DEFINISI
Kortikosteroid topikal merupakan obat topikal yang
mempunyai khasiat dan indikasi klinis yang luas sebagai anti-
inflamasi, anti-alergi, anti-pruritus, anti-mitotik dan
vasokonstriksi.
MEKANISME
Kegunaan kortikosteroid topikal menurut Sukanto (2004)
dalam dermato-terapi dibagi menjadi 3 mekanisme, yaitu :
1. Vasokonstriksi pembuluh darah dermis bagian atas sehingga
mengurangi eritem pada berbagai dermatoses. Efek
vasokonstriksi juga merintangi atau mengurangi
terbentuknya cairan-peradangan dan udema setempat.
2. Anti-inflamasi akibat rangsangan mekanis, kimia, radiasi,
reaksi imunologi dan infeksi pada kulit.
3. Antiproliferasi pada lapisan basal, kapiler dan fibroblas.
Kinerja kortikosteroid topikal sebagai anti-inflamasi,
menurut Guyton dan Hall (1995) melalui 3 tahapan yaitu :
1. obat-obatan kortikosteroid menyebabkan stabilisasi
membran lisosom, sehingga membran lisosom intraseluler
menjadi lebih sulit pecah daripada keadaan normal.
Kemudian enzim-enzim proteolitik yang dilepaskan oleh
lisosom dalam proses inflamasi jumlahnya sangat berkurang.
2. kortikosteroid menurunkan permeabilitas kapiler, diduga
sebagai efek sekunder dari penurunan pelepasan enzim
proteolitik. Hal ini mencegah terjadinya kehilangan plasma
ke jaringan.
3. kortikosteroid menurunkan migrasi sel darah putih ke
daerah inflamasi, melalui mekanisme hambatan
pembentukan prostaglandin dan leukotrien (chemotacting
factors).
KLASIFIKASI
Kortikosteroid topikal berdasarkan potensi anti-inflamasi dan
anti-proliferasi dibagi menjadi beberapa golongan, mulai dari
golongan dengan potensi lemah, sedang, kuat dan sangat
kuat.
United State Pharmacopeial Drug Information for the Health
Care Professional membagi kortikosteroid menjadi 4 golongan.
I. Potensi Lemah Deksametason 0,04-0,1%
Metilprednisolon 0,25-1%
Hidrokortison asetat 0,1-1%
II. Potensi Sedang Clobetason butyrat ,05%
Desoksimetason 0,05%
Diflucorto lon valerat 0,1%
Hidrokortison butyrat 0,1%
Mometason furoat 0,1%
Triamsinolon asetonid 0,1%
III. Potensi Kuat
Betametason dipropionat 0,05%
Desoksimetason 0,25%
Triamsinolon asetonid 0,5%
Halcinonid 0,025%
IV. Potensi Sangat Kuat Diflucortolon valerat 0,03%
Clpbetasol propionat 0,05%
Berdasarkan potensi anti-inflamsi dan anti-mitotiknya,
kortikosteroid topikal dibagi menjadi 7 golongan (Cornell dan
Stoughton, cit. Hamzah, 2005), yaitu :
Klasifikasi Nama Dagang Nama Generik
Golongan I (Super Poten)
Diprolene ointment
Diprolene AF cream
Psorcon ointment
Temovate ointment
Temovate cream
Ultravate ointment
Ultravate cream
0.05% betamethasone dipropionate
0.05% diflorasone diasetat
0.05% clobetasol propionate
0.05% halobetasol propionate
Golongan III (Potensi Tinggi)
Aristocort A ointment
Cutivate ointment
Cyclocort cream
Cyclocort losion
Diprosone cream
Flurone cream
Lidex E cream
Maxiflor cream
Maxivate losion
Topicort LP cream
Valisone ointment
0.1% triamcinolone acetonide
0.005% fluticasone propionate
0.1% amcinonide
0.05% betamethasone dipropianate
0.05% diflorosone diacetate
0.05% fluocinonide
0.05% diflorosone diacetate
0.05% betamethasone dipropianate
0.05% desoximethasone
0.01% betamethasone valerate
Golongan IV (Potensi Medium)
Aristocort ointment
Cordran ointment
Elocon cream
Elocon losion
Kenalog ointment
Kenalog cream
Synalar ointment
Westcort ointment
0.1% triamcinolone acetonide
0.5% flurandrenolide
0.1% momethasone furoate
0.1% triamcinolone acetonide
0.025% fluocinolone acetonide
0.2% hydrocortisone valerate
Golongan V (Potensi Medium)
Cordran cream
Cutivate cream
Dermatop cream
Diprosone losion
Kenalog losion
Locoid ointment
Locoid cream
Synalar cream
Tridesilon ointment
Valisone cream
Westcort cream
0.5% flurandrenolide
0.05% fluticasone propionate
0.1% prednicarbate
0.05% betamethasone dipropianate
0.1% triamcinolone acetonide
0.1% hydrocortisone butyrate
0.025% fluocinolone acetonide
0.05% desonide
0.1% betamethasone valerate
0.2% hydrocortisone valerate
Golongan VI (Potensi Medium)
Aclovate ointment
Aclovate cream
Aristocort cream
DesOwen cream
Kenalog cream
Kenalog losion
Locoid solution
Synalar cream
Synalar solution
Tridesilon cream
Valisone losion
0.05% aciomethasone
0.1% triamcinolone acetonide
0.05% desonide
0.025% triamcinolone acetonide
0.1% hydrocortisone butyrate
0.01% fluocinolone acetonide
0.05% desonide
0.1% betamethasone valerate
Golongan VII (Potensi Lemah)
Obat topikal dengan hidrokortison, deksamethasone, glumethalon,
prednisolone dan metilprednisolone
DOSIS
Efektifitas klinik kortikosteroid topikal selain tergantung pada
jenis kortikosteroid yang dipakai, juga tergantung pada
konsentrasi dan kemampuan penetrasinya ke dalam
epidermis.
Menurut Sukanto (2004) secara garis besar kemampuan
penetrasi dari kortikosteroid ke dalam epidermis dipengaruhi
oleh 4 faktor, antara lain :
1. Tempat pengolesan dengan penetrasi yang kuat antara lain,
kulit skrotum, vulva, dahi, aksila dan kulit kepala lebih
permeabel dibanding kulit lengan, telapak kaki dan tangan.
Penetrasi yang kuat juga dapat terjadi pada lapisan
epidermis yang tipis, seperti pada orang tua, anak kecil dan
bayi. Dan pada kulit yang meradang dengan peningkatan
vaskularisasi, penetrasi obat kortikosteroid jadi lebih kuat.
2. Penambahan bahan keratolitik yang dapat melunakkan
lapisan tanduk dari epidermis, seperti asam salsilat 2-3%,
Propilen glikol, polietilen glikol dan gliserol sebagai
optimizing vehicle, membantu pelepasan steroid dari
vehikulum dan sebagai humektan yang menghidrasi lapisan
tanduk sehingga dapat meningkatkan penetrasi.
3. Vehikulum misalnya sediaan ointment, penetrasinya lebih
baik dibandingkan krim dan losio. Fungsi utama vehikulum
ini antara lain:
mengeringkan atau melembabkan lesi kulit.
melarutkan, membawa, menahan serta melepaskan bahan
aktif.
meningkatkan permeabilitas dan penetrasi ke dalam kulit.
4. Bebat oklusi poli-etilen menyebabkan kenaikan suhu dan
hidrasi epidermis, sehingga meningkatkan penetrasi obat ke
jaringan kulit.
INDIKASI
Indikasi kortikosteroid topikal di bidang dermatologi
menurut United States Pharmacopeial Drug Information for
Health Care Profesional adalah :
Potensi rendah
sampai medium
Gigitan serangga
Dermatitis atopik (kontak)
Disidrosis
Intertrigo
Diskoid lupus eritematosus
Pruritus anogenital (senilis)
Luka bakar
Xerosis pada fase inflamasi
Eksema
Liken planus
Otitis eksterna (alergi)
Psoriasis
Potensi medium
sampai kuat
Dermatitis eksfoliatif/num ular
Granulom anulare
Liken planus
Nekrobiasis lipoidika Diabetikum
Pemfigus
Psoriasis
Alopesia areata
Keloid
Liken striatus
Pemfigoid
Pitiriasis rosea
Sarkoidosis
Lupus eritrematosus
Dermatosis yang responsif terhadap kortikosteroid ialah,
psoriasis, dermatitis atopik, dermatitis kontak, dermatitis
seboroik, neurodermatitis sirkumskripta, dermatitis numularis,
dermatitis stasis, dermatitis venenata, dermatitis
intertriginosa dan dermatitis solaris.
Dermatitis yang kurang responsif ialah, lupus eritematosus
diskoid, psoriasis di telapak tangan dan kaki, granuloma
anulare, sarkoidosis, liken planus, pemfigoid, eksantema
fikstum.
Dermatitis yang responsif dengan kortikosteroid intralesi ialah
keloid, jaringan parut hipertrofik, alopesia areata, akne
berkista, prurigo nodularis, morfea, dermatitis dengan
likenifikasi, liken amiloidosis.
EFEK SAMPING
Efek samping pemakaian kortikosteroid topikal sejajar
dengan potensinya, secara garis besar menurut Sukanto (2004),
dibagi menjadi :
1. Efek terhadap epidermis :
Penipisan epidermis, akibat penurunan aktivitas
proliferasi epidermis. Hambatan melanosit sehingga
terjadi hipopigmentasi (vitiligo like condition).
2. Efek terhadap dermis :
Berupa penurunan sintesa kolagen dan pengurangan
jaringan ikat sehingga terbentuk striae, memudahkan
perdarahan kapiler di kulit, berupa purpura dan ekimosis.
3. Efek vaskular :
Berupa vasodilatasi diikuti efek rebound berupa
vasodilatasi, edema, inflamasi dan pustulasi.
Secara klinis, efek samping pemakaian kortikosteroid
topikal menurut Sukanto (2004) dapat berupa:
a. Atrofi
b. Dermatitis perioral
c. Rosasea
d. Dermatitis kontak alergika
e. Infeksi
f. Gangguan penyembuhan luka
g. Hipertrikosis
h. Takifilaksis
Atrofi
Kerusakan kulit akibat kortikosteroid topikal disebabkan
oleh khasiat antimitosis yang kuat dan akibat penyempitan
pembuluh darah setempat, sehingga menyebabkan penurunan
sintesa kolagen, perubahan jaringan ikat dan jaringan penyangga
pembuluh darah, kemudian menyebabkan atrofi epidermis,
teleangiaktasis, purpura, striae, hambatan penyembuhan luka.
Dan pada kulit yang atrofi, penetrasi obat kortikosteroid makin
kuat, kemudian menambah kerusakan kulit.
Atrofi kulit ini menyebabkan, epidermis tipis seperti
kertas (tissue paper appearance) purpura, ekimosis,
teleangiektasis dan striae, akibat hilangnya jaringan ikat dan
atrofi jaringan lemak di bawah kulit.
Dermatitis perioral
Dermatitis perioral merupakan papillae eczematous
dengan skuama sekitar bibir yang gatal dan panas, terutama
akibat pemakaian kortikosteroid potensi kuat, patogenesisnya
belum diketahui secara pasti, infeksi sekunder Candida albicans
akan memperberat penyakitnya.
Rosasea
Berupa lesi eritematus di muka yang menetap disertai
atrofi, teleangiektasis, papel dan pustule akibat pemakaian
kortikosteroid kuat topikal dalam waktu yang lama. Penetrasi
dari pemakaian kortikosteroid topikal pada daerah muka atau
kepala akan meningkat akibat adanya folikel kelenjar sebasea,
sehingga meningkatkan kemungkinan terjadinya efek samping
ini.
Dermatitis kontak alergika
Dermatitis kontak alergika akibat pemberian
kortikosteroid topikal dapat disebabkan oleh kortikosteroid
sendiri atau oleh bahan pembawanya. Tidak jarang terjadi reaksi
silang di antara preparat kortikosteroid tersebut karena
persamaan dasar dari strukturnya, misalnya betametason
valerat dengan hidrokortison, triamsinolon dengan halsinonid
dan flusinonid. Uji tempel dengan bahan yang dicurigai dapat
membantu menentukan penyebab, umumnya digunakan
tixocortol pivalate 1% di dalam vaselin dan budesonide 1%
dalam ethanol, dapat mendeteksi alergi terhadap kortikosteroid
topikal sampai 90%.
Infeksi
Pemakaian kortikosteroid topikal memudahkan timbulnya
infeksi bakteri, jamur dan virus disebabkan karena mekanisme
pertahanan tubuh setempat menurun, pemberian kortikosteroid
topikal pada infeksi jamur kulit menyebabkan gambaran klinis
tidak jelas, sehingga menyukarkan diagnosis disebut Tinea
Incognito. Pemakaian sediaan kombinasi kortikosteroid dan
antibiotik sebaiknya hanya digunakan dalam jumlah sedikit dan
waktu singkat.
Gangguan penyembuhan luka
Pemakaian kortikosteroid topikal dapat menghambat
penyembuhan luka yang sudah ada, karena khasiat anti-
inflamasinya melalui efek vasokonstriksi pembuluh darah kecil,
menghambat ekstravasasi leukosit dan eksudasi plasma.
Penurunan jumlah leukosit ini, menyebabkan berkurangnya
reaktivitas jaringan ikat dan terjadi hambatan pada
pembentukan fibroblas dan granulasi.
Hipertrikosis
Pemakaian kortikosteroid topikal jangka panjang
terutama yang berpotensi kuat, merangsang pertumbuhan
rambut setempat sehingga terbentuk hipertrikosis lokalisata. Hal
ini karena efek androgenik dari kortikosteroid, sehingga
hipertrikosis dapat terjadi juga pada pemakaian topikal hormon
androgen.
Takifilaksis
Pemakaian kortikosteroid topikal jangka panjang
terutama golongan potensi kuat, dapat terjadi efek takifilaksis,
yaitu khasiat obat akan menurun sesudah dipakai terus-menerus
selama 5-9 hari. Khasiat akan meningkat kembali setelah
pemakaian kortikosteroid berkhasiat kuat tersebut dihentikan
sementara. Sehingga untuk menghindari terjadinya takifilaksis
dan mendapatkan hasil pengobatan optimal, maka pada
pemakaian kortikosteroid potensi kuat jangka panjang, sesudah
hari pemakaian harus diselingi dengan golongan kortikosteroid
yang lebih lemah beberapa hari.
KONTRA INDIKASI
Penderita hipersensitif terhadap kortikosteroid dapat
menimbulkan dermatitis kontak alergi, rosasea, acne drugs
eruption dan dermatitis perioral. Tidak diindikasikan untuk
pengobatan lesi kulit karena infeksi jamur, virus, skabies, ulkus,
pruritus genital dan perianal.
PUSTAKA
Guyton, A.C. dan Hall, J.E., 1995, Efek Anti-inflamasi Kortisol,
Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, 9
th
ed, EGC, Jakarta: 1212
1213.
Hamzah, M., 2005, Dermato-Terapi, dalam Djuanda, A.,
Hamzah, M. dan Aisah, S. (eds), Ilmu Penyakit Kulit dan
Kelamin, 4
th
ed, Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia, Jakarta: 344 - 347.
Sukanto, H., 2004, Penggunaan Klinis Kortikosteroid Topikal
Secara Umum, SMF Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin FK
UNAIR,http://www.dexamedica.com/test/htdocs/dexame
dica/article_files/penggunaklin.pdf