Supriadi. Dede G2008
Supriadi. Dede G2008
a
b a
a adalah bobot contoh awal dan b adalah
bobot contoh setelah pengeringan.
Ekstraksi
Serbuk temulawak kering diekstraksi
dengan metode Soxhlet menggunakan pelarut
aseton. Temulawak dihaluskan dalam
lumpang, kemudian serbuk temulawak
ditempatkan dalam kertas saring dan
dimasukkan ke dalam tempat sampel pada
radas Soxhlet. Selanjutnya sebanyak 50 ml
aseton dimasukkan ke dalam labu bulat 250
ml dan radas dihubungkan dengan kondensor,
dan dialirkan air pada kondensor tersebut.
Radas Soxhlet dinyalakan sesuai kondisi
ekstraksi yang diinginkan. Ekstraksi dilakukan
denganmeragamkan 3 peubah, yaitu suhu (60,
70, dan 80 C), waktu (2,3, dan 4 jam), dan
nisbah bahan baku (g) per ml pelarut (1:6,
1:7, dan 1:8). Ekstrak dipekatkan dengan
penguap putar dan ditimbang untuk
menentukan rendemen, dan dianalisis
kandungan kurkuminoidnya dengan cara
mengukur serapannya dengan
spektrofotometer sinar tampak pada panjang
gelombang 420 nm.
Analisis Kuantitatif kurkuminoid
(ASEAN 1993)
Standar kurkuminoid 100 ppm diencerkan
dengan metanol hingga didapat konsentrasi
1.0, 2.0, 3.0, 4.0 dan 5.0 ppm. Setelah itu,
serapan diukur menggunakan
spektrofotometer sinar tampak pada panjang
gelombang 420 nm, untuk membuat kurva
standar.
Sebanyak 0.1 g ekstrak pekat dimasukkan
ke dalam labu takar 10 ml, ditambahkan THF
sampai tanda tera, dan disimpan selama 24
jam pada suhu kamar dalam kedaan gelap.
Setelah 24 jam penyimpanan, larutan disaring
dan sebanyak 1ml supernatannya dimasukkan
ke dalam labu takar 25 ml, kemudian ditera
dengan metanol. Sebanyak 1 ml larutan ini
diencerkan kembali dalam labu takar 50 ml
dengan metanol sampai tanda tera.
Selanjutnya larutan dikocok sampai larut
sempurna dan diukur serapannya pada
panjang gelombang 420 nm.
Rancangan Penelitian
Penelitian ini didesain menggunakan
rancangan fraksional faktorial 3
3-1
, sehingga
hanya 9 perlakuan yang dilakukan. Kombinasi
perlakuan dibentuk dengan bantuan perangkat
lunak SAS 9.1.
Pengolahan Data
Pengolahan data yang dihasilkan
dilakukan dengan perangkat lunak SAS 9.1
dan Minitab 14. Pengolahan data dilakukan
dengan cara membuat model regresi yang baik
kemudian kondisi optimum ekstraksi
ditentukan dengan melihat juga kebaikan dari
model yang dibuat.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Perlakuan pendahuluan
Perlakuan pendahuluan dimaksudkan
untuk mempermudah proses ekstraksi, yang
bergantung pada sifat senyawa dalam bahan
yang akan dianalisis (Robinson 1995).
Perlakuan pendahuluan yang dilakukan pada
penelitian ini meliputi pengeringan rimpang
dan pengecilan ukurannya menjadi 200 mesh.
Pengeringan rimpang dimaksudkan untuk
mendapatkan kadar air yang tidak terlalu
tinggi, karena contoh tanaman dengan kadar
air yang tinggi akan mudah rusak dalam
penyimpanannya. Pengecilan ukuran rimpang
dimaksudkan untuk memperluas permukaan
contoh, sehingga semakin banyak yang
terekstraksi.
Setelah rimpang menjadi serbuk, kadar
airnya ditentukan. Suatu contoh dengan kadar
air yang tinggi akan mudah rusak dan
memerlukan perlakuan khusus dalam
penyimpanannya. Kadar air hasil percobaan
adalah 14.31% (Lampiran 2). Kadar air yang
diperoleh tersebut lebih tinggi bila
dibandingkan dengan kadar air yang
digunakan oleh Basalmah (2006), yaitu
10.11%.
7
Hasil Rancangan Fraksional Faktorial
Pemilihan rancangan fraksional faktorial
3
3-1
dimaksudkan untuk mereduksi jumlah
perlakuan yang akan dicobakan, tetapi masih
dapat diterima secara ilmiah. Berdasarkan
rancangan ini jumlah kombinasi perlakuan
yang seharusnya 27 (3
3
) perlakuan dapat
dikurangi menjadi 9 (3
3-1
) perlakuan, atau
dengan kata lain digunakan fraksional
1
/
3
(Lundstedt 1998). Pemilihan fraksional
1
/
3
ini
dilakukan agar tidak terlalu banyak data yang
tereduksi, sehingga tidak terlalu banyak pula
informasi yang hilang. Pemilihan perlakuan
dilakukan dengan menggunakan perangkat
lunak SAS 9.1, dan didapatkan keluaran SAS
berupa kombinasi perlakuan yang akan
dilakukan seperti tercantum pada Lampiran 3.
Kombinasi perlakuan yang dicobakan dari
hasil fraksionasi dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2 Kombinasi perlakuan yang dicobakan
dari hasil fraksionasi
No.
Percobaan
Suhu
(C)
Waktu
(jam)
Nisbah
1 60 2 1:10
2 60 3 1:6
3 60 4 1:8
4 70 2 1:6
5 70 3 1:8
6 70 4 1:10
7 80 2 1:8
8 80 3 1:10
9 80 4 1:6
Ekstraksi
Metode ekstraksi kurkuminoid temulawak
yang dilakukan pada penelitian adalah Soxhlet
dengan pelarut aseton. Kurkuminoid tahan
terhadap panas, maka akan sangat baik jika
diekstraksi dengan Soxhlet, karena bantuan
energi berupa panas akan membantu jalannya
ekstraksi. Pemilihan pelarut aseton didasarkan
pada kepolarannya yang mirip dengan
kurkuminoid, sehingga kurkuminoid dapat
terekstraksi dengan baik berdasarkan prinsip
like dissolve like. Kurkuminoid bersifat polar,
yang disebabkan oleh adanya gugus OH
pada struktur kimianya. Selain itu,
berdasarkan penelitian-penelitian sebelumnya,
seperti penelitian Sidik et al. (1992) dan Batan
(2000), salah satu metode ekstraksi yang
cukup baik untuk mengekstraksi kurkuminoid
adalah metode Soxhlet dengan aseton.
Ekstraksi dilakukan dengan menggunakan
3 faktor dengan masing-masing faktor
terdapat 3 taraf, yaitu waktu (2, 3, dan 4 jam),
suhu (60, 70, dan 80 C), dan nisbah bahan
baku (g)-pelarut (ml) (1:6, 1:8, dan 1:10).
Pemilihan waktu 2, 3, dan 4 jam didasarkan
pada efisiensi ekstraksi di lihat dari waktunya,
karena walaupun hasilnya optimum, apabila
dibutuhkan waktu yang lama, proses ekstraksi
tidak efisien. Pemilihan suhu 60, 70, dan 80
C didasarkan pada metode dan jenis pelarut
yang digunakan. Metode Soxhlet dilakukan
pada suhu di atas titik didih pelarut, sementara
titik didih aseton adalah 56.53 C (Anonim
2000). Pada penelitian ini digunakan selang
kenaikan suhu 10 C agar kondisi optimum
dapat teramati dengan baik. Pemilihan nisbah
bahan baku-pelarut 1:6, 1:8, dan 1:10
dilakukan dengan memperhatikan hasil
penelitian sebelumnya. Aan (2004)
mengekstraksi kurkumin dengan aseton dan
didapatkan hasil yang baik pada nisbah bahan
baku-pelarut 1:8. Pemilihan 1:6 dan 1:10
diharapkan dapat memberikan kadar
kurkuminoid yang berbeda nyata dengan 1:8.
Rendemen yang didapatkan berkisar antara
6.88 dan 16.19%. Hasil ini tidak jauh berbeda
dengan rendemen yang dihasilkan Basalmah
(2006), yaitu 9.9116.26%. Data rendemen
selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 4.
Berdasarkan model rendemen yang
diperoleh (Lampiran 5), faktor waktu dan
suhu berpengaruh signifikan terhadap
rendemen, sedangkan nisbah tidak
berpengaruh signifikan pada taraf = 0.05.
Hal ini menunjukkan bahwa berapapun nisbah
bahan baku-pelarut yang digunakan pada
kisaran 1:61:10, tidak memberikan rendemen
yang berbeda nyata, karena nisbah yang
terekstraksi terhadap temulawak yang
digunakan relatif tetap.
Analisis Kuantitatif Kurkuminoid
Pembuatan Kurva Standar Kurkuminoid
dan Penentuan Kadar Contoh
Kurva standar kurkuminoid dibuat dengan
metode spektrofotometri pada panjang
gelombang 420 nm berdasarkan metode
ASEAN (1993). Data absorbans untuk
pembuatan kurva standar diberikan pada
Lampiran 6. Kurva standar yang diperoleh
menunjukkan persamaan garis y = 0.1799x -
0.0218 dengan R
2
= 0.9971 (Gambar 2), yang
menunjukkan bahwa konsentrasi mampu
menerangkan keragaman absorbans sebesar
99.71%; hanya sekitar 0.29% yang
diterangkan oleh faktor lain.
8
y =0.1799x - 0.0218
R
2
=0.9971
0.0
0.2
0.4
0.6
0.8
1.0
0 1 2 3 4 5 6
Konsentrasi (ppm)
A
b
s
o
r
b
a
n
s
Gambar 2 Kurva standar kurkuminoid.
Berdasarkan kurva standar dapat
ditentukan kadar kurkuminoid contoh sesuai
perlakuan yang dicobakan. Kadar
kurkuminoid dari setiap perlakuaan tersebut
disajikan dalam Lampiran 7.
Pembuatan Model dan Analisis Regresi
Penelitian ini dilakukan dengan 2 ulangan
dan data yang diolah adalah data ulangan 1,
karena berdasarkan uji keragaman (Lampiran
8) didapatkan keragaman kadar 2 ulangan
sama dengan 1, yang menunjukkan selisih
antara ulangan 1 dan 2 relatif kecil.
Analisis yang digunakan adalah analisis
respons yang menggunakan pendekatan
regresi. Pembuatan model regresi dilakukan
sampai didapat model dengan R
2
yang tinggi
dan parameter yang terlibat berpengaruh
signifikan terhadap kadar. Berdasarkan
metode eliminasi backward diperoleh model
regresi dengan R
2
= 99.34%, yaitu:
Kadar = 22.68111 + 2.30533(suhu) - 0.01717(suhu
2
)
41.90500(waktu) + 7.10833(waktu
2
) -
2.59000(nisbah) +
Berdasarkan model tersebut dan hasil yang
didapatkan pada Lampiran 9 dapat diketahui
bahwa suhu dan waktu berpengaruh secara
kuadratik, sedangkan nisbah berpengaruh
secara linear terhadap kadar kurkuminoid. Hal
ini terlihat dari p-value yang lebih kecil dari
= 0.06. Manfaat lain dari model tersebut
adalah dapat dilakukan pendugaan untuk
kombinasi perlakuan yang dicobakan.
Perbandingan kadar hasil percobaan dengan
dengan dugaan disajikan dalam Tabel 3.
Tabel 3 Perbandingan kadar kurkuminoid
hasil percobaan dengan dugaan
No. perc
Kadar
percobaan
(%)
Kadar
dugaan
(%) Sisaan
%
sisaan
1 17,75 17.91 -0.16 0.90
2 21.50 21.90 -0.40 1.86
3 25.19 24.58 0.61 2.42
4 29.66 29.00 0.66 2.22
5 17.26 17.46 -0.20 1.16
6 19.73 20.12 -0.39 1.98
7 20.68 21.12 -0.44 2.13
8 10.24 9.58 0.66 6.44
9 27.64 27.79 -0.15 0.54
Berdasarkan Tabel 3 dapat dilihat bahwa
secara umum sisaannya relatif kecil dengan
persentase kurang dari 7% dan keragaman
dari sisaan sebesar 0.0426. Hal ini
menunjukkan model yang digunakan
mempunyai keakuratan yang baik. Model ini
juga dapat digunakan untuk menduga kadar
pada perlakuan yang tidak dicobakan. Hasil
pendugaan kadar untuk kombinasi perlakuan
yang tidak dicobakan dapat dilihat pada Tabel
4.
Tabel 4 Hasil pendugaan kadar kurkuminoid
untuk perlakuan yang tidak dicobakan
Suhu (C)
Waktu
(Jam)
Nisbah
Kadar
dugaan (%)
60 2 6 28.27
60 2 8 23.09
60 3 8 16.72
60 3 10 11.54
60 4 6 29.76
60 4 10 19.40
70 2 8 23.82
70 2 10 18.64
70 3 6 22.64
70 3 10 12.28
70 4 6 30.49
70 4 8 25.31
80 2 6 26.30
80 2 10 15.94
80 3 6 19.94
80 3 8 14.76
80 4 8 22.61
80 4 10 17.43
Analisis Kurkuminoid Temulawak
Analisis kadar kurkuminoid dilakukan
dengan metode spektrofotometri sinar tampak.
9
Kadar kurkuminoid ekstrak temulawak dapat
diketahui dengan memasukkan data absorbans
yang didapat ke persamaan kurva standar
yang telah diperoleh. Gambar 4 menunjukkan
pengaruh parameter ekstraksi terhadap kadar
kurkuminoid.
Gambar 3 Perilaku suhu, waktu, dan nisbah
terhadap kadar kurkuminoid.
Berdasarkan Gambar 3 dapat dilihat
bahwa kadar kurkuminoid yang dihasilkan
menurun dengan meningkatnya nisbah.
Nisbah pelarut 1:6 menghasilkan kadar
kurkuminoid yang lebih besar daripada 1:8
dan 1:10. Berdasarkan percobaan, pengaruh
nisbah sangat signifikan terhadap kadar. Hal
ini disebabkan dengan semakin kecil nisbah
bahan baku-pelarut, jumlah contoh yang
digunakan lebih banyak, sehingga dapat
diperoleh kadar kurkuminoid yang lebih besar
juga. Peta kontur dan kurva permukaan
respons pada nisbah 1:6 dapat dilihat pada
Gambar 4.
waktu
s
u
h
u
4.0 3.5 3.0 2.5 2.0
80
75
70
65
60
kadar
22.5 - 24.0
24.0 - 25.5
25.5 - 27.0
27.0 - 28.5
28.5 - 30.0
<
> 30.0
21.0
21.0 - 22.5
(a)
(b)
Gambar 4 (a) Peta kontur dan (b) Kurva
permukaan respons kadar
terhadap suhu dan waktu pada
nisbah 1:6.
Kadar kurkuminoid meningkat seiring
dengan meningkatnya suhu, tetapi menurun
setelah melewati suhu 70 C. Hal ini
dimungkinkan karena pada kondisi tersebut
terjadi kerusakan kurkuminoid yang
terekstraksi, sehingga kadarnya pun
berkurang.
Pengaruh waktu teramati cukup baik pada
Gambar 3. Waktu 4 jam menghasilkan kadar
kurkuminoid yang lebih tinggi. Hal ini
dikarenakan semakin lama waktu ekstraksi
kontak pelarut dengan contoh akan semakin
sering, sehingga dimungkinkan kurkuminoid
lebih banyak yang terekstraksi. Berdasarkan
uji statistik, waktu berpengaruh secara nyata
terhadap kadar kurkuminoid.
Optimalisasi Kadar Kurkuminoid
Parameter kondisi ekstraksi yang
dioptimalisasi berupa waktu, suhu, dan nisbah
bahan baku-pelarut. Optimalisasi
menggunakan perangkat lunak SAS 9.1 dan
Minitab 14 yang akan melihat pengaruh
faktor-faktor tersebut terhadap kadar
kurkuminoid. Pengaruh suhu dan nisbah
pelarut terhadap kadar kurkuminoid pada
waktu 2 jam dapat dilihat pada Gambar 5.
nisbah
s
u
h
u
10 9 8 7 6
80
75
70
65
60
kadar
18 - 20
20 - 22
22 - 24
24 - 26
26 - 28
<
> 28
16
16 - 18
Gambar 5 Peta kontur kadar terhadap suhu
dan nisbah pada waktu 2 jam.
Gambar 5 menunjukkan bahwa kadar
kurkuminoid yang diperoleh cenderung lebih
tinggi pada kisaran suhu 6070 C, sedangkan
pada suhu 80 C kadar yang diperoleh relatif
lebih rendah. Hal ini dimungkinkan karena
kurkuminoid yang terekstraksi juga
mengalami kerusakan akibat suhu yang tinggi.
Pengaruh nisbah juga teramati cukup baik
pada Gambar 5. Nisbah 1:6 menghasilkan
kadar kurkuminoid yang lebih besar
dibandingkan dengan nisbah lainnya. Hal ini
dikarenakan semakin kecil nisbah, jumlah
contoh yang digunakan relatif lebih banyak,
sehingga kemungkinan untuk terekstraksi
lebih banyak.
10
Pada waktu 3 jam, pengaruh suhu dan
nisbah dapat dilihat pada Gambar 6. Kadar
yang tinggi cenderung terjadi pada suhu yang
lebih rendah dan nisbah 1:6, sedangkan pada
suhu yang tinggi dan nisbah yang besar
teramati kadar yang sangat rendah. Hal ini
dimungkinkan karena adanya kerusakan
kurkuminoid pada suhu yang lebih tinggi dan
karena jumlah contoh temulawak yang
digunakan relatif lebih sedikit.
nisbah
s
u
h
u
10 9 8 7 6
80
75
70
65
60
kadar
12 - 14
14 - 16
16 - 18
18 - 20
20 - 22
<
> 22
10
10 - 12
Gambar 6 Peta kontur kadar terhadap suhu
dan nisbah pada waktu 3 jam
Pada perlakuan 4 jam informasi yang
diperoleh hampir sama dengan 2 perlakuan
sebelumnya. Yang membedakan adalah
tingginya kadar yang didapatkan pada waktu 4
jam ini dibandingkan dengan pada 2 jam dan
3 jam.
Gambar 7 menunjukkan bahwa nisbah
yang lebih rendah menghasilkan kadar
kurkuminoid yang lebih tinggi. Suhu yang
lebih tinggi menghasilkan kadar yang lebih
tinggi, tetapi pada suhu 80 C terjadi
penurunan karena mungkin terjadi kerusakan
pada kurkuminoid.
nisbah
s
u
h
u
10 9 8 7 6
80
75
70
65
60
kadar
20 - 22
22 - 24
24 - 26
26 - 28
28 - 30
<
> 30
18
18 - 20
Gambar 7 Peta kontur kadar terhadap suhu
dan nisbah pada waktu 4 jam
Hasil optimalisasi menunjukkan bahwa
kondisi optimum ekstraksi teramati pada suhu
67.27 C, waktu 4 jam, dan nisbah bahan
baku-pelarut 1:6 (Lampiran 1013) dengan
kadar yang didapatkan adalah 31.87%.
Kondisi tersebut ada pada kisaran yang
dicobakan. Kadar ini lebih tinggi jika
dibandingkan dengan hasil penelitian
Basalamah (2006) dan Afif (2006) yang
menghasilkan kadar kurkuminoid optimum
masing-masing sebesar 20.3% dan 30.4%.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Suhu, waktu, dan nisbah berpengaruh
nyata terhadap kadar kurkuminoid. Kondisi
optimum ekstraksi kurkuminoid temulawak
yang dihasilkan adalah pada suhu 67.27 C,
waktu 4 jam, dan nisbah bahan baku-pelarut
1:6. dengan kadar yang didapatkan adalah
31.87%.
Saran
Perlu dicoba kisaran taraf yang lebih luas
pada parameter waktu dan nisbah karena
kondisi optimum teramati pada ujung-ujung
taraf. Selain itu, perlu dilakukan validasi
terhadap model yang didapatkan dan dilihat
pengaruh kerusakan kurkuminoid oleh suhu,
sehingga kadar kurkuminoid yang dihasilkan
dapat meningkat.
DAFTAR PUSTAKA
Aan 2004. Pengaruh waktu, suhu, dan nisbah
pelarut pada ekstraksi kurkumin dari
temulawak dengan pelarut Aseton
[skripsi]. Bogor: Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Alam, Institut Pertanian Bogor.
Afif KH. 2006. Peningkatan kadar kurkumin
ekstrak etanol temulawak dengan
metode ekstraksi cair-cair [skripsi].
Bogor: Fakultas Matematika dan
Ilmu Pengetahuan Alam, Institut
Pertanian Bogor.
[Anonim]. 2007. Response Surface
Methodology.
http://en.wikipedia.org/wiki/Respons
e_surface_methodology [05 Jan
2008].
[Anonim]. 2000. acetone.
http://en.wikipedia.org/wiki/acetone.
[05 Feb 2007].
11
[ASEAN] Association of South East Asian
Nation. 1993. Standard of ASEAN
Herbal Medicine Vol 1. Jakarta:
Aksara Buana Printing.
Basalmah RS. 2006. Optimalisasi kondisi
ekstraksi kurkuminoid temulawak:
waktu, suhu, dan nisbah [skripsi].
Bogor: Fakultas Matematika dan
Ilmu Pengetahuan Alam, Institut
Pertanian Bogor.
[BATAN] Badan Tenaga Atom Nasional.
2000. Abstrak artikel. http://digilib
batan.go.id/sipulitbang/abstrak
php?id=2000 [12 Februari 2007].
Batubara I, Yusnira, Darusman LK. 2004.
Penentuan Kadar Kurkuminoid pada
Temulawak Menggunakan Metode
Spektroskopi dan Kromatografi
Cairan Kinerja Tinggi. di dalam:
Seminar hasil Penelitian MIPA
2004; Semarang: FMIPA Universitas
Diponegoro. Hlm 5760.
Edgar TF, Himmelblau DM. 1988.
Optimization of Chemical Processes.
Chemical Engineering series. New
York: McGraw-Hill.
Gamse T. 2002. Liquid-Liquid Extraction and
Solid-Liquid Extraction. Graz
University of Technology.
Handler N et al. 2007. Synthesis of novel
curcumin analogues and their
evaluation as selective
cyclooxygenase-1 (COX-1)
Inhibitors. Chem Pharm 55:6471.
Harborne JB. 1996. Metode Fitokimia. K
Padmawinata, penerjemah. Bandung:
ITB Press.
Harvey D. 2000. Modern Analytical
Chemistry. New York: McGraw Hill.
Herman AS. 1985. Berbagai Macam
Penggunaan Temulawak dalam
Makanan dan Minuman. Prosiding
Simposium Nasional Temulawak.
Bandung: Universitas Padjajaran.
Kumulawati E. 10 Des 2005. Peningkatan
Daya Guna Tanaman Obat.
[terhubung berkala]
http://www.kompas.com/kompas/rub
rik/ilmu pengetahuan [12 Feb 2007 ].
Lundstedt T et al. 1998. Experimental design
and optimization. Chemometrics and
Intelligent Laboratory Systems 42:3-
40.
Mahmood MK et al. 2004. Analgesic and
diuretic activity of curcuma
xanthorrhiza. Dhaka University. J
Pharm Sci 3: 51-54.
Mandal.V, Yogesh M, Hemalatha. 2007.
Microwave Assisted Extraction
An Innovative and Promising
Extraction Tool for Medicinal Plant
Research. Pharmacognosy Rev
1:718.
Montgomery DC. 2001. Design and Analysis
of Experimental 5
th
Edition. New
York: John Wiley & Son.
Niumsakul SM et al. 2007. An antioxidative
and cytotoxic substance extracted
from Curcuma comosa Roxb. J Thai
Traditional & Alternative Med
5:15.
Pdpersi. 31 Agu 2006. Temulawak (Curcuma
xanthorrhiza Roxb.).
http://www.pdpersi.co.id [31 Januari
2007].
Sidik. 18 Sep 2006. Temulawak Cegah
Kanker Payudara. [terhubung
berkala] http://www.pikiran-
rakyat.com/rubrik/bandung raya [12
Feb 2007].
Pothitirat W, Wandee G. 2006. Variation of
bioactive component in Curcuma
longa in Thailand. Current Sci
91:1397-1400.
Robinson T 1995. Kandungan Organik
Tumbuhan Tinggi. Bandung: ITB
Press.
Sharma RA. 2004. Phase I clinical trial of oral
curcumin biomarkers of systemic
activity and compliance. Clinical
Cancer Res 10:6847-6854.
12
Sidik, Mulyono MW, Muhtadi A. 1992.
Temulawak (Curcuma xanthorrhiza
Roxb.). Jakarta: Yayasan
Pengembangan Obat Bahan Alam
Phytomedica.
Sinambela JM. 1985. Fitoterapi, Fitostandar,
dan Temulawak. Prosiding
Simposium Nasional Temulawak.
Bandung: Universitas Padjajaran.
Suwiah A. 1991. Pengaruh perlakuan bahan
dan jenis pelarut yang digunakan
pada pembuatan temulawak instan
terhadap rendemen dan mutunya
[skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi
Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Widyastuti. 1995. Mempelajari pengaruh
perbandingan serbuk kunyit dan
lama ekstraksi terhadap produksi
kurkumin [skripsi]. Bogor: Fakultas
Teknologi Pertanian, Institut
Pertanian Bogor.
Yusro AH. 2004. Pengaruh waktu, suhu, dan
nisbah pelarut pada ekstraksi
kurkumin dari temulawak dengan
pelarut etanol [skripsi]. Bogor:
Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam, Institut Pertanian
Bogor.
LAMPIRAN
14
Lampiran 1 Diagram alir penelitian
Dipotong-potong (ketebalan 5-7 mm)
Pengeringan
Rimpang temulawak segar
Penggilingan
Ekstraksi dengan aseton
Pemekatan ekstrak
Analisis Kurkuminoid
Kondisi Optimum
Analisis data dengan
SAS 9.1 dan Minitab 14
Disain fraksional faktorial dan
pemilihan perlakuan dengan SAS
9.1
Kadar air
15
Lampiran 2 Kadar air contoh temulawak
Ulangan Bobot contoh awal (a)
(g)
Bobot contoh setelah
pengeringan (b) (g)
Kadar air (%)
1 2.0023 1.7165 14.27
2 2.0051 1.7179 14.32
3 2.0108 1.7211 14.41
rerata 14.33
Contoh perhitungan
Penentuan kadar air ulangan 1
Kadar air =
% 100
a
b a
Kadar air =
% 100
0023 . 2
7165 . 1 0023 . 2
= 14.27%
Penentuan rerata kadar air
Kadar air rerata =
3
14.41 14.32 14.27 + +
= 14.33%
16
Lampiran 3 Kombinasi perlakuan berdasarkan pengacakan dengan SAS 9.1
The FACTEX Procedure
Design Points
Experiment
Number suhu waktu nisbah
1 -1 -1 -1
2 -1 0 1
3 -1 1 0
4 0 -1 1
5 0 0 0
6 0 1 -1
7 1 -1 0
8 1 0 -1
9 1 1 1
The FACTEX Procedure
Factor Confounding Rules
nisbah = (2*suhu)+(2*waktu)
The FACTEX Procedure
Aliasing Structure
suhu = (2*waktu)+(2*nisbah)
(2*suhu) = waktu+nisbah
waktu = (2*suhu)+(2*nisbah)
(2*waktu) = suhu+nisbah
nisbah = (2*suhu)+(2*waktu)
(2*nisbah) = suhu+waktu
(2*suhu)+ waktu = suhu+(2*nisbah) = (2*waktu)+nisbah
17
Lampiran 4 Rendemen ekstrak temulawak dari perlakuan yang dicobakan
No.
Percobaan
suhu
(C)
Waktu
(jam)
Nisbah
pelarut c (g) b (g) a (g)
Rendemen
(%)
1 60 2 1:10 5.0292 40.0699 40.5037 8.63
2 60 3 1:06 8.3394 57.0586 57.6327 6.88
3 60 4 1:08 6.2531 76.4741 77.4769 16.04
4 70 2 1:06 8.3378 57.8058 58.7158 10.91
5 70 3 1:08 6.2594 38.3313 38.8931 8.98
6 70 4 1:10 5.0207 38.6623 39.4246 15.18
7 80 2 1:08 6.2593 53.7369 54.6184 14.08
8 80 3 1:10 5.0209 58.0701 58.6671 11.89
9 80 4 1:06 8.3378 37.2910 38.6411 16.19
Contoh perhitungan:
Rendemen = % 100
c
b a
= % 100
0292 . 5
0699 . 40 5037 . 40
= 8.63%
Keteramgan: a = bobot labu+ekstrak (g)
b = bobot labu kosong (g)
c = bobot contoh (g)
18
Lampiran 5 Model rendemen hasil pengolahan dengan SAS 9.1
The SAS System
The REG Procedure
Model: MODEL1
Dependent Variable: rendemen
Backward Elimination: Step 9
Parameter Standard
Variable Estimate Error Type II SS F Value Pr > F
Intercept 20.05400 5.46678 6.09185 13.46 0.0214
waktu -13.82143 3.69396 6.33769 14.00 0.0201
suhu2 0.00415 0.00074 14.29075 31.57 0.0049
waktu2 4.25500 0.47576 36.21005 79.99 0.0009
suwa -0.13443 0.03326 7.39446 16.33 0.0156
Bounds on condition number: 180.85, 1560.2
----------------------------------------------------------------------------------
All variables left in the model are significant at the 0.1000 level.
Summary of Backward Elimination
Variable Variable Number Partial Model
Step Entered Removed Vars In R-Square R-Square C(p) F Value Pr > F
1 nisbah2 6 0.0004 0.9870 6.0297 0.03 0.8913
2 sunis 7 0.0004 0.9874 8.0000 0.03 0.8913
3 suhu 6 0.0002 0.9872 6.0150 0.01 0.9225
4 wanis 7 0.0002 0.9874 8.0000 0.01 0.9225
5 sunis 6 0.0000 0.9874 6.0003 0.00 0.9888
6 suwanis 7 0.0000 0.9874 8.0000 0.00 0.9888
7 suwanis 6 0.0000 0.9874 6.0003 0.00 0.9888
8 wanis 5 0.0011 0.9863 4.0846 0.17 0.7213
9 nisbah 4 0.0051 0.9812 2.
----------------------------------------------------------------------------------
Lampiran 6 Data absorbans standar kurkuminoid
Konsentrasi
standar (ppm) T (%) A
1 68.2 0.1662
2 45.2 0.3449
3 32.0 0.4949
4 20.4 0.6904
5 12.8 0.8928
19
Lampiran 7 Kadar kurkuminoid ekstrak temulawak dari perlakuan yang dicobakan
No.
Percobaan Ulangan
suhu
(C)
Waktu
(jam)
Nisbah
pelarut
Bobot
contoh
(g) T(%) A
Kadar
(%)
1 1 60 2 1:10 0.1065 56.2 0.2503 17.75
2 60 2 1:10 0.1093 54.2 0.2660 18.30
2 1 60 3 1:06 0.1255 43.0 0.3665 21.50
2 60 3 1:06 0.1279 42.4 0.3726 21.10
3 1 60 4 1:08 0,1105 41.8 0.3788 25.19
2 60 4 1:08 0.1083 42.4 0.3726 25.31
4 1 70 2 1:06 0.1041 37.8 0.4225 29.66
2 70 2 1:06 0.1062 37.4 0.4271 29.37
5 1 70 3 1:08 0.1331 49.1 0.3089 17.26
2 70 3 1:08 0.1493 44.0 0.3565 17.61
6 1 70 4 1:10 0.1193 48.2 0.3170 19.73
2 70 4 1:10 0.1279 46.2 0.3354 19.40
7 1 80 2 1:08 0.1325 42.4 0.3726 20.68
2 80 2 1:08 0.1062 50.8 0.2941 20.67
8 1 80 3 1:10 0.1435 64.6 0.1898 10.24
2 80 3 1:10 0.1325 64.0 0.1938 11.31
9 1 80 4 1:06 0.1083 39.0 0.4089 27.64
2 80 4 1:06 0.1049 41.4 0.3830 26.81
Contoh perhitungan:
Kadar kurkuminoid percobaan 1
y = 0.1799x - 0.0218, dengan y = absorbans
x = konsentrasi kurkuminoid (ppm)
x =
1799 . 0
0218 . 0 + y
=
1799 . 0
0218 . 0 2503 . 0 +
= 1.5123 ppm
Kadar kurkuminoid =
% 100
) (
) (
mg bobot
volume fp ppm kadar
=
% 100
106.5
0.01 1250 1.5123
mg
l ppm
= 17.75%
Lampiran 8 Uji keragaman dengan menggunakan chi-square untuk kadar
Variabel N Mean StDev Variance Minimum Q1 Median Q3 Maximum
kadar 9 0.43 0.3323 0.1104 0.01 0.28 0.34 0.55 1.06
Hipotesis: H
0
: Keragaman sama dengan 1
H
1
: Keragaman lebih besar dari 1
2
hitung =
(n-1)S
2
0
2
=
1
) 1104 . 0 )( 1 9 (
= 0.8832
2
0.05(8) = 15.5073,
karena
2
hitung <
2
0.05(8)
maka kesimpulannya terima H
0
20
Lampiran 9 Pembuatan model kadar dengan eliminasi Backward
The REG Procedure
Model: MODEL1
Dependent Variable: kadar
Number of Observations Read 9
Number of Observations Used 9
Backward Elimination: Step 0
All Variables Entered: R-Square = 0.9934 and C(p) = 7.0000
Analysis of Variance
Sum of Mean
Source DF Squares Square F Value Pr > F
Model 6 277.04140 46.17357 50.03 0.0197
Error 2 1.84596 0.92298
Corrected Total 8 278.88736
Parameter Standard
Variable Estimate Error Type II SS F Value Pr > F
Intercept 23.34556 35.07313 0.40893 0.44 0.5741
suhu 2.30533 0.95187 5.41382 5.87 0.1364
waktu -41.90500 4.09481 96.66215 104.73 0.0094
nisbah -2.76333 2.72439 0.94956 1.03 0.4172
suhu2 -0.01717 0.00679 5.89389 6.39 0.1274
waktu2 7.10833 0.67933 101.05681 109.49 0.0090
nisbah2 0.01083 0.16983 0.00376 0.00 0.9549
The REG Procedure
Model: MODEL1
Dependent Variable: kadar
Backward Elimination: Step 1
Analysis of Variance
Sum of Mean
Source DF Squares Square F Value Pr > F
Model 5 277.03764 55.40753 89.86 0.0018
Error 3 1.84971 0.61657
Corrected Total 8 278.88736
Parameter Standard
Variable Estimate Error Type II SS F Value Pr > F
Intercept 22.68111 27.37280 0.42332 0.69 0.4681
suhu 2.30533 0.77799 5.41382 8.78 0.0594
waktu -41.90500 3.34679 96.66215 156.77 0.0011
nisbah -2.59000 0.16028 160.99440 261.11 0.0005
suhu2 -0.01717 0.00555 5.89389 9.56 0.0536
waktu2 7.10833 0.55523 101.05681 163.90 0.0010
Bounds on condition number: 589, 6985
----------------------------------------------------------------------------------
All variables left in the model are significant at the 0.1000 level.
Summary of Backward Elimination
Variable Number Partial Model
Step Removed Vars In R-Square R-Square C(p) F Value Pr > F
1 nisbah2 5 0.0000 0.9934 5.0041 0.00 0.9549
21
Lampiran 10 Kurva permukaan respon kadar terhadap suhu dan nisbah
(a) 2 jam (b) 3 jam (c) 4 jam
Lampiran 11 Kurva permukaan respon kadar terhadap suhu dan waktu
(a) 1:6 (b) 1:8 (c) 1:10
Lampiran 12 Kurva permukaan respon kadar terhadap waktu dan nisbah
(a) 60 C (b) 70 C (c) 80 C
Lampiran 13 Hasil penentuan titik optimum dengan SAS 9.1
No Suhu ( C) Waktu (jam) Nisbah Kadar (%)
1 67.27 4 1:6.0 31.87
2 65.45 4 1:6.0 31.87
3 69.09 4 1:6.0 31.73
4 63.63 4 1:6.0 31.71
5 70.91 4 1:6.0 31.44
6 61.82 4 1:6.0 31.41
7 72.72 4 1:6.0 30.99
8 60.00 4 1: 6.0 30.95
9 67.27 4 1:6.3 30.69