Anda di halaman 1dari 18

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA



2.1. Polimer
Polimer ialah makromolekul yang terbentuk dari perulangan satuan-satuan sederhana
monomernya. Beberapa sistem polimer yang penting secara industri adalah karet,
plastik, serat, pelapis sampai adhesif (Hartomo, 1996).
Polimer dapat diklasifikasikan ke dalam dua bagian besar yaitu polimer alami
dan polimer sintetis. Polimer alami dapat dibagi lagi meliputi protein, polinukleotida,
polisakarida dan gum resin. Sedangkan polimer sintetis dibagi menjadi termoplastik
dan elastromer.
Polimer alami umumnya biasanya memiliki struktur yang lebih kompleks
dibanding polimer sintetik. Istilah umum elastromer digunakan untuk menggambarkan
material seperti karet, karena sekarang telah dikenal sejumlah produk sintetis, dimana
strukturnya berbeda sangat mencolok dari produk alam termasuk karet, tetapi sifat
elastiknya dapat dibandingkan dan kadang lebih baik dari produk asli polimer alami.
Sejumlah besar polimer sintetik sekarang dikenal menempati barisan luas dari
peralatan - peralatan. Polimer sintetik dapat dikelompokkan ke dalam tiga kelas,
plastik, serat dan elastromer, tetapi tidak ada pembagian batasan tetap antara
kelompok polimer sintetik ini. Plastik kaku dan serat tahan terhadap deformasi dan di
karakterisasi oleh modulus tinggi dan elongasi persentase rendah. Elastomer secara
cepat mengalami deformasi dan menunjukkan elongasi besar reversible dibawah
digunakaannya tekanan ( stress ) yang menunjukkan keelastisitasnya (Cowie, 1973 ).
Adapun contoh dari plastik adalah polipropilena, polietilena, polivinilklorida,
dan polistirena ( Oxtoby, 2001 ).



2.2. Polipropilena
Polipropilena adalah polimer paling serbaguna karena sifat mekaniknya yang baik,
densitas rendah dan harga yang terjangkau. Keuntungan utama penggunaan
polipropilena ini adalah ketahanan tekannya pada suhu rendah. Untuk meningkatkan
ketahanan tekannya, maka campuran dari EPDM dengan polipropilena pun
dikembangkan saat ini. Bagaimanapun, jenis termoplastik elastomer olefinik ini
memiliki morfologi yang tak stabil karena perpaduan dari dispersi partikel karet dan
kompatibilitas yang rendah antara fase karet dan matriks plastik.
Ketidakkompatibilitasan PP dengan EPDM disebabkan karena perbedaan kristalinitas
kedua polimer (Ezzati, 2008).
Karena keteraturan ruang polimer polipropilena, rantai dapat dikemas lebih
terjejal sehingga menghasilkan plastik yang kuat dan tahan panas. Pada suhu ruang,
beberapa sifat seperti daya renggang dan kekakuan, sama dengan sifat polietena
bermassa jenis tinggi, tetapi sifat itu berubah pada suhu yang lebih tinggi. Sifat
kelarutan poli(propena) sama dengan sifat kelarutan polietena, yakni tak larut dalam
suhu ruang. Produk polipropena lebih tahan terhadap goresan daripada polietena
bersesuaian ( Coed, 1991 ).
Polipropilena merupakan jenis bahan baku karet plastik yang ringan, densitas
0,90-0,92 g/cm
3
, memiliki kekerasan dan kerapuhan yang paling tinggi dan bersifat
kurang stabil terhadap panas dikarenakan adanya hidrogen tersier. Penggunaan bahan
pengisi dan penguat memungkinkan polipropilena memiliki mutu kimia yang baik
sebagai bahan polimer dan tahan terhadap pemecahan karena tekanan (stress-cracking)
walaupun pada temperatur tinggi ( Gachter, 1990 ). Polipropilena memiliki ketahanan
yang sangat baik pada pelarut organik, zat pendegradasi dan serangan elektrolit.
Polipropilena kuat, tahan panas, bahan semi-kaku, ideal untuk transfer panas cair atau
gas. Polipropilena memiliki ketahanan terhadap asam dan alkali, tetapi kurang tahan
terhadap pelarut aromatik, alifatik dan klorinasi.
Polipropilena merupakan suatu komoditas yang menarik dari polimer
termoplastik. Ketertarikan terhadap polipropilena ini ditimbulkan karena aplikasinya
di bidang komposit, bioteknologi, teknologi serbuk, bidang elektronik, dan pendukung
katalisasi untuk bioreaktor dan pada pengeringan air (Paik, 2007).

Struktur polipropilena dapat dilihat pada gambar 2.1 dibawah ini :



Gambar 2.1 Struktur Polipropilena


2.3. Karet Alam
Karet adalah polimer hidrokarbon yang terkandung pada lateks beberapa jenis
tumbuhan. Sumber utama produksi dalam perdagangan internasional adalah para atau
Hevea brasiliensis (suku Euphorbiaceae).
Karet alam merupakan suatu senyawa hidrokarbon alam yang memiliki rumus
empiris ( C
5
H
8
)
n
. Hidrokarbon ini membentuk lateks alam yang membentul globula
globula kecil yang memiliki diameter sekitar 0,5 (5.10
-5
cm) yang tersuspensi di
dalam medium air atau serum, dimana konsentrasi hidrokarbon adalah sekitar 35%
dari total berat. Partikel hidrokarbon ini tentunya akan bersenyawa dan tidak menutupi
konstituen non-karet, yang merupakan protein, dimana protein ini akan diadsorpsi
pada permukaannya dan berfungsi untuk melindungi koloid. Dari lateks ini karet padat
dapat diperoleh baik dengan pengeringan air maupun dengan pengendapan dengan
menggunakan asam. Cara terakhir ini dapat digunakan dengan menghasilkan karet
yang lebih murni, karena akan lebih banyak meninggalkan konstituen non-karet di
dalam serum ( Treolar, 1958 ).
Isoprena adalah produk dari destilasi destruktif karet, tetapi dapat juga
disintetis dari material yang lebih sederhana. Hal tersebut mungkin menyebabkan
polimerisasi menjadi senyawa seperti karet, dan tentu karet sintetis bernilai secara
komersial saat ini sedang dikembangkan dengan polimerisasi butadiene itu sendiri
dengan klorobutadiena ( Flint, 1938 ).
Struktur isoprena dapat dilihat pada gambar 2.2 dibawah ini :

CH
3
n

CH
2
=C - CH =CH
2
CH
3

Gambar 2.2. Struktur Isoprena
Karet merupakan polimer yang memperlihatkan resilensi (daya pegas), atau
kemampuan meregang dan kembali kekeadaan semula dengan cepat. Sebagian besar
memiliki struktur jaringan. Karet alam eksis dalam bentuk bentuk yang berbeda,
tetapi sejauh ini yang paling penting adalah yang tersusun hampir seluruhnya dari cis-
1,4 poliisoprena.
Bentuk utama dari karet alam yang terdiri dari 97% cis-1,4-poliisoprena,
dikenal sebagai Hevea Rubber. Hampir semua karet yang diperoleh sebagai lateks
yang terdiri dari sekitar 32-25% karet dan sekitar 5% senyawa lain, termasuk asam
lemak, gula, protein, sterol, ester dan garam (Steven, 2001 ).
Struktur cis-1,4-poliisoprena dapat dilihat pada gambar 2.3 dibawah ini :
H
3
C H
C =C
H
2
C CH
2
n
Gambar 2.3. Struktur Cis-1,4-Poliisoprena


2.4. Karet Sintetis
Ada beberapa alasan yang melatarbelakangi diproduksinya karet sintetik, yaitu :
1. Untuk mencapai kemandirian dalam membuat produk yang sampai sekarang
sudah didapat hanya dari produk alam;
2. Untuk mencapai kemampuan yang lebih besar dengan meningkatnya
permintaan
3. Untuk dapat memperoleh karet yang mana sifat yang dimilikinya tidak dimiliki
oleh produk alam, seperti ketahanan menggembung dalam minyak, ketahanan

terhadap temperature ekstrim, dan ketahanan terhadap pengaruh buruk, lebih-
lebih ozon; dan
4. Rasa ingin tau yang tinggi ( Blackley, 1983 )
Mengenai alasan yang pertama berkaitan dengan kenyataan bahwa karet sintetik
merupakan produk yang patut diciptakan, dimana keberadaan karet sintetis ini dapat
meningkatkan keuntungan baik di bidang politik maupun ekonomi. Mengenai alasan
yang kedua berkaitan dengan pengembangan industri karet yang sangat dekat dengan
industri transportasi dimana diperkuat oleh mesin pembakaran internal yang
kemungkinan membutuhkan bantuan karet sintetis. Mengenai alasan ketiga
kekurangan dari karet alam dalam aplikasinya dalam keperluan alat-alat yang bersifat
elastis yang berasal dari karet alam, mampu ditutupi dengan adanya karet sintetis.
Meskipun permintaan karet alam memiliki sifat lebih baik untuk ban, karet sintetis ini
menjadi meningkat kepentingannya misalnya untuk industri pesawat terbang.
Mengenai alasan keempat yaitu pada scientist (Michael Faraday) yang tertarik dengan
karet alam dan sifat mekanis yang dimilikinya ( Blackley, 1983 ).


2.5. Keunggulan Karet Alam Dibandingkan dengan Karet Sintetik
Keunggulan yang dimiliki karet alam sulit ditandingi oleh karet sintetis. Adapun
keunggulan keunggulan yang dimiliki karet alam dibanding karet sintetis adalah :
1. Memiliki daya elastis atau daya lenting yang sempurna,
2. Memiliki plastisitas yang baik sehingga pengolahannya mudah,
3. Mempunyai daya aus yang tinggi,
4. Tidak mudah panas (low heat build up), dan
5. Memiliki daya tahan yang tinggi terhadap keretakan (groove cracking
resistance).
Walaupun demikian, karet sintetis memiliki kelebihan seperti tahan terhadap
berbagai zat kimia dan harganya yang cenderung bias dipertahankan supaya tetap
stabil. Karet sintetis sebagian besar dibuat dengan mengandalkan bahan baku

minyak bumi. Biasanya tiap jenis memiliki sifat tersendiri yang khas. Ada yang
tahan tehadap panas atau suhu tinggi, minyak, pengaruh udara, dan bahkan ada
yang kedap gas ( Tim Penulis PS, 2004 ).


2.6. EPDM (Ethylene-Propylene Diene Monomer)
Karet ethylene-propylene monomer EPM diperkenalkan di United State dalam jumlah
yang terbatas pada tahun 1962. Ada dua jenis karet ethylene propylene, EPM dan
EPDM. Desain dari EPM meliputi kopolimer sederhana dari ethylene dan propylene
(E untuk etilena, P untuk propilena, dan P untuk polimetilena (- (CH
2
)
x
-) jenis
tulang belakang. Pada kasus EPDM, D adalah komonomer ketiga, suatu diena, yaitu
molekul tak jenuh dalam molekul EPDM. EPDM adalah struktur tak jenuh EPM.
Ketidakjenuhan ini ditandai dengan kopolimerisasi etilena dan propilena dengan
komonomer ketiga, yaitu suatu diena nonkonjugasi. Diena terstruktur hanya pada satu
ikatan rangkap yang akan terpolimerisasi dan ikatan rangkap tak bereaksi berperan
sebagai sisi untuk ikat-silang sulfur ( Morton, 1987 ). EPDM memiliki sifat tidak
mudah teroksidasi oleh udara, serta ketahanan terhadap ozon. EPDM juga memiliki
tingkat kepolaran yang lebih rendah dibanding dengan karet alam. Tingkat
ketahanannya dalam pelarut polar dan minyak sangat rendah (Li, 2008).
Struktur karet sintetis EPDM dapat dilihat pada gambar 2.4 dibawah ini :

Gambar 2.4. Struktur karet sintetis Ethylene Polypropilene Diene Monomer
Polimer EPDM memiliki berat molekul yang tinggi dan merupakan elastromer
padat. EPDM memiliki nilai viskositas larutan encer (Dilute Solution Viscosity/DSV)
1,6 2,5, yang diukur dengan 0,2 g EPDM per desiliter toluena pada temperatur 25C.

Karet EPDM memiliki nilai kekuatan tarik kira-kira 800-1800 psi (sekitar 5,51-12,40
MPa) dan kemuluran sebesar 600% (Batiuk, et al, 1976).


2.7. Karet Ban
Ban merupakan bagian dari suatu kendaraan yang merupakan produk karet yang
paling penting dan diproduksi dalam jumlah yang dalam volume tinggi. Ban juga
merupakan suatu bagian dari elemen terpenting dalam suatu kendaraan. Lebih dari
setengah karet alam dan karet sintetik di dunia digunakan dalam industri ban
(Hoffman, 1989 ).
Beberapa jenis ban seperti ban radial walaupun dalam pembuatannya dicampur
dengan karet sintetis, tetapi jumlah karet alam yang digunakan tetap besar, yaitu dua
kali lipat komponen karet alam untuk pembuatan ban non-radial. J enis-jenis ban yang
besar kurang baik apabila dibuat dari bahan karet jenis sintetis yang lebih banyak
(Tim Penulis PS, 2004).
Proses pembuatan ban radial dimulai dari berbagai macam bahan baku, zat
warna, bahan kimia, 30 macam bahan karet, benang kawat, dan sebagainya. Proses
dimulai dengan pencampuran dari bahan karet alam, minyak, bahan karbon, zat
warna dan antioksidan, akselerator, dan bahan kimia lainnya, yang menghasilkan
bahan yang disebut compound. Campuran tersebut dicampur dalam mesin Banbury
(blender raksasa) yang dioperasikan pda suhu dan tekanan yang sangat tinggi. Bahan
campuran hitam, lembek dan panas tersebut diproses dalam blender raksasa secara
berulang kali. Proses pembuatan ban terakhir adalah pemasakan atau vulkanisasi.
Ban tersebut dimasak selama selama 8 sampai 25 menit dalam temperatur lebih dari
150C tergantung dari ukuran ban
Proses vulkanisasi adalah suatu proses pematangan karet mentah dengan
menggunakan panas dan belerang (sulfur), disamping itu daya guna karet mentah akan
bertambah sifat-sifat fisisnya akan menjadi lebih baik. Menurut Good Year yang
disitasi oleh De Boer (1952) bahwa karet mentah bila dihangatkan dengan belerang
akan dapat memperbaiki sifat-sifat fisis karet. Tujuan dari proses vulkanisasi adalah
untuk mendapatkan karet jadi yang mempunyai sifat fisis yang baik sehingga menjadi
http://www.scribd.com/doc/40629136/Proses-
Pembuatan-Ban.

barang yang lebih berguna. Barron (1947) mengatakan bahwa penambahan belerang
sebagai bahan pemvulkanisasi mempunyai pengaruh karet menjadi matang, tensile
strength bertambah tinggi, sukar larut dalam pelarut, dan karet menjadi elastis
(Anonim,2010).
Struktur abu ban bekas dapat dilihat pada gambar 2.5 di bawah ini :
H S
H
C C C
H S
C
Sx

Gambar 2.5 Struktur abu ban
Dimana Sx menunjukkan polisulfida (x 3) dan S menunjukkan monosulfida.
Penggunaan abu ban bekas pada penelitian ini didasarkan atas penelitian yang
dilakukan oleh M. Awang dan H. Ismail (2008), dimana membandingkan sifat PP/abu
ban bekas termodifikasi dengan PP/abu ban bekas tak termodifikasi. Awang
memodifikasi abu ban bekas dengan lateks dan zat pemvulkanisasi sulfur. Hasil yang
diperoleh adalah bahwa penggunaan abu ban bekas yang termodifikasi oleh lateks dan
sulfur menunjukkan kekuatan tarik dan ketahanan terhadap minyak yang lebih tinggi
dibandingkan dengan PP/abu ban bekas yang tak termodifikasi. Oleh karena itu, dapat
dilihat bahwa penambahan abu ban bekas mempengaruhi sifat TPE yang dihasilkan.
Sehingga peneliti menggunakan abu ban bekas pada pencampuran TPE antara
PP/EPDM/abu ban bekas.


2.8. Dikumil Peroksida
Beberapa jenis monomer, khususnya stirena dan metil metakrilat dan beberapa
sikloalkana cincin teregang, mengalami polimerisasi oleh pemanasan tanpa adanya
suatu inisiator radikal bebas tambahan. Tetapi sebagian monomer memerlukan
beberapa jenis inisiator. Inisiator radikal bebas dikelompokkan menjadi empat tipe
utama, yaitu : peroksida dan hidroperoksida, senyawa azo, inisiator redoks dan
beberapa senyawa yang membentuk radikal bebas dengan adanya cahaya
(fotoinisiator).

Diantara berbagai tipe inisiator, peroksida (ROOR) dan hidroperoksida
(ROOH) merupakan jenis yang paling banyak digunakan. J enis inisiator ini tidak
stabil dengan panas dan terurai menjadi radikal radikal pada suatu suhu dan laju
yang tergantung pada strukturnya. Suatu inisiator peroksida mestilah relatif stabil pada
suhu pemrosesan polimer untuk menjamin laju reaksi yang layak (Stevens, 2001).
Dekomposisi termal dapat diaplikasikan ke peroksida organik atau senyawaan
azo, contohnya benzoil peroksida ketika dipanaskan mungkin membentuk dua fenil
radikal dengan melepas CO
2
(Cowie, 1973).
Adapun reaksi dekomposisi dari dikumil peroksida adalah sebagai berikut :
pemanasan
C
CH
3
CH
3
O
radikal kumiloksi
C
CH
3
CH
3
O
dikumil peroksida
C
CH
3
CH
3
O
2

Gambar 2.6 Reaksi dekomposisi dikumil peroksida
(Loganathan, 1998)
Teknik crosslinking (ikat silang) karet dengan peroksida telah dikenal sejak
lama. Keuntungan umum menggunakan peroksida sebagai zat ikat silang adalah
ketahanannya baik pada suhu tinggi dalam waktu yang lama, keelastisannya yang
baik, dan tidak ada penghilangan warna pada produk akhir.
Dikumil peroksida adalah sumber radikal yang kuat, digunakan sebagai
inisiator polimerisasi, katalis, dan zat pemvulkanisasi. Temperatur waktu paruh 61
o
C
(untuk 10 jam), 80
o
C (untuk 1 jam) dan 179
o
C (untuk 1 menit). Dikumil peroksida
terdekomposisi dengan cepat, menyebabkan kebakaran dan ledakan, pada pemanasan
dan dibawah pengaruh cahaya. DKP bereaksi keras dengan senyawa yang
bertentangan (asam, basa, zat pereduksi, dan logam berat). Dikumil peroksida
sebaiknya di simpan dalam keadaan kering dan dalam pendingin (< 27
o
C atau
maksimum 39
o
C) dan untuk menjaga dari zat pereduksi dan senyawa yang
bertentangan (incompatible). http://www.chemicalland21.com.
Beberapa contoh peroksida dapat dilihat pada tabel 2.2 berikut ini :

Tabel 2.1 Beberapa Contoh Peroksida dan Karakteristik Umumnya
Nama Kimia
Nama
Komersial
Suhu (C)
t
1/2=
1menit
Efisiensi
Ikat-
silang
(%)
2,5-dimetil-2,5-di(tert-
butilperoksi)heksana-3 (DTBPHY)
Trigonox 145-
45B 45%
194 30
2,5-dimetil-2,5-di(tert-
butlperoksi)heksana (DTBPH)
Trigonox 101-
40B 40%
183 41
Di(tert-butilperoksiisopropil)benzena
(DTBPIB)
Perkadox 14-
40B 40%
185 52
Dikumil peroksida (DKP)
Perkadox BC-
40B 40%
179 50
(Thitithammawong, 2007)
Dikumil peroksida digunakan karena suhu dekomposisinya mendekati suhu
pemprosesan termoplastik elastromer. Dimana suhu yang digunakan dalam proses
pembuatan TPE ini adalah 175C sedangkan suhu DKP pada waktu paruh 1 menit
adalah 179C.


2.9. Divinilbenzena
Divinilbenzena (DVB), (C
6
H
4
(CH=CH
2
)
2
, adalah suatu zat pengikat-silang yang
menambah sifat polimer. DVB dibuat dengan cara dehidrogenasi campuran isomer
dietilbenzena. Monomer komersial dari DVB adalah meta-DVB dan para-DVB.
Berikut adalah sifat-sifat dari divinilbenzena.
Tabel 2.2 Sifat-Sifat dari Divinilbenzena (DVB)
Sifat Nilai
Berat Molekul (g/mol) 130,91
Titik Didih,
o
C 195
Titik Beku,
o
C -45
Titik Nyala,
o
C 65,6
(Kroschwitz, 1990)
Divinilbenzena tidak larut dalam air dan larut dalam etanol dan eter. Ketika
bereaksi bersama-sama dengan stirena, divinil benzena dapat digunakan sebagai
monomer reaktif dalam resin polyester (J ames, 2005).
Divinilbenzena digunakan dalam berbagai industri. Sebagai contoh,
divinilbenzena banyak digunakan pada pabrik adhesif, plastik, elastromer, keramik,

material biologis, mantel, katalis, membran, peralatan farmasi, khususnya polimer dan
resin penukar ion. http://www.dow.com/PublishedLiterature.
Adapun struktur dari DVB pada gambar 2.6 dibawah ini adalah:
CH=CH
2
CH=CH
2
Gambar 2.7 Struktur divinilbenzena (DVB) (Mohamned, 1997).

Poli(etilakrilat) merupakan suatu polimer dimana di proses dengan
menggunakan DVB sebagai zat pengikat-silang. Reaksinya dapat dilihat gambar 2.7
dibawah ini :
CH
2
- C
H
C=O
O - C
2
H
5
H
C=CH
2
C=CH
2
H
CH
2
- C - CH - CH
2
C
2
H
5
- O
CH
2
- C - CH - CH
2
C
2
H
5
- O
O=C
H
H
H
+
O=C

Gambar 2.8 Polimerisasi Poli(etilakrilat) dengan DVB sebagai zat pengikat-silang
(Sperling, 1986)


2.10. Xilena
Xilena atau dimetilbenzena, memiliki struktur orto-xilena,meta-xilena, dan para-
xilena. Adapun struktur ketiganya sebagai berikut :







Gambar 2.9 Struktur orto-xilena, meta-xilena, dan para-xilena
Xilena diproduksi sama halnya dengan memproduksi benzena, toluena, dan
etilbenzena dengan aromatisasi fraksi C
6
-C
8
dari nafta petroleum. Sebagai contoh, n-
oktana dapat menghasilkan xilena, reaksi adalah sebagai berikut :

CH
3
(CH
2
)
6
CH
3
+
n-oktana Xilena Etilbenzena
Gambar 2.10 Reaksi sintesis xilena dari n-oktana
Xilena merupakan cairan tak berwarna yang memiliki sifat berbau. Titik didih
untuk masing-masing xilena adalah o-xylena 144
o
C, m-xilena 139
o
C dan p-xilena
138
o
C. Xilena mengalami subsitusi elektrofilik dalam cincin sama halnya dengan
toluena. Xilena teroksidasi oleh KMnO
4
dan K
2
Cr
2
O
7,
membentuk asam dikarboksilat
(Bahl, 2000).


2.11. Paduan Polimer ( Polymer Blend )
Suatu campuran fisis dari dua atau lebih polimer atau kopolimer berbeda yang tidak
terikat melalui ikatan-ikatan kovalen merupakan suatu paduan polimer (polymer
blend) atau polipaduan (poliblend). Konsep perpaduan polimer bukan merupakan hal
baru, industri karet telah menggunakannya selama beberapa dekade. Namun,
belakangan muncul kebutuhan dari plastik-plastik tehnik dan elastomer dan serat
khusus.
CH
3
CH
3
CH
3
CH
3
CH
3
CH
3
orto-Xilena meta-Xilena para-Xilena
Pt/Al
2
O
3
500
o
C/10-12 atm
CH
3
CH
3
CH
2
CH
3

Sejumlah teknologi telah diterapkan untuk membuat polipaduan ini. Sebagian
besar polimer tidak kompatibel. Salah satu contoh polipaduan dapat campur
mempunyai nilai komersial adalah plastik teknik Noryl (Generic Electric) yang
terkomposisi dari polistirena, suatu polimer tidak mahal dan poli(oksi-2,6-dimetil-1,4-
fenilena). Dimana sifat Noryl ini memiliki kekuatau tarik yang sangat sinergetik.
Kumpulan-kumpulan blok-blok dua polimer tertentu terbentuk
memberikan suatu derajat sifat elastik meskipun demikian kopolimer-kopolimer
tersebut masih memperlihatkan sifat-sifat aliran bahan termoplastik. Bahan-bahan
tersebut dinamakan dengan elastomer termoplastik (Stevens, 2001).
Termoplastik elastomer (TPE) adalah bahan yang diproses melalui metode
yang sama yaitu injeksi molding (molding injection) dan ekstruksi menggunakan
termoplastik kaku yang diubah sehingga memiliki sifat dan tampilan yang secara
normal seperti karet termoset. TPE merupakan bahan yang cukup penting karena
range penggunaannya yang besar untuk berbagai aplikasi di beberapa bidang seperti
otomotif, alat rumah tangga, peralatan elektronik, industri-industri, dan peralatan
medis. TPE dapat digolongkan menjadi dua kelompok yaitu : kopolimer blok dan
campuran karet plastik (Nakason et al, 2008). Belakang ini TPE dibuat dengan
campuran poliolefin termoplastik dan karet berkembang dengan pesat. TPE tersebut
dikembangkan dalam dua jenis produk yang berbeda. J enis yang pertama adalah blend
sederhana yang disebut termoplastik elastomer olefin (TPO), didasarkan atas ASTM
D5593. J enis kedua adalah fase karet yang divulkanisasi dinamik, menghasilkan
termoplastik vulkanisat (TPV), didasarkan pada ASTM D5046. Umumnya material
poliolefin TPE yang sudah dikembangkan terbuat dari karet sintetik seperti EPDM,
etilena-propilena-rubber (EPR) dan butadiene-akrilonitril-rubber (NBR) atau
modifikasinya (Baharudin, 2007).
Salah satu contoh TPE yang sangat populer saat ini adalah TPE
polipropilena/EPDM yang mempunyai beberapa keunggulan sifat, seperti tahan
terhadap hantaman (impact resistance), stabilitas termal yang baik. Campuran kedua
bahan ini menghasilkan produk-produk terutama dalam industri automobil seperti
bumper, panel pintu, kibasan lumpur, dan bagian interior mobil (Halimatuddahliana,
2008).

2.12. Ikat-Silang (Crosslinking)
Reaksi ikat-silang adalah suatu reaksi yang memicu pembentukan polimer tak larut
dan terurai (infusible) dimana rantai dihubungkan bersama untuk membentuk suatu
struktur jaringan tiga dimensi. Sebagai contoh reaksi dari ikat-silang adalah proses
vulkanisasi. Proses vulkanisasi ini mampu membuat karet berguna dalam aplikasinya
dengan kekuatan tarik yang sangat baik. Polimer yang melalui proses ikat-silang
banyak dijumpai pada industri cat, tinta print, adhesif, serta komponen elektronik.
Ikat-silang dapat dilakukan dengan penambahan zat pengikat-silang, suatu
molekul yang memiliki dua atau lebih gugus reaktif yang dapat bereaksi dengan gugus
fungsi pada rantai polimer. Polimer terikat-silang dapat disiapkan dengan polimerisasi
dari monomer dengan rata-rata gugus fungsi lebih dari dua.
Ikat-silang dapat mempengaruhi sifat fisik dari polimer yang diikat-silangkan.
Umumnya, ikat silang ini meningkatkan sifat fisik dari polimer tersebut. Dengan
compression set dan stress relaxation meningkat dengan adanya ikat-silang yang
terjadi. Diantaranya, ekspansi panas dan kapasitas panas menurun,suhu distrosi panas,
kekuatan tarik, dan indeks bias meningkat. Suhu transisi gelas meningkat seiring
dengan bertambahnya densitas ikat-silang.
Termoplastik polimer vinil (berat molekul 40 x 10
3
-10
6
), seperti polipropilena,
polietilena, polistirena, poliakrilat dan beberapa poli(vinil)klorida meningkat sifat fisik
dan kimianya dengan pembentukan ikat-silang (Kroschwitz, 1990).
Berbagai usaha telah dilakukan untuk menambah karet stirena-butadiena
(SBR) dengan menambahkan sejumlah sedikit komonomer lainnya dalam sistem
reaksi polimerisasi. Dalam beberapa penelitian untuk meningkatkan sifat dari bahan
polimer, sejumlah divinilbenzena (DVB) telah ditambahkan dalam proses
polimerisasi. Pengaruh DVB ini menyebabkan ikat silang permanen untuk membentuk
molekul antara polimer dalam partikel individual lateks sebagai kopolimerisasi DVB
dengan monomer lain. Molekul dalam SBR mengalami ikat silang dengan DVB
dimana ikat silang ini menambah keunggulan sifat karet, karena ikat silang dibatasi
dalam partikel lateks (Mohammed, 1997).





2.13. Karakterisasi Polimer
Mengkarakterisasi polimer jauh lebih rumit daripada mengkarakterisasi senyawa-
senyawa dengan berat molekul rendah. Fokus utama yang dilakukan kimiawan untuk
mengkarakterisasi senyawa polimer ditempatkan ke metode-metode spektroskopik
dan termal karena paling sering dipakai oleh ilmuwan polimer. Disini juga akan
menyinggung analisis permukaan maupun pengujian mekanik dan elektrik.
Karakterisasi yang dilakukan untuk mengetahui dan menganalisa campuran
polimer. Karakterisasi yang dilakukan pada penelitian ini adalah menggunakan DSC
(Differential Scanning Calorimetry), FT-IR (Faurier Transform Infrared
Spectroscopy), SEM (Scanning Electron Microscopy) dan uji tarik.


2.13.1. FT-IR (Faurier Transform Infrared Spectroscopy)
Dua variasi instrumental dari spektroskopi IR yaitu metode dispertif, dimana prisma
atau kisi dipakai untuk mendispersikan radiasi IR dan metode Fourier Transform (FT)
yang lebih akhir, menggunakan prinsip interferometri.
Spektroskopi inframerah merupakan metode yang sangat luas digunakan untuk
karakterisasi struktur molekul polimer, karena memberikan banyak informasi.
Perbandingan posisi absorpsi dalam spektrum inframerah suatu sample polimer
dengan daerah absorpsi karakteristik, menunjukkan identifikasi pada keberadaan
ikatan dan gugus fungsi dalam polimer (Rabek, 1975).
Spektroskopi inframerah dapat digunakan untuk mengkarakterisasi panjang
rantai polimer karena gugus aktif inframerah, adanya rantai polimer, mengabsorbsi
seperti jika masing-masing gugus ditempatkan dalam molekul sederhana. Identifikasi
dari sampel polimer dapat dibuat dengan menggunakan daerah sidik jari, dimana
identifikasi sampel pada akhirnya mungkin untuk satu polimer untuk
mempertunjukkan spektrum yang sama persis seperti yang lain. Daerah ini terletak
dalam jangka 6,67 sampai 12,50 m (Cowie, 1973).
Skala pada dasar spektra adalah bilangan gelombang, yang berkurang dari
4000 cm
-1
ke sekitar 670 cm
-1
atau lebih rendah. Panjang-panjang gelombang

dicantumkan pada bagian atas. Panjang gelombang atau frekuensi titik minimum suatu
pita absorpsi, digunakan untuk mengidentifikasi tiap pita. Titik ini lebih dapat
diperoleh-ulang (reproduksibel) daripada jarak suatu pita lebar, yang beraneka ragam
menurut konsentrasi contoh maupun kepekaan instrument. Banyaknya gugus yang
identik. dalam sebuah molekul mengubah kuat relatif pita absorpsinya dalam suatu
spektrum (Fessenden, 1986).
Kelebihan-kelebihan FT-IR mencakup persyaratan ukuran sample yang kecil,
perkembangan spektrum yang cepat, dan karena instrumen ini memiliki system
komputerisasi terdedikasi, kemampuan untuk menyimpan dan memanipulasi
spektrum. FT-IR telah membawa tingkat kesebergunaan yang lebih besar ke
penelitian-penelitian struktur polimer. Karena spektrum-spektrum bias di-scan, di
simpan, dan ditransformasikan dalam hitungan detik, tehnik ini memudahkan
penelitian reaksi-reaksi polimer seperti degradasi dan ikat silang (Stevens, 2001).


2.13.2. SEM (Scanning Electron Microscopy)
Skanning Elektron Miskroskopi (SEM) merupakan alat yang dapat membentuk
bayangan permukaan. Struktur permukaan suatu benda uji dapat dipelajari dengan
mikroskop elektron pancaran karena jauh lebih mudah mempelajari struktur
permukaan itu secara langsung (Nur, 1997).
Pada SEM suatu berkas elektron yang sangat halus di-scan menyilangi
permukaan sampel dalam sinkronisasi dengan berkas tersebut dalam tabung sinar
katoda. Elektron-elektron yang akan terhambur digunakan untuk memproduksi sinyal
yang memodulasi berkas dalam tabung sinar katoda, yang memprodukasi suatu citra
dengan kedalaman medan yang besar dan penampakan yang hampir tiga dimensi.
SEM memberikan informasi yang bermanfaat mengenai topologi permukaan dengan
resolusi sekitar 100 .
Aplikasi yang khas mencakup penelitian dispersi-dispersi pigmen dalam cat,
pelepuhan atau peretakan koting, batas-batas fasa dalam polipaduan yang tak dapat
bercampur, struktur sel busa-busa polimer, dan kerusakan bahan perekat (Stevens,
2001).

2.13.3. Uji Kekuatan Tarik
Sifat mekanik biasanya dipelajari dengan mengamati sifat kekuatan tarik (
t
)
menggunakan alat pengukur tensometer dan dinamometer, bila terhadap bahan
diberikan tegangan. Kekuatan tarik mengacu pada ketahanan terhadap tarikan.
Kekuatan tarik diukur dengan menarik sekeping polimer dengan dimensi yang
seragam. Kekuatan tarik diartikan diartikan sebagai besarnya beban maksimum
(Fmaks) yang dibutuhkan untuk memutuskan spesimen bahan, dibagi dengan luas
penampang bahan. Karena selama di bawah pengaruh tegangan, spesimen mengalami
perubahan bentuk (deformasi) maka definisi kekuatan tarik dinyatakan dengan luas
penampang semula (Ao) (Wirjosentono, 1995).


dalam satuan dyne per sentimeter kuadrat (CGS) atau Newton per meter kuadarat
(MKS) (atau pound per inchi kuadrat, psi, dalam satuan Bristish) (Stevens,2001).
Selama deformasi, dapat diasumsikan bahwa volume spesimen tidak berubah
sehingga perbandingan luas penampang semula dengan penampang setiap saat.
Kemuluran () sebagai nisbah pertambahan panjang terhadap panjang spesimen
semula. Tekanan tarik (tensile stress) sebagai rasio dari gaya observasi ke area
perpotongan silang dari spesimen yang tidak meregang. Kemuluran dapat dihitung
dengan persamaan :
(%) =

100%
Dimana L merupakan panjang spesimen setelah diuji kemulurannya dan Lo
merupakan panjang mula-mula spesimen sebelum dilakukan uji kemulurannya dengan
satuan milimeter (mm). Kecepatan standar untuk uji-tegang dari karet mesin adalah
500 50 mm (20 2 inch) per menit. Kekuatan tarik dari karet alam, turun secara
drastis pada suhu kristis antara 40
o
C dan 130
o
C. Hal ini dihubungkan ke ukuran dari
retakan yang terjadi secara alami (Morton, 1987).
Hasil pengamatan sifat kekuatan tarik ini dinya takan dalam bentuk kurva
tegangan, yaitu grafik antara beban dengan luas penampang terhadap perpanjangan
bahan (regangan), yang disebut kurva regangan-tegangan. Bentuk kurva regangan

tegangan ini merupakan karakteristik yang menunjukkan indikasi sifat mekanik bahan
yang lunak, keras, kuat, lemah, rapuh atau liat (Wirjosentono, 1995).
Beberapa sifat-sifat mekanik dari homopolimer umum dapat dilihat dari tabel 2.3
dibawah ini :
Tabel 2.3 Sifat-sifat Mekanik Beberapa Homopolimer Umum
Polimer
Sifat-sifat tarik patahan
Kekuatan
Tarik
(MPa)
Modulus
(MPa)
Perpanjangan
(%)
LDPE (Low Density Polyethylene) 8,331 172-283 100-650
HDPE (High Density Polyethylene) 2231 1070-1090 10-1200
Polipropilena 31-41 1170-1720 100-600
Polistirena 36-52 2280-3280 1,2-2,5
(Stevens, 2001)


2.13.4. Derajat Ikat Silang
Derajat ikat silang pada karet telah diukur setelah proses ekstraksi dalam sikloheksana
selama 8 jam. Dimana sampel dikeringkan pada suhu 80C selama 30 menit dan
ditimbang beratnya. Persentase kandungan gel dari campuran dihitung dengan
menggunakan persamaan sebagai berikut:
% kandungan gel =
Wg
Wo
x 100 %
Dimana Wg dan Wo adalah berat sampel setelah dan sebelum ekstraksi
(Halimatuddahliana, 2007).

Anda mungkin juga menyukai