Anda di halaman 1dari 17

1

EKSTRAKSI KARAGENAN

LAPORAN RESMI PRAKTIKUM
TEKNOLOGI HASIL LAUT


Disusun oleh:
Johana Lanna Christabella 12.70.0093
Kelompok B2












PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATA
SEMARANG

2014

2

1. HASIL PENGAMATAN

Hasil pengamatan karagenan dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Hasil Pengamatan karagenan
Kelompok Berat Awal (g) Berat Kering (g) Rendemen (%)
B1 40 2,645 6,613
B2 40 1,552 3,880
B3 40 2,033 5,083
B4 40 2,610 6,525
B5 40 2,228 5,570
B6 40 2,326 5,815

Berdasarkan Tabel 1.dapat dilihat bahwa dengan berat awal yang sama pada semua
kelompok yaitu 40 gram, didapatkan berat kering dengan nilai paling tinggi yaitu 2,645
gram terdapat pada kelompok 1, sedangkan berat kering dengan nilai yang paling
rendah adalah 1,552 gram terdapat pada kelompok 2. Kemudian untuk % Rendemen
dengan nilai tertinggi adalah 6,613% terdapat pada kelompok 1, sedangkan % rendemen
dengan nilai terendah yaitu 3,880% terdapat pada kelompok 2.

3

2. PEMBAHASAN

Pada praktikum mata kuliah Teknologi Hasil Laut ini, praktikan melakukan percobaan
yang berjudul Ekstraksi Karagenan. Karagenan adalah polisakarida dari hasil
ekstraksi yang berasal dari spesies rumput laut atau alga merah (rhodophyceae).
Terdapat beberapa jenis karagenan komersial, antara lain iota, kappa dan lambda. Ada
jenis lain karagenan, yaitu karagenan mu yang merupakan prekursor karagenan kappa,
dan karagenan nu yang merupakan prekursor iota. Jenis karagenan ini diperoleh dari
spesies rhodophyta. Secara alami, jenis iota dan kappa terbentuk secara enzimatis yang
berasal dari prekursornya oleh sulfohydrolase. Jika dibandingkan secara komersial, jenis
ini diproduksi dengan menggunakan ekstraksi dengan alkali. Berat molekul massa rata-
rata yang dimiliki produk komersial berkisar antara 400.000 sampai 600.000 Da. Selain
galaktosa dan sulfat, beberapa karbohidrat lainnya juga ditemui, seperti xylose, uronic
acids, glucose, dan substituen seperti methyl esters dan grup pyruvate. Jenis karagenan
kappa didominasi dari rumput laut tropis yaitu Kappaphycus alvarezii, dimana pada
dunia perdagangan terkenal dengan nama Eucheuma cottonii. Sedangkan Eucheuma
denticulatum merupakan spesies utama untuk menghasilkan jenis karagenan iota, untuk
karagenan jenis lamda diproduksi dari spesies Gigartina dan Condrus (Van De Velde,
2002).

Karagenan banyak dimanfaatkan sebagai pembentuk gel, agen pengental, dan bahan
penstabil pada industri pangan, industri farmasi, industri kosmetik, dan industri tekstil
(Van de Velde et al., 2002; Campo et al., 2009). Ditambahkan oleh Frashier dan Parker
(1985) bahwa karagenan bersifat hidrofilik, dimana karagenan dapat mengikat air dan
dapat menstabilkan sistem emulsi pada produk emulsi. Berdasarkan sifatnya yang
hidrofilik tersebut, penambahan karagenan dalam produk emulsi dilakukan untuk
meningkatkan viskositas fase kontinu sehingga emulsi dapat menjadi stabil.

Tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui proses mengekstrak karagenan dari
seaweed Euchema cotonii. Cottonii secara umum lebih dikenal dan biasa dipakai
dalam dunia perdagangan. Klasifikasi Eucheuma cottonii berdasarkan Doty (1985)
adalah sebagai berikut :
4

Kingdom : Plantae
Divisi : Rhodophyta
Kelas : Rhodophyceae
Ordo : Gigartinales
Famili : Solieracea
Genus : Eucheuma
Species : Eucheuma alvarezii
Karakter fisik Eucheuma cottonii yakni mempunyai thallus silindris dan permukaan
tubuhnya licin. Untuk warna tubuhnya, kadang-kadang berwarna hijau kuning, hijau,
abu-abu atau merah. Perubahan warna ini sering terjadi sebagai akibat dari faktor
lingkungan. Kejadian ini merupakan proses adaptasi kromatik. Adptasi kromatik adalah
penyesuaian antara proporsi pigmen dengan berbagai kualitas pencahayaan (Aslan,
1998).

Beberapa jenis Eucheuma berperanan penting dalam dunia perdagangan internasional
sebagai penghasil ekstrak karagenan. Kadar karagenan pada setiap spesies Eucheuma
yaitu antara 54 73 %, tergantung dari jenis dan lokasi tempat tumbuhnya. Pada
awalnya, Eucheuma didapat dari perairan Sabah (Malaysia) dan Kepulauan Sulu
(Filipina). Kemudian mulai dikembangkan ke berbagai negara sebagai tanaman
budidaya. Lokasi dari budidaya rumput laut jenis ini yang terdapat di Indonesia antara
lain Lombok, Sumba, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan,
Lampung, Kepulauan Seribu, dan Perairan Pelabuhan Ratu (Atmadja, 1996).

Dalam praktikum ekstraksi karagenan ini, pertama-tama dilakukan adalah rumput laut
basah ditimbang sebanyak 48 gram, kemudian dipotong kecil-kecil, dan diblender.
Tujuan dari perlakuan pemotongan dan pemblenderan ini adalah agar permukaan
rumput laut basah bisa lebih luas, sehingga dapat terjadi kontak antara permukaan
rumput laut basah dengan air pada tahap berikutnya secara maksimal (Winarno, 2002).
Setelah itu, tepung rumput laut direbus (diekstraksi) dalam air sebanyak 500 ml selama
1 jam dengan suhu 80
o
C-90
o
C. Perebusan ini bertujuan untuk mengekstraksi tepung
rumput laut sehingga hasil rendemen yang diperoleh maksimal (Distantina et al., 2006).
Langkah selanjutnya, pH diatur menjadi 8 dengan cara menambahkan larutan HCl 0,1 N
5

atau NaOH 0,1 N. Lalu disaring dengan kain saring, dan ditambahkan NaCL 10%
sebanyak 5% dari volume filtrat. Proses penyaringan ini bertujuan untuk memisahkan
partikel yang masih melayang, atau dengan kata lain belum mengendap, sehingga
dengan dilakukannya penyaringan cairan dalam larutan ini bisa mendapatkan filtrat
(Glicksman, 1983). Sedangkan penambahan NaCl berfungsi untuk menjadikan
karaganen mempunyai sifat yang dapat mencair saat dipanaskan, sedangkan ketika
didinginkan akan terbentuk gel (Imeson, 2000). Disamping itu, NaCl juga dapat
digunakan untuk proses ekstraksi karagenan lebih lanjut (Mappiratu, 2009). Selanjutnya
sampel dipanaskan pada suhu 60
o
C, dan dituang ke wadah yang berisi cairan IPA
sebanyak 300 ml. Pemanasan yang dilakukan pada tahap ini bertujuan untuk
mengeringkan, sekaligus untuk menghilangkan air bebas yang terdapat dalam bahan
(Winarno et al., 1980). Langkah selanjutnya adalah dilakukan pengadukan selama 10-15
menit hingga terbentuk endapan karagenan. Kemudian ditiriskan dan direndam dalam
larutan IPA sampai serta karagenan menjadi lebih kaku. Fungsi dari proses perendaman
dengan larutan IPA adalah untuk menjadikan viskositas karagenan menjadi lebih besar.
Larutan IPA sendiri adalah larutan non polar, dimana larutan ini mempunyai daya
kelarutan yang rendah pada karagenan (Guiseley et al., 1980). Langkah selanjutnya
adalah karagenan yang sudah menjadi lebih kaku kemudian dibentuk tipis-tipis, dan
diletakkan dalam wadah yang tahan panas untuk kemudian dikeringkan dalam oven
selama 12 jam, suhu 50oC-60oC lalu ditimbang dan diblender menjadi tepung
karagenan. Selanjutnya % rendemen dapat dihitung dengan rumus berat kering dibagi
dengan berat basah kemudian dikali 100%.

Dengan berat awal yang sama pada semua kelompok yaitu 40 gram, didapatkan berat
kering dengan nilai paling tinggi yaitu 2,645 gram terdapat pada kelompok 1, sedangkan
berat kering dengan nilai yang paling rendah adalah 1,552 gram terdapat pada kelompok
2. Kemudian hasil % rendemen yang didapat oleh tiap kelompok berbeda-beda. Untuk
rendemen dengan nilai tertinggi adalah 6,613% terdapat pada kelompok 1, sedangkan
rendemen dengan nilai terendah yaitu 3,880% terdapat pada kelompok 2. Untuk
kelompok 3 memiliki rendemen sebanyak 5,083%, kelompok 4 memiliki rendemen
sebanyak 6,525%, kelompok 5 rendemennya adalah sebanyak 5,570%, dan kelompok 6
jumlah 5,815%. Didapatkan hasil yang berbeda-beda setiap kelompok karena setiap
6

kelompok melakukan pemotongan rumput laut yang tidak seragam, lamanya
pemblenderanpun tidak sama. Sehingga didapatkan hasil yang kurang maksimal pada
luas permukaan. Dengan perbedaan luas permukaan tiap kelompok, maka jumlah
karagenan yang kontak dengan pelarut akan berbeda pula, sehingga didapatkan hasil
rendemen yang berbesa-beda (Winarno, 2002). Sedangkan dilihat dari sudut pandang
ekstraksi, beberapa hal yang mempengaruhi proses ekstraksi yaitu suhu, ukuran partikel,
pengadukan, dan waktu kontak dengan solvent. Solvent yang baik harus memiliki
selektivitas yang tinggi, bersifat inert, mempunyai titik didih tinggi, bersifat tidak
beracun, tidak mudah terbakar, tidak korosif, viskositasnya kecil, memiliki densitas
yang cukup besar, murah, dan mudah didapat (Aprilia et al., 2006).

7

Pembahasan Jurnal
1. Different regulation of haloperoxidation during agar oligosaccharide-activated
defence mechanisms in two related red algae, Gracilaria sp. and Gracilaria chilensis.
Florian Weinberger, Boris Coquempot, Sandra Forner, Pascal Morin, Bernard Kloareg
and Philippe Potin.
2007.

Berkaitan dengan rumput laut merah yaitu Gracilaria sp dari Mediterania timur dan
Gracilaria chilensis dari Chili yang merupakan tumbuhan serupa dan mempunyai
persediaan enzimatik untuk proses halogenasi. Senyawa organik terhalogenasi Volatile
(VHOCs) memberikan iodine dan Br yang nantinya akan bereaksi dengan ozon di
atmosfer dan mempengaruhi massa gas rumah kaca. Banyak produksi global
halocarbons volatile biogenik serta ganggang laut menjadi peran utama dalam proses
ini. Sebagai contoh, telah diperkirakan bahwa mikro laut dan makroalga menghasilkan
70% global bromoform. Produksi volatile dan nonvolatile senyawa organik
terhalogenasi dari makroalga diduga terlibat dalam beberapa kasus methyltransferases,
yang tidak tergantung pada H2O2, tetapi terutama proses halogenasi enzim peroksidase,
yang mengkatalisis oksidasi ion halida untuk hypohalous asam dan memerlukan H2O2.
Senyawa Polyhalogenated mungkin selanjutnya terbentuk melalui reaksi haloform, yang
menghasilkan substitusi berurutan atom hidrogen pada nukleofilik akseptor dengan
atom halogen. Halogenasi peroksidase biasanya relatif tidak spesifik berkaitan dengan
substrat nukleofilik dan menghasilkan tidak hanya VHOCs, tetapi terpene juga
terhalogenasi dan fenol.

2. Influence of -Carrageenan, Agar-Agar and Starch On The Rheological Properties
oF Blueberries Yoghurt.
Mircea-Adrian Oroian, Gheorghe Gutt
Karagenan adalah polisakarida rumput laut yang diperoleh dari dinding sel
Rhodophyceae (ganggang merah) terutama Chondrus, Gigartina, Kappaphycus,
Eucheuma. Karagenan biasanya diklasifikasikan menurut komposisi sulfat mereka. Dari
aplikasi industri, sudut pandang konfigurasi yang paling penting adalah bentuk
(kappa), (iota) dan (lambda); mempunya struktur yang berbeda terutama dalam
8

jumlah kelompok tersulfasi per disakarida: satu, dua atau tiga untuk , , , masing-
masing. Interaksi antara karagenan dan misel kasein memberkan efek yang terbalik pada
karagenan dan konsentrasi protein susu pada perilaku sistem secara keseluruhan, di
mana interaksi tertentu antara -karagenan dan -kasein meningkatkan sifat gelling.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengamati perbedaan rheologi yang dihasilkan
oleh tiga hidrocolloids pada perilaku blueberry set yoghurt. Tiga hydrocolloids yang
digunakan antara lain -karagenan, agar-agar dan pati dengan konsentrasi yang berbeda
(yaitu masing-masing 0, 0,2, 0,4 dan 0,8%) dan kultur starter (Lactobacillus bulgaricus
dan Streptococcus thermophilus). Sifat reologi dari blueberry yoghurt yang diperoleh
dari susu diselidiki dengan Brookfield RV Pro II + viskometer pada shear rate yang
berbeda, dengan menggunakan spindle RV. Ketiga hydrocolloids dinilai dapat
meningkatkan viskositas sampel. Sampel dengan konsentrasi tertinggi dari -karagenan
mempunyai viskositas tertinggi, tegangan geser dan konsistensi, sedangkan sampel
tanpa hydrocolloids mempunyai viskositas terkecil.Suhu penyisipan hidrokoloid
memiliki dampak yang besar pada sineresis sampel yogurt. Jika hidrokoloid
dimasukkan pada suhu lebih tinggi dari suhu pembentukan gel (yang tepat untuk setiap
hidrokoloid), maka hal itu akan menghasilkan sineresis sampel. Proses utama dalam
konversi susu menjadi yogurt adalah aglomerasi misel kasein ke dalam struktur tiga
dimensi. Kasein merupakan sekitar 80% dari total kandungan protein susu sapi. Gel
asam kasein dapat dibentuk secara kimia, dengan penambahan langsung asam mineral
atau dekomposisi Glucono -lakton (GDL) menjadi asam glukonat. Dalam produksi
yoghurt, pH diturunkan dengan fermentasi menggunakan bakteri yang dapat mengubah
gula susu (laktosa) menjadi asam laktat. Kultur starter komersial untuk pembuatan
yogurt biasanya terdiri dari campuran strain yang dipilih dari Lactobacillus bulgaricus
dan Streptococcus thermophilus. Penambahan hidrokoloid dan peningkatan jumlah
hidrokoloid pada sampel yogurt blueberry akan sifat dari sampel yogurt. Hasil ini lebih
lanjut menunjukkan bahwa penambahan -karagenan disebabkan pergeseran yang lebih
besar dari sifat pengencer sampel yogurt, sedangkan pati dan agar-agar menunjukkan
efek terkecil daripada -karagenan pada perilaku penipisan sampel yogurt.

3. Yield and quality of carrageenan from Kappaphycus alvarezii subjected to different
physical and chemical treatments
9

Pathik Chandra Mishra, Reeta Jayasankar and C. Seema.
2006

Untuk mengetahui metode yang cocok untuk ekstraksi karagenan dari Kappaphycus
alvarezii, maka penelitian rinci dibuat secara kuantitatif dan kualitatif dan diberi
perlakuan fisik dan kimia yang berbeda. Bahan kering direndam dalam KOH dan
dipanaskan selama 5 jam pada suhu 90oC dan diendapkan dengan propanol yang akan
memberikan hasil maksimum yaitu 59,4% dan viskositas 25.25 cps. Dengan perlakuan
Ca(OH)2, hasilnya hampir mirip dengan perlakuan KOH namun viskositasnya sangat
rendah (9.45 cps). Gel berwarna coklat ketika diberi perlakuan dengan NaOH dan
berwarna putih susu dengan Ca(OH)2. Gel KOH tebal, tembus dengan viskositas tinggi.
Pretreatments rumput laut kering dengan NaOH, KOH dan Ca(OH)2 diikuti dengan
pemasakan dengan tekanan menunjukkan hasil yang relatif lebih tinggi dari karagenan,
namun untuk viskositas, kejelasan dan tekstur gel menjadi lebih rendah. Kejelasan gel
yang diperoleh dengan perlakuan KOH-metanol lebih tinggi bila dibandingkan dengan
perlakuan lainnya. Hasil karaginan lebih tinggi bila bahan diekstraksi membeku
semalam dan dicairkan, tetapi gel berwarna coklat dengan sifat yang sedikit kaku.
Penelitian ini menunjukkan bahwa perlakuan dengan KOH memberikan hasil dan
kualitas gel yang lebih baik. Karagenan secara komersial sangat penting dan merupakan
polisakarida yang tinggi sulfat. Karagenan tidak dapat dicerna oleh tubuh manusia, oleh
karena itu karagenan tidak memberikan manfaat gizi, tetapi bertindak sebagai aditif
dalam industri pangan karena sifat fungsionalnya yang dapat digunakan untuk
mengontrol kelembaban, memberikan tekstur dan untuk menstabilkan makanan.
Karagenan mempunyai fungsi yang cukup luas, dapat digunakan dalam industri koloid
seperti makanan, farmasi dapat digunakan untuk mengikat dan dispersi, dapat juga
digunakan didalam makanan terutama di aplikasi susu untuk gel.

4. In Vitro Anti Inflammatory Activity of Hydroalcoholic Extract of Asparagus
Racemosus Roots
Suchita Mital, Praveen K Dixit, Rupesh K Gautam, Gupta M. M.
2013.
10

Asparagus racemosus secara umum diketahui sebagai Shatavari yang termasuk
dalam famili Liliaceae. Tujuan dari penelitian ini adalah unutk mengevaluasi
aktivitas anti inflamasi pada ekstrak hidroalkoholik dari akar Asparagus racemosus
(ARHE) dengan menggunakan metode stabilisasi membran sel darah manusia, dan
dengan metode denaturasi protein. Inflamasi merupakan mekanisme perlindunan
pada mikrosirkulasi lokal hingga kerusakan jaringan yang disebabkan oleh trauma
fisik, rangsangan berbahasa dari bahan kiia, panas, reaksi antigen dan antibody,
serta efek mikrobia. Tumbuhan dengan analgesik dan aktivitas anti inflamasi
menjadi bahan penelitian yang menarik karena merupakan bagian dari pengobatan
modern. Asparagus racemosus merupakan salah satu tanaman yang dapat membantu
pengobatan ini. A. racemosus akan menunjukkan stabilisasi membran dengan cara
menghambat induksi lisis hipotonis dari membran eritrosit. Stabilisasi membran
lisosom dalam membatasi inflamasi adalah dengan mencegah pelepasan konstituen
lisosom dari neutrofil yang telah diaktifkan seperti enzim bakterisidal dan protease,
yang menyebabkan inflamasi jaringan lebih lanjut, dan kerusakan saat pelepasan
ekstraseluler. Denaturasi jaringan protein merupakan salah satu penyebab inflamasi.
Agen yang daat mencegah denaturasi protein juga dapat menjadi obat anti inflamasi
yang berharga. Pada mekanisme denaturasi, kemungkinan melibatkan perubahan
hidrogen elektrostatis, hidrofobik, dan ikatan disulfida.

5. Ice cream properties affected by lambda-carrageenan or iota-carrageenan
interactions with locust bean gum/carboxymethylcellulose mixtures
Pintor, A. and Totosaus, A.
2012

Pengaruh interaksi iota-karagenan (ICG) atau lambda-karagenan (LCG) dengan locust
bean gum dan karboksimetilselulosa pada sifat-sifat es krim dipelajari menggunakan
pendekatan desain campuran. Campuran dengan LCG disajikan nilai viskositas lebih
tinggi dari ICG pada proporsi yang sama. Namun, campuran dengan ICG proporsi yang
lebih tinggi menghasilkan sifat leleh meningkatkan tekstur lebih lembut (lagi pertama
menjatuhkan waktu dan tingkat leleh yang lebih rendah). Interaksi antara ICG dengan
locust bean gum dan karboksimetilselulosa dimodifikasi pembentukan kristal es selama
11

pembuatan es krim, meningkatkan tekstur dan karakteristik mencairnya es krim
dirumuskan. Es Krim merupakan sistem kompleks yang terdiri dari sel-sel udara, kristal
es, gelembung-gelembung lemak yang bersatu atau agregat, dikelilingi oleh gula,
protein, garam dan air matriks. Masing-masing bahan dalam pengaruh formulasi sifat es
krim. Hidrokoloid dalam es krim sangat penting karena efeknya pada pembentukan
struktur kristal es dan stabilitas mereka selama pembekuan dan penyimpanan,
karakteristik tercermin pada tekstur es krim. Hidrokoloid akan meningkatkan stabilitas
emulsi yang mengikat air bebas, kemudian meningkatkan viskositas dan ditambah
dengan meningkatkan penggabungan udara. Karagenan adalah hidrokoloid yang paling
banyak digunakan dalam industri susu karena terdapat interaksi khusus dengan protein
susu. Kekuatan interaksi antara berbagai jenis karagenan (lambda, kappa dan iota) dan
protein susu tergantung pada muatan negatif karagenan karena jumlah kelompok sulfat,
dan kondisi lingkungan. Hidrokoloid utama yang digunakan dalam pembuatan es krim
adalah campuran dari locus bean gum, kappa-karagenan dan / atau
karboksimetilselulosa. Selain itu locus bean gum dan lambda karaginan telah digunakan
untuk mengurangi es krim kekerasan selama pembekuan. Penggunaan hidrokoloid
campuran antara CMC-LBG yang mengandung ICG akan mengakibatkan lebihnya
viskositas es krim, mungkin hal ini terkait dengan penanganan selama pembuatan. Es
krim dengan ICG memperoleh overrun tinggi dan tekstur yang lebih lembut, hal ini
terjadi karena penggabungan kenaikan udara memicu resistansi rendah untuk penetrasi
es krim. Ketika campuran ICG ditingkatkan, akan menghasilkan es krim dengan
karakteristik yang mudah mencair karena kurang keras es krim selama penyimpanan.
Penggunaan hidrokoloid non gel dalam es krim akan memformulasi perbaikan sifat-sifat
es krim.


12

3. KESIMPULAN

Karagenan adalah polisakarida dari hasil ekstraksi yang berasal dari spesies
rumput laut atau alga merah (rhodophyceae)
Beberapa jenis karagenan komersial, yaitu iota, kappa dan lambda
Karagenan mu merupakan prekursor karagenan kappa, dan karagenan nu
merupakan prekursor iota
Karagenan mempunyai kemampuan untuk membentuk gel secara thermo-
reversible, yang merupakan larutan kental
Karagenan dimanfaatkan sebagai pembentuk gel, agen pengental, bahan
penstabil pada industri pangan, industri farmasi, industri kosmetik, dan industri
tekstil
Karagenan bersifat hidrofilik, yaitu dapat mengikat air dan dapat menstabilkan
sistem emulsi pada produk emulsi
Beberapa jenis Eucheuma berperan penting dalam dunia perdagangan
internasional sebagai penghasil ekstrak karagenan.
Tujuan dilakukan pemotongan dan pemblenderan adalah untuk memperluas luas
permukaan rumput laut basah, sehingga terjadi kontak antara permukaan rumput
laut basah dengan air pada tahap berikutnya secara maksimal
Tujuan proses penyaringan adalah untuk memisahkan partikel yang masih
melayang, sehingga didapatkan filtrat
Penambahan NaCl adalah untuk menjadikan karaganen bersifat dapat mencair
saat dipanaskan, dan terbentuk gel ketika didinginkan
Tujuan proses pemanasan adalah untuk mengeringkan, dan menghilangkan air
bebas yang terdapat dalam bahan
Fungsi proses perendaman dengan larutan IPA adalah untuk menjadikan
viskositas karagenan menjadi lebih besar
Larutan IPA adalah larutan non polar, dimana larutan ini mempunyai daya
kelarutan yang rendah pada karagenan
Hasil rendemen yang berbeda-beda setiap kelompok karena pemotongan rumput
laut yang tidak seragam, lamanya pemblenderanpun tidak sama.
13

Perbedaan luas permukaan tiap kelompok akan menjadikan jumlah karagenan
yang kontak dengan pelarut akan berbeda, sehingga didapatkan hasil rendemen
yang berbesa-beda
Beberapa hal yang mempengaruhi proses ekstraksi yaitu suhu, ukuran partikel,
pengadukan, dan waktu kontak dengan solvent
Karakter solvent yang baik : memiliki selektivitas yang tinggi, bersifat inert,
mempunyai titik didih tinggi, bersifat tidak beracun, tidak mudah terbakar, tidak
korosif, viskositasnya kecil, memiliki densitas yang cukup besar, murah, dan
mudah didapat









Semarang, 3 Oktober 2014 Asisten Dosen,
- Aletheia Handoko
- Margaretha Rani Kirana

Johana Lanna Christabella
12.70.0093

14

4. DAFTAR PUSTAKA
Aprilia, I.A; Rakhmawati, T; Utami, H. (2006). Ekstraksi Karaginan dari Rumput Laut
Jenis Eucheuma Cottonii. Seminar Nasional Teknik Kimia Indonesia hal BBTP 24-1-
BBTP24-6

Aslan, L. (1998). Budidaya Rumput Laut. Edisi Revisi. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.

Atmadja WS. 1996. Pengenalan Jenis Algae Merah. Di dalam: Pengenalan Jenis- Jenis
Rumput Laut Indonesia. Jakarta: Pusat Penelitian dan Pengembangan Oseanologi,
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. hlm 147 151.

Campo, V.L., Kawano,D.F., Silva Jnior, D.B., Ivone Carvalho, I., 2009,
Carrageenans: Biological Properties, Chemical Modifications and Structural Analysis,
Carbohydrate Polymers, 77, 167-180.

Distantina, S; Rusman. O; dan Hartati. S. (2006).Pengaruh Konsentrasi Asam Asetat
pada Perendaman Terhadap Kecepatan Ekstraksi Agar-agar.
http://ebookbrowse.com/pengaruh-konsentrasi-asam-asetat-pada-perendaman-terhadap-
kecepatan-ekstraksi-agar-agar-pdf-d210970876.

Doty MS. 1985. Eucheuma alvarezii sp.nov (Gigartinales, Rhodophyta) from Malaysia.
Di dalam: Abbot IA, Norris JN (editors). Taxonomy of Economic Seaweeds.
California Sea Grant College Program. p 37 45.

Fashier, L. R, N. S. Parker. 1985. How Do Food Emulsion Stabilizers Work?. Crisro.
Food Research Quaerterly. 45 (2): 33-39.

Florian Weinberger, Boris Coquempot, Sandra Forner, Pascal Morin, Bernard Kloareg
and Philippe Potin. (2007). Different regulation of haloperoxidation during agar
oligosaccharide-activated defence mechanisms in two related red algae, Gracilaria sp.
and Gracilaria chilensis.

Glicksman, M. (1983). Food Hydrocolloid Vol II. CRC Press, Inc. Boca Raton. Florida.
http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/47184/C11bac.pdf?sequence=1.
Diakses tanggal tanggal 2 Oktober 2014

Guiseley K.B., Stanley N.F., Whitehouse, P.A. 1980. Carrageenan. Dalam: Davids RL.
Hand Book of Water Soluble Gums and Resins. New York, Toronto, London: Mc Graw
Hill Book Company. Halaman 125-142

Imeson, A. (2010). Food Stabilisers, Thickeners and Geliing Agents. Oxford : John
Wiley& Sons Ltd

15

Mappiratu. 2009. Kajian teknologi pengolahan karaginan dari rumput laut Euchema
cottonii skala rumah tangga. Media Litbang Sulteng 2(1):1-6

Mircea-Adrian Oroian, Gheorghe Gutt. ( ___ ). Influence of -Carrageenan, Agar-Agar
and Starch On The Rheological Properties oF Blueberries Yoghurt.

Pathik Chandra Mishra, Reeta Jayasankar and C. Seema. (2006). Yield and quality of
carrageenan from Kappaphycus alvarezii subjected to different physical and chemical
treatments

Pintor, A. and Totosaus, A.(2012). Ice cream properties affected by lambda-carrageenan
or iota-carrageenan interactions with locust bean gum/carboxymethylcellulose mixtures

Suchita Mital, Praveen K Dixit, Rupesh K Gautam, Gupta M. M. (2013). In Vitro Anti
Inflammatory Activity of Hydroalcoholic Extract of Asparagus Racemosus Roots

Van de Velde,.F.,Knutsen, S.H., Usov, A.I., Romella, H.S., and Cerezo, A.S., 2002,
1H and 13 C High Resolution NMR Spectoscopy of Carrageenans: Aplication in
Research and Industry, Trend in Food Science and Technology, 13, 73-92.

Winarno, F.G., (2002). Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta

Winarno, F.G., S. Fardiaz dan D. Fardiaz, (1980). Pengantar Teknologi Pangan.
Gramedia Pustaka Utama, Jakarta

16


5. LAMPIRAN
5.1. Perhitungan
Perhitungan




Kelompok B1


= 6,613%
Kelompok B2


= 3,880 %
Kelompok B3


= 5,083 %
Kelompok B4


= 6,525 %
Kelompok B5


= 5,570 %

17

Kelompok B6


= 5,815 %

5.2.Scanning Viper

5.3.Laporan Sementara

Anda mungkin juga menyukai