Anda di halaman 1dari 24

1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Penyakit trofoblas ganas merupakan suatu tumor ganas yang berasal
dari sito dan sinsiotrofoblas yang menginvasi miometrium, merusak
jaringan di sekitarnya dan pembuluh darah sehingga menyebabkan
perdarahan. Penyakit trofoblas ganas merupakan sebuah spektrum tumor-
tumor terkait, termasuk molahidatidosa, mola invasif, placental-site
trophoblastic tumor dan koriokarsinoma, yang memiliki berbagai variasi
lokal invasi dan metastasis. Menurut FIGO,2006 istilah Gestational
trophoblastic neoplasia (GTN) atau Penyakit tropoblas ganas (PTG)
menggantikan istilah - istilah yang meliputi chorioadenoma destruens,
metastasizing mole, mola invasif dan koriokarsinoma.
Penyakit trofoblas adalah penyakit yang mengenai sel sel trofoblas.
Di dalam tubuh wanita, sel trofoblas hanya ditemukan bila wanita itu hamil.
Seringkali perkembangan kehamilan mendapat gangguan yang dapat terjadi
pada berbagai tahap, tergantung pada tahap gangguan mana itu terjadi, maka
hasil kehamilan dapat berupa keguguran, kehamilan ektopik, prematuritas,
kematian janin dalam rahim atau kelainan kongenital. Kesemuanya
merupakan kegagalan fungsi reproduksi. Demikian pula dengan penyakit
trofoblas, pada hakekatnya merupakan kegagalan reproduksi. Di sini
kehamilan tidak berkembang menjadi janin yang sempurna melainkan
menjadi keadaan patologik yang terjadi pada minggu-minggu pertama
kehamilan berupa degenerasi hidropik dari jonjot jorion sehingga
menyerupai gelembung yang disebut mola hidatidosa. Pada umumnya
penderita akan menjadi baik kembali, tetapi diantaranya yang kemudian
mengalami degenerasi keganasan berupa koriokarsinoma.
PTG sangat jarang di amerika serikat dimana insidensnya hanya 1 :
40.000 kehamilan, tetapi dapat juga tinggi sekitar 1 : 114 di sebagian Asia.
PTG telah dilaporkan sebanyak 1 dalam 500-600 di India, ke 1 dari 50.000
kehamilan di Meksiko, Paraguay, dan Sweden. Usia Insiden koriokarsinoma
meningkat dengan usia dan 5-15 kali lebih tinggi pada wanita 40 tahun.
Sedangkan di Indoensia sendiri angka kejadian bias mencapai 150-200
kasus per 1000 kehamilan. Dengan tingginya penderita PTG di Indonesia
ini, kami kelompok 4 mengangkat penyakit ini menjadi sebuah makalah.

1.2 Rumusan Masalah
a. Bagaimanakah anatomi alat kelamin bagian dalam wanita?
b. Apakah definisi dari penyakit trofoblas ganas?
c. Bagaimana klasifikasi pada penyakit trofoblas ganas?
d. Bagaimana stadium (staging) pada penyakit trofoblas ganas?
e. Apa saja etiologi/faktor pencetus penyakit trofoblas ganas?
f. Bagaimana patofisiologi penyakit trofoblas ganas?
g. Bagaimana web of caution untuk penyakit trofoblas ganas?
h. Apa saja manifestasi klinis penyakit trofoblas ganas?
i. Apa saja pemeriksaan diagnostik yang dilakukan pada klien dengan
penyakit trofoblas ganas?
2

j. Bagaimana penatalaksanaan penyakit trofoblas ganas?
k. Apa saja komplikasi yang ditimbulkan penyakit trofoblas ganas?
l. Bagaimana prognosis penyakit trofoblas ganas?
m. Bagaimana asuhan keperawatan pada klien dengan penyakit trofoblas
ganas?

1.3 Tujuan Umum
Secara umum, pembuatan makalah ini bertujuan untuk mengetahui
penyakit yang dapat terjadi pada saluran reproduksi wanita khususnya
penyakit trofoblas ganas.

1.4 Tujuan Khusus
a. Mengetahui anatomi sistem reproduksi wanita.
b. Mengetahui definisi penyakit trofoblas ganas.
c. Menyebutkan klasifikasi pada penyakit trofoblas ganas.
d. Menyebutkan stadium pada penyakit trofoblas ganas.
e. Mengetahui etiologi/faktor pencetus penyakit trofoblas ganas.
f. Mengetahui patofisiologi/perjalanan penyakit penyakit trofoblas ganas.
g. Mengetahui web of caution dari penyakit trofoblas ganas.
h. Menyebutkan manifestasi klinis penyakit trofoblas ganas.
i. Mengetahui pemeriksaan diagnostik pada penyakit trofoblas ganas.
j. Mengetahui penatalaksanaan klien dengan penyakit trofoblas ganas.
k. Mengetahui komplikasi dari penyakit trofoblas ganas.
l. Mengetahui prognosis dari penyakit trofoblas ganas.
m. Menjelaskan asuhan keperawatan pasien dengan penyakit trofoblas
ganas.

1.5 Manfaat
a. Bagi masyarakat
Makalah ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan mengenai
penyakit yang terjadi pada sistem reproduksi wanita, khususnya penyakit
trofoblas ganas.
b. Bagi tenaga kesehatan
Makalah ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan masukan
untuk memberikan pelayanan asuhan keperawatan pada pasien dengan
penyakit trofoblas ganas.
c. Bagi penulis
Penulis berharap dapat menambah wawasan pada pasien dengan
kasus penyakit trofoblas ganas.






3

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi















Gambar 1. Organ interna wanita

Alat kelamin dalam pada wanita terdiri dari beberapa bagian antara
lain:
2.1.1 Liang Senggama (Vagina)
Merupakan suatu saluran yang menghubungkan rahim dengan
aurat. Terletak antara kandung seni dan poros usus (rectum). Dinding
depan liang senggama (9 cm) lebih pendek dari dinding belakang (11
cm). Pada puncak liang senggama menonjol leher rahim (serviks uteri)
yang disebut porsio uteri. Fungsi dari liang senggama yaitu :
a. Sebagai alat persetubuhan;
b. Sebagai saluran keluar dari rahim, merupakan jalan keluar dari
darah haid dan getah dari rahim; dan
c. Sebagai jalan lahir pada waktu persalinan.
2.1.2 Rahim (Uterus)
Merupakan alat yang be rongga dan berbentuk seperti bola
lampu yang pipih. Pada wanita dewasa belum pernah melahirkan
ukurannya seperti berikut :
a. Panjang : +7,5 cm
b. Lebar : +5 cm
c. Tebal : +2,5 cm
d. Berat : +50 gr
Rahim terletak diantara kandung seni dan poros usus. Terdiri
dari badan rahim (korpus uteri) dan leher rahim (serviks uteri).
Bagian-bagian dari rahim antara lain:
a. Dasar rahim
Bagian dari badan rahim yang terletak antara kedua pangkal
saluran telur.
4

b. Rongga rahim (kavum uteri)
Berbentuk segitiga, lebar di daerah dasar rahim dan sempit ke
arah leher rahim. Diliputi oleh selaput lendir yang dinamakan
endometrium.
c. Saluran leher rahim (kanalis servikalis)
Hubungan antara rongga rahim dan saluran leher rahim
disebut rahim dalam (Ostium Uteri Infernum). Muara saluran leher
rahim ke dalam vagina disebut mulut rahim luar (Ostium Uteri
Eksternum).
d. Dinding rahim
Terutama terdiri dari otot polos yang disusun sebegitu rupa
hingga dapat mendorong isinya keluar pada waktu persalinan.
2.1.3 Saluran Telur (Tuba Falopi)
Ada 2 saluran telur kiri dan kanan. Berjalan dari tanduk rahim
kanan kiri (kornu uteri) ke arah sisi (lateral). Panjangnya 12 cm.
Ujung dari saluran telur berumbai disebut Umbai (Fim bria). Faal
utama saluran telur adalah untuk membawatelur yang dilepaskan oleh
indung telur ke jurusan rongga rahim. Umbai berperan dalam
menangkap telur yang dikeluarkan oleh indung telur.
2.1.4 Indung Telur (Ovarium)
Ada 2 indung telur, kanan dan kiri. Berbentuk seperti kemiri
yang pipih. Indung telur mengandung sel-sel telur muda, folikel
primordial,folikel degraaf, badan kuning (korpus luteum), badan putih
(korpus albikans). Indung telur membentuk zat-zat hormon : estrogen
dan progesteron,yang berperan dalamperistiwa haid.
Sel Trofoblas
Sel trofoblas merupakan sel yang sangat unik dalam tubuh manusia.
Setelah spermatozoa dan ovum menyatu, melalui pembelahan berbentuk
blastokista. Lapisan luar blastokista adalah lapisan trofoblastik, selnya
disebut sel trofoblas, kelak berkembang menjadi lempeng embrional. Sel
trofoblas dibagi menjadi trofoblas selular dan trofoblas sinsitial.
Karakteristik biologis paling menonjol dari sel trofoblas adalah
kemampuannya menginfiltrasi tubuh maternal, dan dapat memproduksi
gonadotropin korionik humanus (Wan Desen, 2008).

2.2 Definisi
Trofoblas gestasional adalah sekumpulan penyakit yang berkaitan
dengan vili korialis, terutama sel trofoblas dan berasal dari suatu kehamilan.
Pada umumnya, setiap kehamilan berakhir dengan kelahiran anak cukup
bulan dan tidak cacat, namun hal ini tidak selalu terjadi demikian. Kadang-
kadang terjadi kegagalan dalam kehamilan, hal ini bergantung dari bentuk
gangguan yang dialami. Salah satunya bentuk kegagalan kehamilan yaitu
vili korialis yang seluruhnya atau sebagian berkembang tidak wajar
berbentuk gelembung-gelembung seperti anggur. Kelainan ini disebut mola
hidatidosa. Lima belas sampai dua puluh persen penderita mola hidatidosa
dapat berubah menjadi ganas dan ini dikenal sebagai tumor trofoblas
gestasional (Sastrawinata, 2004).

5

2.3 Klasifikasi
a. MH komplet (MHK)
Kehamilan abnormal tanpa embrio yang seluruhnya vili korialis
mengalami degenerasi hidropik menyerupai anggur. Mikrofilik tampak
edema stroma vili tanpa vaskularisasi disertai hyperplasia dari kedua
lapisan trofoblas. MHK bersifat heterozigot, tetapi tetap androgenetik
dan bisa terjadi walaupun sangat jarang terjadi hamil kembar dizigotik
yang terdiri dari satu bayi normal dan satu lagi MHK.














Gambar 2. Mola Hidatidosa Komplit

b. MH parsial (MHP)
Seperti pada MHK tetapi disini masih ditemukan embrio yang
biasanya mati pada masa dini. Degenerasi hidropik dari vili bersifat
setempat dan yang mengalami hyperplasia hanya sinsitio trofoblas saja.
Pada MHP, embrio biasanya mati sebelum trimester pertama. Walaupun
pernah dilaporkan adanya MHP dengan bayi aterm (Sastrawinata, 2004).

2.4 Stadium (Staging)
Sistem staging secara anatomi untuk penyakit trofoblas ganas telah
ditetapkan oleh International Federation of Gynecology and Obstetrics
(FIGO), yaitu:
a. Stadium I : bila proses masih terbatas di uterus, disertai peningkatan
kadar hCG yang persisten.
b. Stadium II : bila sudah ada metastasis diluar uterus namun masih
terbatas pada organ genitalia (adnexa, vagina, ligamentum
broad).
c. Stadium III : bila sudah ada metastasis ke paru-paru dengan atau
tanpa melibatkan traktus genital.
d. Stadium IV : bila sudah ada metastasis ke otak, hati, saluran pencernaan
dan ginjal.

Stadium I Tumor masih terbatas di uterus
I a Tumor masih terbatas di uterus, tanpa faktor
6

resiko
I b
Tumor masih terbatas di uterus, dengan 1
faktor resiko
I c
Tumor masih terbatas di uterus, dengan 2
faktor resiko
Stadium II
Tumor dengan metastasis diluar uterus
namun masih terbatas pada organ genitalia
(adnexa, vagina, ligamentum broad)
II a Tanpa faktor resiko
II b Dengan 1 faktor resiko
II c Dengan 2 faktor resiko
Stadium III
Tumor dengan metastasis ke paru-paru
dengan atau tanpa melibatkan traktus
genital
III a Tanpa faktor resiko
III b Dengan 1 faktor resiko
III c Dengan 2 faktor resiko
Stadium IV
Tumor dengan metastasis ke otak, hati,
saluran pencernaan dan ginjal
IV a Tanpa faktor resiko
IV b Dengan 1 faktor resiko
IV c Dengan 2 faktor resiko
Tabel 1. Stadium penyakit trofoblas ganas

Faktor resiko yang dapat mempengaruhi stadium penyakit trofoblas
ganas antara lain:
a. Kadar HCG > 100.000miu/ml.
b. Lama perjalanan penyakit lebih dari 6 bulan sejak terminasi kehamilan.
Hal-hal lain yang perlu diperhatikan antara lain, yaitu:
a. Riwayat kemoterapi untuk penyakit trofoblas ganas.
b. Placental site trophoblatic tumor, dilaporkan terpisah.
c. Tidak diharuskan verifikasi dengan pemeriksaan histologi.
2.5 Etiologi
a. Usia ibu
Risiko terjadi GTD paling besar didapat pada populasi berumur
<15 tahun dan >40 tahun.
b. Kehamilan sebelumnya
Risiko GTD meningkat apabila sang ibu pernah memiliki riwayat
mengalami GTD sebelumnya yaitu 20-40 kali lipat lebih tinggi
dibandingkan dengan populasi umum.
c. Etnik
Secara umum, risiko terjadinya GTD lebih sering pada etnik Asia,
Afrika dan Afrika Tengah.
d. Genetik
Terjadinya kasus GTD rekuren yang bersifat familial telah
dilaporkan. Ini menandakan bahwa terdapat dasar genetic untuk
terjadinya GTD.
7

e. Faktor lingkungan
Factor lingkungan yang diduga mendukung terjadinya GTD adalah
merokok, menggunakan kontrasepsi oral, herbisida tertentu (agen orange)
dan radiasi.

2.6 Patofisiologi
Terdapat berbagai macam faktor resiko penyebab GTD antara lain :
usia ibu, kehamilan sebelumnya, diet, genetik, faktor lingkungan. Tetapi
bagaimana faktor-faktor ini terlibat dan mempengaruhi GTD belum
diketahui secara pasti.
Usia ibu < 15 tahun dan >40 tahun meningkatkan resiko GTD.
Resioko meningkat jika ibu pernah mengalami GTD pada kehamilan
sebelumnya, kehamilan ganda dan inseminasi buatan juga meningkatkan
resiko GTD. Selain itu defisiensi karoten juga meningkatkan resiko
GTD.Penelitian menemukan suatu efek gen pada kromosom 13q 13,4 yang
diberi nama NLRP7, yang merupakan bagian dari keluarga gen
CATERPILLAR. NLRP7 berperan dalam oogenesis atau endometrium pada
saat invasi trofoblas dan pembentukan lapisan desidua.
Merokok dan Radiasi berperan dalam peningkatan resiko GTD,
karena kedua hal dapat menyebabkan mutasi gen.(Smith HO, 2009).
Berikut beberapa uraian tentang jenis GTD:
2.6.1 Mola hidatidosa
Di dalam cavum uteri terdapat jaringan vesikular berukuran
bervariasi, yang kecil sebesar kacang hijau, yang besar berdiameter
hingga 1-3 cm, dindingnya tipis, di dalam vesikel terdapat cairan
jernih tak berwarna atau kuning muda. Di antara jaringan vesiuler
terdapat serat halus saling berhubungan, bentuknya seperti untaian
anggur. Pada mola hidatidosa parsial terdapat korion dan jaringan
normal fetal lain.
Karakteristik histologinya adalah sel trofoblas mengalami
hiperplasia bervariasi derajatny, edema interstisial vili, vaskular
interstisial hialang atau sangat sedikit. Sel trofoblas mengintari vili,
sel trofoblas sinsitial di lapisan luar, sel sitotrofoblas di lapisan dalam.
Vili tidak menginfasi lapisan otot uterus, tapi dapat menginvasi
vaskular.
2.6.2 Mola hidatidosa invasif
Karakteristik mola invasif adalah jaringan mola menginvasi
lapisan otot uterus atau timbul metastasis ke bagian lain. Dasar
diagnosis patologi adalah pertama, harus menemukan korion atau
bayangan korion yang sudah regresi, sel trofoblas dapat mengaalami
hiperplasia bervariasi : ke dua, terdapat invasi lapisan otot uterus atau
metastasis ekstrauterina. Metastasis ektrauterina terjadi sekitar 60-
65%, paling sering ke paru (52,2%), lalu ke vagina (15,9%),
parametrium (11,8%), juga dapat terjadi ke otak, medula spinalis, hati,
otot rangka dll. Temuan patologik di lesi metastatik pada dasarnya
menyerupai lesi primer di uterus. Tapi ada kalanya lesi primer dan lesi
metastatik memiliki manifestasi berbeda, umumnya dianggap bila di
8

suatu lokasi ditemukan korion, maka harus dimasukkan dalam statistik
mola invasif.
Menurut Cunningham dalam buku Obstetri, dalam stadium
pertumbuhan molla yang dini terdapat beberapa ciri khas yang
membedakan dengan kehamilan normal, namun pada stadium lanjut
trimester pertama dan selama trimester kedua sering terlihat
perubahan sebagai berikut:
a. Perdarahan
Perdarahan uterus merupakan gejala yang mencolok dan
bervariasi mulai dari spoting sampai perdarahan yang banyak.
Perdarahan ini dapat dimulai sesaat sebelum abortus atau yang
lebih sering lagi timbul secara intermiten selama berminggu-
minggu atau setiap bulan. Sebagai akibat perdarahan tersebut gejala
anemia ringan sering dijumpai. Anemia defisiensi besi merupakan
gejala yang sering dijumpai.
b. Ukuran uterus
Uterus yang lebih sering tumbuh lebih besar dari usia
kehamilan yang sebenarnya. Mungkin uterus lewat palpasi sulit
dikenali dengan tepat pada wanita nullipara, khusus karena
konsistensi tumor yang lunak di bawah abdomen yang kenyal.
Ovarium kemungkinan mempunyai konsistensi yang lebih lunak.
c. Aktivitas janin
Meskipun uterus cukup membesar mencapai bagian atas
sympisis, secara khas tidak akan ditemukan aktivitas janin,
sekalipun dilakukan test dengan alat yang sensitive sekalipun.
Kadang-kadang terdapat plasenta kembar pada kehamilan mola
hidatidosa komplit. Pada salah satu plasentanya sementara plasenta
yang lainnya dan janinnya sendiri terlihat normal. Demikian pula
sangat jarang ditemukan perubahan mola inkomplit yang luas pada
plasenta dengan disertai dengan janin yang hidup.
d. Embolisasi
Trofoblas dengan jumlah yang bervariasi dengan atau tanpa
stroma villus dapat keluar dari dalam uterus dan masuk ke dalam
aliran darah vena. Jumlah tersebut dapat sedemikian banyak
sehingga menimbulkan gejala serta tanda emboli pulmoner akut
bahkan kematian. Keadaan fatal ini jarang terjadi. Meskipun
jumlah trofoblas dengan atau tanpa stroma villus yang
menimbulkan embolisasi ke dalam paru-paru terlalu kecil untuk
menghasilkan penyumbatan pembuluh darah pulmoner namun
lebih lanjut trofoblas ini dapat menginfasi parenkim paru. Sehingga
terjadi metastase yang terbukti lewat pemeriksaan radiografi. Lesi
tersebut dapat terdiri dari trofoblas saja (corio carsinoma
metastasik) atau trofoblas dengan stroma villus (mola hidatidosa
metastasik). Perjalanan selanjutnya lesi tersebut bisa diramalkan
dan sebagian terlihat menghilang spontan yang dapat terjadi segera
setelah evakuasi atau bahkan beberapa minggu atau bulan
kemudian. Sementara sebagian lainnya mengalami proloferasi dan
9

menimbulkan kematian wanita tersebut bila tidak mendapatkan
pengobatan yang efektif.
e. Disfungsi thyroid
Kadar tiroksi plasma pada wanita dengan kehamilan mola
biasanya mengalami kenaikan yang cukup tinggi, namun gambaran
hipertiroidisme yang tampak secara klinik tidak begitu sering
dijumpai. Amir dkk (1984) dan Curry dkk (1975) menemukan
hipertiroidisme pada sekitar 2% kasus kenaikan kadar tiroksin
plasma, bisa merupakan efek primer estrogen seperti halnya pada
kehamilan normal dimana tidak terjadi peningkatan kadar estrogen
bebas dan presentasi trioditironim yang terikat oleh resin
mengalami peningkatan. Apakah hormon tiroksin bebas dapat
meninggi akibat efek mirip tirotropin yang ditimbulkan oleh
orionik gonadotropin atau apakah varian hormon inikah yang
menimbulkan semua efek tersebut masih merupakan masalah yang
kontroversial (Amir, dkk, 1984, Man dkk, 1986).
f. Ekspulsi spontan
Kadang-kadang gelembung-gelembung hidatidosa sudah
keluar sebelum mola tersebut keluar spontan atau dikosongkan dari
dalam uterus lewat tindakan. Ekspulsi spontan paling besar
kemungkinannya pada kehamilan sekitar 16 minggu. Dan jarang
lebih dari 28 minggu.
2.6.3 Koriokarsinoma
Koriokarsinoma merupakan tumor sel trofoblas yang sangat
ganas. Karakteristiknya adalah sel trofoblas tidak membentuk korion
atau mola hidatidosa, api secara sporadis menginvasi lapisan otot
uterus, menimbulkan destruksi hebat dan dari itu bermetastasis ke
jaringan atau organ lain. Progresi penyakit sangat cepat, dan dapat
membawa kematian cepat.
Koriokarsinoma dapat dibagi menjadi 2 jenis yaitu jenis
gravidarum dan jenis nongavidarum. Koriokarsinoma gavidarum
terjadi menyusul kehamilan normal atau pun abnormal, umumnya
timbul pada usia reproduktif, dapat dipandang sebagai suatu tumor
transplantasi alogenik. Koriokarsinoma nongravidum tergolong berciri
teratoma, berasal dari jaringan tubuh pasien sendiri, prognosisnya
buruk.
Bentuk tumor trofoblas yang sangat ganas ini dapat dianggap
sebagai suatu karsinoma dari epitel korion, walaupun perilaku
pertumbuhan dan metastasisnya mirip dengan sarkoma. Faktor-faktor
yang berperan dalam transformasi keganasan korion tidak diketahui.
Pada koriokarsinoma, kecenderungan trofoblas normal untuk tumbuh
secara invasif dan menyebabkan erosi pembuluh darah sangatlah
besar. Apabila mengenai endometrium, akan terjadi perdarahan,
kerontokan dan infeksi permukaan. Masa jaringan yang terbenam di
miometrium dapat meluas keluar , muncul di uterus sebagai nodul-
nodul gelap irreguler yang akhirnya menembus peritoneum.
Gambaran diagnostik yang penting pada koriokarsinoma,
berbeda dengan mola hidatidosa atau mola invasif adalah tidak adanya
10

pola vilus. Baik unsur sitotrofoblas maupun sinsitium terlibat,
walaupun salah satunya mungkin predominan. Dijumpai anplasia sel,
sering mencolok, tetapi kurang bermanfaat sebagai kriteria diagnostik
pada keganasan trofoblas dibandingkan dengan pada tumor lain. Pada
pemeriksaan hasil kuretase uterus, kesulitan evaluasi sitologis adalah
salah satu faktor penyebab kesalahan diagnosis koriokarsinoma. Sel-
sel trofoblas normal di tempat plasenta secara salah di diagnosis
sebagai koriokarsinoma. Metastasis sering berlangsung dini dan
umumnya hematogen karena afinitas trofoblas terhadap pembuluh
darah.
Koriokarsinoma dapat terjadi setelah mola hidatidosa, abortus,
kehamilan ektopik atau kehamilan normal . tanda tersering, walaupun
tidak selalu ada, adalah perdarahan irreguler setelah masa nifas dini
disertai subinvolusi uterus. Perdarahan dapat kontinyu atau
intermitten, dengan perdarahan mendadak dan kadang-kadang masif.
Perforasi uterus akibat pertumbuhan tumor dapat menyebabkan
perdarahan intraperitonium. Pada banyak kasus, tanda pertama
mungkin adalah lesi metatatik. Mungkin ditemukan tumor vagina atau
vulva. Wanita yang bersangkutan mungkin mengeluh batuk dan
sputum berdarah akibat metastasis di paru. Pada beberapa kasus, di
uterus atau pelvis tidak mungkin dijumpai koriokarsinoma karena lesi
aslinya telah lenyap, dan yang tersisa hanya metastasis jauh yang
tumbuh aktif. Apabila tidak di terapi, koriokarsinoma akan
berkembang cepat dan pada mayoritas kasus pasien biasanya akan
meninggal dalam beberapa bulan. Kausa kematian tersering adalah
perdarahan di berbagai lokasi.
Pasien di golongkan beresiko tinggi jiika penyakit lebih dari 4
bulan, kadar gonadotropin serum lebih dari 40.000 mIU/ml, metastasis
ke otak atau hati, tumor timbul setelah kehamilan aterm, atau riwayat
kegagalan kemoterapi, namun menghasilkan anagka kesembuhan
tertinggi dengan kemoterapi kombinasi yaitu menggunakan etoposid,
metotreksat, aktinomisin, siklofosfamid, dan vinkristin(Schorage et al,
2000).
2.6.4 Tumor trofoblastik situs plasenta
Tumor trofoblastiktik situs plasenta (PSST= placental site
tropoblastic tumor) sangat jarang ditemukan, dalam belasan tahun
terakhir baru secara resmi istilah ini dipakai, merupakan penyakit
trofoblastik jenis keempat selain mola, mola invasif dan
koriokarsinoma.
Uterus membesar, tumor tumbuh polipoid, berwarna kuning
keputihan, konsistensi lunak, menonjol ke dalam rongga uteri, atau
memnembus tunika serosa, di area lesi terdapat fokus perdarahan
kecil. Tumor terutama terbentuk dari sel trofoblas intermediet, bentuk
sel bundar, poligonal atau spindel, sitoplasma banyak, metakromatik.
Inti sel umumnya tunggal, bervariasi ukuran dan bentuknya, mitosis
jarang ditemukan, rata-rata 2 buah per 10 lapang pandang besar.
Invasi tumor ke lapisan otot memiliki kekhasan, yaitu sel tumor
tampak berbentuk sebaran tunggal, korda atau folium kecil
11

menginfiltrasi menelusuri interfasikuli otot uteri, serabut otot polos
umumnya intak, di antara sel tumor timbul zat fibrinoid homogen atau
terdapat invasi vaskular bervariasi, dapat ditemukan fokus kecil
perdarahan. Endometrium tampak bereaksi desidual, tak tampak
struktur vili.Pemeriksaan histokimia atau sel tumor positif terhadap
hPL, hCG dan SP1, khususnya hPL positif bermakna penting untuk
diagnosis dan tindak lanjut.

12

2.7 WOC


































Efek gen pada kromosom 13q
13,4 (NLRP7)


NLRP7 berperan dalam
oogenesis atau endometrium
pada saat invasi trofoblas dan
pembentukan lapisan desidua


Mengalami mutasi


Ovum mengalami kematian


Mengalami degenerasi

Imunoselektif dan trofoblas

Proliferasi trofoblast

Vili berisi cairan jernih

Tidak ada pembuluh darah

Pembentukan plasenta gagal

Cavum uteri

Jonjot chorian tumbuh
berganda

Tumbuh menjadi kista kecil
seperti buah anggur
Molahidatidosa
Kekurangan protein

Human chorionicsomato
mamtropin

Pertumbuhan dan perkembangan
janin terganggu

MK : Gangguan pertumbuhan dan
perkembangan janin
Usia ibu, kehamilan sebelumnya, defisiensi
karoten, genetik, faktor lingkungan
Syok

Kematian pada janin
13














Perdarahan
MK : Anemia
Mual dan muntah
MK :
Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh
Menurunnya tekanan
pengisian sirkulasi
Aliran balik vena
Curah jantung
MK : Gangguan perfusi
jaringan
Jonjot chorion tumbuh berganda
Kista kecil mirip buah anggur
Tidak berisi embrio
Molahitatidosa
Koriokarsinoma
Kurang informasi
berkaitan dengan
penyakit
MK :Kurang
pengetahuan

Kuret
Perdarahan
Hipovolemik

MK : Resti
kekurangan volume
cairan


Tindakan invasif
Jaringan terdapat
ulkus
Bakteri mudah
masuk
MK : Resti infeksi
14


2.8 Manifestasi Klinis
Manifestasi yang muncul pada seseorang yang menderita penyakit
trofoblas ganas dapat dibagi menjadi 3 bagian, yaitu:
a. Keluhan utama yaitu amenore dan perdarahan pervagina
b. Perubahan yang menyertai:
1) Perdarahan uterus pada trisemeter pertama
2) Hilangnnya denyut jantung fetus (bayi) dan strurtur tubuh fetus
3) Pecahnya vesikal
4) Mual muntah pada saat kehamilan
5) Uterus lebih besar dari tuanya kehamilan
6) Kadar hCG (Human Chorionic Gonadotropin) yang jauh lebih tinggi
dari kehamilan biasa. Pada kehamilan biasa, kadar hCG darah paling
tinggi 100.000 IU/L, sedangkan pada mola hidatidosa bisa mencapai
5000.000 IU/L
7) Adanya kista lutein, baik unilateral maupun bilateral
c. Adanya penyulit lain, seperti:
1) Preeklamsi
2) Tirotoksikosis
3) Emboli paru (jarang)
Disamping hal ini, manifestasi klinis lainnya yang biasa muncul
adalah mual, muntah, dan jarang makan. MHK mempunyai keluhan dan
penyulit yang lebih besar dibandingkan dengan MHP (Sastrawinata, 2004).

2.9 Pemeriksaan Diagnostik
Alat diagnosis terpenting adalah pemeriksaan fisik yang seksama,
karena tumor itu biasanya solid, transiluminasi. Tomografi koputasi (CT)
digunakan untuk menilai adanya penyakit metastasis. Pemeriksaan ini
diikuti segera tindakan bedah (bisanya orkhidektomi inguinal) dan
pemeriksaan histology. Pemeriksaan USG untuk memastikan keberadaan
dan lokasi suatu massa harus diikuti dengan CT dada, perut, dan pelvis
untuk menentukan stadium tumor. Pemeriksaan pencitraan setiap penderita
dengan tanda dan gejala tumor sel benih harus meliputi radiografi polos, CT
scan dada, dan scan tulang radionuklida untuk mengenali penyakit
metastasis. Untuk penderita dengan tumor sakrokosigeal, MRI lebih jitu
daripada CT scan dalam mengidentifikasi ekstensi tumor local ke dalam
tulang yang berdekatan satau saluran intraspinal. Diagnosis pasti
dikonfirmasikan secara histology setelah eksisi bedah atau biopsy. Kadar
AFP dan -HCG serum harus diukur waktu penderita ditemukan dan
dipantau selama terapi. Petanda biologic ini amat berguna dalam proses
diagnosis dan pada evaluasi efektivitas terapi.

2.10 Penatalaksanaan
Tatalaksana PTG adalah berdasarkan staging dan skoring.
Kemoterapi adalah modalitas utama pada pasien dengan PTG.Angka
keberhasilan terapi pada PTG risiko rendah adalah 100% dan lebih dari 80%
pada PTG risiko tinggi. Andrijono, melaporkan angka keberhasilan terapi
15

pada PTG nonmetastasis 95,1%, risiko rendah 83,3% , risiko tinggi hanya
50 % dengan angka kematian karena PTG berkisar 8-9%.

Kemoterapi pada
PTG risiko rendah adalah kemoterapi tunggal, dengan pilihan utama
Methotrexate. Kemoterapi tunggal lain yang dapat digunakan adalah
Dactinomycin.Sedangkan pada PTG risiko tinggi menggunakan kemoterapi
kombinasi diberikan kombinasi EMA-CO (etoposide, methotrexate,
actinomycin, cyclophosphamaide dan oncovin) sebagai terapi primer atau
menggunakan kombinasi ME (Metothrexate, Etoposide), EP (Etoposide,
Cisplatinum).
Evakuasi molahidatidosa dilakukan sesaat setelah diagnosis
ditegakkan,hal didasarkan perhitungan bahwa evakuasi dilakukan untuk
menghindari abortus mola sehingga perlu tingakan akut, menghindari
komplikasi hipertiroid atau perforasi serta untuk memperoleh jaringan untuk
diagnosis histopatologi. Dengan perkembangan kemoterapi yang
mempunyai angka keberhasilan terapi yang tinggi, kuretase cukup dilakukan
satu kali Histerektomi dilaporkan dilakukan pada kasus molahidatidosa usia
tua dan terbukti mengurangi angka kematian dari koriokarsinoma.
Histerektomi juga dilakukan pada keadaan darurat pada kasus perforasi,pada
kasus metastasis liver, otak yang tidak respon terhadap kemoterapi serta
pada kasus PSTT. Penyakit trofoblas gestasional adalah radiosensitive,
karena radiasi mempuyai efek tumorosidal serta hemostatik, Radioterapi
dapat dilakukan pada metastasis otak atau pada pasien yang tidak bisa
diberikan kemoterapi karena alasan medis.

2.11 Komplikasi
Komplikasi-komplikasi yang dapat terjadi akibat penyakit trofoblas
ganas antara lain:
a. Perforasi uterus saat melakukan tindakan kuretase (suction curettage)
terkadang terjadi karena uterus luas dan lembek (boggy). Jika terjadi
perforasi, harus segera diambil tindakan dengan bantuan laparoskop.
b. Perdarahan (hemorrhage) merupakan komplikasi yang sering terjadi saat
pengangkatan (evacuation) mola. Oleh karena itu, oksitosin intravena
harus diberikan sebelum evakuasi mola. Methergine dan atau Hemabate
juga harus tersedia. Selain itu, darah yang sesuai dan cocok dengan
pasien juga harus tersedia.
c. Penyakit trofoblas ganas (malignant trophoblastic disease) berkembang
pada 20% kehamilan mola. Oleh karena itu, quantitative HCG sebaiknya
dimonitor terus-menerus selama satu tahun setelah evakuasi
(postevacuation) mola sampai hasilnya negatif.
d. Pembebasan faktor-faktor pembekuan darah oleh jaringan mola memiliki
aktivitas fibrinolisis. Oleh karena itu, semua pasien harus diskrining
untuk disseminated intravascular coagulopathy (DIC).
e. Emboli trofoblas dipercaya menyebabkan acute respiratory insufficiency.
Faktor risiko terbesar adalah ukuran uterus yang lebih besar
dibandingkan usia kehamilan (gestational age) 16 minggu. Kondisi ini
dapat menyebabkan kematian.


16

2.12 Prognosis
Prognosis bergantung kepada luasnya penyakit pada waktu diagnosis
dan kepada tempat primer (gonad vs ekstragonad). Dengan terapi modern,
70-80% dari semua penderita dengan tumor sel benih yang ganas akan
hidup tanpa oenyakit 5 tahun setelah diagnosis. Untuk penderita dengan
penyakit yang terlokalisasi dan prognosis amat baik, percobaan mutakhir
difokuskan pada meminimalkan toksisitas. Hasil terapi kurang baik (angka
ketahanan hidup 5-tahun adalah 40-70%) untuk penderita dengan penyakit
lanjut dan penelitian difokuskan pada pengintesifan terapi. Beberapa
penderita dengan penyakit berulang dapat mencapai remisi atau sembuh
dengan terapi penyelamatan (salvage therapy).






















17

BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian
3.1.1 Anamnesa
a. Identitas
Mengkaji identitas klien meliputi : nama, usia, alamat,
pekerjaan, pendidikan, agama, dll.
b. Keluhan utama
Mengkaji adanya menstruasi yang tidak lancer dan adanya
perdarahan per vagina berulang.
c. Riwayat kesehatan sekarang
Keluhan yang dirasakan klien sampai klien sampai di Rumah
Sakit atau saat pengkajian dilakukan seperti perdarahan per vagina
di luar siklus haid, pembesaran uterus lebih besar dari usia
kehamilan.
d. Riwayatan kesehatan masa lalu
Mengkaji apakah klien pernah menderita penyakit yang
berhubungan dengan sistem reproduksi dan penyakit lain.
e. Riwayat kesehatan keluarga
Mengidentifikasi apakah ada anggota keluarga lain yang
pernah menderita penyakit seperti ini. Dapat dikaji melalui
genogram sehingga dapat dikaji mengenai penaykit keturunan dan
penyakit menular dalam keluarga.
f. Riwayat pembedahan
Mengkaji adanya pembedahan yang pernah dilakukan klien,
jenis pembedahannya, kapan, dimana, dan oleh siapa pembedahan
dilakukan.
g. Riwayat kesehatan reproduksi
Mengkaji tentang mennorhoe, siklus menstruasi, lamanya,
banyaknya, sifat darahnya, baunya, warnanya, dan adanya
dismenorrhoe (waktu dan gejala).
h. Riwayat kehamilan, persalinan dan nifas
Mengkaji keadaan dan kesehatan anak klien mulai dari
kandungan sampai saaat sekarang.
i. Riwayat seksual
Mengkaji aktivitas seksual klien, apakah menggunalan
kontrasepsi dan jenis kontrasepsinya serta keluhan yang muncul
dengan pemasangan kontrasepsi.
j. Riwayat konsumsi obat
Mengkaji pemakaian obat-obatan oleh klien seperti obat
kontrasepsi oral, obat digitalis, dan obat lainnya.
k. Pola aktivitas
Mengkaji nutrisi, cairan dan elektrolit, eliminasi, pola
istirahat, dan hygiene.
3.1.2 Pemeriksan Fisik
a. Inspeksi
1) Mengobservasi warna kulit dan peubahannya.
18

2) Mengkaji adanya lesi, drainase.
3) Mengobservasi pola pernafasan, kedalaman nafas, dan
kesimetrisan gerak dada.
4) Mengkaji bahasa tubuh, pergerakan, postur tubuh klien, dan
adanya keterbatasan fisik.
b. Palpasi
1) Merasakan suatu pembengkakan, tekstur kulit.
2) Menentukan kekuatan kontraksi uterus.
3) Menetukan karakter nadi.
4) Mengevaluasi edema.
5) Memperhatikan posisi janin.
6) Mengamati turgor dengan cara menekan atau mencubit.
7) Menentukan tegangan/tonus otot atau respon nyeri yang
abnormal.
c. Perkusi
1) Mengetuk dengan jari dan mendengarkan bunyi apakah
menunjukkan ada tidaknya cairan, massa atau konsolidasi.
2) Mengetuk dengan palu perkusi dan mengamati ada tidaknya
reflksx gerakan pada kaki bawah.
3) Memeriksa refleks kulit perut apakah ada kontraksi dinding
perut atau tidak.
d. Auskultasi
a. Mendengarkan di ruang antekuibiti untuk tekanan darah, dada
untuk bunyi jantung/paru, abdomen untuk bisisng usus atau
denyut janyung janin (Johnson & Taylor, 2005).
3.1.3 Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium yang dapat dilakukan antara lain
adalah pemeriksaan darah, pemeriksaan urin, dan pemeriksaan lain
seperti rongten, USG, serta biopsi.

3.2 Diagnosa Keperawatan
a. Gangguan rasa nyaman: nyeri berhubungan dengan perdarahan, proses
penjalaran penyakit.
b. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan perdarahan per vagina.
c. Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan.
d. Risiko nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan mual muntah.
e. Risiko terjadi infeksi berhubungan dengan tindakan kuretase.
f. Ketidakefektifan pola seksualitas berhubungan dengan ketakutan
terkaitan perdarahan per vagina.

3.3 Intevensi dan Rasional
1. Diagnosa Keperawatan: Nyeri berhubungan dengan perdarahan,
proses penjalaran penyakit.
Tujuan:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam, nyeri
klien berkurang atau hilang
Kriteria Hasil:
a. Klien mengatakan nyeri berkurang/hilang.
19

b. Ekspresi wajah klien tenang.
c. TTV dalam batas normal
Intervensi Rasional
a. Kaji tingkat nyeri, lokasi, dan
skala nyeri yang dirasakan oleh
klien.

b. Observasi tanda-tanda vital
sesering mungkin + 8 jam sekali.


c. Ajarkan teknik relaksasi kepada
klien.


d. Beri posisi yang nyaman.


e. Kolaborasi: pemberian analgetik
Mengetahui tingkat skala nyeri
klien sehingga dapat menentukan
intervensi yang akan dilakukan
selanjutnya.
Perubahan tanda-tanda vital
merupakan salah satu tanda
peningkatan nyeri yang dirasakan
oleh klien.
Teknik relaksasi dapat membuat
klien lebih nyaman dan dapat
mendistraksi perhatian klien
terhadap nyeri.
Posisi yang nyaman dapat
menghindarkan penekanan pada
bagian atau area tertentu.
Obat-obatan analgetik dapat
memblok reseptor nyeri.

2. Diagnosa Keperawatan: kekurangan volume cairan berhubungan
dengan perdarahan per vagina.
Tujuan:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan 2x24 jam, klien dapat
mempertahankan keseimbangan cairan.
Kriteria Hasil:
a. Perdarahan tidak ada.
b. Tidak terdapatnya tanda-tanda kekurangan cairan.
c. Turgor kulit membaik.
Intervensi Rasional
a. Monitor tanda-tanda vital klien
sesering mungkin.



b. Awasi turgor kulit klien.

c. Monitor intake dan output klien.


d. Tingkatkan dan pantau
keseimbangan cairan elektrolit.
e. Kolaborasi: pemberian terapi
obat-obatan
Sebagai pengawasan terhadap
adanya perubahan keadaan umum
pasien sehingga dapat diakukan
penanganan dan perawatan secara
cepat dan tepat.
Untuk mengetahui adanya tanda-
tanda dehidrasi.
Mengetahui dengan segera cairan
yang masuk dan keluar baik lewat
per oral maupun parenteral.
Menghindari keadaan dehidrasi
dan kekurangan cairan.
Mencegah terjadinya kekurangan
cairan lebih lanjut.


20

3. Diagnosa Keperawatan: ansietas berhubungan dengan perubahan
status kesehatan.
Tujuan:
Setelah dilakukan tindakan keperawtan selama 1x24 jam, tingkat
kecemasan klien berkurang/hilang.
Kriteria Hasil:
a. Ekspresi wajah klien tenang.
b. Klien mampu menggunakan mekanisme koping yang adaptif.
c. Klien tidak sering bertanya tentang penyakitnya.
Intervensi Rasional
a. Kaji tingkat kecemasan klien.



b. Pantau respon verbal dan
nonverbal klien.

c. Beri kesempatan pada klien
untuk mengungkapkan
perasaannya.
d. Mendengarkan keluhan klien
dengan empati.
e. Jelaskan kepada klien tentang
penyakit dan pengobatan yang
sedang dilakukan.
f. Beri dorongan spiritual/support.
Mengetahui seberapa jauh
kecemasan klien sehingga dapat
menentukan intervensi yang akan
dilakukan selanjutnya.
Respon tersebut merupakan
indicator tingkat pemahaman dan
ansietas yang dirasakan klien.
Ungkapan perasaan dapat
memberikan rasa lega sehingga
mengurangi kecemasan.
Klien akan merasa diperhatikan.

Menambah pengetahuan klien
sehingga klien tahu dan mengerti
tentang penyakitnya.
Menumbuhkan ketenangan batin
sehingga dapat mengurangi
kecemasan.

4. Diagnosa Keperawatan: risiko nutrisi kurang dari kebutuhan
tubuh berhubungan dengan mual muntah.
Tujuan:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam, nutrisi
klien dapat terpenuhi dengan baik.
Kriteria Hasil:
a. Klien menunjukkan nafsu makan yang meningkat.
b. Porsi makan klien habis.
c. Klien tidak menunjukkan kelemahan.
Intervensi Rasional
a. Kaji status nutrisi klien.


b. Anjurkan makan sedikit tapi
sering.
c. Anjurkan makan makanan dalam
keadaan hangat dan bervariasi.
d. Anjurkan orang terdekat klien
untuk membawakan makanan
Untuk mengetahui status nutrisi
klien sehingga dapat menentukan
intervensi selanjutnya.
Mampu membantu meminimalkan
anoreksia.
Dapat membangkitkan nafsu
makan klien.
Meningkatkan nafsu makan.

21

kesukaan klien.
e. Berikan suasana yang nyaman
saat klien makan.

f. Beri penjelasan pada klien
tentang pentingnya asupan gizi
bagi tubuh klien.
g. Kolaborasi: tetapkan asupan
nutrisi klien dengan ahli gizi.
h. Pantau porsi makan klien.

Memaksimalkan intake makanan
ke tubuh klien dan mengurangi
anoreksia.
Mendorong klien untuk
menghabiskan porsi makan klien.

Memenuhi kebutuhan nutrisi tubuh
klien.
Mengevaluasi tindakan
keperawatan yang sudah
dilakukan.

5. Diagnosa Keperawatan: risiko infeksi berhubungan dengan
tindakan kuretase.
Tujuan:
Klien terbebas dari infeksi.
Kriteria Hasil:
a. Tidak muncul tanda-tanda infeksi.
b. Tanda-tanda vital klien dalam rentang normal.
Intervensi Rasional
a. Kaji adanya tanda-tanda infeksi.


b. Observasi tanda-tanda vital
klien.

c. Observasi daerah kulit yang
mengalami kerusakan (luka,
garis jahitan), daerah yang
terpasang alat invasif (infus,
kateter).
d. Kolaborasi: beri obat antibiotik.
Perubahan vital sign merupakan
salah satu indicator terjadinya
infeksi.
Perubahan vital sign merupakan
salah satu indikator dari terjadinya
proses infeksi dalam tubuh.
Deteksi dini perkembangan infeksi
memungkinkan untuk melakukan
tindakan dengan segera dan
pencegahan komplikasi
selanjutnya.
Dapat menghambat bakteri
penyebab proses infeksi.

6. Diagnosa Keperawatan: ketidakefektifan pola seksualitas
berhubungan dengan ketakutan terkait perdarahan per vagina.
Tujuan:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam, klien
mengetahui kapan saja boleh melakukan hubungan seksual.
Kriteria Hasil:
a. Pola seksual klien normal.
b. Klien tidak cemas terkaitan aktivitas seksualnya.
c. Klien mampu menggunakan mekanisme koping yang adaptif.
Intervensi Rasional
a. Identifikasi penyebab
ketidakefektifan pola seksual
klien.
Mengetahui sebab ketidakefektifan
pla seksual klien sehingga dapat
menentukan intervensi selanjutnya.
22

b. Kaji tingkat kecemasan klien.


c. Jelaskan pada klien waktu untuk
melakukan hubungan seksual
sesuai kondisinya.


d. Beri edukasi tentang keadaan
klien apabila berhubungan
seksual.
Mengetahui seberapa jauh
kecemasan klien berpengaruh
terhadap aktivitas seksualnya.
Menghindari efek samping yang
merugikan status kesehatan klien
dan agar pasien tenang dalam
menjalani pola aktivitas
seksualnya.
Meningkatkan pemahaman klien.

3.4 Evaluasi
a. Nyeri hilang atau berkurang.
b. Keseimbangan volume cairan tubuh tercapai.
c. Klien tenang.
d. Kebutuhan nutrisi klien terpenuhi.
e. Tidak terjadi infeksi.
f. Keefektifan pola seksualitas klien.
















23

BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Jadi masalah keperawatan yang dapat timbul akibat penyakit kanker
serviks antara lain gangguan rasa nyaman nyeri, kekurangan volume cairan,
ansietas, risiko nutrisi kurang, risiko terjadi infeksi, dan ketidakefektifan
pola seksualitas.
Dan dari masalah keperawatan tersebut kita sebagai tenaga kesehatan
dapat memfokuskan penanganan terlebih dahulu pada masalah nyeri yang
dialami klien.

4.2 Saran
Setelah membaca makalah kami ini, kami berharap kepada pembaca,
khususnya pada mahasiswa keperawatan dapat lebih memahami lebih dalam
mengenai penyakit trofoblas ganas.























24

DAFTAR PUSTAKA

Slim R, Mehio A. (2007). The Genetics of Hydatidiform Moles: New Lights on an
Ancient Disease. Clin Genet. Diakses pada tanggal 21 September 2013.
Martaadisoebrata D. (2005). Buku Pedoman Pengelolaan Penyakit Trofoblas
Gestasional. Jakarta : EGC.
Corwin, E. J. (2009). Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC.
Imam Rasjidi, S. (2010). Epidemiologi Kanker pada Wanita. Jakarta: Sagung
Seto.
Hartati Nurwijaya, D. D. (2010). Cegah dan Deteksi Penyakit trofoblas ganas.
Yogyakarta: Alex Media Komputindo.
Geri Morgan, C. H. (2009). Obstetri dan Ginekologi Panduan Praktikum. Jakarta:
EGC.
Mulyani, D. (2010). Stop Kanker Panduan Deteksi Dini dan Pengobatan
Menyeluruh Berbagai Jenis Kanker. Jakarta: Mizan Publika.
Ralph C. Benson, M. L. (2008). Buku Saku Obstetri dan Ginekologi. Jakarta:
EGC.
Sastrawinata, S. (2004). Kesehatan Reproduksi: Obstetri Patologi. Jakarta: EGC.
Behrman, Kliegman, Arvin. (1996). Nelson Textbook of Pediatric, 15
th
Ed.
Jakarta : EGC
Abdullah. M.N. dkk. Mola Hidatidosa. Pedoman diagnosis dan terapi lab/upf.
Kebidanan dan penyakit kandungan. Rsud dokter soetomo surabaya. 1994.
Hal 25-28.
Cuninngham. F.G. dkk. Mola Hidatidosa Penyakit Trofoblastik Gestasional
Obstetri Williams. Edisi 21. Vol 2. Penerbit Buku Kedokteran. EGG Jakarta.
2006. Hal 930-938.
4. Lisa E Moore, 2008. Hydatidiform Mole. Download at 21 september 2013
available from: www.e-medicine.com
Mansjoer, A. dkk. Mola Hidatidosa. Kapita Selekta Kedokteran. Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. Jilid I. Media Aesculapius. Jakarta.2001.
Hal 265-267
Martaadisoebrata. D, & Sumapraja, S. Penyakit Serta Kelainan Plasenta &
Selaput Janin. Ilmu Kebidanan. Yayasan Bina pustaka SARWONO
PRAWIROHARDJO. Jakarta.2002 Hal 341-348.
Mochtar. R. Penyakit Trofoblas. Sinopsis Obstetri. Jilid I. Edisi2. Penerbit Buku
Kedokteran. ECG. Jakarta. 1998. Hal. 238-243. 6.
Prawirohadjo, S. & Wiknjosastro, H. Mola Hidatidosa. Ilmu Kandungan. Yayasan
Bina Pustaka SARWONO PRAWIROHADJO. Jakarta. 1999. Hal . 262-264
Sastrawinata, S.R. Mola Hidatidosa. Obsetetri Patologik. Bagian Obstetri dan
Ginekologi Fakultas Kedokteran

Anda mungkin juga menyukai