Anda di halaman 1dari 20

Proses pemboran secara umum dilakukan dengan sebagai berikut :

1. Study geology regional


Geologi struktur
Stratigrafi
Geomorfologi
1. Mapping
Merupakan proses pembuatan singkapan beserta struktur geologinya dengan
mengumpulkan data dari lapangan.
1. Planing pemboran
Jarak interval, baik terukur, tertera, terkira
Kedalaman
Luasan wilayah
1. Pemboran
Open hole, yaitu mengetahui kondisi stratigrafi bawah permukaan.
Coring, yaitu mengetahui kualitas.
1. Dekripsi
2. Logging
3. Pasca drilling.

Proses Pemboran diawali dengan melakukan proses study regional dimana didalamnya
untuk mengetahui geologi struktur, stratigrafi serta bagaimana geomorfologi yang ada
didalamnya, setelah itu dilakukan mapping yaitu proses pembuatan peta singkapan
beserta struktur geologinya, kemudian dilakukan planning pemboran didalamnya
mencakup penentuan titik, mengenai berapa jarak interval, kedalaman yang harus
dilakukan proses pemboran serta luasan wilayah yang akan dilakukan pemboran.
Setelah dilakukan planning dan telah ditentukan titik yang akan dibor pada skema model
maka dilakukan proses penentuan titik bor dilapangan, kemudian melakukan survey
layout dan ploting dilokasi pemboran yaitu melakukan preparasi pemboran dimana
proses ini mencakup proses dilakukanya persiapan lokasi, yaitu dengan
pembuatan mud pit (tempat sirkulasi air), apabila daerah pemboran berada di daerah
lereng dan bergelombang maka dilakukan perataan tanah sehingga daerah titik
pemboran rata dan tidak mengganggu jalannya proses pemboran dan juga termasuk
keamanan/safety pada daerah tersebut diperhatikan.
Setelah semua tahapan dan semua persiapan tempat pemboran selesai maka alat-alat
pengeboran dan alat pendukung lainya di setting di tempat tersebut sehingga jalan
pengeboran dapat berlangsung dengan lancar, setelah semua persiapan selesai maka
sesuai dengan planning awal apakah pemboran akan dilakukan dengan metode full
core/coring maupun open hole dan apakah pemboran dilakukan dengan model miring
atau vertikal
1. 1. Open Hole
Drilling open hole merupakan pengeboran yang dilakukan untuk mendapatkan data-data
bawah permukaan tanah sehingga menjadi data geologi. Pengeboran ini menghasilkan
lubang terbuka dengan kedalaman sesuai dengan target kedalaman yang diinginkan.
Selama proses pengeboran berlangsung, diperoleh data cutting yang merupakan
material hasil gerusan mata bor (bit) yang mengalir keluar ke permukaan
bersama fluid. Cutting tersebut diambil setiap interval 1,5 meter yang menjadi
representasi jenis litologi yang sedang dibor pada kedalaman interval tersebut.
1. 2. Coring
Drilling coring merupakan pengeboran yang dilakukan untuk mengambil contoh sampel
(coring) pada lapisan litologi di bawah permukaan sebagai data geologi.
Coring dilakukan pada interval kedalaman tertentu berdasarkan
dari interpretasi data logginggeofisika atau data cutting yang diperoleh melalui drilling
open hole sebelumnya. Drilling coring dapat juga dilakukan dengan metode Touch
Coring (single hole), artinya pengeboran coring yang tidak didahului drilling open
hole. Touch Coring dilakukan diawali dengan drilling open hole kemudian ketika
menemukan cutting batubara telah muncul kemudian langsung dilakukan coring atau
dengan menggunakan data model/ korelasi titik di sekitarnya, kemudian diprediksikan
bahwa batubara berada di kedalaman tertentu sehingga ketika sudah mendekati
perkiraan posisi roof batubara selanjutnya langsung dilakukan coring.
Penentuan Roof batubara yang akan di coring sangat penting untuk menghindari
batubara lostkarena tergerus bit yang mengakibatkan data tidak akurat
(panjang core sebenarnya tidak diketahui). Atau sebaliknya litologi non-coal di atas
lapisan batubara terlalu panjang di coring sehingga menyebabkan peningkatan
biaya drilling.

1. 3. Pemboran vertikal dan pemboran miring, faktor yang mempengaruhi pemb
oranmiring
1. Pemboran Vertikal adalah pemboran yang dilakukan tegak lurus terhadap permukaan
tanah (90
0
).
2. Pemboran Miring adalah pemboran yang dilakukan dengan sudut tertentu dari
permukaan tanah atau bidang Horizontal (< 90
0
). Faktor apa saja yang harus ada pada
pemboran miring. Arah Azimuth pemboran merupakan posisi dari utara yang sejajar
dengan arah lapisan arah strike lapisan seam batubara. Kemiringan yang merupakan
selisih antara 90
0
Dip dari lapisan batubara tersebut sudut yang dibentuk oleh sudut
kemiringan Dip 180
0
=(90
0
+Dip lapisan batubara tersebut)
3. Cara Menentukan Strike, Dip dan Azimuth
1) Strike
Cara untuk menentukan strike adalah dengan menempelkan sisi E (East), lalu geser
hingga gelembong udara dalam Bulls eye level masuk ke dalam lingkaran, jangan
langsung di otak-atik tetapi tunggu dulu hingga jarum kompas stabil dan amati
sudut yang ditunjuk arah Utara.
2) Dip
Cara untuk menentukan dip adalah dengan menempelkan sisi W (West) badan kompas
diusahakan membentuk 90
0
terhadap strike, clinometers level diputar-putar
sampai gelembung udara berada di antara garis dalam clinometers level/ditengah-
tengahnya dan baca sudut yang berada di dalam clinometers scale.
3) Azimuth
Setelah diketahui maka langsung dilakukan pemboran dengan proses sebagai berikut :
a) Setting posisi sesuai posisi titik atau lobang bor.
b) Mendirikan mast up
c) Menyalakan mesin
d) Memasukan pipa dengan mata bor dan memasukan terus pipa bor sampai dengan
target yang ditentukan
e) Pengambilan sampel dan pendeskripsian
f) Proses flusing dan reaming jika memang diperlukan.

1. 4. Pengambilan sampel dan pendeskripsian sampel
2. a. Sampel Cutting
Sampel cutting merupakan sampel yang berasal dari lubang bor dari proses
pemboran open hole, yang berupa material batuan yang tergerus oleh bit, kemudian
terbawa oleh mud fluid ke permukaan dan mengalir melalui parit kecil menuju mud
pond.
Sampel cutting menunjukkan jenis litologi yang terdapat di bawah permukaan pada
kedalaman saat mata bor menggerus litologi tersebut.
Sampel cutting diambil setiap kedalaman tertentu sesuai kebutuhan, untuk PT. Adaro
Indonesia, dilakukan pengambilan sampel setiap 1,5 meter dan kelipatannya. Kemudian
diletakkan di dekat rigdengan jarak aman yang tidak terganggu dengan aktivitas
pengeboran dan diberi garis/pagar line.





Data sampel cutting kemudian di record pada lembar Daily Drilling
Report (DDR). Data cutting berfungsi sebagai :
1. Data awal untuk mengetahui kondisi litologi pada lubang bor terkait.
2. Data pendukung bagi data logging dan coring sehingga menjadi lebih akurat dan valid.

Adapun yang dideskripsi pada cutting yaitu :
1. Warna
2. Ukuran butir
3. Kondisi lapukan
4. Kekuatan
5. Nama batuan

1. b. Sampling Core
Sampling Core merupakan kegiatan penyamplingan sampel coring batubara yang
meliputi pendeskripsian, pemotretan dan pembungkusan coring batubara ke dalam
kantong sampel.
Pastikan sampel coring yang diperoleh tidak terkontaminasi. Tutup dengan
plastik wrap sebelum diletakkan di pipa paralon. Letakkan pada tempat dan jarak yang
aman dari aktifitas drilling. Letakkan bagian atas/top sampel coring pada sebelah kiri
dan bagian bawah/bottom sampel coringdi sebelah kanan. Hitung panjang
sampel coring dan bandingkan dengan panjang/kedalaman kemajuan pipa untuk
mendapatkan core recovery.

1. c. Deskripsi Core
Pendeskripsian core dilakukan dengan mengamati sifat-sifat fisik core batubara
kemudian menuliskan/merekamnya ke dalam log bor.


Pertama, isilah Head dari Logbor yang terdiri dari, Location, Date, Total Depth, Logged
by, Geophysics, Rig, Hole No, Sheet of (lembar halaman) dan N-E-R-L (koordinat).
Selanjutnya lakukan pengisian kolom-kolom Sample Interval (pembagian interval sampel
batubara), Depth (ukuran kedalaman), Lithological Sketch (sketsa litologi), Joint/Bedding
Sketch (sketsa kekar/struktur), Dip, Seam Name, Lithological Description (deskripsi
litologi), Strength (kekuatan sampel coring),Fracturing (pecahan sampel coring) sesuai
dengan standar pengisian.
Data tersebut selanjutnya akan dimasukkan ke dalam data base eksplorasi
dengan softwareLogcheck, Microsoft Access, dan Mincom. Informasi yang perlu dicatat
pada CHIP LOGGING SHEET antara lain :
Interval kedalaman tiap perubahan litologi
Type drill (Open Hole atau Coring)
RQD (Rock Quality Designation)

Metode ini didasarkan pada perhitungan persentase core terambil yang mempunyai
panjang 10 cm atau lebih.

RQD = jumlah panjang core terambil lebih dari 10 cm x 100%
panjang core seluruhnya

Recovery drill coal = tebal coal actual x 100%
tebal coal log

Jika recovery kurang dari 90% maka harus dilakukan redrill atau pengeboran ulang.


LUMPUR PEMBORAN


Lumpur pemboran dapat didefinisikan sebagai semua jenis fluida (cairan-cairan
berbusa, gas bertekanan) yang dipergunakan untuk membantu operasi pemboran dengan
membersihkan dasar lubang dari serpih bor dan mengangkatnya kepermukaan, dengan
demikian pemboran dapat berjalan dengan lancar. Lumpur pemboran yang digunakan
sekarang pada mulanya berasal dari pengembangan penggunaan air untuk mengangkat
serbuk bor. Kemudian dengan berkembangnya teknologi pemboran, lumpur pemboran mulai
digunakan. Selain lumpur pemboran, digunakan pula gas atau udara sebagai fluida
pemboran.

2.1 Fungsi Lumpur Pemboran
Pada awal penggunaan pemboran berputar, fungsi utama fluida pemboran hanyalah
mengangkat serpih dari dasar sumur ke permukaan. Tetapi saat ini fungsi utama lumpur
pemboran adalah:
1. Pengangkatan Serpih Bor (Cutting Removal)
Lumpur yang disirkulasi membawa serpih bor menuju permukaan dengan adanya
pengaruh gravitasi serpih cenderung jatuh, tetapi dapat diatasi oleh daya sirkulasi dan
kekentalan lumpur. Dalam melakukan pemboran serbuk bor (cutting) dihasilkan dari
pengikisan formasi oleh pahat, harus dikeluarkan dari dalam lubang bor. Hal ini
berdasarkan atas keberhasilan atau tidaknya lumpur untuk mengangkat serbuk bor.
Apabila serbuk bor tidak dapat dikeluarkan maka akan terjadi penumpukan serbuk bor
didasar lubang, jika hal ini terjadi maka akan terjadi masalah seperti terjepitnya pipa
oleh serbuk bor.
Serbuk bor dapat diangkat jika lumpur mempunyai kemampuan untuk mengangkatnya.
Kemampuan serbuk bor untuk terangkat hingga kepermukaan tergantung yield point
lumpur itu sendiri. Jika lumpur sudah memiliki yield point yang memadai maka dengan
melakukan sirkulasi serbuk bor dapat terangkat keluar bersamasama dengan lumpur
untuk dibuang melalui alat pengontrol solid (Solid Control Equipment) berupa shale
shaker, desander, mud cleaner, dan centrifuge.
2 Mendinginkan dan Melumasi Pahat
Panas yang cukup besar terjadi karena gesekan pahat dengan formasi maka panas itu
harus dikurangi dengan mengalirkan lumpur sebagai pengantar panas kepermukaan.
Semakin besar ukuran pahat, semakin besar juga aliran yang
dibutuhkan. Kemampuan melumasi dan mendinginkan pahat dapat ditingkatkan
dengan menambahkan zatzat lubrikasi (pelincir) misalnya : minyak, detergent,
grapite, asphalt dan zat surfaktan khusus, serbuk batok kelapa bahkan bentonite juga
berfungsi sebagai pelincir karena dapat mengurangi gesekan antara dinding dan
rangkaian bor.
3. Membersihkan Dasar Lubang (Bottom Hole Cleaning)
Ini adalah fungsi yang sangat penting dari lumpur bor, lumpur mengalir melalui corot
pahat (bit nozzles) menimbulkan daya sembur yang kuat sehingga dasar lubang dan
ujungujung pahat menjadi bersih dari serpih atau serbuk bor. Ini akan
memperpanjang umur pahat dan akan mempercepat laju pengeboran.
Laju sembur (jet velocity) minimum 250 fps untuk tetap menjaga daya sembur yang
kuat kedasar lubang. Laju sembur yang optimal sebaiknya harus memperhitungkan
kekuatan formasi atau daya kemudahan formasi untuk dibor (formation drillability).
Kalau laju sembur terlalu besar pada formasi yang lunak, dan akan mengakibatkan
pembesaran lubang (hole enlargement) karena kikisan semburan. Sedangkan pada
formasi keras akan terjadi pengikisan pahat dan menyianyiakan horse power
4. Melindungi Dinding Lubang Supaya Stabil
Lumpur bor harus membentuk deposit dari ampas tapisan (filter cake) pada dinding
lubang sehingga formasi menjadi kokoh dan menghalang-halangi masuknya fluida
(filtrat) kedalam formasi. Kemampuan ini akan meningkat jika fraksi koloid dari lumpur
bertambah, misalnya dengan menambahkan attapulgite atau zat kimia yang dapat
meningkatkan pendispersian padatan. Dapat pula dengan menambahkan zatzat
poliner sehingga viskositas dari filtrat (air tapisan) meningkat, dengan demikian
mobilitas filtrat didalam filter cake dan formasi akan berkurang.
5. Menjaga atau Mengimbangi Tekanan Formasi
Pada kondisi normal gradien tekanan normal : 0.465/ft, 0.107-ksc/ft. Berat dari kolom
lumpur yang terdiri dari fase air, partikelpartikel padat lainnya cukup memadai untuk
mengimbangi tekanan formasi. Tetapi jika menjumpai daerah yang bertekanan
abnormal dibutuhkan materi pemberat khusus (misal : XCD-polimer) yang mempunyai
berat jenis tinggi untuk menaikkan tekanan hidrostatis dari kolom lumpur agar dapat
mengimbangi dan menjaga tekanan formasi. Besarnya tekanan hidrostatik tergantung
dari berat jenis fluida yang digunakan dan tinggi kolom yang dapat dihitung dengan
persamaan :
Hp = 0.052 x Mw (ppg) x D = Psi
= 0,00695 x Mw (pcf) x D = Psi
dimana :
Hp = Tekanan hidrostatic lumpur, psi.
Mw = Densitas lumpur, ppg/pcf
D = Kedalaman, ft.
6. Menahan Serpih / Serbuk Bor dan Padatan Lainnya Jika Sirkulasi Dihentikan
Kemampuan lumpur bor untuk menahan atau mengapungkan serpih bor pada saat
tidak ada sirkulasi tergantung sekali pada daya agarnya (gel strengt). Daya agar adalah
suatu sifat fluidathixotropis yang mempunyai kemampuan mengental dan mengagar jika
didiamkan (static condition) dan kembali lagi mencair jika diaduk atau digerak
gerakkan. Sifat pengapungan atau penahan serpih didalam lumpur sangat diinginkan
untuk mencegah turunnya serpih kedasar lubang atau menumpuk di anulus yang akan
memungkinkan terjadinya rangkaian bor terjepit. Tetapi daya agar ini tidak boleh terlalu
tinggi supaya mengalirnya kembali lumpur tidak membutuhkan tekanan awal yang
terlalu besar.
7. Sebagai Media Logging
Data-data dari sumur yang diselesaikan sangat penting untuk dasar evaluasi sumur
yang bersangkutan, juga penting untuk dasar pembuatan program dan evaluasi
sumur-sumur yang akan di bor selanjutnya. Data-data tersebut diatas didapat dari
analisa cutting dan pengukuran langsung dengan wire logging. Untuk itu lubang bor
harus bersih dari cutting.
8. Menunjang (Support) Berat Dari Rangkaian Bor dan Selubung
Makin dalam pengeboran, maka berarti makin panjang pula rangkain pipa atau casing,
sehingga beban yang harus ditahan menara rig akan bertambah besar, dengan
adanya bouyancy effect dari lumpur akan menyebabkan beban efektif menjadi lebih
kecil sehingga dengan kemampuan yang ada mampu melakukan pengeboran yang
lebih dalam. Faktor yang mempengaruhi dalam hal ini adalah berat jenis dari lumpur.
9. Menghantarkan Daya Hidrolika Kepahat
Lumpur pemboran adalah media untuk menghantarkan daya hidrolika dari permukaan
kedasar lubang. Daya hidrolika lumpur harus ditentukan didalam membuat program
pengeboran sehingga laju sirkulasi lumpur dan tekanan permukaan dihitung
sedemikian agar pendayagunaan tenaga (power) menjadi optimal untuk
membersihkan lubang dan mengangkat serpih bor. Kemampuan untuk membersihkan
serbuk bor dari bit itu didapat karena adanya tenaga hidrolik yang harus disalurkan
dari permukaan menuju bit melalui media lumpur yang disebut sebagai Bit Hydraulic
Horsepower
10. Mencegah dan Menghambat Laju Korosi
Korosi dapat terjadi karena adanya gas-gas yang terlarut seperti oksigen CO
2
, dan
H
2
S. Juga karena pH lumpur yang terlalu rendah atau adanya garam-garam di dalam.
Untuk menghindari hal - hal tersebut diatas, ke dalam lumpur dapat ditambahkan
bahan bahan pencegah korosi atau diusahakan untuk mencegah pencemaran yang
terjadi.

2.2 Sifat-Sifat Penting Lumpur Pemboran
Dalam suatu operasi pemboran semua fungsi lumpur pemboran haruslah berada
dalam kondisi yang baik sehingga operasi pemboran dapat berlangsung dengan baik.
Hal ini dapat dicapai apabila sifat lumpur selalu diamati dan dijaga secara kontinyu
dalam setiap tahap operasi pemboran. Selain hal tersebut di atas pengukuran dan
pengamatan sifat - sifat kimia juga harus dilakukan dengan seksama.Hal ini
dimaksudkan untuk menjaga kestabilan sifat sifat lumpur pemboran.
2.2.1 Berat Jenis
Sifat ini berhubungan dengan tekanan hidrostatik yang ditimbulkan oleh suatu kolom
lumpur, karenanya harus selalu di jaga guna mendapatkan tekanan hidrostatik yang
sesuai dengan tekanan yang dibor. Lumpur yang terlalu ringan akan menyebabkan
enterusi fluida formasi kedalam lubang dan hal ini akan menyebabkan kerontokan
dinding lubang, kick dan blow out. Lumpur yang terlalu berat akan dapat
menyebabkan problema Lost Circulation.
2.2.2 Rheology dan Gel Strength
1. Viscositas
Viscositas adalah tahanan terhadap aliran atau gerakan yang penting untuk
laminar flow. Alat untuk mengukur viscositas lumpur ialah Marsh Funnel.
2. Plastic Viscosity (Pv)
Plasctic viscosity merupakan tahanan terhadap aliran yang disebabkan oleh
gesekan antara sesama benda padat didalam lubang bor dan merupakan salah
satu parameter kenaikan solid yang ada dalam lumpur.
3. Yield Point (Yp)
Yield point merupakan tahanan terhadap aliran yang disebabkan oleh gaya
elektrokimia antara padatan padatan, cairan cairan dan padatan cairan.
4. Gel Strength
Gel strength adalah sifat dimana benda cair menjadi lebih kental bila dalam
keadaan diam, dan makin lama akan bertambah kental. Sifat ini dikenal juga
sebagai sifat THIXOTOPIC.
2.2.3 Sand Content
Penentuan kadar pasir pada lumpur pemboran adalah untuk mencegah abrasi
Pada pompa dan peralatan pengeboran lainnya, juga untuk mencegah penebalan mud
cake dan drill pipe sticking.
2.2.4 Solid Control
Kandungan solid di dalam lumpur bila tidak dikontrol dengan baik akan mempunyai
akibat akibat yang buruk antara lain :
Memperlambat peneteration rate
Susah mengatur sifat sifat rheologi
Bit dan peralatan lainnya cepat aus.
Treatment menjadi lebih mahal.
Solid dapat berasal dari penambahan weighting agent dapat pula berasal dari drilled
cutting formasi.
2.2.5 Alkalinity Filtrate
Tujuan pemeriksaan alkalinity filtrate adalah untuk mengetahui kontaminan
kontaminan terhadap lumpur. Kontaminan kontaminan ini dapat berasal dari formasi
yang di bor maupun dari air yang digunakan untuk pembuatan lumpur.

2.2.6 Fluid (Water) Loss
Bila suatu campuran padat cair, seperti lumpur berada dalam kontak dengan media
porous seperti dinding lubang bor dengan adanya tekanan yang bekerja padanya,
makan akan terjadi perembesan zat cair kedalam media porous tesebut.
2.2.7 PH
PH menyatakan konsentrasi dari gugus hidroxil (OH) yang terdapat dalam lumpur
yang akan mempengaruhi kereaktifan bahan bahan kimia yang digunakan dalam
lumpur.

2.3 Komposisi Lumpur Pemboran
Komposisi dari lumpur pemboran disusun dari berbagai bahan kimia yang masing-
masing mempunyai fungsi secara individual, dan diharapkan saling bekerja secara sinergik
untuk mendapatkan sifat-sifat lumpur yang di harapkan Bahan-bahan kimia penyusun
lumpur tidak hanya berfungsi tunggal melainkan dapat berfungsi ganda. Fungsi pertama
disebut primary fungtion sedangkan fungsi keduanya disebut secondary fungtion.
Lumpur pemboran yang paling banyak digunakan adalah lumpur pemboran dengan
bahan dasar air (water base mud) dimana air sebagai fasa cair kontinyu dan sebagai pelarut
atau penahan materimateri didalam lumpur.
Empat macam komposisi atau fasa yang umum digunakan di dalam lumpur pemboran
adalah sebagai berikut :
1. Fasa cair (air atau minyak)
2. Reactive solids (padatan yang bereaksi dengan air membentuk koloid )
3. Inert solids (zat padat yang tidak bereaksi)
4. Fasa kimia
Dari keempat komponen ini dicampurkan sedemikian rupa sehingga didapatkan
lumpur pemboran yang sesuai dengan keadaan formasi yang ditembus.
2.3.1 Fasa Cair
Fasa cair adalah komponen utama lumpur pemboran. Fungsi dari fasa cair adalah
sebagai fasa dasar yang dapat menyebabkan lumpur dapat mengalir. Disamping itu bila
bereaksi dengan reaktif solid akan membentuk koloid yang viscositasnya tertentu sehingga
lumpur dapat mengangkat serpih bor. Fasa cair yang digunakan disesuaikan dengan kondisi
lapangan dan kondisi formasi yang yang dibor. Fasa cair yang biasa digunakan adalah air
tawar, air garam, minyak dan emulsi antara minyak dan air.
2.3.2 Reactive Solids
Padatan ini bereaksi dengan sekelilingnya untuk membentuk koloidal. Dalam hal
ini clay air tawar seperti bentonite mengisap (absorp) air tawar dan membentuk lumpur.
Istilah yielddigunakan untuk menyatakan jumlah barrel lumpur yang dapat dihasilkan dari
satu ton clay agarviskositas lumpurnya 15 cp.
Bentonite digunakan antara lain sebagai bahan dasar lumpur pemboran, pada
dasarnya Bentonite dibuat dari bahan lempung ( clay ) yang besifat Na-Monntmorillonite dan
Ca-Monntmorillonit. Na-Monntmorillonite sangat baik digunakan sebagai bahan dasar
lumpur pemboran karena mampu mengembang ( Swelling ) sampai 8 kali jika direndam
dalam air. Kemampuan mengembang yang cukup besar, akan membentuk suatu
larutan dengan viscositas yang cukup besar, hal ini penting untuk membersihkan dasar
lubang sumur dan juga membentuk suatu lapisan dinding yang elastic yang akan melindungi
dinding lubang agar tidak runtuh.
Bentonite merupakan gabungan lempung ( Clay ) yaitu kumpulan mineral dan bahan
bahan seperti illit, kaolinit, siderite dan terbanyak adalah montmorillnite ( 85 90 % ) dan
logam alkali tanah.
Untuk salt water clay (attapulgite), swelling akan terjadi baik di air tawar atau di air asin
dan karenanya digunakan untuk pemboran dengan salt water muds.
Baik bentonite atau attapulgiteakan memberikan kenaikan viskositas pada lumpur. Untuk oil
base mud, viskositas dinaikkan dengan penaikan kadar air dan penggunaan asphalt.
2.3.3 Inert Solids
Inert solid adalah padatan yang tidak bereaksi dengan air dan dengan komponen
lainnya dalam lumpur, dimana material ini tidak tersuspensi. Fungsi utama dari material ini
adalah berkaitan erat dengan densitas lumpur berguna untuk menambah berat ata berat
jenis dari lumpur, yang tujuannya untuk menahan tekanan dari tekanan formasi dan tidak
banyak pengaruhnya dengan sifat fisik lumpur yang lain. Material inert ini antara lain
adalah barite atau barium sulfate (B
a
SO
4
), besi oxida (Fe
2
O
3
), calcite atau calsium
sulfate (C
a
SO
4
) dan galena (PbS), dimana kebanyakan dari zat-zat ini berfungsi sebagai
material pemberat.
Inert solid dapat pula berasal dari formasi-formasi yang dibor dan terbawa oleh lumpur
sepertichert, pasir atau clay-clay non swelling, padatan seperti ini bukan disengaja untuk
menaikkandensitas lumpur dan perlu dibuang secepat mungkin (dapat
menyebabkan abrasi dan kerusakan pompa).
Sebagai contoh yang umum digunakan sebagai inert solid dalam lumpur bor, adalah :
Barite (BaSO
4
)
Oksida Besi (Fe
2
O
3
)
Kalsium Karbonat (CaCO
3
)
Galena (PbS)
2.3.4 Fasa Kimia
Zat kimia merupakan bagian dari sistem yang digunakan untuk mengontrol sifat sifat
lumpur misalnya menyebarkan partikel- partikel clay (disepertion), menggumpalkan partikel
partikel clay (flocculation) yang akan berefek pada pengkoloidan partikel clay itu sendiri.
Banyak sekali zat kimia yang dapat digunakan untuk menurunkan kekentalan, mengurangi
water loss, mengontrol fasa kolid yang disebut dengan surface active agent.
Zat kimia yang dapat menurunkan kekentalan dan mendispersi partikel clay biasa
disebut thiner. Thiner yang dapat menurunkan kekentalan atau mengencerkan partikel clay
diantaranya adalah :
1. Quobracho (dispersant)
2. Phosphate
3. Sodium Tannate (kombinasi caustic soda dan tannium)
4. Lignosulfonate
5. Lignite
Sedangkan zat-zat yang dapat menaikkan kekentalan antara lain :
1. C.M.C
2. Starch
3. Drispac
Zat-zat kimia tersebut diatas bereaksi dan mempengaruhi lingkungan sistem lumpur
tersebut, misalnya dengan menetralisir muatan muatan listrik clay, menyebabkan
dispertion dan lain sebagainya.

2.4 Jenis Lumpur Pemboran
Pada umumnya lumpur pemboran dibagi dalam dua sistem, yaitu lumpur bor dengan
bahan dasar air (water base mud) dan lumpur bor dengan bahan dasar minyak (oil base
mud). Lumpur bor berdasarkan fasa cairnya yaitu air dan minyak dapat diklasifikasikan
sebagai berikut :
1. Water base mud
Lumpur jenis ini yang paling banyak digunakan, karena biayanya relatif murah. Lumpur
ini terbagi atas fresh water mud dan salt water mud, dan apabila dilihat dari
komposisinya lumpur ini terbagi lagi sebagai berikut :
a) Gel spud mud
Komposisinya adalah sebagai berikut :
- 20 25 lb/bbl bentonite
- 0.25 0.5 lb/bbl caustic soda
Lumpur ini digunakan pada awal pemboran dimana pemeliharaannya dengan cara
menjalankan desander dan desilter secara terus menerus selama sirkulasi lumpur.
b) Lignosulfonate mud
Lumpur ini dalah salah satu jenis fluida pemboran yang serba guna, dan dalam
prakteknya lumpur ini akan menajadi optimal bilamana beberapa syarat penting
harus kita perhatikan, antara lain :
Berat Jenis tinggi ( > 14ppg )
Tahan Panas ( 121 150
o
)
Toleransi padatan yang tinggi
Tapisan yang rendah ( < 10 cc )
Toleransi terhadap garam, anhydrite, gypsum
Tahan kontaminasi semen
Komponen dasarnya meliputi air tawar atau air asin, bentonite, Chrome
Lignosulfonat, lignite, caustic soda, CMC, atau modified Starch. Ada beberapa
faktor yang harus diperhatikan di dalam penggunaan lumpur Lignosulfonat :
Sifat inhibitive akan rusak paa suhu 300
o
F
Sifat pengontrolan laju tapisan akan rusak pada temperatur 350
o
F
Pada temperatur > 400
o
F lignosulfonat akan pecah
Viscositas akan berkurang seiring kenaikan temperatur
Lignosulfonate tidak efektif dalam menstabilkan shale
Filtrat lumpur Lignosulfonat dianggap mempinya peranan merusak formasi
yang produktif
Lumpur Lignosulfonat yang sudah terkontaminasi semen akan mengental
Tergolong lumpur medium sampai berat, temperatur kerja 250 300
F, mempunyai toleransi tinggi terhadap konsentrasi garam, anhidrit gipsum dan
semen.
Komposisinya adalah sebagai berikut :
- Bentonite 20 25 lb/bbl
- Spersene 2 lb/bbl
- Xp 20 1 lb/bbl
- Barite secukupnya sesuai dengan kebutuhan
c) Polimer mud
Komposisinya adalah sebagai berikut :
- Menggunakan air tawar
- 0.25 lb/bbl soda ash
- Bentonite
- Caustic soda

d) Sea water mud
Adalah lumpur lignosulfonate yang mempergunakan prehydrated bentonite untuk
dasar pengental didalam air asin, formulasinya berkisar 2 ppb caustic soda, 1.5
ppb kapur (lime), 2-4 ppb lignosulfonate, 1-2 ppb lignite dan larutan prehydrated
bentonitesecukupnya. Biasanya alkalinity pf 1.3-3.00 cc dijaga dengan caustic
soda, pm 3.0-8.0 cc dengan kapur dan tapisan dipembuat lumpur. Konsentrasi
garam dalam air laut berkisar 30-35,000 ppm dengan berbagai ion-ion lain (Mg
+2
,
Ca
+2
).
2. Oil base mud
Lumpur ini mengandung minyak sebagai fasa kontinyunya, komposisinya diatur
agar kadar airnya rendah (3-5% volume). Relatif lumpur ini tidak sensitif terhadap
contaminant. Tetapi airnya adalah contaminant karena memberikan efek negatif bagi
kestabilan lumpur ini. Untuk mengontrol viskositas, gel strength, mengurangi efek
kontaminasi air dan mengurangi filtrate loss, perlu ditambahkan zat-zat kimia.
Faedah oil base mud didasarkan pada kenyataan bahwa filtratnya adalah
minyak, karena itu tidak akan menghidratkan shale atau clay yang sensitif baik
terhadap formasi biasa maupun formasi produktif. Kegunaan terbesar dari oil base nud
ini adalah pada completion dan work over sumur. Kegunaan yang lain adalah untuk
melepaskan drill pipe yang terjepit , mempermudah pemasangan casing dan liner. Oil
base mud ini harus ditempatkan pada suatu tanki besi untuk menghindarkan
kontaminasi air. Rig harus dipersiapkan supaya tidak kotor dan bahaya api berkurang.
Kerugian penggunaan oil base mud adalah :
- dapat mengkontaminasi lingkungan terutama untuk daerah operasi offshore.
- solid kontrol sulit dilakukan bila dibandingkan dengan water base mud.
- Elektrik logging tidak dapat dilakukan.
- Biayanya relatif lebih mahal.
3. Emulsion mud
Terbagi atas oil in water emulsion dan water in oil emulsion tergantung dari fasa apa
yang terdispersi. Fungsi lumpur ini adalah untuk menambah ROP, mengurangi filtration loss,
menambah pelumasan dan mengurangi torque, dimana lumpur ini banyak digunakan dalam
directional drilling. Komposisinya adalah lumpur dasar ditambah minyak mentah atau minyak
solar 2-15% atau lumpur dengan dasar minyak ditambahkan air 24-45% air.

2.5 Faktor Utama Dalam Pemilihan Lumpur Bor
Dalam menentukan lumpur bor yang akan digunakan dalam operasi pemboran harus
diperhatikan beberapa faktor utama untuk memilih lumpur bor tersebut, yaitu :
Bahan dasar pembuatannya air tawar, air asin dan minyak.
Sifat formasi yang akan ditembus.
Problem yang akan terjadi dan yang berhubungan dengan lumpur diusahakan sekecil
mungkin.
Dibutuhkan atau tidaknya peralatan pengontrol padatan yang efektif.
Kestabilan terhadap temperatur dan kontaminasi yang terjadi (misalnya semen, air tawar).
Pengaruh terhadap total biaya pemboran.

2.6 Pemakain Polimer Pada Lumpur Dasar Air Tawar
Pemakaian polimer pada lumpur bor adalah yang dapat berfungsi sebagai
Penggumpal ( flocculants )
Floculant berfungsi untuk mengikat cutting agar mudah dipisahkan dari
lumpur. Semua floculant tersusun dari polymer, contoh :
1. PHPA : ( Partially Hidrolized Polyacril Amide )
2. SPA : ( Sodium Poly Acrilate )
Pemecah gumpalan ( deflocculants )
Bahan ini berfungsi untuk menurunkan viscositas dan pada umumnya mempunyai second
fungtion sebagai fluid loss reducer.
Pengontrol kehilangan lumpur ( fluid loss control agent )
Bahan ini berfungsi sebagai viscofier seperti cmc dan pac polymer,
sedangkan yang berfungsi sebagai thinner adalah lignite.penggunaan formulasi yang
menggunakan polymer hendaknya memeperhatikan temperatur, karena pada
umumnya jenis jenis polymer tidak tahan temperatur tinggi.
Pengental ( viscosifier )
Viscosifier adalah bahan yang digunakan untuk menaikkan viskositas yang biasanya
mempunyai secondary fungtion sebagai fluid loss reducer.
Ada dua macam viscosifier yaitu :
Tipe clay mineral
Tipe polymer seperti XCD polymer dan guard gum polymer

Meningkatkan daya guna bentonite ( bentonite extender )
Polimer dengan anion tinggi mampu meningkatkan viskositas dan gel strength di dalam
konsentrasi padatan 4% dan konsentrasi <20 ppb. Polimer jenis ini mampu menempel pada
ujung ujung lempung dan mengembang, sehingga luas permukaan akan bertambah dan
dengan sendirinya viskositas juga akan meningkat.
Penstabil shale ( shale stabilization agents )
Bahan ini berfungsi untuk menstabilkan shale formasi agar tidak gugur kedalam lubang bor.
Dengan pola kerja adalah sebagai berikut :
Pola Coating
Bahan akan menyelimuti partikel partikel shale sehingga kontaknya dengan
fluida dapat dikurangi.
Pola Osmosa
Pada pola ini mengandalkan garam garam terlarut untuk mengabsorbsi air
dari dalam shale.
Penstabil pada suhu tinggi ( temperature stabilization )
Mengontrol rheologi lumpur pada temperatur tinggi, karena pada temperatur tinggi lumpur
biasanya akan terjadi gelation, yaitu naiknya viskositas lumpur jauh diatas normal, jadi pada
dasarnya bahan ini adalah defloculant untuk temperatur tinggi.
Mencegah korosi ( corrosion inhibitor )
Bahan ini berguna untuk mencegah terjadinya korosi pada drill string maupun pada
peralatan pengeboran lainnya.
Detergen
Detergen berfungsi untuk mencegah terjadinya balling oleh clay pada bit dan drill string. Di
samping itu juga berfungsi untuk menurunkan tegangan permukaan lumpur , sehingga
cutting lebih mudah diendapkan di settling pit.
Lubricant
Lubricant adalah bahan untuk mengurangi gesekan / torsi antara rangkain pipa dengan
dinding lubang dan pada umumnya di buat dari senyawa senyawa derivat fatty acid.

2.7 Kandungan Garam
Kandungan Cl ditentukan untuk mengetahui kadar garam dari lumpur. Kadar garam
dari lumpur akan mempengaruhi interprestasi logging listrik. Kadar garam yang besar aka
menyebabkan daya hantarnya besar pula. Pembacaan resistivity dari cairan formasi akan
terpengaruh. Naiknya kadar garam dari lumpur disebabkan cutting garam yang masuk
kedalam lumpur disaat menembus formasi yang mengandung garam, dengan kata lain
lumpur terkontaminasi oleh garam.

2.8 Kontaminasi Lumpur Bor
Kontaminasi adalah suatu problem yang dapat muncul dengan gejala yang perlahan-
lahan ataupun dengan segera dan cepat, dan biasanya diamati suatu fluktuasi sifat-sifat
lumpur yang tadinya normal saja menjadi naiknya yield point, naiknya daya agar, viskositas
yang berlebih dan laju tapisan yang tidak terkontrol.
Kontaminan didefinisikan semua jenis zat (padat, cairan ataupun gas) yang dapat
menimbulkan pengaruh merusak terhadap sifat-sifat fisika atau kimiawi dari fluida
pemboran. Semua jenis lumpur mempunyai satu kontaminan umum yaiut padatan berat
jenis rendah (Low Solid Gravity), baik yang berasal dari serbuk bor ataupun dari pemakaian
bentonite yang terlalu berlebihan.
2.8.1 Kontaminasi Sodium Chlorida
Kontaminasi ini terjadi saat pemboran menembus kubah garam (salt dome), lapisan
garam, lapisan batuan yang mengandung konsentrasi garam yang cukup tinggi atau akibat
air formasi yang berkadar garam tinggi dan masuk kedalam sistim lumpur. Akibat adanya
kontaminasi ini, akan mengakibatkan berubahnya sifat lumpur seperti viscositas, yield point,
gel strengt dan filtration loss. Kadang-kadang penurunan pH dapat pula terjadi bersamaan
dengan kehadiran garam pada sistim lumpur.
2.8.2 Kontaminasi Gypsum dan Anhydrit
Hanya sedikit daerah didunia dimana tidak dijumpai formasi gypsum (CaSO
4
), pilihan
yang diambil dalam mengatasi ini adalah dengan mengendapkan ion Ca
+2
atau merubah
sisitim lumpur kapur (dasar kalsium). Gejala mula-mula dari kontaminasi gypsum adalah
viskositas yang tinggi, daya agar tinggi dan laju tapisan bertambah.
2.8.3 Kontaminasi Semen
Kemungkinan untuk kontaminasi semen itu selalu ada pada setiap sumur pemboran.
Semen tidak menjadi kontaminan hanya jika fluida yang dipakai air jernih, air garam, lumpur
kalsium dan lumpur minyak. Parah atau tidaknya kontaminasi ini tergantung pada faktor-
faktor seperti konsentrasi padatan dalam lumpur dan keras atau lunaknya semen pada
lubang.
Gejala kontaminasi semen adalah viskositas yang tinggi, yield point yang abnormal, daya
agar yang besar dan tapisan yang tidak terkontrol, ini disebabkan reaksi ion Ca
+2
dari semen
dengan lempung dan tingginya pH larutan.

2.9 Sistem Lumpur Non Disperse Dengan Padatan Rendah
Sistem lumpur non dispersi dengan padatan rendah dipergunakan untuk memperoleh
laju penembusan yang lebih cepat tanpa merusak stabilitas lubang bor. Hal ini dapat
ditanggulangi dengan pemakain bahan kimiadan cara cara mekanis seperti :
- Menjaga lumpur dengan kadar padatan rendah dengan total kumulatif
dibawah 6%.
- Partikel koloid diperkecil di bawah 1 mikron.
Lumpur ini menggunakan bentonite dengan polimer untuk mencapai hasil yang
dikehendaki dan sifat kehilangan cairan yang terkontrol. Untuk pemberat lumpur ini dapat
dipakai barite.
Jika lumpur ini dibuat dengan komposisi yang tepat dan terus dipelihara maka
pemakaian dispersane atau pengencer dapat dihindarkan. Jika koloid dan keseluruhan
kandungan tetap dijaga dalam batas batas yang dapat diterima maka pengaturan sifat
sifat aliran dapat dibuat dengan memakai sistem polyacrylate.
Lumpur tersebut memberikan beberapa keuntungan diantaranya adalah dapat
memudahkan pembersihan padatan dengan kandungan rendah, meningkatkan daya
hidrolik, mempercepat laju penembusan, pemeliharaan yang mudah sehingga secara
keseluruhan membuat pelaksanaan operasi pemboran akan berjalan lebih efisien.
Pemakaian lumpur polimer non dispersi dengan padatan rendah sering digunakan
pada operasi pemboran dengan tingkat tinggi keberhasilan yang cukup tinggi. Dengan
manfaat yang terdapat dalam lumpur tersebut maka modifikasi dari lumpur ini menjadi tipe
fluida pemboran yang layak dipergunakan.
Faktor ekonomis dari pemakaian lumpur non dispersi dengan padatan rendah menjadi
salah satu faktor yang harus dipertimbagkan, terutama pada daerah dengan kemampuan
laju penembusan formasi 1 30 ft/jam. Dengan lumpur jenis ini maka laju penembusan akan
meningkat bahkan pada formasi batuan keras, sehingga dari segi biaya pemakaian lumpur
ini lebih menguntungkan.
Untuk penggunaan lumpur ini pada formasi sedang dengan laju penembusan ( 30 50
ft/jam ), didapat keuntungan pada usia pakai pahat bor, sehingga biaya pemboran dapat
lebih rendah.
Pada laju penembusan 50 75 ft/jam penggunaan lumpur ini akan memberikan nilai
keekonomisan yang cukup baik. Dengan catatan digunakannya menara bor ( rig ) yang
memiliki alat pengontrol padatan untuk membersihkan serbuk bor.
Pada kondisi luar biasa dengan kecepatan penembusan 75 200 ft / jam, lumpur
polimer non dispersi ini tidak dapat dipergunakan karena akan menghasilkan serbuk bor
dalam jumlah besar.

2.10 Sistem Lumpur Dispersi
Lumpur pemboran dispersi yang paling sederhana adalah lumpur air tawar yang
tercampur hidrat lempung secara alami apabila mata bor menembus formasi. Lumpur
pemboran dispersi ini disebut juga lumpur alami dan dipakai dalam pemboran dangkal atau
untuk pemboran bagian atas dari sumur yang dalam.
Pemboran dimulai dengan sirkulasi air tawar,dimana reaksi padatan lempung dalam
formasi yang sedang di bor menjadi hidrat dan menyebar ( dispersi ). Sifat kekentalan
lumpur pemboran juga diperlukan untuk pengangkatan serbuk bor kepermukaan.
Untuk meningkatkan viskositas, bentonite bisa ditambahkan sebagai pelengkap
lempung, dan jika peningkatan viskositas lebih cepat secara berlebihan maka lumpur
pemboran diencerkan dengan air. Pengencer ini terus berlanjut untuk tahap berikutnya
sehingga menjadi tidak praktis karena banyaknya volume lumpur yang perlu diperhatikan.
Tahap berikutnya adalah mempertahankan dan memlihara jenis lumpur tersebut
dengan membersihkan bebrapa padatan pemboran atau serbuk bor dengan perlengkapan
mekanis dan pengolahan bahan kimia.
Senyawa fosfat, asam sodium pyrofosfat, sodium tetrafosfat merupakan zat - zat
utama yang dipakai dalam mengontrol kondisi lumpur. Pengontrolan padatan pemboran
didalam lumpur dilakukan melalui penambahan bahan kimia ( additive) pengenceran lumpur
dengan air dan peralatan pembersih padatan bor.

Keuntungan Dan Kerugian Sistem Fluida Pemboran Disperse
Keuntungan dan kerugian yang didapat dengan menggunakan sistem fluida pemboran
disperse ( Lumpur Lignosulfonate ) antara lain :
Keuntungan :
Mudah dalam pembuatan dan relatif lebih sedikit menggunakan bahan
kimia.
Mempunyai efek penurunan laju penembusan ( karena memiliki banyak
partikel yang berukuran < 1 mikron ).
Sesuai untuk lumpur dengan berat jenis tinggi.
Dapat dipakai pada temperatur tinggi.

Kerugian :
Tidak dapat dipakai pada pemboran formasi batuan yang keras.
Tidak dapat dipakai pada operasi pemboran yang cepat karena terlalu
banyak serbuk bor yang dihasilkan.

http://stefanuschristian121190.blogspot.com/2012/11/lumpur-pemboran_1805.html




Coring
Coring adalah suatu usaha untuk mendapatkan contoh batuan (core) dari formasi di bawah
permukaan untuk dianalisa sifat fisik batuan secara langsung.
Sedangkan analisa core adalah kegiatan pengukuran sifat-sifat fisik batuan

yang dilakukan di laboratorium terhadap contoh batuan.Pada prinsipnya ada dua metoda
coring yang umum dilakukan di lapangan, yaitu :
Bottom Hole Coring
Sidewall Coring

1.Bottom Hole Coring
Yaitu cara pengambilan core yang dilakukan pada waktu pemboran berlangsung. Pada
metoda bottom hole coring mempergunakan core bit, sejenis pahat yang ditengahnya
terbuka dan mempunyai sejenis pemotong pahat.

2.Sidewall Coring
Yaitu cara pengambilan core yang dilakukan setelah operasi pemboran selesai atau pada
waktu pemboran berhenti. Pengambilan core dengan teknik sidewall coring dilakukan pada
dinding dari lubang bor.

Anda mungkin juga menyukai