Anda di halaman 1dari 18

I nfark Miokard Akut.

Penyakit yang satu ini adalah merupakan salah satu penyakit jantung
yang banyak menimbulkan kematian, bahkan seringkali menimbulkan kematian mendadak
bila tidak segera mendapatkan penanganan serta pengobatan yang tepat dan cepat. Infark
miokard akut ini atau disebut juga dengan AMI (akut miokard infark) adalah sebuah kondisi
kematian pada miokard (otot jantung) akibat dari aliran darah ke bagian otot jantung
terhambat atau juga terganggu. Infark miokard akut ini disebabkan adanya penyempitan atau
pun sumbatan pembuluh darah koroner. Dan pembuluh darah koroner ini adalah pembuluih
darah yang memberikan makan serta nutrisi ke otot jantung untuk menjalankan fungsinya.

ETIOLOGI
Pada umumnya etiologi dari infark miokard akut didasari oleh adanya aterosklerotik
pembuluh darah koroner. Nekrosis miokard akut hampir selalu terjadi akibat penyumbatan
total arteri koronaria oleh trombus yang terbentuk pada plak aterosklerosis yang tidak stabil,
juga sering mengikuti ruptur plak pada arteri koroner dengan stenosis ringan ( 50-60% )

Kerusakan miokard terjadi dari endokardium ke epikardium, menjadi komplit dan irreversibel
dalam 3 4 jam. Secara morfologis, infark miokard akut ini dapat terjadi secara transmural
atau subendocardial. Akut Miokard Infark transmural mengenai seluruh bagian dari dinding
miokard dan juga terjadi pada daerah distribusi suatu arteri koroner. Sebaliknya pada
kejadian Akut Miokard Infark subendocardial nekrosis terjadi hanya pada bagian dalam
dinding ventrikel jantung.


Etiologi infark miokard akut ini pada dasarnya adalah terjadi bila suplay oksigen yang tidak
sesuai dengan kebutuhan tidak tertangani dengan baik sehingga hal tersebut bisa
menyebabkan kematian daripada sel-sel jantung tersebut. Jadi karena adanya hal yang
menyebabkan gangguan dalam oksigenasi jantung.
Gangguan oksigenasi dapat terjadi karena beberapa faktor dan diantaranya yaitu :
1. Berkurangnya daripada suplay oksigen ke miokard itu sendiri.
Penyebab dari berkurangnya suplay oksigen ini bisa karena :
1. Faktor pembuluh darah. Hal ini berkaitan dengan kepatenan dari pembuluh darah
sebagai jalan darah mencapai sel-sel jantung. Beberapa hal yang bisa mengganggu
kepatenan pembuluh darah diantaranya yaitu karena spasme, aterosklerosis, dan
arteritis. Spasme pembuluh darah khususnya pembuluh darah koroner ini bisa juga
terjadi pada orang yang tidak memiliki riwayat penyakit jantung sebelumnya, dan
biasanya terkait dengan beberapa hal juga dan diantara hal tersebut adalah
mengkonsumsi obat-obatan tertentu, stress emosional atau nyeri, terpapar suhu dingin
yang ekstrim, dan juga merokok.
2. Faktor Sirkulasi. Faktor sirkulasi ini terkait dengan kelancaran peredaran darah dari
jantung keseluruh tubuh sampai kembali lagi ke jantung. Sehingga hal ini tidak akan
lepas dari faktor pemompaan dan juga pada volume darah yang dipompakan. Kondisi
yang menyebabkan adanya gangguan pada sirkulasi diantaranya adalah keadaan saat
hipotensi. Stenosis maupun insufisiensi yang terjadi pada katup-katup jantung (aorta,
mitral, atau trikuspidalis) menyebabkan menurunnya Cardiac Out Put (COP).
Penurunan Cardiac Out put yang diikuti oleh penurunan sirkulasi menyebabkan
bebarapa bagian tubuh tidak tersuplay darah dengan baik serta adekuat, termasuk
dalam hal ini otot jantung sendiri.
3. Faktor darah. Darah dalam hal ini merupakan pengangkut oksigen menuju ke seluruh
bagian tubuh. Jika daya angkut darah berkurang, maka sebagus apapun jalan itu
(pembuluh darah) dan pemompaan jantung maka hal tersebut tidak akan cukup
membantu. Hal-hal yang bisa menyebabkan terganggunya daya angkut darah ini
diantaranya yaitu antara lain keadaan anemia, hipoksemia, dan juga polisitemia.
2. Meningkatnya kebutuhan oksigen tubuh.
Pada orang normal meningkatnya kebutuhan oksigen mampu dikompensasi dengan baik yaitu
dengan meningkatkan denyut jantung untuk meningkatkan cardiac out put. Akan tetapi jika
orang tersebut telah mengidap penyakit jantung, maka mekanisme kompensasi ini justru pada
akhirnya makin memperberat kondisinya karena hal tersebut otomatis akan membuat
kebutuhan oksigen semakin meningkat, sedangkan dari suplai oksigen itu sendiri tidak
bertambah.

Oleh karena itu segala aktivitas yang menyebabkan meningkatnya kebutuhan oksigen akan
memicu terjadinya infark miokard ini. Aktifitas yang memicu terjadinya akut miokard infark
diantaranya yaitu aktifitas yang berlebihan, emosi, makan terlalu banyak dan lain-lain.
Hipertropi miokard ini bisa memicu terjadinya infark karena semakin banyak sel yang harus
disuplay oksigen, sedangkan asupan oksigen itu sendiri menurun akibat dari pemompaan
yang tidak efektif.

PATOFISIOLOGI
Dua jenis kelainan yang terjadi pada AMI adalah komplikasi hemodinamik dan aritmia.
Segera setelah terjadi akut miokard infark maka pada daerah miokard setempat tersebut akan
memperlihatkan penonjolan sistolik ( diskinesia ) dengan akibat penurunan ejection fraction
(EF), isi sekuncup ( stroke volume ) dan peningkatan volume akhir diastolik ventrikel kiri.
Tekanan akhir diastolik ventrikel kiri tinggi dengan akibat tekanan atrium kiri juga naik.
Peningkatan tekanan atrium di atas 25 mmHg yang lama akan menyebabkan transudasi cairan
ke jaringan interstisium paru ( gagal jantung ).

Pemburukan hemodinamik ini bukan saja karena disebabkan oleh daerah infark, akan tetapi
juga daerah iskemik di sekitarnya itu. Miokard yang masih relatif baik akan mengadakan
kompensasi, khususnya dengan bantuan rangsangan adrenergik, untuk mempertahankan
curah jantung, tetapi dengan akibat peningkatan kebutuhan oksigen miokard. Kompensasi ini
jelas tidak akan memadai bila daerah yang bersangkutan juga mengalami iskemia atau
bahkan fibrotik. Bila infark kecil dan miokard yang harus berkompensasi masih normal,
pemburukan hemodinamik akan minimal.

Sebaliknya bila infark luas dan miokard yang harus berkompensasi sudah buruk akibat
iskemia atau infark lama, tekanan akhir diastolik ventrikel kiri akan naik dan gagal jantung
terjadi. Sebagai akibat Akut Miokard I nfark sering terjadi perubahan bentuk serta ukuran
ventrikel kiri dan tebal jantung ventrikel baik yang terkena infark maupun yang non infark.
Perubahan tersebut menyebabkan remodeling ventrikel yang nantinya akan mempengaruhi
fungsi ventrikel dan timbulnya aritmia.

Bila infark miokard akut makin tenang fungsi jantung akan membaik walaupun tidak diobati.
Hal tersebut disebabkan karena daerah-daerah yang tadinya mengalami iskemik akan
mengalami perbaikan. Daerah-daerah yang alami diskinetik akibat akut miokard infark ini
akan menjadi akinetik, karena terbentuk jaringan parut yang kaku. Miokard yang sehat dapat
pula mengalami hipertrofi. Sebaliknya, perburukan hemodinamik akan terjadi bila iskemik
terjadi secara berkepanjangan atau infark ini semakin meluas. Terjadinya penyulit mekanis
seperti rupture septum ventrikel, regurgitasi mitral akut dan aneurisma ventrikel akan
memperburuk faal hemodinamik jantung.

Aritmia merupakan penyulit akut miokard infark tersering dan terjadi terutama pada menit-
menit atau jam-jam pertama setelah terjadinya serangan jantung. Hal tersebut disebabkan
oleh karena adanya perubahan-perubahan masa refrakter, daya hantar rangsangan dan
kepekaan terhadap rangsangan. Sistem saraf otonom juga berperan besar terhadap terjadinya
aritmia ini. Pasien infark miokard akut inferior umumnya mengalami peningkatan tonus
parasimpatis dengan akibat kecenderungan bradiaritmia meningkat, sedangkan peningkatan
tonus simpatis pada infark miokard akut inferior akan mempertinggi kecenderungan fibrilasi
ventrikel dan perluasan dari infark tersebut.

TANDA DAN GEJALA.
Keluhan yang khas ialah nyeri dada retrosternal, seperti diremas-remas, ditekan, ditusuk,
panas atau ditindih barang berat. Nyeri dada (angina pektoris) dapat menjalar ke lengan
(umumnya kiri), bahu, leher, rahang, bahkan ke punggung dan epigastrium. Angina pektoris
berlangsung lebih lama dan tak responsif dengan nitrogliserin. Kadang-kadang terutama pada
pasien dengan diabetes dan orang tua, tidak ditemukan nyeri sama sekali. Nyeri dapat disertai
perasaan mual, muntah, sesak, pusing, keringat dingin, berdebar-debar atau terjadi sinkope.

Pasien sering terlihat dan tampak ketakutan. Walaupun infark miokard akut ini dapat
merupakan manifestasi pertama penyakit jantung koroner namun bila anamnesis dilakukan
teliti hal ini sering sebenarnya sudah didahului keluhan-keluhan angina, perasaan tidak enak
di dada atau epigastrium.

Kelainan pada pemeriksaan fisik tidak ada yang spesifik dan dapat normal. Dapat ditemui
Bunyi Jantung yakni S2 yang pecah, paradoksal dan irama gallop. Adanya krepitasi basal
menunjukkan adanya bendungan paru-paru. Takikardia, kulit yang pucat, dingin dan
hipotensi ditemukan pada kasus yang relatif lebih berat, kadang-kadang ditemukan pulsasi
diskinetik yang tampak atau berada di dinding dada pada infark miokard akut inferior.

PEMERIKSAAN PENUNJANG.
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan dalam rangka menegakkan diagnosa infark miokard
akut ini diantaranya yaitu dengan :
1. EKG. Pada EKG 12 lead, jaringan iskemik tetapi masih berfungsi akan menghasilkan
perubahan gelombang T, menyebabkan inervasi saat aliran listrik diarahkan menjauh
dari jaringan iskemik, lebih serius lagi, jaringan iskemik akan mengubah segmen ST
yang menyebabkan depresi ST. Pada infark, miokard yang mati tidak mengkonduksi
listrik dan gagal untuk repolarisasi secara normal, hal tersebut akan mengakibatkan
elevasi segmen ST. Saat nekrosis terbentuk, dengan penyembuhan cincin iskemik
disekitar area nekrotik, gelombang Q terbentuk. Area nekrotik adalah jaringan parut
yang tak aktif secara elektrikal, tetapi zona nekrotik akan menggambarkan perubahan
gelombang T saat iskemik terjadi lagi. Pada awal infark miokard, elevasi ST disertai
dengan gelombang T tinggi. Selama berjam-jam atau berhari-hari berikutnya,
gelombang T membalik. Sesuai dengan umur infark miokard, gelombang Q menetap
dan segmen ST kembali normal.
2. Pemeriksaan Laboratorium Darah. Creatinin fosfakinase (CPK), Iso enzim CKMB
meningkat. Hal ini terjadi karena kerusakan otot, maka enzim intra sel dikeluarkan ke
dalam aliran darah. Nilai normal 0-1 mU/ml. Kadar enzim ini sudah naik pada hari
pertama ( kurang lebih 6 jam sesudah serangan ) dan sudah kembali ke nilai normal
pada hari ke 3. SGOT (Serum Glutamic Oxalotransamine Test ) normal kurang dari
12 mU/ml. Kadar enzim ini biasanya baru naik pada 12 48 jam sesudah serangan
dan akan kembali normal pada hari ke 7 dan 12. Pemeriksaan lainnya adalah
ditemukannya peninggian LED, lekositosis ringan, kadang-kadang hiperglikemia
ringan.
3. Kateterisasi Jantung (Coronary Angiography). Merupakan sebuah jenis pemeriksaan
khusus dengan sinar x pada jantung dan pembuluh darah. Sering dilakukan selama
serangan untuk menemukan letak sumbatan pada arteri koroner. Cara kerjanya yaitu
Dokter Jantung akan memasukan kateter melalui arteri pada lengan atau paha menuju
jantung. Prosedur ini dinamakan kateterisasi jantung, yang merupakan bagian dari
angiografi koroner. Zat kontras yang terlihat melalui sinar x diinjeksikan melalui
ujung kateter pada aliran darah. Zat kontras itu memungkinkan dokter dapat
mempelajari aliran darah yang melewati pembuluh darah dan jantung. Angiografi
koroner (kateterisasi jantung) ini berguna untuk mengetahui derajat obstruksi dari
pembuluh darah koroner.
4. Radiologi. Hasil radiologi atau rontgen dada ini tidak bisa menunjukkan secara
spesifik adanya infark miokardium, hanya menunjukkan pembesaran dari jantung.
5. Ekhokardiografi. Ekhokardiografi ini sendiri digunakan untuk menilai fungsi dari
ventrikel kiri, gerakan jantung abnormal.
- See more at: http://askep-net.blogspot.com/2012/05/infark-miokard-akut-
ami.html#sthash.9rmAIeuV.dpuf











PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Penyakit paru obstruktif kronis (PPOK) atau chronic obstructie airway disease
(COAD) adalah istilah yang saling menggantikan. Gangguan progresit lambat kronis ditandai
oleh obstruksi saluran pernafasan yang menetap atau sedikit reversibel, tidak seperti obstruksi
saluran pernafasan reversibel pada asma (Davey,2002:181).
PPOK merupakan masalah kesehatan utama di masyarakat yang menyebabkan 26.000
kematian/tahun di Inggris. Prevalesinya adalah 600.000. Angka ini lebih tinggi di negara
maju, daerah perkotaan, kelompok masyarakat menengah ke bawah, dan pada manula
(Davey,2002:181). The Asia Pacific CPOD Roundtable Group memperkirakan jumlah
penderita PPOK sedang berat di negara-negara Asia Pasific mencapai 56,6 juta penderita
dengan angka pravalensi 6,3 persen (Kompas,2006).

Penyakit paru obsrtuktif kronik (PPOK) merupakan salah satu dari kelompok penyakit
tidak menular yang telah menjadi masalah kesehatan masyarakat Indonesia, hal ini
disebabkan oleh meningkatnya usia harapan hidup dan semakin tingginya pajanan faktor
resiko seperti faktor pejamu yang di duga berhubungan dengan kejadian PPOK semakin
banyaknya jumlah perokok kususnya pada kelompok usia muda, serta pencemaran udara di
dalam ruangan maupun di luar ruangan dan di tempat kerja (http://www.depkes.go.id, selasa
01:03)
Data badan kesehatan dunia ( WHO ) menunjukkan bahwa pada tahun 1990 PPOK
menempati urutan ke 6 sebagai penyebab utama kematian di dunia sedangkan pada tahun
2002 telah menempati urutan ke 3 setelah penyakit kardiovaskuler dan kanker (WHO,2002).
Di America Serikat di butuhkan dana sekitar 32 juta US$ dalam setahun dalam
menanggulangi penyakit ini ,dengan jumlah pasien sebanyak 16 juta orang dan lebih dari 100
ribu orang meninggal. Hasil survey penyakit tidak menular oleh direktorat jenderal PPM dan
Pl di 5 rumah sakit provinsi di Indonesia (jawa barat, jawa tengah, jawa timur, lampung dan
sumatra selatan) pada tahun 2004 , menunjukkan PPOK menempati urutan pertama
penyumbang angka kesakitan (35%), diikuti asma brokial (33%), kangker paru (30%) dan
lainya (2%) (depkes RI2004). Oleh karena itu penulis menulis makalah yang berjudul
Asuhan keperawtan PPOK diharapkan dengan makalah ini penulis dan pembaca dapat
mengetahui tentang penyakit PPOK, sehingga dapat memberikan pelayanan yang optimal
bagi pasien PPOK dan meningkatkan partisipasi (kemandirian) masyarakat dalam
pencegahan PPOK.
Adapun beberapa rumusan masalah dalam makalah ini yaitu: konsep dan teori penyakit
serta asuhan keperawatan.

PENYAKIT PARU OBSTRUKSI
MENAHUN (PPOM)

A. Definisi
Penyakit paru Obstruksi Kronik (PPOK) atau Chronic Obstructive Pulmonary Disease
(COPD) merupakan suatu istilah yang sering digunakan untuk sekelompok penyakit paru-
paru yang berlangsung lama dan di tandai oleh peningkatan resistensi terhadap aliran udara
sebagai gambaran patofisiologi utamanya. Ketiga penyakit yang membentuk satu kesatuan
yang dikenal CPOD adalah asma bronkhial, bronkhitis kronis dan emfisema paru. Penyakit
ini sering di sebut dengan chronic Air flow Limitation (CAL) dan chronic obstructive Lung
Disease ( Somantri, 2008:49).
Penyakit paru obtruktif klinik (COPD) merupakan suatu istilah yang sering digunakan
untuk kelompok penyakit paru yang berlansung lama dan ditandai oleh peningkatan resistensi
terhadap aliran udara sebagai gambaran fatofisiologi utamanya. Bronkitis kronik, empisema
paru dan asma bronkial membentuk kesatuan yang disebut COPD, hubungan etiologi
sekuensial antara brongkitis kronik dan empisema tetapi tampaknya tidak ada hubungan
antara k-2 penyakit itu dengan asma, hubungan ini nyata sekali dengan etiologi, patogenesis
dan pengobatan yang akan diberikan. (Siia dan Wilson, 2003:784)
Penyakit paru-paru obtruktif kronik (PPOK) adalah penyakit paru kronik atau menahun
(PPOM) yang ditandai dengan yang disebabkan oleh pajanan gas berbahaya yang dapat
memberikan gambaran gangguan sistemik.
(http://id.wikipedia.org/wiki/Penyakit_paru_obstruktif_kronik. Diakses pada 21 Oktober
2011).
Dari beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa penyakit paru obstruksi
menahun atau penyakit paru obstruksi kronis adalah suatu kumpulan penyakit paru yang
menahun yang ditandai dengan keterbatasan aliran udara didalam saluran nafas yang tidak
sepenuhnya reversibel, bersifat progresif, dan biasanya disebabkan oleh proses inflamasi
paru. Tiga macam penyakit paru yaitu asma bronkial, bronkitis kronik, dan emfisema paru
membentuk suatu kesatuan menjadi penyakit ini.
B. Etiology
Ada 2 (dua) penyebab penyumbatan aliran udara pada penyakit emfisema, asma dan
bronkitis kronis (PPOM). Penyebabnya yaitu:
a. Adanya bahan-bahan iritan menyebabkan peradangan pada alveoli. Jika suatu peradangan
berlangsung lama, bisa terjadi kerusakan yang menetap.
Pada alveoli yang meradang, akan terkumpul sel-sel darah putih yang akan menghasilkan
enzim-enzim (terutama neutrofil elastase), yang akan merusak jaringan penghubung di dalam
dinding alveoli. Merokok akan mengakibatkan kerusakan lebih lanjut pada pertahanan paru-
paru, yaitu dengan cara merusak sel-sel seperti rambut (silia) yang secara normal membawa
lendir ke mulut dan membantu mengeluarkan bahan-bahan beracun.
b. Defisiensi protein alfa-1-antitripsin
Tubuh menghasilkan, yang memegang peranan penting dalam mencegah kerusakan alveoli
oleh neutrofil estalase. Ada suatu penyakit keturunan yang sangat jarang terjadi, dimana
seseorang tidak memiliki atau hanya memiliki sedikit alfa-1-antitripsin, sehingga emfisema
terjadi pada awal usia pertengahan (terutama pada perokok).
Faktor Predisposisi
Faktor-faktor yang dapat meningkatkan resiko munculnya COPD (Mansjoer, 1999)
adalah :
a. Kebiasaan merokok
b. Polusi udara
c. Paparan debu, asap, dan gas-gas kimiawi akibat kerja.
d. Riwayat infeksi saluran nafas.
e. Umur
Pengaruh dari masing-masing faktor risiko terhadap terjadinya PPOK adalah saling
memperkuat dan faktor merokok dianggap yang paling dominan.
C. Patofisiologi
Penyempitan saluran pernafasan terjadi pada bronkitis kronik maupun pada emfisema
paru. Bila sudah timbul gejala sesak, biasanya sudah dapat dibuktikan adanya tanda-tanda
obstruksi. Pada bronkitis kronik sesak nafas terutama disebabkan karena perubahan pada
saluran pernafaasan kecil, yang diameternya kurang dari 2 mm, menjadi lebih sempit,
berkelok-kelok dan kadang terjadi obliterasai.
Penyempitan lumen terjadi juga oleh metaplasia sel goblet. Saluran pernafasan besar
juga berubah. Timbul terutama karena hipertrofi dan hiperplasia kelenjar mukus, sehingga
saluran pernafasan lebih menyempit. Pada orang normal sewaktu terjadi ekspirasi maksimal,
tekanan yang menarik jaringan paru akan berkurang, sehingga saluran-saluran pernafasan
bagian bawah paru akan tertutup. Pada penderita emfisema paru dan bronchitis kronik,
saluran-saluran pernafasan tersebut akan lebih cepat dan lebih banyak tertutup. Akibat
cepatnya saluran pernafasan menutup serta dinding alveoli yang rusak, akan menyebabkan
ventilasi dan perfusi yang tidak seimbang. Tergantung dari kerusakannya, dapat terjadi
alveoli dengan ventilasi kurang/ tidak ada, akan tetapi perfusi baik. sehingga penyebaran
udara pernafasan maupun aliran darah alveoli, tidak sama dan merata. Timbul hipoksia dan
sesak nafas. Lebih jauh lagi hipoksia alveoli menyebabkan vasokonstriksi pembuluh darah
paru dan polisitemia. terjadi HT pulmonal, yang dalam jangka lama dapat timbulkan kor
pulmonal.
(http://www.facebook.com/note.php?note_id=141971472525858. Diakses pada 21 Oktober
2011)
D. Manifestasi Klinis
Tanda-tanda umum PPOM, yaitu :
a. Batuk produktif
Batuk produktif ini disebabkan oleh inflamasi dan produksi mukusyang berlebihan di saluran
nafas.
b. Dispnea
Terjadi secara bertahap dan biasanya disadari saat beraktivitas fisik. Berhubungan dengan
menurunnya fungsi paru-paru dan tidak selalu berhubungan dengan rendahnya kadar oksigen
di udara.
c. Batuk kronik
Batuk kronis umumnya diawali dengan batuk yang hanya terjadi pada pagi hari saja
kemudian berkembang menjadi batuk yang terjadi sepanjanghari. Batuk biasanya dengan
pengeluaran sputum dalam jumlah kecil(<60ml/hari) dan sputum biasanya jernih atau
keputihan. Produksi sputum berkurang ketika pasien berhenti merokok
d. Mengi
Terjadi karena obstruksi saluran nafas
e. Berkurangnya berat badan
Pasien dengan PPOM yang parah membutuhkan kalori yang lebih besar hanya untuk
bernapas saja. Selain itu pasien juga mengalamikesulitan bernafas pada saat makan sehingga
nafsu makan berkurangdan pasien tidak mendapat asupan kalori yang cukup untuk mengganti
kalori yang terpakai. Hal tersebut mengakibatkan berkurangnya berat badan pasien.
f. Edema pada tubuh bagian bawah
Pada kasus CPOD yang parah, tekanan arteri pulmonary meningkatdan ventrikel kanan tidak
berkontraksi dengan baik. Ketika jantung tidak mampu memompa cukup darah ke ginjal dan
hati akan timbul edema padakaki, kaki bagian bawah, dan telapak kaki. Kondisi ini juga
dapatmenyebabkan edema pada hati atau terjadinya penimbunan cairan pada abdomen
(acites)
Adapun manifestasi klinis yang terdapat pada tiga jenis penyakit yang tergolong
PPOM, yaitu:
1. Asma
Manifestasi klinisnya adalah:
Tabel derajat berat asma.
No Manifestasi Klinis Skor 0 Skor1
1 Penurunan toleransi beraktivitas Ya Tidak
2 Penggunaan otot nafas tambahan,
adanya retraksi interkostal
Tidak Ada Ada
3 Wheezing Tidak Ada Ada
4 Respiratory rate per menit <25 >25
5 Pulse Rate permenit <120 >120
6 Teraba pulsus paradoksus Tidak Ada Ada
7 Puncak Exspiratory Flow Rate >100 <100
(L/menit)

Keterangan: jika terdapat skor empat atau lebih, maka pasien diperkirakan mengalami astma
berat. Selanjutnya pasien harus diobservasi untuk menentukan ada tidaknya respon dari terapi
atau segera dikirim ke rumah sakit.
2. Bronkhitis kronis
Manifestasi klinik:
a. Penampilan umum: cenderung over weight, sianosis akibat pengaruh sekunder polisitemia,
edema (akibat CHV kanan), dan barrel chest.
b. Usia: 45-65 tahun
c. Pengkajian:
Batuk persisten, produksi sputum seperti kopi, dipsnea dalam beberapa keadaan, variable
wheezing pada saat exspirasi, serta seringnya infeksi pada sistem respirasi.
Gejala biasa timbul pada waktu yang lama.
d. Jantung: pembesaran jantung, cor pulmonal, dan hematokrit lebih dari 60%.
e. Riwayat merokok positif (+).
3. Emfisema paru-paru
Manifestasi klinis:
a. Penampilan umum:
Kurus, warna kulit pucat, dan flattenet hemidiafragma.
Tidak ada tanda CHF (kongestive heart Failure)kanan dengan edema dependent pada
stadium akhir.
b. Usia : 65-75 tahun
c. Pengkajian fisik
Nafaas pendek persisten dengan peningkatan dispnea.
Infeksi sistem respirasi.
Pada auskultasi terdapat penurunan suara nafas meskipun dengan suara nafas dalam.
Wheezing ekspirasi tidak ditemukan dengan jelas.
Jarang produksi sputum dan batuk.
d. Pemeriksaan jantung
Tidak terjadi pembesaran jantung. Cor pulmonal timbul pada stadium akhir.
Hematokrit <60%.
e. Riwayat merokok
Biasanya terdapat riwayat merokok, tapi tidak selalu ada.
E. Penatalaksanaan
Ada beberapa macam penatalaksanaan pada pasien dengan PPOM, yaitu:
1. Therapy Pengobatan
a. Infus NaCl 0,9% 500/24jam parallel dengan aminopilin 1amp + bricasma 1 amp dalam 29cc
NaCl 0,9%?24 jam
b. Inpepsa 10cc 3x/hari
c. Medixion iv 6,5 mg 2x/hari
d. Carvit 500 mg/oral 1x/hari
e. Nebuliser (ventolin 1 amp: pulmicort, 1 amp: flixolixed)
f. Pantozol 40 mg iv 1x/hari
2. Teknik terapi fisik untuk memelihara dan meningkatkan ventilasi pulmonary
3. Pemeliharaan kondisi lingkungan yang sesuai untuk memudahkan pernapasan
4. Bronkodilator
Bronkodilator diresepkan untuk mendilatasi jalan nafas karena preperat ini melawan
baik edeama mukosa maupun spasme muscular dan membantu baik dalam mengurai.
Medikasi ini mencakup agonis -adregenik (meteproteronol, isopreteronol) dan
metilxantil (teofilin aminofilin), yang menghasilkan dilatasi bronchial melalui mekanisme
yang berbeda. Bronkodilator mungkin diresepkan per oral, subkutan, intravena, per rectal dan
inhalasi. Medikasi inhalasi dapat diberikan melalui aerosol bertekanan nebulizer balon
genggam, nebulizer dorongan pompa, inhaler.
Bronkodilator mungkin meyebabkan efek samping yang tidak diinginkan, yang
termasuk takikardi, disritmia jantung, sdan perangsangan sistem saraf pusat. Metilxantin
dapat juga menyebabkan gangguan gastrointestinal seperti mual dan muntah. Karena efek
samping ini umum, dosis dapat disesuaikan dengan cermat sesuai dengan toleransi pasien dan
respon klinik.
5. Terapi Aerosol
6. Terapi ekserbasi akut. Antibiotik, karena eksaserbasi akut biasanya disertai infeksi :
Infeksi ini umumnya disebabkan oleh H. Influenza dan S. Pneumonia, maka digunakan
ampisilin 4 x 0,25 0,5 g/hari atau aritromisin 4 x 0,5 g/hari.
Augmentin (amoxilin dan asam klavuralat) dapat diberikan jika kuman penyebab infeksinya
adalah H. Influenza dan B. Catarhalis yang memproduksi B. Laktamase. Pemberian antibiotic
seperti kotrimoksosal, amoksisilin atau doksisilin pada pasien yang mengalami eksaserbasi
akut terbukti mempercepat penyembuhan dan membantu mempererat kenaikan peak flowrate.
Namun hanya dalam 7 10 hari selama periode eksaserbasi. Bila terdapat infeksi sekunder
atau tanda-tanda pneumonia, maka dianjurkan antiobiotik yang lebih kuat.
7. Terapi oksigen diberikan jika terdapat kegagalan pernafasan karena hiperkapnia dan
berkurangnya sensitivitas CO2.
8. Fisioterapi membantu pasien untuk mengeluarkan sputum dengan baik.
9. Terapi jangka panjang dilakukan dengan :
Antibiotik untuk kemoterapi preventif jangka panjang, ampisilin 4 x 0,25 0,5/hari dapat
menurunkan ekserbasi akut.
Bronkodilator, tergantung tingkat reversibilitas obstruksi saluran nafas tiap pasien, maka
sebelum pemberian obat ini dibutuhkan pemeriksaan obyektif fungsi foal paru.
Fisioterapi.
Latihan fisik untuk meningkatkan toleransi akivitas fisik.
Mukolitik dan ekspekteron.
10. Terapi oksigen jangka panjang bagi pasien yang mengalami gagal nafas Tip II dengan PaO2
11. Rehabilitasi, pasien cenderung menemui kesulitan bekerja, merasa sendiri dan terisolasi,
untuk itu perlu kegiatan sosialisasi agar terhindar dari depresi.
Rehabilitasi untuk pasien PPOK:
1. Fisioterapi
2. Rehabilitasi psikis
3. Rehabilitasi pekerjaan
12. Dukungan psikologi
G. Pencegahan
Untuk mencegah terjadinya PPOK dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu:
1. Merubah pola hidup : Mencegah kebiasaan merokok, infeksi dan polusi udara.
2. Pencegahan Penyakit Paru Pada Usia Lanjut.
Proses penuaan pada seseorang tidak bisa dihindari. Perubahan struktur anatomik maupun
fisiologik alami juga tidak dapat dihindari. Pencegahan terhadap timbulnya penyakit-penyakit
paru pada usia lanjut dilakukan pada prinsipnya dengan meningkatkan daya tahan tubuhnya
dengan memperbaiki keadaan gizi, menghilangkan hal-hal yang dapat menurunkan daya
tahan tubuh, misalnya menghentikan kebiasaan merokok, minum alkohol dan sebagainya.
3. Pencegahan terhadap timbulnya beberapa macam penyakit dilakukan dengan cara
yang lazim, diantaranya:
a. Usaha pencegahan infeksi paru / saluran nafas
Usaha untuk mencegahnya dilakukan dengan jalan menghambat, mengurangi atau
meniadakan faktor-faktor yang mempengaruhi timbulnya infeksi. Hal positif yang dapat
dilakukan misalnya dengan melakukan vaksinasi dengan vaksin pneumokok untuk
menghindari timbulnya pneumoni, tetapi sayangnya pada usia lanjut vaksinasi ini kurang
berefek (Mangunegoro, 1992).

b. Usaha pencegahan timbulnya PPOM atau karsinoma paru
Sejak usia muda, bagi orang-orang yang beresiko tinggi terhadap timbulnya kelainan paru
(PPOM dan karsinoma paru), perlu dilakukan pemantauan secara berkala:
Pemeriksaan foto rontgen toraks.
Pemeriksaan faal paru, paling tidak setahun sekali. Sangat dianjurkan bagi mereka yang
beresiko tinggi tadi (perokok berat dan laki-laki) menghindari atau segera berhenti merokok.

Anda mungkin juga menyukai