Anda di halaman 1dari 5

Pemanfaatan TeknologiGPS dalam Pembangunan Informasi Spasial (Setyadji, B)

PEMANFAATAN TEKNOLOGI GLOBAL POSITIONING SYSTEM (GPS) DALAM


PEMBANGUNGAN INFORMASI SPASIAL


Bambang Setyadji

Staf Pengajar Teknik Geodesi-Geomatika, Kelompok Keilmuan Geodesi, FTSL - ITB
e-mail: bsetyadji@gd.itb.ac.id, website: http://geodesy.gd.itb.ac.id/~bsetyadji/



Abstrak


Perubahan paradigma keilmuan Geodesi sebagai akibat dari perkembangan pesat sains
komputer - menjadi Teknik Geodesi dan Geomatika secara langsung juga merubah paradigma
pembangunan suatu basisdata data spasial. Salah satunya adalah paradigma georeferensi global
sebagai referensi bagi data/informasi spasial tersebut, yang dapat dipenuhi dengan
memanfaatkan teknologi sistem satelit navigasi Global Positioning System (GPS).Teknologi GPS
memegang peran yang penting dalam urutan tahapan pengelolaan data spasial mulai dari
realisasi kerangka dasar (referensi) sampai pada pengukuran detail serta rekonstruksi atau
pematokan (staking out). Lebih lanjut, GPS juga berperan dalam membangun satu sistem
pendukung pengambilan keputusan (decision support system) yang merupakan keluaran lanjut
dari analisis informasi dari SIG.


Keyword : GPS, jejaring geospasial, decision support system


PENDAHULUAN
Definisi geomatika muncul dari
perkembangan kebutuhan masyarakat akan
informasi spasial yang cepat dan akurat.
Geomatika merupakan satu disiplin ilmu
yang mempelajari/berkaitan dengan
proses-proses mengumpulkan, menyimpan,
mengolah dan mengirimkan informasi-
informasi geografis atau informasi-
informasi yang memiliki referensi spasial.
Definisi yang cukup baik tentang
geomatika dapat diambil dari website
University of Calgary (2006) tentang
Geomatika yaitu bahwa:
Geomatika adalah disiplin ilmu
modern yang mengintegrasikan proses
akuisisi, pemodelan, analisis, dan
pengelolaan data yang bereferensi secara
spasial. Dengan berdasar pada kerangka
kerja ilmiah geodesi, geomatika
menggunakan sensor-sensor terestris,
kelautan, udara dan dirgantara untuk
memperoleh data spasial dan yang
lainnya. Geomatika juga melibatkan
proses transformasi data bereferensi
spasial dari sumber-sunber yang berlainan
ke dalam sistem informasi bersama yang
memiliki karakteristik akurasi yang sudah
baik.
Istilah Geomatika sendiri berkaitan dengan
ilmu, teknologi dan seni yang
mengintegrasikan disiplin-disiplin ilmu,
antara lain, geodesi, surveying, pemetaan,
penentuan posisi (positioning), teknik
geomatika, navigasi, kartografi,
penginderaan jauh, fotogrametri, SIG,
GPS, Geospasial dll.
Dari salah satu definisi ini terlihat
bahwa referensi spasial menjadi satu kunci
dalam mewujudkan satu sistem informasi
spasial yang akurat. Tentunya yang paling
baik adalah apabila semua data yang
dikelola memiliki sistem referensi yang
sama, dan lebih baik lagi apabila data
tersebut bersifat global yang akan
mendukung jejaring geospasial suatu
jejaring kerjasama berbagai sumber-
sumber data geografis dalam berbagi dan
berkordinasi data dan informasi geografis.
1
Pertemuan Ilmiah Tahunan III T. Geomatika ITS Surabaya, 7 Desember 2006
Pemanfaatan TeknologiGPS dalam Pembangunan Informasi Spasial (Setyadji, B)
2
Pertemuan Ilmiah Tahunan III T. Geomatika ITS Surabaya, 7 Desember 2006


Salah satu teknologi yang mampu
mewujudkankan sistem referensi spasial
yang bersifat global adalah teknologi
Global Positioning System (GPS).


DATA SPASIAL
Pengertian umum dari istilah data
spasial adalah suatu data yang memiliki
referensi spasial atau posisi geografis (geo-
referenced). Data spasial, seperti juga data
untuk berbagai disiplin lain, dapat berupa
angka, teks, maupun gambar. Sedangkan
posisi yang menjadi acuan tersebut - dari
pendekatan statistik spasial dan juga SIG -
dapat berupa posisi dalam ruang yang
kontinyu (geostatistik), dalam ruang
lattice, atau dalam bentuk pola titik (point
pattern atau cluster) (Cressie 1993).
Gambar 1. memperlihatkan perbedaan
ruang referensi spasial yang biasa dipakai
sebagai referensi data spasial.
Dengan pendekatan statistik spasial
dapat dijelaskan bahwa data spasial
merupakan hasil keluaran (outcome) dari
pengamatan/percobaan yang dilakukan
pada satu posisi geografis tertentu,
Z x
i
,
dengan Z bisa berisi satu
variabel(uni-variate) maupun multi-
variabel (multi-variate) yang bisa berasal
dari berbagai sumber yang berbeda. Dalam
konsep SIG, Z ini dapat dianalogikan
sebagai kumpulan basisdata lapisan-
lapisan (layers) atribut data tertentu.
Sedangkan
x
i
adalah posisi yang bisa satu
dimensi (1D), dua dimensi (2D), tiga
dimensi (3D), ataupun empat dimensi (4D)
dengan dimensi ke-empat adalah dimensi
waktu t.
Sebelum era satelit navigasi,
georeferensi yang banyak dipakai untuk
keperluan geodesi dan pemetaan adalah
datum lokal. Elipsoid yang dipilih pada
umumnya hanya cocok (fit) untuk menjadi
referensi pengukuran dan pemetaan pada
daerah itu saja. Dengan alasan tersebut,
setiap negara memilih dan mendefinisikan
sendiri kerangka referensi dan datum.
Perkembangan globalisasi pada berbagai
bidang juga membawa dampak pada
kerangka referensi koordinat. Georeferensi
yang dipakai saat ini adalah satu sistem
kerangka koordinat (datum) yang bersifat
global, yaitu WGS (World Geodetic
Datum) 1984, yang juga menjadi datum
untuk sistem satelit navigasi GPS. Sistem
referensi global mulai digunakan saat
sistem TRANSIT Doppler dimanfaatkan
untuk menentukan posisi sejumlah titik-
titik (stasiun) kerangka dasar geodesi dan
pemetaan. Saat itu digunakan referensi
ellipsoid NWL-9D yang kemudian
diadopsi menjadi GRS 1967. Di Indonesia,
titik datum yang ditentukan dengan sistem
TRANSIT Doppler adalah titik Datum
Padang yang kemudian didefinisikan
sebagai ID74 (Indonesian Datum 1974).
Ketika sejumlah parameter lain ikut
diperhitungkan dalam penentuan datum,
mulai dirilislah WGS 1972 yang kemudian
dipertajam menjadi WGS84 (Seeber 1993).
Persoalan transformasi koordinat muncul
saat diperlukan untuk mengintegrasikan
data spasial yang berasal dari sumber yang
berlainan. Khusus di Indonesia, persoalan
unifikasi datum menjadi agak rumit karena
sejarah pemetaan wilayah Indonesia yang
dilakukan menggunakan beragam elipsoid
referensi dan titik datum yang berbeda.


GLOBAL POSITIONING SYSTEM
(GPS)
Sesuai dengan tujuan
pembangunannya, teknologi satelit
navigasi GPS telah menjadi satu teknologi
yang relatif mudah dan murah untuk
mewujudkan posisi geografis dan waktu.
Walaupun, tentu ada suatu keterbatasan
antara biaya yang diinvestasikan dengan
ketelitian (presisi, precision, internal
accuracy) dan ketepatan (akurasi,
accuracy, reliability) yang akan diperoleh
(Seeber 1993, p. 324-326). Faktor-faktor
yang mempengaruhi kualitas hasil survai
GPS terutama adalah jenis peralatan dan
metoda pengukuran serta metoda
pengolahan data yang digunakan.
Peralatan penerima sinyal GPS
(receiver) bervariasi dari kelas rakitan
sendiri, kelas navigasi dengan ketelitian 20
Pemanfaatan TeknologiGPS dalam Pembangunan Informasi Spasial (Setyadji, B)
3
Pertemuan Ilmiah Tahunan III T. Geomatika ITS Surabaya, 7 Desember 2006


meteran, sampai kelas geodetik yang
mampu mengukur sampai ketelitian
milimeter. Variasi receiver ini terutama
berkaitan dengan jenis jam atom (clock)
yang dipakai dan jenis data (kode dan
gelombang pembawa) yang bisa direkam
(Kaplan 1996).
Dari sisi metoda pengukuran dapat
dibedakan antara metoda pengukuran statik
dengan pengukuran kinematik. Metoda
pengukuran statik mengasumsikan bahwa
antenna receiver tidak bergerak terhadap
kerangka referensi, sedangkan metoda
pengukuran kinematik menggunakan
asumsi bahwa antena receiver bergerak
terhadap titik referensi. Sedangkan dari sisi
metoda pengolahan data, dapat dibedakan
antara pengolahan satu titik (single point
positioning - SPS, absolute positioning)
dan pengolahan baseline (differential
positioning, relative positioning) tunggal
maupun dalam bentuk jaring.
Berdasarkan variasi-variasi kemungkinan
penggunaan teknologi di atas, dapat
diurutkan sejumlah kemungkinan aplikasi
GPS mulai dari yang paling teliti (dan
paling mahal) untuk keperluan ilmiah
sampai yang paling seadanya (dan paling
murah) untuk keperluan hiburan. Dalam
rangka pembangunan informasi spasial,
GPS dapat berperan mulai dari realisasi
referensi koordinat dengan survai yang
sangat teliti sampai pada kegiatan
pematokan yang merupakan aplikasi hasil
analisis informasi spasial.


GPS DAN DATA SPASIAL
Aplikasi paling awal (hulu) dari teknologi
GPS dalam pembangunan informasi spasial
adalah untuk pengadaan jaring kerangka
referensi. Saat ini sudah ada satu jaring
perwujudan WGS-84 yaitu jaring
International GNSS Service (IGS) yang
sebelumnya adalah International GPS
Service, yang terbangun dari 379 station
GPS kontinyu (334 stasiun aktif).
Koordinat semua stasiun tersebut dirilis
dalam bentuk daftar International
Terestrial Reference Frame, yang dihitung
berdasarkan pengamatan GPS kontinyu.
Untuk keperluan kerangka referensi
nasional, Indonesia, melalui Bakosurtanal,
merilis jaring Datum Geodesi Nasional
1995 (DGN95) yang diukur sejak tahun
1989 sampai 1994 yang kadang disebut
juga sebagai jaring orde-nol. Pada aplikasi
selanjutnya, yaitu perapatan titik ikat,
Badan Pertanahan Nasional melakukan
pengukuran kerangka orde-2 dan orde-3
dengan ukuran grid 10 km dan 5 km.
Pengukuran titik-titik pangkal untuk
keperluan penetapan batas wilayah di laut
juga menjadi salah satu aplikasi pada
tingkat kerangka dasar ini.
Penetapan DGN95, yang mirip datum
Global WGS84, membawa dampak bahwa
semua informasi spasial yang terkumpul
sejak sejarah pemetaan di Indonesia
tercatat (pertengahan 1800-an) perlu
ditransformasikan ke sistem ini.
Transformasi diperlukan karena informasi-
informasi spasial tersebut dikumpulkan
pada georeferensi-georeferensi lokal yang
tidak sama satu sama lain (Kahar 1984).
Pada akhir tahun 1996, Kelompok Kerja
Geodesi dan Geodinamika Bakosurtanal
menerbitkan satu pedoman untuk
melakukan transformasi sistem kerangka
referensi dalam rangka penyatuan datum
ini.
Aplikasi selanjutnya setelah penetapan
kerangka dasar adalah pengukuran detail
atau objek mengacu pada kerangka yang
disepakati. Aplikasi pada tingkat ini dapat
dikelompokkan pada metoda pengukuran
yang dipilih, yaitu metoda statik relatif
dan metoda kinematik. Metoda statik
dengan ketelitian tinggi (< 5 mm) dipakai
pada survai geodesi-geodinamika untuk
memantau dinamika Bumi (kerak bumi,
gunung api, fenomena gerakan tanah, dll)
secara episodik. Pengukuran dilakukan
secara berkala dengan selang waktu
tertentu antar pengukuran yang berurutan.
GPS Meteorologi juga memanfaatkan
metoda pengukuran statik sangat teliti ini
untuk memetakan dinamika atmosfir
(Setyadji 2003) yaitu Precipitable Water
Vapor (PWV) dan Total Electron Content
(TEC) sebagai fungsi ruang dan waktu
yang sangat bermanfaat dalam pemodelan
Pemanfaatan TeknologiGPS dalam Pembangunan Informasi Spasial (Setyadji, B)
4
Pertemuan Ilmiah Tahunan III T. Geomatika ITS Surabaya, 7 Desember 2006


atmosfir, cuaca dan iklim.
Aplikasi survai statik dengan ketelitian
yang lebih rendah (0.5 cm ~ 5 cm) banyak
dilakukan dalam bidang survai rekayasa
serta inderaja dan fotogrametri. Ketelitian
pada level ini dapat dicapai dengan metoda
statik singkat (rapid static). Dalam
rekayasa teknik sipil, survai GPS statik
antara lain berperan untuk mewujudkan
jaring titik ikat untuk pematokan rencana
jalan sedangkan dalam inderaja dan
fotogrametri hasil GPS pada level ini
bermanfaat dalam pengadaan titik kontrol
tanah untuk keperluan triangulasi udara
dan koreksi geometrik. Manfaat lebih jauh
adalah pada bidang SIG yang saat ini
banyak memanfaatkan data/informasi yang
diturunkan dari foto udara dan citra satelit
(Logsdon 1995).
Metoda kinematik merupakan metoda yang
banyak dipakai pada situasi di mana
diinginkan satu hasil yang dapat
menggambarkan dinamika objek. Aplikasi
teliti GPS kinematik antara lain untuk
pemantauan gempabumi (GPS-
Seismograf) (Setyadji et.al 2002b; Setyadji
2003) dan untuk pemantauan penurunan
tanah (land subsidence) yang cepat. Pada
aplikasi ini, Data yang dikumpulkan
dengan metoda statik atau bahkan data
GPS kontinyu diolah sebagai data
kinematik. Model aplikasi seperti ini
sangat membantu dalam pemanfaatan data
dan informasi spasial untuk sistem mitigasi
bencana (disaster mitigation system) atau
lebih umum lagi adalah sistem manajemen
bencana (disaster management system)
(Setyadji et.al 2002a). Aplikasi yang lebih
umum metoda kinematik adalah dengan
memasang antena langsung pada wahana
yang bergerak baik di darat, laut, maupun
di udara, yang tentunya memberikan hasil
dengan kualitas yang lebih rendah.
Ketelitian metoda kinematik dapat
ditingkatkan dengan melakukan koreksi
terhadap pengamatan yang dikenal sebagai
differential GPS (DGPS). Asumsi yang
dipakai untuk mengkoreksi data kinematik
adalah bahwa vektor kesalahan akan sama
untuk epoch yang sama. Apabila koreksi
tersebut diberikan secara cepat maka
sistem differential GPS itu menjadi sistem
realtime kinematic. Aplikasi differential
GPS dan realtime kinematic paling banyak
adalah untuk navigasi wahana laut.
Survei kinematik yang dikombinasikan
dengan sensor-sensor lain, misalnya video,
sangat bermanfaat dalam pengumpulan
data yang tidak memerlukan ketelitian
posisi tinggi misalnya survai kondisi
kualitatif garis pantai atau memantau
pergerakan kapal (Setyadji 2005). Jika
digabungkan dengan SIG, GPS dapat
bertindak seperti cursor dan Bumi sebagai
meja digitasi, serta sebaliknya dapat juga
bertindak seperti pointer untuk
mengarahkan pada posisi tertentu.
Penggunaan GPS sebagai pointer biasanya
diterapkan pada sistem pendukung
pengambilan keputusan (decision support
system) yang merupakan analisis lanjut
dari basisdata spasial. Kalau dianalogikan
dengan survai terestris, GPS digunakan
untuk melakukan pematokan (stake out)
sebagai rekonstruksi atau realiasi rencana
posisi atau jalur.


PENUTUP
Kemampuan GPS untuk mewujudkan
koordinat yang bereferensi global secara
cepat dan relatif murah sangat membantu
pembangunan data dan informasi spasial.
Peran GPS sangat luas mulai dari ikut serta
mendefinisikan sistem kerangka global
(ITRF), merapatkan kerangka global ke
sekala regional, nasional, bahkan lokal,
sampai pada mendigitasi data lapangan
secara realtime. Walapun tetap harus
diperhatikan pada ruang georeferensi yang
mana data atau informasi spasial tersebut
akan diikatkan karena akan
mempengaruhi pemilihan peralatan,
metoda pengamatan dan metoda hitungan.
Paradigma global yang diberikan GPS
sangat mendukung pembangunan
infrastruktur data spasial nasional (IDSN)
karena dengan paradigma ini GPS dapat
menjamin bahwa data atau informasi yang
dipertukarkan adalah data atau informasi
pada lokasi yang tepat.
Pemanfaatan TeknologiGPS dalam Pembangunan Informasi Spasial (Setyadji, B)
5
Pertemuan Ilmiah Tahunan III T. Geomatika ITS Surabaya, 7 Desember 2006


Lebih lanjut, GPS dapat berperan dalam
sistem pendukung pengambilan keputusan
yang merupakan tahap analisis informasi
spasial dan juga aplikasi IDSN. Dalam hal
ini GPS digunakan sebagai alat eksekusi
keputusan spasial.


REFERENSI


Cressie, Noel A. C., (1993), Statistics for
Spatial Data, John Wiley & Sons,
Inc., New York, pp. 10-13.
IGS, (2006), International GNSS Service
(IGS), http://igscb.jpl.nasa.gov/ , 06
Desember 2006.
Kahar, Joenil, (1984), Geodetic Activities in
Indonesia, Journal of the Geodetic
Society of Japan, Vol. 30, No. 1,
(1984), pp. 61-68.
Kaplan, Elliott D., eds, (1996),
Understanding GPS Principle
and Applications, Mobile
Communication Series, Artehc
House, Inc., Boston-London.
Logsdon, Tom, (1995), Understanding the
NAVSTAR GPS, GIS, and IVHS,
Van Nostrand Reinhold, New York.
Seeber, Gnter, (1993), Satellite Geodesy,
Walter de Gruyter, Berlin-New
York.
Setyadji, B., D. Sarsito, A. Fuad, (2002a),
Pengembangan Sistem Informasi
Bencana (SIMBe) sebagai Upaya
Antisipasi Bencana Alam dengan
Pendekatan Informasi Spasial,
Paper disajikan pada Forum Ilmiah
Tahunan 2002, Ikatan Surveyor
Indonesia, Yogyakarta 3-4 Oktober
2002.
Setyadji, B., F. Kimata, M Nakamura
(2002b), Development of GPS-
Seismograph System by Integrating
GPS Network, Internet Network,
and Wavelet Analysis, Poster
disajikan pada The 2002 Japan-
Taiwan Joint Seminar on
Earthquake and Hazards 27-28
Januari 2002, Nagoya University,
Nagoya, Japan.
Setyadji, Bambang, (2003), Aplikasi
Pengamatan GPS 1Hz untuk GPS-
Seismograf dan Tomografi
Troposfir Lokal, Presentasi
disajikan pada Kolokium
Departemen Teknik Geodesi
FTSP ITB, Bandung 3 Februari
2003.
Setyadji, Bambang, (2005), Teknologi
Dirgantara untuk Industri
Perikanan, Paper disajikan pada
Semiloka Perikanan dan Kelautan,
Dirjen Dikti, Makassar 26-28
Agustus 2005.
University of Calgary, Department of
Geomatics, (2006), UofC
Geomatics Engineering - What is
Geomatics Engineering?,
http://www.geomatics.ucalgary.ca/
whatisit/index.html, 05 Desember
2006.







Penulis Utama
Dr. I r. Bambang Setyadji, MT. Pendidikan S-
1 diselesaikan di Teknik Geodesi
ITB pada tahun 1990, melanjutkan
studi di Program Magister Teknik
Geofisika lulus tahun 1995.
Menyelesaikan S-3 di Faculty of
Science Kyoto University, Jepang
pada tahun 1999. Bidang Kajian
kelimuan Geodinamika dan
Aplikasi GPS. Saat ini sebagai
dosen dan anggota tetap KK.
Geodesi FTSL, ITB.

Anda mungkin juga menyukai