Anda di halaman 1dari 6

PROSIDING

SEMINAR NASIONAL REKAYASA KIMIA DAN PROSES 2004


ISSN : 1411 - 4216
PERANCANGAN AWAL PABRIK BIODIESEL DARI
MINYAK JELANTAH SAWIT


Nelly,Ameilia Fransiska, Hartono Nyoto
Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Katolik Parahyangan
, Johan Utomo
Jl. Ciumbuleuit 94, Bandung 40141
Telepon : ( 022 ) 2032700
Email : j_utomo@home.unpar.ac.id


Abstrak

Energi merupakan salah satu kebutuhan utama manusia. Saat ini sumber energi semakin
menipis. Hal ini disebabkan oleh bahan bakar yang umum dipakai bersumber dari minyak
bumi yang tidak dapat diperbaharui. Biodiesel adalah salah satu alternatif sumber energi yang
ramah lingkungan dan dapat diperbaharui. Perancangan pabrik biodiesel ini bertujuan untuk
mengevaluasi apakah pemanfaatan minyak jelantah kelapa sawit dapat dikomersialisasi
menjadi biodiesel dalam skala industri di Indonesia. Pabrik ini dirancang dengan kapasitas
produksi 8000 ton biodiesel/tahun dengan produk samping sebesar 800 ton gliserol/tahun.
Bahan baku utama yang digunakan terdiri dari metanol, minyak jelantah dan katalis asam
sulfat. Secara garis besar, biodiesel diproduksi melalui reaksi transesterifikasi yaitu reaksi
antara trigliserida dalam minyak jelantah dan metanol dengan katalis asam sulfat. Total biaya
investasi yang dibutuhkan dalam pembangunan pabrik biodiesel ini adalah 34,84 milyar
rupiah. Dari hasil analisis kelayakan ekonomi diperoleh nilai Net Present Value (NPV)
sebesar6,92 milyar rupiah, Internal Rate of Return (IRR) sebesar 8,43%, Payback Period
selama 9 tahun 6 bulan, Return on Investment (ROI) tahunan sebesar 15,63%, Break Even
Point kapasitas sebesar 79,57% dan Break Even Price sebesar Rp 4.968,00/kg biodiesel dari
harga jual Rp 5.400,00/kg. Berdasarkan hasil ekonomi tersebut maka pabrik biodiesel ini
layak didirikan.

Kata kunci : biodiesel; energi; minyak jelantah; transesterifikasi


Latar Belakang
Jumlah pemakaian alat-alat dan kendaraan bermesin diesel dari tahun ke tahun semakin meningkat.
Sejalan dengan peningkatan tersebut maka kebutuhan bahan bakar mesin diesel yaitu solar juga mengalami
peningkatan. Diperkirakan pada tahun 2007 Indonesia akan menjadi negara net-importir bahan baku minyak
mentah. Masalah lain yang muncul dari penggunaan bahan bakar diesel adalah pencemaran lingkungan. Oleh
karena itu, perlu dicari sumber energi alternatif pengganti bahan bakar solar yang menghasilkan emisi
pembakaran yang lebih ramah lingkungan serta tidak menambah akumulasi gas CO
2
di atmosfer, sehingga
akan mengurangi efek pemanasan global.
Biodiesel merupakan salah satu sumber energi alternatif pengganti bahan bakar mesin diesel yang
bersifat renewable, biodegradeble serta mempunyai beberapa keunggulan dari segi lingkungan apabila
dibandingkan dengan petroleum diesel. Sebagai bahan bakar alternatif, biodiesel dapat digunakan dalam
bentuk murni atau dicampur dengan minyak diesel pada perbandingan tertentu.
Pada umumnya biodiesel atau metil ester diproduksi melalui reaksi transesterifikasi atau alkoholisis.
Reaksi transesterifikasi adalah reaksi penempatan suatu alkohol dalam ester dengan gugus alkohol lainnya.
Secara umum reaksi transesterifikasi dapat ditulis sebagai berikut :

CH
2
-COO-R
1
R
1
-COO-CH
3
CH
2
-OH

CH-COO-R
2
+ 3 CH
3
-OH ! R
2
-COO-CH
3
+ CH-OH

CH
2
-COO-R
3
R
3
-COO-CH
3
CH
2
-OH

Tri-olein Metanol Metil Ester Gliserol

JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK C-10-1
UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG

Seleksi Proses
Proses transesterifikasi dapat dilakukan secara batch atau continuous. Kondisi untuk melangsungkan
reaksi transesterifikasi ada tiga, yaitu reaksi berkatalis basa, reaksi berkatalis asam, atau reaksi berkatalis
enzim. Proses yang menggunakan enzim sebagai katalis membutuhkan waktu reaksi yang jauh lebih lama
dibandingkan proses proses lainnya. Oleh karena itu, proses ini jarang diteliti dan digunakan orang.
Proses kontinu untuk memproduksi biodiesel dari minyak nabati atau minyak goreng bekas atau
jelantah telah dikembangkan dalam skala laboratorium pada kondisi basa atau asam. Secara umum ada 4
proses kontinu yang diteliti oleh Zhang dan kawan kawannya (2003), yaitu :
1. Proses berkatalis basa dengan minyak nabati murni,
2. Proses berkatalis basa dengan minyak goreng bekas,
3. Proses berkatalis asam dengan minyak goreng bekas, dan
4. Proses berkatalis asam dengan ekstraksi menggunakan pelarut heksana.
Keempat proses tersebut, masing - masing menghasilkan produk biodiesel berkualitas tinggi dan
produk samping gliserol pada kondisi operasi yang optimal. Masing masing proses tersebut memiliki
kelemahan, yaitu :
1. Proses I merupakan proses yang paling sederhana dalam penyediaan jumlah peralatan, tetapi
membutuhkan biaya bahan baku yang paling mahal dibandingkan proses proses lainnya.
2. Proses II mengurangi biaya bahan baku dengan menggunakan minyak goreng bekas, tetapi
membutuhkan jumlah peralatan yang paling banyak dan kompleks karena penambahan unit pretreatment
untuk menghilangkan FFA.
3. Proses III membutuhkan jumlah peralatan yang lebih sedikit dibandingkan proses II, tetapi
membutuhkan jumlah metanol yang banyak sehingga membutuhkan reaktor transesterifikasi serta kolom
distilasi metanol yang besar.
4. Proses IV, dengan penambahan pelarut heksana akan meningkatkan jumlah peralatan dan ukuran unit
pemisahan.
Dengan pertimbangan kemudahan untuk mendapatkan bahan baku dan harga bahan baku yang relatif murah,
yang digunakan dalam perancangan pabrik biodiesel ini adalah proses III.
Pembuatan biodiesel dari minyak jelantah dilakukan melalui reaksi transesterifikasi antara minyak
jelantah dengan metanol dalam suasana katalis asam. Perkembangan biodiesel dari minyak jelantah semakin
pesat dengan dilarangnya pemakaian minyak jelantah yang berbahaya bagi kesehatan. Pemanfaatan minyak
jelantah sebagai sumber bahan baku pembuatan biodiesel di Indonesia sangat berpotensi seiring dengan
tingginya tingkat konsumsi masyarakat Indonesia akan minyak goreng kelapa sawit. Tingkat konsumsi dan
prediksi konsumsi minyak goreng di Indonesia dapat dilihat pada gambar 1.


Grafik Prediksi Konsumsi Minyak Goreng di
Indonesia
0
1000
2000
3000
4000
5000
6000
1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005
Tahun
J
u
m
l
a
h

k
o
n
s
u
m
s
i

(
r
i
b
u

t
o
n
)

Gambar 1 Konsumsi dan Prediksi Konsumsi Minyak Goreng

Proses pembuatan biodiesel menggunakan minyak jelantah dengan katalis asam meliputi proses
transesterifikasi, recovery metanol, penghilangan katalis, pencucian, dan purifikasi biodiesel (FAME) serta
purifikasi gliserol.
JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK C-10-2
UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG

1. Proses Transesterifikasi
Metanol dan katalis H SO yang telah dicampur dialirkan ke dalam reaktor transesterifikasi. Reaksi
dilangsungkan pada temperatur 80 C dan tekanan 400 kPa dengan perbandingan molar antara metanol
dengan minyak sebesar 50:1 dan perbandingan molar antara katalis H SO dengan minyak sebesar 1,3:1.
Konversi yang terjadi sebesar 97% setelah 4 jam.
2 4
2
o
4
2. Proses recovery metanol
Untuk mengurangi beban pada proses selanjutnya, metanol berlebih dari reaktor transesterifikasi di-
recovery sebanyak 94% menggunakan kolom distilasi yang beroperasi pada tekanan 200 kPa.
Selanjutnya aliran bottom yang terdiri dari FAME, gliserol, metanol, katalis, dan sisa minyak jelantah
dialirkan ke unit penghilangan katalis.
3. Proses penghilangan katalis
Proses penghilangan katalis asam dilakukan dengan mereaksikan H SO dengan CaO dalam reaktor
netralisasi menghasilkan CaSO dan H O dengan kondisi operasi 60 C dan 200 kPa. Keluaran reaktor
berupa campuran FAME, gliserol, metanol, sisa minyak jelantah, air, dan CaSO dialirkan ke gravity
separator. Gravity separator ini digunakan untuk memisahkan endapan CaSO . Aliran fasa ringan yang
terdiri dari FAME, gliserol, metanol, air, dan sisa minyak jelantah diteruskan ke unit pencucian.
2 4
4 2
4
o
4
4. Unit Pencucian
Pemisahan antara FAME dengan gliserol dilakukan pada kolom pencucian dengan penambahan air pada
temperatur ruang. Kondisi operasi pada kolom ini adalah 60
o
C dan 110 kPa. Hasil pemisahan ini
menghasilkan FAME di bagian atas kolom dan gliserol di bagian bawah kolom.
5. Unit Purifikasi FAME
Untuk memperoleh produk akhir biodiesel yang sesuai spesifikasi ASTM (kemurnian >99,6%)
dilakukan purifikasi menggunakan kolom distilasi. Proses distilasi yang digunakan adalah distilasi
vakum (40-50 kPa). Metanol dan air dipisahkan sebagai vent gas sedangkan produk FAME dengan
kemurnian 99,7% diperoleh sebagai distilat cair.
6. Unit Purifikasi Gliserol
Gliserol yang keluar kolom pencucian masih memiliki kemurnian yang cukup rendah sehingga perlu
dipurifikasi dengan menggunakan kolom distilasi. Proses distilasi yang dilakukan adalah distilasi vakum
(40-50 kPa). Air dan metanol dipisahkan sebagai distilat sedangkan glierol dengan konsentrasi 85%-
berat diperoleh sebagai produk bawah.
Simplified flow diagram proses pembuatan biodiesel dapat dilihat pada gambar 2.

Reaktor
Transesterifikasi
Mixer Mixer
Kolom
Recovery
Metanol
Kolom
Pencucian
Kolom
Purifikasi
FAME
Kolom
Purifikasi
Gliserol
Reaktor
Netralisasi
Gravity
Separator
CaSO
4
Air
Metanol
Katalis
Minyak
Jelantah
FAME
Gliserol
80
400
81 / 116
190 / 200
60
200
60
130
55 / 60
264 / 463
40 / 50
52 / 107
40 / 50
110 / 120


Gambar 2 Simplified flow diagram proses pembuatan biodiesel
JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK C-10-3
UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG


Sistem Utilitas
Sistem utilitas merupakan sistem penunjang dalam proses pembuatan biodiesel dari minyak jelantah
ini, yang terdiri dari :
1. Unit penyediaan air, memenuhi kebutuhan air sebesar 8,75 m
3
/jam
2. Unit penyediaan kukus, memenuhi kebutuhan kukus sebesar 3467,66 kg/jam
3. Unit penyediaan thermal fluid (molten salt), memenuhi kebutuhan thermal fluid sebesar 6522,38 kg/jam
4. Unit penyediaan gas inert, memenuhi kebutuhan gas nitrogen sebesar 165 m
3
/jam
5. Unit penyediaan udara tekan, memenuhi kebutuhan udara tekan sebesar 44 m /jam
3
6. Unit penyediaan listrik, memenuhi kebutuhan listrik sebesar 7692 kWh/hari
7. Unit penyediaan bahan bakar, memenuhi kebutuhan diesel fuel sebesar 6740 L/hari

Pengolahan limbah
Pabrik Biodiesel menghasilkan tiga jenis limbah, yaitu limbah cair, padat, dan gas. Limbah cair
dihasilkan dari kegiatan produksi, laboratorium, dan domestik. Limbah cair ini diolah pada instalasi
pengolahan air limbah (IPAL) dengan proses pengolahan secara aerobik. Limbah padat dihasilkan dari proses
produksi, kegiatan domestik, unit pengolahan limbah cair, dan limbah padat dari sistem utilitas. Limbah
padat yang tidak berbahaya (non-B3) dibuang dalam tempat sampah non-B3 dan selanjutnya dibuang ke
tempat penampungan sampah. Untuk limbah padat B3 dikumpulkan dalam tempat sampah B3 dan
selanjutnya diserahkan kepada pihak yang khusus menangani pengolahan limbah B3. Limbah padat yang
dihasilkan dari unit pengolahan limbah cair dikeringkan lalu dibuang untuk landfill. Limbah gas berasal dari
proses dan unit utilitas pabrik. Gas-gas buangan tersebut merupakan limbah yang tidak berbahaya bagi
lingkungan sehingga gas-gas tersebut hanya perlu didinginkan dan disaring sebelum dibuang ke udara bebas.

Analisis Ekonomi
Biaya investasi yang digunakan untuk membiayai pembangunan pabrik selama pabrik belum
beroperasi adalah Total Invesment Cost (TIC) yang meliputi biaya pendirian pabrik (Plant Cost), modal kerja
(Working Capital), Offsite Facilities, Plant Start Up, dan bunga bank yang dikapitalisasi (IDC). Perincian
jumlah investasi yang dibutuhkan untuk mendirikan pabrik biodiesel ini ditunjukkan pada tabel 1.

Tabel 1 Investasi Pabrik Biodiesel

No Parameter Jumlah
1 Plant Cost Rp 26.511.419.858,00
2 Working Capital Rp 3.976.712.979,00
3 Offsite Facilities and Start Up
4
5 TIC
Rp 3.153.470.688,00
IDC Rp 1.195.144.308,00
Rp 34.836.747.833,00

Berdasarkan sumbernya, modal untuk pendirian pabrik ini dibagi menjadi dua, yaitu modal investor
(equity) dan pinjaman dari bank (debt). Komposisi modal yang digunakan adalah 60% modal investor dan
sisanya merupakan pinjaman dari bank sebesar 40%. Grace period adalah dua tahun. Pembayaran angsuran
akan dilakukan selama 5 tahun (dari tahun pertama sampai dengan tahun kelima sejak pabrik beroperasi).
Perincian komposisi dari seluruh investasi yang tercakup dalam TIC ditunjukkan pada tabel 2.

Tabel 2 Komposisi Modal dan Investasi

No Parameter Jumlah
1 D/E Ratio 40/60
2 Bunga Pinjaman 6,5%
3 Grace Period 2 tahun
4 Jangka Waktu Pengembalian 5 tahun
Disbursement Th ke-1 : Th ke-2 3 : 7 5


JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK C-10-4
UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG

Suatu pabrik dapat dikatakan layak secara ekonomi dengan menganalisis beberapa kriteria, antara lain:
1. Kriteria yang tidak memperhitungkan nilai waktu dari uang, meliputi pengembalian atas investasi atau
Return on Investment (ROI), periode pengembalian atau Pay Back Period (PBP), dan Break Even Point
(BEP)
2. Kriteria yang memperhitungkan nilai waktu dari uang, meliputi Internal Rate of Return (IRR) dan
perhitungan nilai sekarang bersih atau Net Present Value (NPV)
Analisis kelayakan dari pabrik ini dapat dilihat pada tabel 3.

Tabel 3 Analisis Kelayakan




Payback Period (PBP) merupakan jangka waktu yang diperlukan oleh suatu pabrik untuk memperoleh
kembali modal investasi awal atau dengan kata lain merupakan alat ukur kecepatan pengembalian dari suatu
investasi, bukan alat untuk mengukur besarnya keuntungan dari suatu investasi. PBP yang diperoleh pada
pabrik biodiesel ini adalah 9 tahun 6 bulan sejak pabrik mulai beroperasi.
Return on Investment (ROI) adalah perbandingan keuntungan sesudah pajak (net profit) yang
diperoleh terhadap total investment cost, atau besarnya tingkat pengembalian investasi. Nilai ROI tahunan
dari investasi pabrik biodiesel adalah sebesar 15,63%, artinya dalam waktu satu tahun operasi 15,63% dari
total investasi telah diperoleh kembali. Tingkat pengembalian investasi ROI ini bukan merupakan tingkat
pengembalian yang sebenarnya, karena nilai net income yang digunakan belum diperhitungkan tingkat
diskontonya (di-net present value-kan) sehingga nilai ROI lebih besar daripada nilai IRR.
BEP yang tidak terlalu tinggi ini cukup menguntungkan karena jika terjadinya penurunan permintaan
pasar akan biodiesel kapasitas poduksi dapat diturunkan hingga ! 20%, sehingga investasi tidak mengalami
kerugian. Penurunan kapasitas produksi tidak dapat didasarkan hanya kepada nilai BEP saja, namun juga
harus menilai nilai IRR, NPV dan kondisi ekonomi yang sedang dialami oleh perusahaan.
IRR adalah tingkat suku bunga (% per tahun) pada saat Net Present Value (NPV) bernilai nol, yang
berarti bahwa seluruh uang masuk (cash inflow) bernilai sama dengan uang keluar (cash outflow), sehingga
pabrik tersebut tidak untung maupun rugi. IRR dihitung dengan menggunakan pendekatan Free Cash Flow to
Equity (FCFE). Pendekatan ini diambil karena dapat menunjukan return bagi equity investor terlepas dari
unsur pemberi pinjaman dan pemegang saham luar biasa, sehingga kelayakan investasi dapat kita tinjau
dengan menggunakan perbandingan bunga bank. Perhitungan IRR untuk pabrik ini adalah 8,43 %.
Net Present Value (NPV) adalah selisih total nilai sekarang (Cash flow present value) yang masuk
dalam TIC. NPV harus bernilai positif agar pendapatan yang diperoleh dapat menutupi biaya investasi awal.
NPV merupakan salah satu alat analisis kelayakan ekonomi suatu investasi yang cukup baik, karena
memperhitungkan time value of money dan keseluruhan aliran kas proyek. NPV yang diperoleh pada pabrik
biodiesel ini adalah Rp 6.917.736.614,00. Dari bar chart NPV pada gambar 3 akan terlihat bahwa dalam
waktu 10 tahun maka proyek dari pabrik biodiesel ini sudah bernilai positif.

Kesimpulan
Berdasarkan data-data dan hasil perhitungan yang diperoleh pada perancangan pabrik biodiesel ini,
maka dapat diperoleh kesimpulan sebagai berikut :
1. Biodiesel adalah salah satu sumber energi alternatif yang renewable, biodegradeble serta mempunyai
beberapa keunggulan dari segi lingkungan apabila dibandingkan dengan petroleum diesel
2. Sistem Utilitas uang digunakan dalam pabrik biodiesel yaitu air pendingin, bahan bakar, listrik, steam,
molten salt, udara tekan dan gas inert
3. Perencanaan pembangunan pabrik terdiri dari tahap persiapan, engineering, procurement, contracting,
konstruksi dan percobaan selama 2 tahun dan pabrik mulai beroperasi pada tahun 2007.
4. Modal pendirian pabrik yang diperlukan adalah Rp. 34.836.747.833,00 dengan komposisi modal sebesar
60 % modal sendiri dan 40 % berasal dari pinjaman
Parameter Nilai
PBP 9 tahun 6 bulan
ROI 15,63%
BEP 79,57%
IRR 8,43%
NPV Rp 6.917.736.614,00
JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK C-10-5
UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG

5. Hasil analisis ekonomi pabrik biodiesel dari minyak jelantah ini menunjukkan IRR sebesar 8,43 %, NPV
sebesar Rp. 6.917.736.614,00, Return of Investment (ROI) sebesar 15,63 %, BEP sebesar 79,57 %, dan
Pay Back Period (PBP) selama 9 tahun 6 bulan sejak pabrik mulai beroperasi. Berdasarkan nilai-nilai
tersebut, pabrik biodiesel ini layak didirikan.

Grafik NPV per Tahun
(40)
(35)
(30)
(25)
(20)
(15)
(10)
(5)
0
5
10
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Tahun
N
i
l
a
i

(
M
i
l
y
a
r

R
p
)


Gambar 3 Bar Chart NPV Setiap Tahun


Daftar Pustaka
[1] Anggraini, Ananta Andy, (2002), Biodiesel dari Minyak Jelantah, KOMPAS, 20 Juli 2002.
[2] Darling International, (2004), Cooking Oil Removal Services, http://www.darlingii.com.
[3] Jakarta Futures Exchange, (2004), Perkembangan Produksi Minyak Goreng Sawit di Indonesia,
http://www.bbj-jfx.com.
[4] Zhang, Y. et all., Biodiesel Production from Waste Cooking Oil : 1. Process Design and
Technological Assessment, Journal of Bioresource Technology, Vol. 89 Tahun 2003 hlm. 1-15.
[5] Canakci, M. Dan J. Van Gerpen, (2001), Biodiesel Production from Oils and Fats with High Free
Fatty Acids, Journal of American Society of Agricultural Engineers, Vol. 44 hlm.1429-1436.
[6] Tyson, K. Shaine, (2001), Biodiesel Handling and Use Guideline, National Renewable Energy
Laboratory (NREL), September 2001, http://www.ott.doe.gov.
[7] Ma, Fangrui dan Milford A. Hanna, (1999), Biodiesl Production: a Review, Journal of Bioresource
Technology, Elsevier, Vol. 8\70 hlm. 1-15
[8] Suhartono, Obelin Sijabad, Yudi Wahyudi, Dindin Wahyudin, Minyak Goreng Bekas sebagai
Biodiesel Melalui Proses Transesterifikasi , http://bdg.centrin.net.id/~unjani.
[9] A national laboratory of the U.S. Department of Energy, (2001), Biodiesl Handling and Use
Guidelines, http://www.doe.gov/bridge.
[10] Wallas, Stanley M., (1988), Chemical Process Equipment, Butterworth Publishers.
[11] Baasel, William D., (1978), Preliminary Chemical Engineering Plant Design, Elsevier North
Holland Scientific Publishers, Ltd.
[12] Garrett, E. Donald, (1989), Chemical Engineering Economics, Van Nostrand Reinhold, New York.


JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK C-10-6
UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG

Anda mungkin juga menyukai