20080310215 Kornea Merupakan media penglihatan yang berbentuk cembung membentuk kubah transparan Merupakan media penglihatan yang pertama kali menerima rangsang cahaya Memiliki kekuatan refraksi 43 D, jernih, dan avaskuler Mendapatkan nutrisi dari pemb. Darah limbus, humor aquos, air mata, dan oksigenasi udara Saraf sensori berasal dari cabang pertama nervus trigeminus ( nervus V ) Lapisan kornea Epithelium Lapisan bowman Stroma ( lapisan paling tebal ) Membran descement Endotelium Epitelial Terdiri dari 5 lapis sel epitel bertingkat tak bertanduk yang saling tumpang tindih dan berikatan erat. Ikatan ini menghambat pengaliran air, elektrolit dan glukosa melalui barier. Sel penyusunnya berupa sel basal, sel poligonal, dan sel gepeng. Bila terjadi kerusakan pada sel basal akan mengakibatkan erosi rekuren. Lapisan epitel ini memiliki daya regenerasi yang cukup besar. Ujung syaraf kornea berakhir di epitel, sehingga kelainan pada epitel akan menyebabkan gangguan sensibilitas kornea dan rasa sakit serta mengganjal. Membran Bowman Terletak di bawah membran basal epitel kornea dan merupakan kolagen yang tersusun tidak teratur. Lapisan ini memiliki daya tahan yang tinggi terhadap trauma tetapi tidak memiliki daya regenerasi. Trauma akan menimbulkan jaringan parut. Stroma Merupakan lapisan paling tebal dari kornea. Bersifat water soluble dan higroskopis. Mengandung keratosit yang berupa fibroblas yang terletak di antara serat kolagen stoma. Keratosit membentuk bahan dasar dan serat kolagen dalam perkembangan embrio atau sesudah trauma
Membran Descemet Merupakan membran aselular yang tipis, kenyal, kuat, dan bening. Terletak di bawah stroma dan sebagai pelindung/barier infeksi. Lapisan ini terus berkembang seumur hidup. Endotel Merupakan lapisan kornea yang penting untuk mempertahankan kejernihan kornea, mengatur cairan di dalam stroma kornea dan tidak mempunyai daya regenerasi, sehingga endotel mengkompensasi sel-sel yang mati dengan mengurangi kepadatan seluruh endotel dan memberikan dampak pada regulasi cairan, berupa membengkaknya stroma akibat kelebihan cairan (edema kornea) dan hilangnya transparansi. Dapat terganggu fungsinya akibat trauma bedah, penyakit intra okuler dan penyakit usia lanjut.
Fisiologi Kornea merupakan bagian anterior dari mata, yang harus dilalui cahaya, dalam perjalanan pembentukan bayangan di retina, karena jernih, sebab susunan sel dan seratnya tertentu dan tidak ada pembuluh darah. Biasan cahaya terutama terjadi di permukaan anterior dari kornea. Perubahan dalam bentuk dan kejernihan kornea, segera mengganggu pembentukan bayangan yang baik di retina. Oleh karenanya kelainan sekecil apapun di kornea, dapat menimbulkan gangguan penglihatan yang hebat terutama bila letaknya di daerah pupil
NUTRISI Cairan aquos Berperan dalam difusi glukosa Kapiler di limbus Berperan dalam suplai oksigen dari sirkulasi limbus Film perikorneal
Persyarafan Kornea dipersarafi oleh banyak saraf sensoris terutama berasal dari: Saraf siliar longus Saraf nasosiliar Saraf ke V
Saraf siliar longus yang berjalan suprakoroid, masuk ke dalam stroma kornea, menembus membran Bowman melepas selubung Schwannya. Seluruh lapis epitel dipersarafi sampai pada kedua lapis terdepan. Kelainan kornea Ukuran Mikro kornea diameter < 9 mm Makro kornea diameter > 9 mm Kecembungan Keratokonus membentuk kerucut
Keratoglobus kornea mblendung
Desmatocele ada bagian kornea tertentu yang memblendung Kornea plana kornea tampak datar (kongenital )
Limbus kornea Arcus senilis ( degeneratif ) Jaringan parut ( cicatrix ) : Nebula ( putih tipis di kornea, baru kelihatan bila menggunakan senter ) Makula ( Putih agak tebal di kornea, tampak ketika dilihat dari dekat ) Leukoma ( putih tebal di kornea, dari jauh pun tampak jelas ) Infiltrat Punktata ( titik-titik pada kornea ) Numuler ( bulat bulat putih ) Dendritika ( sering pada infeksi virus, bentuk berupa bercak kecil ) Geografika ( bentuk berupa bercak yang besar dan menyerupai atlas )
Pterygium
Keratitis peradangan pada kornea yang ditandai dengan adanya infiltrasi sel radang dan edema kornea pada lapisan kornea manapun yang dapat bersifat akut atau kronis yang disebabkan oleh berbagai faktor antara lain bakteri, jamur, virus atau karena alergi.
Epidemiologi Di negara-negara berkembang insidensi keratitis berkisar antara 5,9-20,7 per 100.000 orang tiap tahun predisposisi : Trauma pemakaian lensa kontak dan perawatan lensa kontak yang buruk penggunaan lensa kontak yang berlebihan Herpes genital atau infeksi virus lain kekebalan tubuh yang menurun karena penyakit lain serta higienis dan nutrisi yang tidak baik, Patofisiologi Kornea adalah struktur yang sehingga saat terjadi peradanganan, tidak dapat segera . Sel-sel di stroma kornea pertama-tama akan bekerja sebagai makrofag, kemudian disusul dengan dilatasi pembuluh darah yang ada di limbus dan tampak sebagai injeksi pada kornea. Lalu terjadilah infiltrasi dari sel-sel lekosit, sel-sel polimorfonuklear, dan sel plasma yang mengakibatkan timbulnya infiltrat, yang tampak sebagai bercak kelabu, keruh dan permukaan kornea menjadi tidak licin. Gejala klinis Trias keratitis Fotofobia Epifora Blefarospasme Keluhan lain Penurunan visus Mata merah (injeksi siliar) Hypopion Nyeri Infiltrat +/-
Klasifikasi Menurut penyebabnya 1. Bakterial Etiologi : Pseudomonas aeruginosa Streptococcus (beta-hemolyticus, pneumoniae ) Staphylococcus (aureus, epidermidis ) Mycobacterium fortuitum Haemophilus influenza Neiseria sp Corynebacterium dhiptheriae Moraxella liquefaciens ,dll Predisposisi Penggunaan kortikosteroid kontak lensa graf kornea yang telah terinfeksi Gejala klinis onset nyerinya sangat cepat Konjungtival injection Fotofobia penurunan visus inflamasi endotel tanda reaksi bilik mata depan Hipopion
Gejala klinis Keluhan timbul 5 hari 3 minggu setelah trauma Sakit mata yang berat Fotofobia Epifora Infiltrat abu-abu berfiga dan terdapat satelit ( bila terletak di dalam stroma ) Tampak ulcus ke dalam endotel tapi tak teratur Hipopion ( pus di camera oculi anterior )
Penatalaksanaan Natamisin 5% tiap 1-2 jam saat bangun anti jamur lain seperti miconazol, amfoterisin, nistatin, dan lain-lain Siklopegik Keratoplasti 3. Viral Etiologi : HSV Herpes zooster Virus Epstein-Barr Gejala klinis Demam Malaise limfadenopati preaurikuler konjungtivitis folikutans Bleparitis Fotofobia injeksi perikornea penglihatan kabur Penatalaksanaan antiviral
4. Kerusakan N. V Etiologi : Trauma Tindakan pembedahan ,dll Patofisiologi Kerusakan saraf kornea kornea kehilangan reflek berkedip mekanisme proteksi menghilang
5. Defisiensi vit. A 6. Alergi
Keratitis bakterial Keratitis pneumokokus Ulkus kornea pneumokokus biasanya muncul 24-48 jam setelah inokulasi pada kornea yang lecet Infeksi ini secara khas menimbulkan sebuah ulkus berbatas tegas warna kelabu yang cenderung menyebar secara tak teratur dari tempat infeksi ke sentral kornea Batas yang maju menampakkan ulserasi aktif dan infiltrasi sementara batas yang ditinggalkan mulai sembuh. (Efek merambat ini menimbulkan istilah ulkus serpiginosa akut.) Lapis superfisial kornea adalah yang pertama terlibat, kemudian parenkim bagian dalam. Kornea sekitar ulkus sering bening. Biasanya ada hipopion. Kerokan dari tepian depan ulkus kornea pneumokokus mengandung diplokokus berbentuk lancet gram-positif Keratitis pseudomonas Pseudomonas adalah penyebab umum ulkus kornea bakteri. Pada ulkus kornea pseudomonas berawal sebagai infiltrat kelabu atau kuning di tempat epitel kornea yang retak. Biasanya disertai nyeri Lesi ini cenderung cepat menyebar ke segala arah karena pengaruh enzim proteolitik yang dihasilkan organisme ini. Keratitis karena Pseudomonas memiliki ciri khas yaitu cepat, progresif, dan berat. Bila dalam 2x24 jam tidak segera diperiksakan, prognosis buruk Keratitis virus Keratitis herpes simplek virus Disebabkan oleh virus herpes simpleks tipe 1 maupun tipe 2. Dapat bersifat primer dan kambuhan. Penularan dapat terjadi melalui kontak dengan cairan dan jaringan mata, rongga hidung, mulut, alat kelamin yang mengandung virus Masa inkubasi 2 hari - 2 minggu Infeksi primer ditandai oleh adanya demam, malaise, limfadenopati preaurikuler, konjungtivitis folikutans, blefaritis, dan 2/3 kasus terjadi keratitis epitelial.
Keratitis herpes simpleks dibagi menjadi 2 : Tipe Epitelial Kerusakan terjadi akibat pembiakan virus intraepitelial mengakibatkan kerusakan sel epitel dan membentuk tukak kornea superfisial. Tipe Stromal Terjadi reaksi imunologik tubuh terhadap virus yang menyerang yaitu reaksi antigen-antibodi yang menarik sel radang ke dalam stroma. Sel radang ini mengeluarkan bahan proteolitik untuk merusak virus tetapi juga akan merusak stroma di sekitarnya. Gambaran Klinik Gejala-gejala subyektif keratitis epitelial meliputi: fotofobia, injeksi perikorneal, dan penglihatan kabur. Berat ringannya gejala-gejala iritasi tidak sebanding dengan luasnya lesi epitel, berhubung adanya hipestesi atau insensibilitas kornea. Pada keratitis herpes simpleks ringan tidak terdapat fotofobia Lesi dendritik maupun geografik
Dendritik Geografik Keratitis Jamur Sering disebabkan oleh spesies jamur: Nekrosis koagulatif stroma kornea yang meluas dengan edema serat kolagen dan keratosit Hifa berpotensi masuk ke membran descement yang intak dan menyebar ke kamera okuli anterior
Manifestasi klinis Sensasi benda asing Rasa sakit atau ketidaknyamanan mata Penglihatan buram Mata merah yang tidak biasa Air mata berlebih dan sekret berlebih. Peningkatan kepekaan cahaya Injeksi konjungtiva Pus / Hipopion Infiltrasi stroma
Klasifikasi Berdasarkan Bentuk Klinis Keratitis Flikten Keratitis Sika Keratitis Neuroparalitik Keratitis Numularis
Menurut tempatnya Keratitis Superfisialis Ulseratif Keratitis pungtata superfisialis ulserativa Keratitis flikten Keratitis herpetika Keratitis sicca Keratitis rosasea Non ulseratif Keratitis pungtata superfisialis fuchs Keratitis numularis dimmer Keratitis disiformis westhoff Keratokonjungtivitis epidemika Keratitis Superfisialis non ulseratif 1. Keratitis pungtata superfisialis Merupakan suatu peradangan akut yang mengenai satu atau kedua mata yang dapat dimulai dari konjungtivitis kataral, disertai infeksi dari traktus respiratorius bagian atas Tampak infiltrat yang berupa titik-titik pada kedua permukaan membran bowman. Tes fluoresin (-) Gejala : mata nyeri, merah, silau, terasa seperti kelilipan Penyebab belum diketahui dengan jelas, diduga dapat disebabkan oleh : Virus Bakteri Parasit Keracunan Obat topikal Sinar UV Trauma ringan Pemakaian lensa kontak
2. Keratitis Numularis Diduga disebabkan oleh virus. Tampak infiltrat bulat subepitelial dan di tengahnya tampak lebih jernih seperti halo. Tes fluoresin (-) Gambaran Klinis: Mata merah Fotofobia Mata unilateral yang terserang Lakrimasi
3. Keratitis disiformis
Peradangan pada kornea yang banyak dijumpai di daerah persawahan basah Pada anamnesa umumnya diperoleh adanya kontak dengan lumpur sawah Pada kornea tampak infiltrat bulat-bulat, ditengahnya lebih padat dari pada di tepi dan terletak subepitelial Tes fluoresin (-) 4. Keratokonjungtivitis epidemika Merupakan peradangan yang mengenai kornea dan konjungtiva yang disebabkan reaksi alergi terhadap adenovirus tipe 8 Dapat timbul sebagai suatu epidemia dan biasanya unilateral. Gejala : pasien merasa demam, seperti ada benda asing di mata, kadang disertai nyeri periorbita, dan disertai penglihatan yang menurun
Keratitis superfisial ulserativ 1. Keratitis pungtata superfisial ulseratif Didahului oleh konjungtivitis kataral, akibat stafilokokus atau pneumokokus Tes fluoresin (+) Lebih sering mengenai 1/3 bagian bawah mata
2. Keratokonjungtivitis flikten Radang kornea dan konjungtiva akibat reaksi imun Terdapat flikten yang berupa benjolan berbatas tegas, berwarna keabu-abuan yang terdapat pada lapisan superfisial kornea dan menonjol diatas permukaan kornea
3. Keratitis herpetika Keratitis yang disebabkan oleh infeksi herpes simpek dan herpes zoster
4. Keratokonjngtivitis sicca Merupakan peradangan akibat keringnya permukaan kornea dan konjungtiva Penyebab : Defisiensi komponen lemak Defisiensi kelenjar air mata Defisiensi komponen musin Akibat penguapan yang berlebihan Akibat sikatrik di kornea Gambaran Klinis mata terasa gatal terasa seperti ada pasir Fotopobia visus menurun secret lengket mata terasa kering.
5. Keratitis rosea Biasa diderita pada orang yang menderita acne rosacea Keratitis profunda Ulseratif Keratitis et lagoftalmus Keratitis neuroparalitik Xerofthalmus Trakoma dengan infeksi sekunder Gonore Ulkus serpens akut Ulkus serpens kronik Ulkus ateromatosis Protusio kornea Kelainan degeneratig Erosi kornea Non ulserativ Keratitis intertisialis luetik Keratitis pustuloformis profunda Keratitis disiformis Keratitis sklerotikans Keratitis Et Lafogthalmus Terjadi karena mata tak menutup dengan sempurna sehingga kornea menjadi kering dan terkena trauma Dapat disebabkan oleh tarikan jaringan parut pada tepi kelopak, eksofthalmus, paralise saraf facial, dan atoni orbikularis okuli Pengobatan dengan mengatasi causa dan air mata buatan. Dapat diberikan salep mata untuk mencegah infeksi sekunder Keratitis neuroparalitik Terjadi akibat kelelahan saraf trigeminus sehingga terdapat kekeruhan kornea yang tidak sensitif disertai kekeringan kornea Penyebab : Herpes zoster Tumor fosa posterior cranium Keadaan lain yang menyebabkan kornea menjadi anestetis Gejala klinis : Ketajaman penglihatan menurun Silau Mata merah Injeksi perikorneal Infeksi sekunder ulcus serpen akut hipopion endofthalmitis kebutaan Flattened kornea Xerofthalmia Terjadi akibat defisiensi vitamin A Klasifikasi menurut Depkes RI : Stadium 1 Hemeralopia Tidak terjadi pembentukan kembali dari rodopsin dalam sel batang retina, sehingga penglihatan berkurang saat keadaan redup Stadium 2 hemeralopia + xerosis konjuntiva dan kornea a. Konjungtiva menjadi tidak mengkilat, berkerut dan kering disekitar limbus b. Terbentuk bitots spot c. Hiperkeratinisasi sel epitel, saphrophitic xerosis basili d. Kornea menjadi tidak mengkilat, kering, dan keruh e. Sindroma umuya : gambaran kabut tebal tersebar di akuator atau retina perifer Stadium 3 stadium 1+2+keratomalasi a. kornea menjadi keruh dengan kerusakan epitel b. apabila disertai infeksi sekunder panofthalmi, ptisis bulbi, sampai kebutaan Gejala klinis : Reversibel : buta senja, xerosis konjungtiva, xerosis kornea, bitots spot Irreversibel : ulserasi kornea
Penatalaksanaan Lokal : sulfas atropin, antibiotik, mata ditutup Diit TKTP Pemberian vitamin A dosis terapetik 50.000IU/KgBB dengan dosis maksimal 400.000IU (gejala kelebihan vit.A : pseudo tumor cerebri anoreksia, muntah, nausea, nyeri kepala, diare) Trachoma dengan infeksi sekunder Dapat menimbulkan kebutaan pada stadium dini maupun lanjut Stadium dini : terdapat panus pada lumbus kornea 1/3 atas. Panus menimbulkan ulkus akibat infeksi sekunder perforasi peradangan ptisis bulbi Stadium lanjut : timbul entripion dengan trikiasis kebutaan Gonorrhoeae Dapat menyebabkan kebutaan dengan gejala awal berupa konjungtivitis purulenta yang akut disertai dengan blefarospasme tumpukan sekret purulen yang penuh gonokokus dibawah konjungtiva palpebra superior Gonokokus menghasilkan enzim proteolitik yang dapat meyebabkan kerusakan kornea dan menjadi perforasi yang dapat berujung pada kebutaan Ulcus serpens akut Etiologi : Virus Pneumokokus E coli Staph. Aureus Strep. Non hemolitikus Fungus Moraxella liquifaciens
Diawali dengan trauma kecil epitel kornea lalu terjadi infeksi sekunder Pasien mengeluh kesakitan, disertai pembengkakan palpebra, infiltrat cepat membesar dan menjalar ke segala arah Ulkus mentebar ke kornea kemudian merambat lebih dalam yang diikuti oleh perforasi Gejala khasnya berupa hipopion yang steril yang terjadi akibat rangsangan toksin kuman pada badan siliar. Pada konjungtiva tampak tanda-tanda peradangan yang berat berupa injeksi konjungtiva dan injeksi siliar yang berat Ulkus serpens akut diobati dengan antibiotika spektrum luas dan dapat diberikan tiap jam atau lebih. Selain itu dapat diberikan penisilin sebagai pengobatan tambahan subkonjungtiva Pada keadaan yang lebih parah dapat dilakukan keratoplasti Ulcus mooren
Suatu ulcus menahun superfisial yang dimulai dari tepi kornea dengan bagian tepinya tergaung dan berjalan progresif tanpa kecenderunganperforasi. Lambat laun akan mengenai seluruh kornea Penyebab belum diketahui sampai sekarang. Diduga penyebabnya adalah reaksi hipersensitifitas terhadap protein tuberkulosis, virus, autoimun, dan alergi terhadap toksin ankilostoma Merupakan tukak idiopatik unulateral maupun blateral Lebih sering terdapat pada wanita paruhbaya Tukak ini menghancurkan membran bowman dan struma kornea. Neovaskularisasi tidak terlihat pada bigian yang sedang aktif, bila kronik akan terlihat jaringan parut dan jaringan vaskularisasi
Ulcus ateromatosis Tukak yang terjadi padajaringan parut kornea Jaringan parut atau sikatrik pada kornea sangat rentan terhadap serangan infeksi. Berkembang dengan cepat ke segala arah Sering terjadi perforasi dan diikuti panofthalmitis Keraoplasti merupakan tindakan yang tepat bila mata dan penglihatan masih dapat diselamatkan Ulcus marginalis Merupakan peradangan kornea bagian perifer yang khas. Biasanya terdapat daerah jernih antara limbus kornea dengan tempat kelainannya. Sumbu memanjang daerah peradangan biasanya sejajar dengan limbus kornea Biasanya karena alergi, toksik, infeksi, dan penyakit kolagen vaskuler Penglihatan pasien akan menurun disertai dengan rasa sakit, fotofobia, dan lakrimasi Penatalaksanaan : antibiotik + steroid lokal, disertai dengan vitamin B dan C dosis tinggi
Protrusio kornea Beberapa penonjolan kornea : 1. Inflammatoir : Keratektasi protusio kornea tanpa penojolan iris setelah kornea menipis (ulkus kornea non perforata atau kornea menjadi lemah, karena panus atau keratitis ). Visus sangat terganggu Stafiloma kornea Sikatrik kornea, menonjol, disertai prolaps iris. Merupakan gejala sisa dari ulkus kornea perforata yang menimbulkan leukoma adherens ( perlengketan iris pada kornea )
2. Non inflammatoir Keratokonus Merupakan proses degeneratif, terjadi penipisan umum kornea dan penonjolan kedepan bagian tengah kornea Keratoglobus Merupakan pembesaran segmen anterior bola mata, tanpa disertai kenaikan TIO, disebabkan karena kelainan pertumbuhan Kelainan degeneratif Keratotonus Terjadi penipisan kornea dan penonjolan bagian tengah disertai ruptur dari membran descement dan pembentukan jaringan parut yang superfisial di apeks kornea Tanda klinis : visus menurun, penonjolan kornea yang menyebabkan penekanan palpebra inferior, fundus tak tampak dengan tenang Penatalaksanaan : Ringan : lensa kontak Berat : transplantasi kornea Arcus senilis Proses degeneratif yang terjadi pada orang tua Tidak menunjukkan keluhan berarti dan tampak sebagai kekeruhan yang anuler, berwarna abu-abu, lebar kurang lebih 2 mm dan dari limbus dibatasi oleh kornea yang jernih
Distrofi kornea Marginal Terjadi distrofi didaerah limbus, jaringan stroma diganti jaringan ikat, kornea perlahan menjadi tipis, membran descement menonjol ke depan Terdapat injeksi perikorneal Zonuler, distrofi pita, keratopati pita Terdapat deposit garam kalisum pada superfisial kornea dan hialinisasi membram bowmann Timbul akibat hiperkalsemia adenoma paratiroid, gagal ginjal, atau kelaianan lokal mata seperti uveitis, glaukoma absolut, edema kornea, pemakaian miotika yang lama, ptisis bulbi Fissura palpebra tampak pita di kornea selebar 3-6 mm, melintang, horizontal, disertai injeksi perikornea dan penurunan visus Penatalaksanaan : Larutan HCL 0,5% Infus larutan EDTA 0,4% selama 15 menit Keratoplasti Noduler Diawali keratokonjungtivitis Terdapat degenerasi dan vaskularisasi superfisial kornea, mengenai epitel, membran bowmann, dan stroma superfisial Tampak injeksi perikornea, neovaskularisasi kornea superfisial, kekeruhan berupa nodul putih Gejala klinis : visus menurun Penatalaksanaan : keratoplasti
Familier-Herediter Dikenal 3 bentuk : Granuler : bercak putih seperti batu di superior kornea Makuler : tirai kelabu di bagian sentral Retikuler : nodul-nodul putih yang saling berhubungan Terdapat deposit hialin dalam lamel superfisial, degenerasi membran bowmann lamel superfisial. Keluhan : visus menurun Penatalaksanaan : keratoplasti Epitel endotel Terdapat deposit hialin pada membran descemen, kerusakan endotel, edema kornea, degenerasi membran bowmann dan epitel Kornea mengeruh dengan permukaan yang tidak rata Terdapat tanda iritasi dan penurunan visus Pengobatan : keratoplasti
Degenerasi lemak-lpoid Terdapat deposit masa lipoid dalam stroma kornea, membran bowmann diganti makrofag, penebalan epitel dengan infiltrasi dari masa lipoid Terjadi penebalan kornea sentral disertai dengan gangguan visus Penatalaksanaan : keratoplasti Erosi kornea Suatu keadaan lepasnya epitel kornea akibat trauma tumpul atau tajam pada kornea Gejala klinis: rasa sakit disertai lakrimasi, fotofobia, blefarospasme, visus menurun Pemeriksaan : injeksi perikornea (+), kornea lebih tipis, warna iris lebih hitam, tes fluoresin memberikan warna hijau Penatalaksanaan : Siklopegik mengurangi rasa nyeri dan mengistirahatkan mata Antibiotik tetes ( bentuk krim dapat mengganggu epitelisasi) Mata ditutup Keratitis profunda non ulseratif Keratitis intertisialis luetik ( K.Parenkimatosa ) Merupakan reaksi imunologis terhadap treponema pallidum karena kuman ini dijumpai pada kornea pada fase akut Umumnya muncul pada usia 5-15 tahun Gejala klinis : Subjektif : Fotofobia, lakrimasi, sakit, visus menurun Objektif : Merupakan bagian dari trias hutchinson ( keratitis intertisialis, gangguan pendengaran, kelainan gigi seri atas, pangkal hidung yang datar )
Tanda khas : Salmon patch : warna kornea yang bercampur antara warna putih dari infiltrat dan warna merah dari neovaskuler profunda Mutton fat deposit : tampilan kornea timbul diserati dengan keratik presipitat yang besar Penatalaksanaan : Sesuai penyebab Lokal : sulfas atropin 1% 3x sehari satu tetes, antibiotika, kortikosteroid Keratoplasti ( kornea tetap keruh setelah pengobatan) Keratitis pustuloformis profunda Nama lainnya adalah Acute Syphilitic Abcess of the Cornea Dimulai dengan fotofobia dan injeksi perikornea ringan kemudian erbentuk infiltrat di stroma kornea. Dalam 3 minggu berubah menjadi massa noduler, pustuler, disertai hipopion yang hebat, iritis, dan rasa sakit Penatalaksanaan : Sesuai penyebabnya Lokasl : sulfas atropin 1% 3x1tetes sehari, antibiotika, kortikosteroid Keratoplasti ( kornea tetap keruh setelah pengobatan )
Keratitis disiformis Biasanya muncul bersamaan dengan herpes simpleks, bersifat unilateral Kornea tampak keruh pada lapisan dalam, disertai penurunan sensibilitas kornea, tanpa disertai neovaskularisasi Penatalaksanaan : Sesuai penyebab Likal : sulfas atropin 1% 3x1 tetes sehari, antibiotik, kortikosteroid Keratitis sklerotikans Merupakan komplikasi skleritis yang memberikan kekeruhan pada kornea dengan letak temporal, sedikit menonjol, disertai dengan nyeri tekan Etiologi tidak diketahui gejala subjektif : keluhan mata yang sakit, fotofobia, tanpa disertai sekret Gejala objektif : keluhan kornea yang terlokalisir dan berbatas tegas, unilateral, kornea terlihat putih menyerupai sklera dan terdapat iritis non granulomatosa Penatalaksanaan : Bersifat tidak spesifik Skleritis kortikosteroid dan antiradang non steroid Iritis Lokal : sulfas atropin 1% 3x1 tetes, kortikosteroid