Anda di halaman 1dari 9

Volume 07/ No.

03/ Oktober-Desember/ 2009 Jurnal Ilmiah Elektrikal Enjiniring UNHAS






PENENTUAN MORFOLOGI SEL DARAH MERAH (ERITROSIT)
BERBASIS PENGOLAHAN CITRA DAN JARINGAN SYARAF TIRUAN

Elly Warni
Jurusan Teknik Elektro Universitas Hasanuddin
ly_warni@yahoo.com

Abstrak
Penelitian ini bertujuan memebuat statu sstem yang dapat menentukan morfologi normal dan abnormal sel
drah merah pada citra digital. Penelitiaan ini menggunakan citra normal dan abnormal sel darah merah yang
berasal dari Lembaga Penelitian ABX dari Montpeller Perancis, jumlah sampel yang digunakan sebanyak 175
sampel yang terbagi atas 105 sampel citra latih dan 70 sampel citra uji, dilakukan secara bertahap, yaitu (1)
pengolahan citra yang meliputi akuisisi citra, grayscale, dan deteksi tepi, (2) ekstraksiciri, dan (3) identifikasi
dengan menggunakan jeringan syaraf tirun yang berupa pelatihan dan pengenalan

Kata Kunci: jeringan syaraf tiruan, pengolahan citra, sel darah merah

I. PENDAHULUAN

Morfologi normal dan abnormal dari sel darah
merah seorang pasien sangat membantu para dokter
dalam mendeteksi suatu penyakit. Pada saat ini, analitis
tentang morfologi sel darah merah yang dilakukan oleh
para dokter dan pihak laboratorium masih dengan cara
konvensional, sehingga tidak selalu sama antara dokter
yang satu dengan yang lainnya. Kondisi fisik,
pengetahuan, ketelitian dan konsentrasi dokter sangat
menentukan hasil analisis, karena dilakukan dengan
pengamatan langsung. Selain hal tersebut diatas, jika sel
darah merah yang akan diketahui morfologi normal dan
abnormalnya cukup banyak, maka akan membutuhkan
banyak waktu dan tenaga. Di lain pihak analisis tersebut,
tidak menghasilkan bukti citra sehingga tidak dapat
dianalisis oleh banyak dokter.
Peran sistem multimedia, misalnya kamera atau
video digital sangat penting untuk mengambil suatu
objek penelitian dalam mengenali suatu objek. Misalnya
berupa gambar atau suara. Data berupa citra yang
diperoleh dari kamera video atau kamera digital akan
melalui tahap pengolahan citra. Pengolahan citra
merupakan metode atau teknik yang dapat digunakan
untuk memproses citra atau gambar dengan jalan
memanipulasinya menjadi data gambar yang diinginkan
atau keperluan analisis selanjutnya. Pengolahan citra
dilakukan dengan menggunakan bantuan komputer.
Jaringan saraf tiruan adalah salah satu representasi
buatan dari otak manusia yang selalu mencoba untuk
mensimulasikan proses pembelajaran pada otak manusia
tersebut. Istilah buatan di sini digunakan karena jaringan
saraf ini diimplementasikan dengan menggunakan
komputer yang mampu menyelesaikan sejumlah proses
perhitungan selama proses pembelajaran.



II. TEORI PENUNJANG

2.1. Sel Darah Merah (Eritrosit)
Fungsi utama dari sel darah merah (eritrosit)
adalah mentransfer hemoglobin. Eritrosit normal
berbentuk bulat atau agak oval dengan diameter 7 8
mikron (normosit). Dilihat dari samping, eritrosit
nampak seperti cakram atau bikonkaf dengan sentral
akromia kira-kira - diameter sel. Dalam
mengevaluasi morfologi sel darah merah pada sediaan
apus, ada 4 hal yang harus diperlihatkan : 1. bentuknya
(shape), 2. ukurannya (size), 3. warnanya (staining), dan
4. struktur intraselluler (structure). (Patologi klinik,
2006).
a. Morfologi Normal Sel Darah Merah
Eritrosit normal kelihatan bundar dengan
diameter 7,5 m dengan ketebalan tepi 2 m. Dari
samping eritrosit kelihatan berbentuk seperti cakram
dengan kedua permukaannya cekung (biconcav disk).
b. Morfologi Abnormal Sel Darah merah
Kelainan eritrosit biasanya dinyatakan dengan
perubahan ukuran, bentuk, dan warnanya (atau derajat
hemoglobinnya).
- Kelainan ukuran eritrosit
a. Mikrosit,
b. Makrosit,

- Kelainan Warna Eritrosit
a. Hipokromia
b. Hiperkromik

- Kelainan Bentuk Eritrosit
a. Ecchinocytes
b. Elliptocytes
c. Poikilocytes
d. SchistocytesSickle cell
e. Tear Drop Cell

Volume 07/ No.03/ Oktober-Desember/ 2009 Jurnal Ilmiah Elektrikal Enjiniring UNHAS




2.2. Pengolahan Citra Digital
Pengolahan Citra adalah suatu metode atau
teknik yang dapat digunakan untuk memproses citra
atau gambar dengan jalan memanipulasi menjadi data
gambar yang diinginkan untuk mendapatkan informasi
tertentu (Murni, Aniati. 1992).
Dalam pengolahan citra digital, terdapat proses
-proses :
a. Peningkatan mutu citra.
b. Deteksi sisi.
c. Registrasi dan resampling citra.
d. Pemadatan data citra.
e. Pengelompokan pola dan analsis data.
f. Klasifikasi dan segmentasi citra.

2.3. Jaringan Syaraf Tiruan
Jaringan Syaraf Tiruan (JST) atau Artifical
Neural Network (ANN) telah dikembangkan sejak tahun
1940-an. JST merupakan model komputasi terdistribusi
yang meniru cara kerja dan sistem syaraf biologis. Para
peneliti mendapatkan inspirasi arsitektur Jaringan Syaraf
Tiruan ini berdasarkan model otak manusia dan sel-sel
syarafnya. Metode ini berisi proses stimulasi-stimulasi
yang berlangsung dalam otak yang diterjemahkan dalam
bentuk simbol, nilai dan bobot.
JST membentuk hubungan antar unit yang
dibuat menyerupai bentuk sel syaraf. Tiap-tiap sel
mengubah bentuk masukan yang diterima menjadi suatu
bentuk keluaran yang kemudian dikirimkan ke sel
berikutnya. Proses ini dapat dibagi menjadi dua yaitu :
a. Penjumlahan nilai masukan. Nilai masukan
dikalikan dengan suatu nilai bobot interkoneksi
dimana harga masukan pada suatu sel merupakan
keluaran dari sel pada lapiasan sebelumnya. Tiap
harga masukan dari sel-sel sebelumnya kemudian
dijumlahkan. Total dari penjumlahan itu disebut
dengan total input (net input) yang dapat dinyatakan
dalam persamaan 1 :
Net
j
=
N
i
A
i
W
ij
......(1)
Dimana :
j : indeks yang menyatakan nomor sel pada suatu
layer.
i : indeks yang menyatakan sel keberapa/nomor
sel apada layer sebelumnya.
W : bobot interkoneksi
A : keluaran sel
N : jumlah keseluruhan sel pada suatu layer
b. Total input akan diproses lebih lanjut oleh sebuah
fungsi aktivasi F. Layer menggunakan fungsi
aktivasi sel yang mengubah total input menjadi
sebuah keluaran. Nilai dari fungsi aktivasi sel
tersebut merupakan keluaran dari sel, dan
dirumuskan dalam bentuk :
KELUAR = F ( net )............................................(2)


Gambar 1. Model umum sel Jaringan Syaraf Tiruan (JST)

Fungsi aktivasi biasa juga disebut sebagai
fungsi pemampat. Fungsi pemampat ini merupakan
fungsi yang memampatkan nilai Net sehingga Keluar
tidak pernah melebihi suatu batas rendah tertentu,
berapapun besarnya nilai Net. Fungsi pemampat yang
sering dipilih adalah fungsi logistic atau fungsi sigmoid.
Secara matematis fungsi sigmoid dapat dinyatakan
dengan :
S(x) =
x
e

1
1
.............................................(3)
Bentuk dasar JST terdiri dari tiga lapisan,
yaitu :
Lapisan masukan (input layer), terdiri dari sel-sel
input yang berisi data yang akan diproses dalam
JST.
Lapisan tersembunyi (hidden layer), yang berfungsi
mengolah informasi yang diterima dari input layer,
dengan memperhitungkan nilai bobot interkoneksi
antara input dan hidden layer.
Lapisan keluaran (output layer), berfungsi sebagai
keluaran yang bergantung pada proses di hidden
layer dan nilai bobot antara hidden layer dengan
output layer.


Gambar 2. Model layer pada JST

2.4. Pembelajaran
Untuk dapat menyelesaikan suatu
permasalahan, JST memerlukan logaritma belajar, yaitu
bagaimana sebuah konfigurasi JST dapat dilatih untuk
mempelajari data historis yang ada. Dengan pelatihan
ini, pengetahuan yang terdapat pada data dapat diserap
Volume 07/ No.03/ Oktober-Desember/ 2009 Jurnal Ilmiah Elektrikal Enjiniring UNHAS




dan direpresentasikan oleh harga-harga bobot
koneksinya.
Berdasarkan logaritma belajarnya, JST dibagi
menjadi dua macam yaitu :
Supervised (Terawasi)
Pelatihan ini memasangkan setiap vektor masukan
dengan sebuah vektor target yang mempresentasikan
vektor keluaran. Sebuah vektor masukan dibangkitkan
dan keluaran jaringan dihitung dan dibandingkan dengan
vector target yang bersesuaian. Kemudian, selisihnya
(error) diumpan-balikkan (mekanisme feedback) melalui
jaringan dan bobot di ubah serta bobot diatur untuk
setiap vektor, samapi error untuk seluruh rangkaian
pelatihan mencapai tingkat yang dapat diterima.

Unsupervised ( tak terawasi )
Pelatihan ini tidak membutuhkan vektor target untuk
keluarannya, dan karena itu, tak ada perbandingan yang
dilakukan dengan respon ideal yang ditetapkan
sebelumnya. Rangkaian pelatihan hanya berisi vektor
masukan saja. Logaritma pelatihan memodifikasi bobot
jaringan untuk menghasilkan vektor pelatihan atau satu
vector yang serupa dengannya akan menghasilkan pola
keluaran yang sama.
Backpropagation
Metode ini sudah teruji kemampuannya dalam
memberikan pelatihan bagi jaringan yang memiliki
beberapa layer. Metode ini tidak hanya memberikan
bantuan supaya jaringan melakukan tugasnya, tetapi juga
memberikan informasi mengenai error yang terjadi
dalam sistem.


III. PERANCANGAN SISTEM

3.1. Desain Antar Muka
Untuk keperluan perancangan sistem, maka
pada penelitian ini digunakan fasilitas GUI (Graphical
User Interface), yang merupakan salah satu fasilitas
yang disediakan oleh perangkat lunak Matlab 6.5.
Dengan GUI dapat dibuatkan model tampilan
sedemikian rupa yang disesuaikan dengan keperluan
penentuan morfologi sel darah merah.


3.2. Pola Data Referensi
Pada penelitian ini, penentuan morfologi sel
darah merah didasarkan pada bentuk normal dan
abnormal. Untuk itu diperlukan pola yang dikenali
sebagai pola normal dan abnormal, dimana untuk
kondisi abnormal terdapat enam (6) jenis yaitu :
Ecchinocytes, Elliptocytes, Poikilocytes, Schistocytes,
Sickle cell, dan Tear Drop Cell.
Pola data referensi yang berasal dari citra
berukuran 50 x 50 pixel, direduksi menjadi 25 x 25
kotak, yang terdiri atas 2 x 2 pixel setiap kotak. Pola
dalam bentuk bilangan biner ini menjadi vektor input
yang akan dilatihkan ke dalam jaringan sebagai pola data
referensi.
Pembuatan pola data referensi dapat dilihat
pada tabel berikut :

Tabel 1. Pola Data Referensi





Volume 07/ No.03/ Oktober-Desember/ 2009 Jurnal Ilmiah Elektrikal Enjiniring UNHAS




3.3. Tahap Pengolahan Citra
3.3.1. Citra Input
Citra input pada penelitian ini berasal dari hasil
pemotretan sel darah merah dengan menggunakan
kamera dan mikroskop khusus, yang berasal dari
lembaga penelitian ABX Montpellier Perancis dan
disimpan dalam format *jpg.

3.3.2. Akuisisi Citra
Proses akuisisi citra ini bertujuan untuk
mengatur citra sedemikian sehingga dapat diproleh satu
gambar sel darah merah baik yang normal maupun
abnormal (dengan berbagai bentuk) sedangkan yang
tidak dimanfaatkan dipotong dengan bantuan Adobe
Photoshop Cs dari windows Xp, dan disimpan dengan
format *bmp dengan ukuran 50 x 50 pixel. Contoh citra
input dapat dilihat pada lampiran A1 sampai A7.

3.3.3. Grayscale
Citra yang telah diakuisisi kemudian diubah
dari bentuk RGB menjadi citra monoktrom atau citra
hitam putih yang dikenal dengan proses grayscale.
Disini, nilai dari tiap pixel berada diantara 0 dan 1 sesuai
dengan derajat keabuannya. Nilai 0 diartikan sebagai
warna hitam dan nilai 1 sebagai warna putih.
Proses grayscale dilakukan untuk melangkah ke
proses selanjutnya yaitu deteksi tepi, karena
pendeteksian tepi tidak dapat dilakukan pada citra RGB.
Proses grayscale ini dimaksudkan agar citra lebih mudah
untuk diinterpretasikan, sehingga citra memiliki
informasi yang lebih mencolok

3.3.4. Deteksi Tepi
Setelah menjalani proses skala keabuan citra sel
darah merah akan mengalami perubahan yang
sebelumnya masih merupakan citra RGB menjadi citra
hitam putih. Citra yang telah digrayscale-kan ini
kemudian akan melewati tahap deteksi tepi citra
Deteksi tepi ini merupakan salah satu proses
pra-pengolahan citra yang dibutuhkan untuk analisis
citra. Proses tersebut bertujuan meningkatkan intensitas
garis tepi pada citra, dimana proses ini akan memperkuat
komponen citra yang berfrekuensi tinggi.
Untuk menghasilkan gambaran tepi tersebut
perlu di golongkan titik-titik yang mana saja pada citra
yang dianggap sebagai tepi citra tersebut. Dalam hal ini
perlu ditentukan nilai ambang dari titik tepi.
G(x,y) > maka (x,y) adalah sebuah tepi
G(x,y) < maka (x,y) bukanlah sebuah tepi
Pada penelitian ini untuk proses deteksi tepi
digunakan metode Canny edge detection yang
meruapakan salah satu pengembangan dari teknik
deteksi tepi.


3.3.5. Ekstraksi Ciri
Ekstrkasi ciri terdiri atas pembuatan peta vector
pengamatan ke dalam bidang ciri. Vektor ciri kemudian
digunakan untuk menentukan kelas dari vektor
pengamatan. Tujuan utama dari ekstraksi ciri adalah
untuk mereduksi dimensi data dengan tetap
mempertahankan ciri khas atau informasi yang
terkandung di dalam data tersebut.
Pada tahap ekstraksi ciri ini, citra yang telah
ditipiskan dan dideteksi tepinya akan dibuat ke dalam
kelompok kelompok piksel. Citra yang berukuran 50 x
50 piksel direduksi menjadi 25 x 25 kotak, dimana nilai
setiap kotak adalah 4 pixel yang akan menjadi input bagi
Jaringan Syaraf Tiruan (JST). Perubahan jumlah piksel
berukuran 50 x 50 menjadi kotak ukuran 25 x 25
dilakukan dengan cara membagi citra menjadi 25 baris
dan 25 kolom. Tiap kotak sekarang terdiri dari 4 piksel
yang berukuran 2 x 2 piksel. Manfaat dari mereduksi
data yaitu dapat mengurangi jumlah sel input Jaringan
Syaraf Tiruan (JST), dimana dapat meningkatkan
performansi kerja sistem.
Setelah citra dibagi menjadi 25 x 25 kotak
dengan nilai 4 pixel setiap kotak, dilakukan scanning
piksel perkotak. Scanning perpiksel dilakukan untuk
menghitung jumlah piksel yang bernilai 1. Kemudian
dibandingkan terhadap suatu nilai ambang untuk
menentukan nilai dari kotak 0 atau 1 untuk mewakili
nilai dari sejumlah piksel dalam satu kotak.
Perbandingannya dapat dilihat sebagai berikut :
Nilai 1 < nilai ambang diberi nilai 0 (tidak
ada garis). Nilai 1 > nilai ambang diberi nilai 1 (ada
garis)
Dari pemberian nilai yang mewakili tiap kotak,
maka data yang ada sekarang merupakan data berukuran
25 x 25. Data inilah yang akan menjadi input dari
Jaringan Syaraf Tiruan (JST), dan kemudian akan
dibandingkan dengan data referensi yang telah ada.
Contoh sederhana dari proses ektraksi ciri ini dapat
dilihat pada Gambar 3 di bawah ini.







Gambar 3

3.4. Tahap Pelatihan
Sebelum JST melakukan proses pengenalan
pada pola yang diinginkan, jaingan harus terlebih dahulu
melalui proses pelatihan. Pola data referensi yang telah
dibuat dijadikan sebagai pasangan input dan target yang
nantinya akan dilatihkan. Proses pelatihan JST untuk
0 1 0
1 1 1
1 0 0
Volume 07/ No.03/ Oktober-Desember/ 2009 Jurnal Ilmiah Elektrikal Enjiniring UNHAS




pola pada umumnya berdasarkan metode propagasi
balik.
Proses pelatihan pada metoe propagasi balik
ada tiga tahapan, yaitu: pemberian pola masukan saat
proses pembelajaran, perhitungan dan proses propagasi
balik error, serta pengaturan nilai penimbang atau bobot
antar hubungan. Proses propagasi balik dan pengaturan
bobot antar hubungan bertujuan untuk meminimalisasi
nilai error hingga didapat nilai error yang dapat ditolelir
sesuai dengan yang ditentukan
Struktur dari jaringan propagasi balik yang
digunakan dalam penelitian ini menggunakan 3 (tiga)
lapisan yaitu lapisan masukan (input layer) sebanyak
625 sel, lapisan tersembunyi (hidden layer), dan lapisan
keluaran (output layer) sebanyak 7 sel. Penentuan
jumlah lapisan dan sel tiap lapisan pada lapisan
tersembunyi dilakukan dengan cara mencoba-coba (trial
and error), hingga didapatkan jumlah dengan niai epoch
dan waktu yang seminimal mungkin setelah mencapai
nilai error yang ditentukan.


















3.5. Tahap Pengenalan
Proses pengenalan konsisi normal dan abnormal
sel darah merah pada penelitian ini menggunakan
algoritma propagasi balik. Diamna jaringan propagasi
balik dirancang dan dilatih untuk mendeteksi kondisi
normal dan abnormal sel darah merah (eritrosit).
Vektor input bagi JST adalah merupakan vektor
ciri hasil ekstraksi ciri yang berukuran 625 x 1, yang
berasal dari citra dengan ukuran 50 x 50 pixel format
bmp. Vektor target adalah vektor yang berukuran 7 x 1.
Jaringan propagasi balik yang digunakan terdiri
dari tiga layer, yaitu input layer, hidden layer, dan
output layer. Banyaknya lapisan atau layer dan
banyaknya sel pada setiap lapisan sangat menentukan
kinerja dari sebuat JST. Oleh karena itu pemilihan
arsitekstur JST yang akan digunakan untuk proses
pelatihan pengenalan kondisi normal dan abnormal sel
darah merah. Jumlah hidden layer yang digunakan
adalah 1 layer, dimana akan dilakukan dengan perubahan
jumlah neuron hidden layer. Dari hasil pengujian dengan
beberapa neuron hidden layer di peroleh 36 neuron.


IV. KEAKURATAN SISTEM

Dalam mengenali citra normal dan abnormal sel
darah merah (eritrosit), kadang terdapat kesalahan yang
salah satunya diakibatkan karena vekor hasil ekstraksi
ciri dari citra uji agak jauh berbeda dengan data referensi
yang ada. Oleh karena itu keakuratan dari sistem perlu
diketahui untuk mengetahui performansi dari sistem.
Keakuratan Jaringan Syaraf Tiruan (JST) dalam
mengenali morfologi normal dan abnormal sel darah
merah (eritrosit) yang telah dilatihkan dengan
menggunakan data referensi dapat dilihat pada tabel
berikut :

Citra Input Dikenali
sebagai
Hasil
Pengujian
normal1.bmp normal benar
normal2.bmp normal benar
normal3.bmp normal benar
normal4.bmp normal benar
normal5.bmp normal benar
normal6.bmp normal benar
normal7.bmp normal benar
normal8.bmp normal benar
normal9.bmp normal benar
normal10.bmp normal benar
normal1dbmp normal benar
normal3d.bmp normal benar
normal5d.bmp normal benar
normal7d.bmp normal benar
normal9d.bmp normal benar
Tabel 2. Hasil pengujian JST untuk morfologi normal (citra latih)

Citra Input Dikenali
sebagai
Hasil
Pengujian
ecc3.bmp ecchinocytes benar
ecc4.bmp ecchinocytes benar
ecc5.bmp ecchinocytes benar
ecc6.bmp ecchinocytes benar
ecc7.bmp ecchinocytes benar
ecc8.bmp ecchinocytes benar
ecc9.bmp ecchinocytes benar
ecc10.bmp ecchinocytes benar
ecc11.bmp ecchinocytes benar
ecc12.bmp ecchinocytes benar
ecc5c.bmp ecchinocytes benar
ecc6c.bmp ecchinocytes benar
ecc7c.bmp ecchinocytes benar
.
.
.
.
.
Y
7
X
X
Y
Y
.
.
.
.
.
X
Input
Layer
Hidden
Layer
Output
Layer
Volume 07/ No.03/ Oktober-Desember/ 2009 Jurnal Ilmiah Elektrikal Enjiniring UNHAS




ecc8c.bmp ecchinocytes benar
ecc9c.bmp ecchinocytes benar
Tabel 3. Hasil pengujian JST untuk morfologi abnormal-
Ecchinocytes (citra latih)

Citra Input Dikenali
sebagai
Hasil
Pengujian
ellip1.bmp elliptocytes benar
ellip2.bmp elliptocytes benar
ellip3.bmp elliptocytes benar
ellip4.bmp elliptocytes benar
ellip5.bmp elliptocytes benar
ellip6.bmp elliptocytes benar
ellip7.bmp elliptocytes benar
ellip8.bmp elliptocytes benar
ellip9.bmp ecchinocytes benar
ellip10.bmp ecchinocytes benar
ellip1c.bmp ecchinocytes benar
ellip3c.bmp ecchinocytes benar
ellip5c.bmp ecchinocytes benar
ellip7c.bmp ecchinocytes benar
ellip9c.bmp ecchinocytes benar
Tabel 4. Hasil pengujian JST untuk morfologi abnormal- Elliptocytes
(citra latih)

citra input dikenali
sebagai
hasil
pengujian
poikil1.bmp poikilocytes benar
poikil1b.bmp poikilocytes benar
poikil1c.bmp poikilocytes benar
poikil2.bmp poikilocytes benar
poikil2b.bmp poikilocytes benar
poikil2c.bmp poikilocytes benar
poikil2d.bmp poikilocytes benar
poikil3.bmp poikilocytes benar
poikil3c.bmp poikilocytes benar
poikil3b.bmp poikilocytes benar
poikil3d.bmp poikilocytes benar
poikil4.bmp poikilocytes benar
poikil4c.bmp poikilocytes benar
poikil5.bmp poikilocytes benar
poikil5c.bmp poikilocytes benar
Tabel 5. Hasil pengujian JST untuk morfologi abnormal- Poikilocytes
(citra latih)

Citra Input Dikenali
sebagai
Hasil
Pengujian
schis1.bmp schistocytes benar
schis1c.bmp schistocytes benar
schis1d.bmp schistocytes benar
schis2.bmp schistocytes benar
schis2c.bmp schistocytes benar
schis3.bmp schistocytes benar
schis3c.bmp schistocytes benar
schis3d.bmp schistocytes benar
schis4.bmp schistocytes benar
schis4c.bmp schistocytes benar
schis5.bmp schistocytes benar
schis5c.bmp schistocytes benar
schis5c.bmp schistocytes benar
schis7.bmp schistocytes benar
schis7c.bmp schistocytes benar
Tabel 6. Hasil pengujian JST untuk morfologi abnormal- Schistocytes
(citra latih)

Citra Input Dikenali
sebagai
Hasil
Pengujian
sickle1.bmp sickle cell benar
sickle1c.bmp sickle cell benar
sickle1e.bmp sickle cell benar
sickle2.bmp sickle cell benar
sickle2c.bmp sickle cell benar
sickle2e.bmp sickle cell benar
sickle3.bmp sickle cell benar
sickle3c.bmp sickle cell benar
sickle2e.bmp sickle cell benar
sickle4.bmp sickle cell benar
sickle4c.bmp sickle cell benar
sickle4e.bmp sickle cell benar
sickle5.bmp sickle cell benar
sickle5c.bmp sickle cell benar
sickle5e.bmp sickle cell benar
Tabel 7. Hasil pengujian JST untuk morfologi abnormal- Sickle cell
(citra latih)

Citra Input Dikenali
sebagai
Hasil
Pengujian
tear1.bmp tear drop cell benar
tear1c.bmp tear drop cell benar
tear2.bmp tear drop cell benar
tear2c.bmp tear drop cell benar
tear2e.bmp tear drop cell benar
tear2f.bmp tear drop cell benar
tear3.bmp tear drop cell benar
tear3b.bmp tear drop cell benar
tear3c.bmp tear drop cell benar
tear4.bmp tear drop cell benar
tear4c.bmp tear drop cell benar
tear5.bmp tear drop cell benar
tear5c.bmp tear drop cell benar
tear6c.bmp tear drop cell benar
tear7b.bmp tear drop cell benar
Tabel 8. Hasil pengujian JST untuk morfologi abnormal- Tear Drop
Cell (citra latih)

Dari hasil pengamatan pada tabel 2, 3, 4, 5, 6, 7,
dsn 8 dapat diketahui bahwa keakuratan sistem untuk
citra normal dan abnormal (Ecchinocytes, Elliptocytes,
Volume 07/ No.03/ Oktober-Desember/ 2009 Jurnal Ilmiah Elektrikal Enjiniring UNHAS




Poikilocytes, Schistocytes, Sickle cell, dan Tear Drop
Cell.) dimana hasil ekstraksi cirinya disimpan sebagai
pola data referensi (citra latih) adalah 100 %.
Keakuratan Jaringan Syaraf Tiruan (JST) dalam
mengenali morfologi normal dan abnormal sel darah
merah (eritrosit) yang belum dilatihkan dapat dilihat
pada tabel berikut :

Citra Input Dikenali
sebagai
Hasil
Pengujian
normal11.bmp normal benar
normal12.bmp normal benar
normal13.bmp elliptocytes salah
normal14.bmp elliptocytes salah
normal15.bmp normal benar
normal16.bmp normal benar
normal17.bmp normal benar
normal18.bmp normal benar
normal19.bmp normal benar
Normal20.bmp normal benar
Tabel 9. Hasil pengujian JST untuk morfologi normal (citra uji)

Dari hasil pengamatan pada tabel 4.8 dapat
diketahui bahwa keakuratan sistem untuk citra normal
dimana hasil ekstraksi cirinya tidak disimpan sebagai
pola data referensi (citra latih) adalah :
% keakuratan = ( 1 (2/10) ) x 100 %
= 80 %

Citra Input Dikenali
sebagai
Hasil
Pengujian
ecc13.bmp ecchinocytes benar
ecc14.bmp normal salah
ecc15.bmp ecchinocytes benar
ecc16.bmp ecchinocytes benar
ecc17.bmp ecchinocytes benar
ecc18.bmp normal salah
ecc19.bmp normal salah
ecc20.bmp ecchinocytes benar
ecc21.bmp ecchinocytes benar
ecc22.bmp elliptocytes salah
Tabel 10. Hasil pengujian JST untuk morfologi abnormal-
Ecchinocytes (citra uji)

Dari hasil pengamatan pada Tabel 10 dapat
diketahui bahwa keakuratan sistem untuk citra
abnormal-ecchinocytes dimana hasil ekstraksi cirinya
tidak disimpan sebagai pola data referensi (citra latih)
adalah :
% keakuratan = ( 1 (4/10) ) x 100 %
= 60 %




Citra Input Dikenali
sebagai
Hasil
Pengujian
ellip1c.bmp elliptocytes benar
ellip2c.bmp elliptocytes benar
ellip3c.bmp elliptocytes benar
ellip4c.bmp elliptocytes benar
ellip5c.bmp elliptocytes benar
ellip6c.bmp elliptocytes benar
ellip7c.bmp normal salah
ellip8c.bmp elliptocytes benar
ellip9c.bmp elliptocytes benar
ellip10c.bmp elliptocytes benar
Tabel 11. Hasil pengujian JST untuk morfologi abnormal- Elliptocytes
(citra uji)

Dari hasil pengamatan pada tabel 11 dapat
diketahui bahwa keakuratan sistem untuk citra
abnormal-elliptocytes dimana hasil ekstraksi cirinya
tidak disimpan sebagai pola data referensi (citra latih)
adalah :
% keakuratan = ( 1 (1/10) ) x 100 %
= 90 %

Citra Input Dikenali
sebagai
Hasil
Pengujian
poikil1a.bmp elliptocytes salah
poikil1b.bmp poikilocytes benar
poikil2a.bmp poikilocytes benar
poikil2b.bmp poikilocytes benar
poikil3a.bmp poikilocytes benar
poikil3b.bmp poikilocytes benar
poikil4a.bmp poikilocytes benar
poikil4b.bmp poikilocytes benar
poikil5a.bmp poikilocytes benar
poikil5b.bmp poikilocytes benar
Tabel 12. Hasil pengujian JST untuk morfologi abnormal- Poikilocytes
(citra uji)

Dari hasil pengamatan pada tabel 12 dapat
diketahui bahwa keakuratan sistem untuk citra
abnormal-poikilocytes dimana hasil ekstraksi cirinya
tidak disimpan sebagai pola data referensi (citra latih)
adalah :
% keakuratan = ( 1 (1/10) ) x 100 %
= 90 %

Citra Input Dikenali
sebagai
Hasil
Pengujian
schis1a.bmp schistocytes benar
schis1b.bmp schistocytes benar
schis2b.bmp tear drop cell salah
schis3b.bmp poikilocytes salah
schis4b.bmp schistocytes benar
schis5b.bmp schistocytes benar
Volume 07/ No.03/ Oktober-Desember/ 2009 Jurnal Ilmiah Elektrikal Enjiniring UNHAS




schis6.bmp schistocytes benar
schis6a.bmp schistocytes benar
schis6b.bmp schistocytes benar
schis6c.bmp schistocytes benar
Tabel 13. Hasil pengujian JST untuk morfologi abnormal- Schistocytes
(citra uji)

Dari hasil pengamatan pada tabel 13 dapat
diketahui bahwa keakuratan sistem untuk citra
abnormal-schistocytes dimana hasil ekstraksi cirinya
tidak disimpan sebagai pola data referensi (citra latih)
adalah :
% keakuratan = ( 1 (2/10) ) x 100 %
= 80 %

Citra Input Dikenali
sebagai
Hasil
Pengujian
sickle6a.bmp sickle cell benar
sickle6b.bmp sickle cell benar
sickle6c.bmp sickle cell benar
sickle6d.bmp sickle cell benar
sickle6e.bmp sickle cell benar
sickle6f.bmp tear drop cell salah
sickle6g.bmp sickle cell benar
sickle6h.bmp elliptocytes salah
sickle6i.bmp sickle cell benar
sickle6j.bmp tear drop cell salah
Tabel 14. Hasil pengujian JST untuk morfologi abnormal-Sickle cell
(citra uji)

Dari hasil pengamatan pada tabel 14 dapat
diketahui bahwa keakuratan sistem untuk citra
abnormal-sickle cell dimana hasil ekstraksi cirinya tidak
disimpan sebagai pola data referensi (citra latih) adalah :
% keakuratan = ( 1 (3/10) ) x 100 %
= 70 %

Citra Input Dikenali
sebagai
Hasil
Pengujian
tear1a.bmp tear drop cell benar
tear1d.bmp tear drop cell benar
tear1e.bmp tear drop cell benar
tear1f.bmp tear drop cell benar
tear3a.bmp sickle cell salah
tear3b.bmp sickle cell salah
tear3d.bmp tear drop cell benar
tear4b.bmp tear drop cell benar
tear5b.bmp tear drop cell benar
tear6b.bmp tear drop cell benar
Tabel 15. Hasil pengujian JST untuk morfologi abnormal-Tear Drop
Cell (citra uji)

Dari hasil pengamatan pada tabel 15 dapat
diketahui bahwa keakuratan sistem untuk citra
abnormal-tear drop cell dimana hasil ekstraksi cirinya
tidak disimpan sebagai pola data referensi (citra latih)
adalah :
% keakuratan = ( 1 (2/10) ) x 100 %
= 80 %

a. Kecepatan Sistem
Pengujian kecepatan sistem dalam menentukan
penentuan morfologi normal dan abnormal sel darah
merah (eritrosit), dilakukan dengan menghitung waktu
yang dibutuhkan oleh sistem untuk dapat mengenali citra
yang diinputkan padanya.
Tabel 4.15 memperlihatkan hasil pengujian kecepatan
sistem dalam menentukan morfologi normal dan
abnormal sel darah merah (eritrosit),

Proses Waktu (detik)
Pengambilan Gambar 4,020
Grayscale 0,010
Deteksi Tepi 0,053
Ekstraksi Ciri 0,085
Pelatihan 3,750
Pengenalan 0,950
Total Waktu 13,868
Tabel 16. Hasil pengujian Kecepatan Sistem

Dari tabel 16 diperoleh total waktu yang
diperlukan oleh sistem untuk dapat menentukan
morfologi normal dan abnormal sel darah merah
(eritrosit) adalah 13,868 detik


b. Peningkatan Akurasi Sistem
Untuk menambah akurasi sistem penentuan
morfologi sel darah merah (eritrosit), maka dilakukan
pembelajaran kembali untuk sistem dengan
menggunakan citra latih yang berasal dari citra uji yang
tidak berhasil dikenali oleh sistem.


Citra Input Dikenali
sebagai
Hasil
Pengujian
normal13.bmp normal benar
normal14.bmp normal benar
ecc14.bmp ecchinocytes benar
ecc14.bmp normal salah
ecc14.bmp normal salah
ecc14.bmp ecchinocytes benar
ellip7c.bmp elliptocytes benar
poikil1a.bmp poikilocytes benar
schis2b.bmp schistocytes benar
schis2b.bmp poikilocytes salah
sickle6f.bmp tear drop cell salah
sickle6h.bmp sickle cell benar
sickle6j.bmp sickle cell benar
Volume 07/ No.03/ Oktober-Desember/ 2009 Jurnal Ilmiah Elektrikal Enjiniring UNHAS




tear3a.bmp tear drop cell benar
tear3a.bmp sickle cell salah
Tabel 17. Hasil pengujian JST untuk citra latih yang berasal dari citra
uji yang tidak berhasil dikenali oleh sistem

Dari hasil pengujian tersebut, diperoleh
keakuratan sistem sebagai berikut :

Citra Keakuratan
normal 100%
ecchinocytes 80%
elliptocytes 100%
poikilocytes 100%
schistocytes 90%
Sickle cell 90%
Tear drop cell 90%
Tabel 18. Hasil Keakuratan Sistem

Tabel 18 diatas menunjukkan bahwa hasil
keakuratan sistem setelah dilakukan pelatihan kembali
untuk citra uji yang tidak dapat dikenali oleh sistem
sebelumnya adalah antara 80-100% dengan nilai rata-
rata 92,85 %


V. KESIMPULAN

Pada pembuatan sistem penentuan morfologi
normal an abnormal sel darah merah, Untuk proses
deteksi tepi dengan menggunakan metode canny pada
citra sel darah merah, nilai ambang yang paling baik
adalah 0,98. Proses ekstraksi ciri merupakan proses
mereduksi data yang berukuran 50 x 50 pixel menjadi 25
x 25 kotak, dimana setiap kotak berisi 4 pixel. Dengan
tujuan tetap mempertahankan keaslian informasi pada
data, maka nilai ambang pada proses scanning pixel
adalah 1. Pada proses pelatihan JST, hidden layer yang
digunakan adalah satu lapis dengan jumlah hidden
neuron 36. Proses pengenalan dilakukan dengan
membandingkan hasil ekstraksi ciri dari masing-masing
input dengan pola data referensi. Pada penelitian ini hasil
keakuratan untuk citra yang dijadikan sebagai pola data
referensi adalah 100%, sedangkan untuk citra yang uji
diperoleh sekitar 60 90 %, dengan nilai rata-rata
keakuratan 78,33 %. Setelah dilakukan










DAFTAR PUSTAKA

1. Murni, Aniati (1992), Pengantar Pengolahan Citra,
PT Elex Media Kompuindo, Jakarta
2. Patologi Klinik, Laboratorium (2002), Diktat
Hematologi 2002. Fakultas Kedokteran, Universitas
Hasanuddin.
3. Siregar H, Yusuf I, Gani A (1995), Fisiologi Sel dan
Cairan Tubuh, Bagian Ilmu Faal Fakultas
Kedokteran, Universitas Hasanuddin.
4. Riyanto, Sigit (2001), Implementasi Jaringan Syaraf
Tiruan untuk Mendeteksi Golongan Darah Manusia
dengan Menggunakan Pengolahan Citra,
http://newserver.eepis-its.edu/~riyanto/golda.html,
diakses Maret 2007
5. Stergio, Christos, Neural Network, The Human
Brain and Learning.
http://www.doc.ic.ac.uk/~nd/suprise
96/journal/vol2/cs11/article2.html, diakses Maret
2007
6. Arham Z, Ahmad U (2004), Evaluasi Mutu Jeruk
Nipis (citrus Aurantifolia Swingle) dengan
pengolahan citra Digital dan Jaringan Syaraf Tiruan,
Prosiding Semiloka Teknologi Simulasi dan
Komputasi serta Aplikasi 2004.
7. Puspitaningrum, Diyah (2006), Pengantar Jaringan
Syaraf Tiruan, Andi, Yogyakarta.
8. Siang, Jong Jek (2005), Jaringan Syaraf Tiruan dan
Pemrogramannya Menggunakan Matlab, Andi,
Yogyakarta.
9. L. Fausett (1997), Artificial Neural Network,
McGRAW-HILL INT
10. Adri Kristanto (2004), Jaringan Syaraf Tiruan :
Konsep Dasar, Algoritma, dan Aplikasi, Gava
Media, Yogyakarta.
11. Dacie John V, Lewis S M (1996), Practical
Haematology, International Student Edition,
Churchill Livingstone Inc

Anda mungkin juga menyukai