya: amanah pustaka)
Zainal Aqib dkk, Penelitian Tindakan Kelas Untuk Guru SD, SLB, TK, (Bandung:
CV. Yrama Widya, 2009), 21
48



Tim Lapis. 2007. Penelitian Tindakan Kelas. Surabaya: iain press.
Wawancara dengan guru kelas mata pelajaran matematika kelas III pada hari kamis
tanggal 27 Maret 2014.

Anda mungkin juga menyukai