Anda di halaman 1dari 20

Konsep dasar Nyeri

Posted by Qittun on Wednesday, October 29, 2008


21 komentar
This item was filled under Artikel Kesehatan
Pengertian nyeri
Nyeri didefinisikan sebagai suatu keadaan yang mempengaruhi seseorang dan ekstensinya
diketahui bila seseorang pernah mengalaminya (Tamsuri, 2007).
Menurut International Association for Study of Pain (IASP), nyeri adalah sensori subyektif dan
emosional yang tidak menyenangkan yang didapat terkait dengan kerusakan jaringan aktual
maupun potensial, atau menggambarkan kondisi terjadinya kerusakan
Fisiologi nyeri
Reseptor nyeri adalah organ tubuh yang berfungsi untuk menerima rangsang nyeri. Organ tubuh
yang berperan sebagai reseptor nyeri adalah ujung syaraf bebas dalam kulit yang berespon hanya
terhadap stimulus kuat yang secara potensial merusak. Reseptor nyeri disebut
juga nosireceptor,secara anatomis reseptor nyeri (nosireceptor) ada yang bermielien dan ada juga
yang tidak bermielin dari syaraf perifer.
Berdasarkan letaknya, nosireseptor dapat dikelompokkan dalam beberapa bagaian tubuh yaitu
pada kulit (Kutaneus), somatik dalam (deep somatic), dan pada daerah viseral, karena letaknya
yang berbeda-beda inilah, nyeri yang timbul juga memiliki sensasi yang berbeda.
Nosireceptor kutaneus berasal dari kulit dan sub kutan, nyeri yang berasal dari daerah ini biasanya
mudah untuk dialokasi dan didefinisikan. Reseptor jaringan kulit (kutaneus) terbagi dalam dua
komponen yaitu :
a. Reseptor A delta
Merupakan serabut komponen cepat (kecepatan tranmisi 6-30 m/det) yang memungkinkan
timbulnya nyeri tajam yang akan cepat hilang apabila penyebab nyeri dihilangkan
b. Serabut C
Merupakan serabut komponen lambat (kecepatan tranmisi 0,5 m/det) yang terdapat pada daerah
yang lebih dalam, nyeri biasanya bersifat tumpul dan sulit dilokalisasi
Struktur reseptor nyeri somatik dalam meliputi reseptor nyeri yang terdapat pada tulang, pembuluh
darah, syaraf, otot, dan jaringan penyangga lainnya. Karena struktur reseptornya komplek, nyeri
yang timbul merupakan nyeri yang tumpul dan sulit dilokalisasi.
Reseptor nyeri jenis ketiga adalah reseptor viseral, reseptor ini meliputi organ-organ viseral seperti
jantung, hati, usus, ginjal dan sebagainya. Nyeri yang timbul pada reseptor ini biasanya tidak
sensitif terhadap pemotongan organ, tetapi sangat sensitif terhadap penekanan, iskemia dan
inflamasi.
Teori Pengontrolan nyeri (Gate control theory)
Terdapat berbagai teori yang berusaha menggambarkan bagaimana nosireseptor dapat
menghasilkan rangsang nyeri. Sampai saat ini dikenal berbagai teori yang mencoba menjelaskan
bagaimana nyeri dapat timbul, namun teori gerbang kendali nyeri dianggap paling relevan
(Tamsuri, 2007)
Teori gate control dari Melzack dan Wall (1965) mengusulkan bahwa impuls nyeri dapat diatur atau
dihambat oleh mekanisme pertahanan di sepanjang sistem saraf pusat. Teori ini mengatakan
bahwa impuls nyeri dihantarkan saat sebuah pertahanan dibuka dan impuls dihambat saat sebuah
pertahanan tertutup. Upaya menutup pertahanan tersebut merupakan dasar teori menghilangkan
nyeri.
Suatu keseimbangan aktivitas dari neuron sensori dan serabut kontrol desenden dari otak
mengatur proses pertahanan. Neuron delta-A dan C melepaskan substansi C melepaskan substansi
P untuk mentranmisi impuls melalui mekanisme pertahanan. Selain itu, terdapat mekanoreseptor,
neuron beta-A yang lebih tebal, yang lebih cepat yang melepaskan neurotransmiter penghambat.
Apabila masukan yang dominan berasal dari serabut beta-A, maka akan menutup mekanisme
pertahanan. Diyakini mekanisme penutupan ini dapat terlihat saat seorang perawat menggosok
punggung klien dengan lembut. Pesan yang dihasilkan akan menstimulasi mekanoreseptor, apabila
masukan yang dominan berasal dari serabut delta A dan serabut C, maka akan membuka
pertahanan tersebut dan klien mempersepsikan sensasi nyeri. Bahkan jika impuls nyeri
dihantarkan ke otak, terdapat pusat kortek yang lebih tinggi di otak yang memodifikasi nyeri. Alur
saraf desenden melepaskan opiat endogen, seperti endorfin dan dinorfin, suatu pembunuh nyeri
alami yang berasal dari tubuh.Neuromedulator ini menutup mekanisme pertahanan dengan
menghambat pelepasan substansi P. tehnik distraksi, konseling dan pemberian plasebo merupakan
upaya untuk melepaskan endorfin (Potter, 2005)
Respon Psikologis
respon psikologis sangat berkaitan dengan pemahaman klien terhadap nyeri yang terjadi atau arti
nyeri bagi klien.
Arti nyeri bagi setiap individu berbeda-beda antara lain :
1) Bahaya atau merusak
2) Komplikasi seperti infeksi
3) Penyakit yang berulang
4) Penyakit baru
5) Penyakit yang fatal
6) Peningkatan ketidakmampuan
7) Kehilangan mobilitas
8) Menjadi tua
9) Sembuh
10) Perlu untuk penyembuhan
11) Hukuman untuk berdosa
12) Tantangan
13) Penghargaan terhadap penderitaan orang lain
14) Sesuatu yang harus ditoleransi
15) Bebas dari tanggung jawab yang tidak dikehendaki
Pemahaman dan pemberian arti nyeri sangat dipengaruhi tingkat pengetahuan, persepsi,
pengalaman masa lalu dan juga faktor sosial budaya
Respon fisiologis terhadap nyeri
1) Stimulasi Simpatik:(nyeri ringan, moderat, dan superficial)
a) Dilatasi saluran bronkhial dan peningkatan respirasi rate
b) Peningkatan heart rate
c) Vasokonstriksi perifer, peningkatan BP
d) Peningkatan nilai gula darah
e) Diaphoresis
f) Peningkatan kekuatan otot
g) Dilatasi pupil
h) Penurunan motilitas GI
2) Stimulus Parasimpatik (nyeri berat dan dalam)
a) Muka pucat
b) Otot mengeras
c) Penurunan HR dan BP
d) Nafas cepat dan irreguler
e) Nausea dan vomitus
f) Kelelahan dan keletihan
Respon tingkah laku terhadap nyeri
1) Respon perilaku terhadap nyeri dapat mencakup:
2) Pernyataan verbal (Mengaduh, Menangis, Sesak Nafas, Mendengkur)
3) Ekspresi wajah (Meringis, Menggeletukkan gigi, Menggigit bibir)
4) Gerakan tubuh (Gelisah, Imobilisasi, Ketegangan otot, peningkatan gerakan jari & tangan
5) Kontak dengan orang lain/interaksi sosial (Menghindari percakapan, Menghindari kontak sosial,
Penurunan rentang perhatian, Fokus pd aktivitas menghilangkan nyeri)
Individu yang mengalami nyeri dengan awitan mendadak dapat bereaksi sangat berbeda terhadap
nyeri yang berlangsung selama beberapa menit atau menjadi kronis. Nyeri dapat menyebabkan
keletihan dan membuat individu terlalu letih untuk merintih atau menangis. Pasien dapat tidur,
bahkan dengan nyeri hebat. Pasien dapat tampak rileks dan terlibat dalam aktivitas karena menjadi
mahir dalam mengalihkan perhatian terhadap nyeri.
Meinhart & McCaffery mendiskripsikan 3 fase pengalaman nyeri:
1) Fase antisipasi (terjadi sebelum nyeri diterima)
Fase ini mungkin bukan merupakan fase yg paling penting, karena fase ini bisa mempengaruhi dua
fase lain. Pada fase ini memungkinkan seseorang belajar tentang nyeri dan upaya untuk
menghilangkan nyeri tersebut. Peran perawat dalam fase ini sangat penting, terutama dalam
memberikan informasi pada klien.
2) Fase sensasi (terjadi saat nyeri terasa)
Fase ini terjadi ketika klien merasakan nyeri. karena nyeri itu bersifat subyektif, maka tiap orang
dalam menyikapi nyeri juga berbeda-beda. Toleraransi terhadap nyeri juga akan berbeda antara
satu orang dengan orang lain. orang yang mempunyai tingkat toleransi tinggi terhadap nyeri tidak
akan mengeluh nyeri dengan stimulus kecil, sebaliknya orang yang toleransi terhadap nyerinya
rendah akan mudah merasa nyeri dengan stimulus nyeri kecil. Klien dengan tingkat toleransi tinggi
terhadap nyeri mampu menahan nyeri tanpa bantuan, sebaliknya orang yang toleransi terhadap
nyerinya rendah sudah mencari upaya mencegah nyeri, sebelum nyeri datang.
Keberadaan enkefalin dan endorfin membantu menjelaskan bagaimana orang yang berbeda
merasakan tingkat nyeri dari stimulus yang sama. Kadar endorfin berbeda tiap individu, individu
dengan endorfin tinggi sedikit merasakan nyeri dan individu dengan sedikit endorfin merasakan
nyeri lebih besar.
Klien bisa mengungkapkan nyerinya dengan berbagai jalan, mulai dari ekspresi wajah, vokalisasi
dan gerakan tubuh. Ekspresi yang ditunjukan klien itulah yang digunakan perawat untuk mengenali
pola perilaku yang menunjukkan nyeri. Perawat harus melakukan pengkajian secara teliti apabila
klien sedikit mengekspresikan nyerinya, karena belum tentu orang yang tidak mengekspresikan
nyeri itu tidak mengalami nyeri. Kasus-kasus seperti itu tentunya membutuhkan bantuan perawat
untuk membantu klien mengkomunikasikan nyeri secara efektif.
3) Fase akibat (terjadi ketika nyeri berkurang atau berhenti)
Fase ini terjadi saat nyeri sudah berkurang atau hilang. Pada fase ini klien masih membutuhkan
kontrol dari perawat, karena nyeri bersifat krisis, sehingga dimungkinkan klien mengalami gejala
sisa pasca nyeri. Apabila klien mengalami episode nyeri berulang, maka respon
akibat (aftermath)dapat menjadi masalah kesehatan yang berat. Perawat berperan dalam membantu
memperoleh kontrol diri untuk meminimalkan rasa takut akan kemungkinan nyeri berulang.
Faktor yang mempengaruhi respon nyeri
1) Usia
Anak belum bisa mengungkapkan nyeri, sehingga perawat harus mengkaji respon nyeri pada anak.
Pada orang dewasa kadang melaporkan nyeri jika sudah patologis dan mengalami kerusakan
fungsi. Pada lansia cenderung memendam nyeri yang dialami, karena mereka mengangnggap nyeri
adalah hal alamiah yang harus dijalani dan mereka takut kalau mengalami penyakit berat atau
meninggal jika nyeri diperiksakan.
2) Jenis kelamin
Gill (1990) mengungkapkan laki-laki dan wnita tidak berbeda secara signifikan dalam merespon
nyeri, justru lebih dipengaruhi faktor budaya (ex: tidak pantas kalo laki-laki mengeluh nyeri, wanita
boleh mengeluh nyeri).
3) Kultur
Orang belajar dari budayanya, bagaimana seharusnya mereka berespon terhadap nyeri misalnya
seperti suatu daerah menganut kepercayaan bahwa nyeri adalah akibat yang harus diterima karena
mereka melakukan kesalahan, jadi mereka tidak mengeluh jika ada nyeri.
4) Makna nyeri
Berhubungan dengan bagaimana pengalaman seseorang terhadap nyeri dan dan bagaimana
mengatasinya.
5) Perhatian
Tingkat seorang klien memfokuskan perhatiannya pada nyeri dapat mempengaruhi persepsi nyeri.
Menurut Gill (1990), perhatian yang meningkat dihubungkan dengan nyeri yang meningkat,
sedangkan upaya distraksi dihubungkan dengan respon nyeri yang menurun. Tehnik relaksasi,
guided imagery merupakan tehnik untuk mengatasi nyeri.
6) Ansietas
Cemas meningkatkan persepsi terhadap nyeri dan nyeri bisa menyebabkan seseorang cemas.
7) Pengalaman masa lalu
Seseorang yang pernah berhasil mengatasi nyeri dimasa lampau, dan saat ini nyeri yang sama
timbul, maka ia akan lebih mudah mengatasi nyerinya. Mudah tidaknya seseorang mengatasi nyeri
tergantung pengalaman di masa lalu dalam mengatasi nyeri.
8) Pola koping
Pola koping adaptif akan mempermudah seseorang mengatasi nyeri dan sebaliknya pola koping
yang maladaptive akan menyulitkan seseorang mengatasi nyeri.
9) Support keluarga dan sosial
Individu yang mengalami nyeri seringkali bergantung kepada anggota keluarga atau teman dekat
untuk memperoleh dukungan dan perlindungan
Intensitas Nyeri
Intensitas nyeri adalah gambaran tentang seberapa parah nyeri dirasakan oleh individu,
pengukuran intensitas nyeri sangat subjektif dan individual dan kemungkinan nyeri dalam
intensitas yang sama dirasakan sangat berbeda oleh dua orang yang berbeda oleh dua orang yang
berbeda. Pengukuran nyeri dengan pendekatan objektif yang paling mungkin adalah menggunakan
respon fisiologik tubuh terhadap nyeri itu sendiri. Namun, pengukuran dengan tehnik ini juga tidak
dapat memberikan gambaran pasti tentang nyeri itu sendiri (Tamsuri, 2007).
Menurut smeltzer, S.C bare B.G (2002) adalah sebagai berikut :
1) skala intensitas nyeri deskritif

2) Skala identitas nyeri numerik

3) Skala analog visual

4) Skala nyeri menurut bourbanis

Keterangan :
0 :Tidak nyeri
1-3 : Nyeri ringan : secara obyektif klien dapat berkomunikasi
dengan baik.
4-6 : Nyeri sedang : Secara obyektif klien mendesis,
menyeringai, dapat menunjukkan lokasi nyeri, dapat mendeskripsikannya, dapat mengikuti perintah
dengan baik.
7-9 : Nyeri berat : secara obyektif klien terkadang tidak dapat
mengikuti perintah tapi masih respon terhadap tindakan, dapat menunjukkan lokasi nyeri, tidak
dapat mendeskripsikannya, tidak dapat diatasi dengan alih posisi nafas panjang dan distraksi
10 : Nyeri sangat berat : Pasien sudah tidak mampu lagi
berkomunikasi, memukul.
Karakteristik paling subyektif pada nyeri adlah tingkat keparahan atau intensitas nyeri tersebut.
Klien seringkali diminta untuk mendeskripsikan nyeri sebagai yang ringan, sedang atau parah.
Namun, makna istilah-istilah ini berbeda bagi perawat dan klien. Dari waktu ke waktu informasi
jenis ini juga sulit untuk dipastikan.
Skala deskritif merupakan alat pengukuran tingkat keparahan nyeri yang lebih obyektif. Skala
pendeskripsi verbal (Verbal Descriptor Scale, VDS) merupakan sebuah garis yang terdiri dari tiga
sampai lima kata pendeskripsi yang tersusun dengan jarak yang sama di sepanjang garis.
Pendeskripsi ini diranking dari tidak terasa nyeri sampai nyeri yang tidak tertahankan. Perawat
menunjukkan klien skala tersebut dan meminta klien untuk memilih intensitas nyeri trbaru yang ia
rasakan. Perawat juga menanyakan seberapa jauh nyeri terasa paling menyakitkan dan seberapa
jauh nyeri terasa paling tidak menyakitkan. Alat VDS ini memungkinkan klien memilih sebuah
kategori untuk mendeskripsikan nyeri. Skala penilaian numerik (Numerical rating scales, NRS) lebih
digunakan sebagai pengganti alat pendeskripsi kata. Dalam hal ini, klien menilai nyeri dengan
menggunakan skala 0-10. Skala paling efektif digunakan saat mengkaji intensitas nyeri sebelum
dan setelah intervensi terapeutik. Apabila digunakan skala untuk menilai nyeri, maka
direkomendasikan patokan 10 cm (AHCPR, 1992).
Skala analog visual (Visual analog scale, VAS) tidak melebel subdivisi. VAS adalah suatu garis
lurus, yang mewakili intensitas nyeri yang terus menerus dan pendeskripsi verbal pada setiap
ujungnya. Skala ini memberi klien kebebasan penuh untuk mengidentifikasi keparahan nyeri. VAS
dapat merupakan pengukuran keparahan nyeri yang lebih sensitif karena klien dapat
mengidentifikasi setiap titik pada rangkaian dari pada dipaksa memilih satu kata atau satu angka
(Potter, 2005).
Skala nyeri harus dirancang sehingga skala tersebut mudah digunakan dan tidak mengkomsumsi
banyak waktu saat klien melengkapinya. Apabila klien dapat membaca dan memahami skala, maka
deskripsi nyeri akan lebih akurat. Skala deskritif bermanfaat bukan saja dalam upaya mengkaji
tingkat keparahan nyeri, tapi juga, mengevaluasi perubahan kondisi klien. Perawat dapat
menggunakan setelah terapi atau saat gejala menjadi lebih memburuk atau menilai apakah nyeri
mengalami penurunan atau peningkatan (Potter, 2005).

sumber
Priharjo, R (1993). Perawatan Nyeri, pemenuhan aktivitas istirahat. Jakarta : EGC hal : 87.
Shone, N. (1995). Berhasil Mengatasi Nyeri. Jakarta : Arcan. Hlm : 76-80
Ramali. A. (2000). Kamus Kedokteran : Arti dan Keterangan Istilah. Jakarta : Djambatan.
Syaifuddin. (1997). Anatomi fisiologi untuk siswa perawat.edisi-2. Jakarta : EGC. Hlm : 123-136.
Tamsuri, A. (2007). Konsep dan penatalaksanaan nyeri. Jakarta : EGC. Hlm 1-63
Potter. (2005). Fundamental Keperawatan Konsep, Proses dan Praktik. Jakarta: EGC. Hlm 1502-1533






















KONSEP DASAR NYERI SEMESTER 3
DEFINISI NYERI

1. Nyeri didefinisikan sebagai suatu keadaan yang mempengaruhi seseorang dan ekstensinya
diketahui bila seseorang pernah mengalaminya (Tamsuri, 2007).

2. Menurut International Association for Study of Pain (IASP), nyeri adalah sensori subyektif dan
emosional yang tidak menyenangkan yang didapat terkait dengan kerusakan jaringan aktual
maupun potensial, atau menggambarkan kondisi terjadinya kerusakan

3. Menurut keperawatan: Apapun yang menyakitkan tubuh yang dikatakan individu yang
mengalaminya, yang ada kapanpun individu mengatakannya. Peraturan utama dalam merawat
pasien nyeri : Semua nyeri adalah nyata, meskipun penyebabnya belum diketahui. Keberadaan
nyeri adalah berdasarkan hanya pada laporan pasien bahwa nyeri itu ada

4. Nyeri terjadi bersamaan dengan proses penyakit, Nyeri sangat mengganggu dan menyulitkan
lebih banyak orang dibanding suatu penyakit manapun, Perawat menghabiskan lebih banyak
waktunya bersama pasien yang mengalami nyeri disbanding tenaga professional kes. lainnya
shg perawat mempunyai kesempatan lebih banyak untuk membantu menghilangkan nyeri dan
efeknya yang membahayakan.


MODIFIKASI MASUKAN NYERI

Woolf dan Salter (2000) mengidentifikasi 3 tingkatan tempat informasi saraf yang dapat
dimodifikasi sebagai respons terhadap nyeri kronik

1. Luas dan durasi respon terhadap stimulus di sumbernya dapat dimodifikasi
2. Perubahan kimiawi dapat terjadi di dalam setiap neuron atau bahkan dapat menyebabkan
perubahan pada karakteristik anatomi neuron-neuron ini atau neuron di sepanjang jalur
penghantar nyeri
3. Pemanjangan stimulus dapat menyebabkan modulasi neurotransmitter yang mengendalikan
arus informasi dari neuron ke reseptor-reseptornya.

Yang dan Wuu (2001) menjelaskan semua perubahan dapat menyebabkan perubahan jangka
panjang dalam konektivitas dan organisasi sel-sel saraf, yang menghasilkan ingatan nyeri. Hal
ini dibuktikan oleh perosesan saraf sentral dapat mengubah reseptor dan keluaran kimiawi
sehingga individu dapat merasakan sensasi nyeri yang menetap, walaupun stimulasi saraf nyeri
berkurang atau bahkan tidak ada (Paye, Gonzales,1999).


RESEPTOR NYERI DAN STIMULASI

Kapasitas jaringan utnuk menimbulkan nyeri apabila jaringan tersebut mendapat rangsangan
yang mengganggu bergantung adanya nosiseptor. Nosiseptor adalah saraf aferen primer untuk
menerima dan menyalurkan rangsangan nyeri. Ujung-ujung saraf bebas nosiseptor berfungsi
sebagai saraf yang peka terhadap rangsangan mekanis, kimia, suhu, listrik yang menimbulkan
nyeri. Nosiseptor terletak di jaringan subkuti, otot rangka, dan sendi. Reseptor nyeri di visera
tidak terdapat di parenkim organ internal itu sendiri, tettapi di permukaan peritoneum, membrane
pleura, durameter, dan dinding pembuluh darah.

Saraf perifer terdiri dari 3 akson 3 tipe neuron yang berlainan: neuron aferen atau sensorik
primer, neuron motorik, dan neuron pasca ganglion simpatis.
Serat pascaganglion simpatis dan motorik adalah adalah serat eferen (membawa impuls dari
medulla spinalis ke jaringan/ efektor). Badan sel dari neuron aferen primer terletak di akar dorsu
(posterior) nervus spinalis. Setelah keluar dari badan selnya di ganglion akar dorsal (GAD),
akson saraf aferen primer terbagi menjadi 2 prosesus: satu masuk ke kornu dorsalis medulla
spinalis, dan staunya mempersarafi jaringan.

Serat-serat aferen primer diklasifikasikan berdasarkan ukuran, derajat mielinisasi, dan kecepatan
hantaran (gambar 1).

A : diameter paling besar,bermielin, memberikan respons maksimal thd sentuhan dan/ rabaan
didapatkan > pd saraf yg menginervasi kulit

A : diameter kecil 2-5 m, bermielin kecepatan konduksi 12-30 m/s

C : diameter 0,4-1,2 m , tidak bermielin kecepatan konduksi 0,5-2 m/s

Serabut saraf A dan C berada pada saraf yg menuju ke kulit, somatik dalam dan visceral
umumnya memberikan respons maks. hanya kepada stimulus noxious ( mis. : rangsang
mekanis, panas, zat kimia iritatif) menimbulkan nyeri

Reseptor nyeri : nociceptor

Nociceptor A tersebar hampir pd semua permukaan kulit sebagian kecil pd otot dan sendi >
sensitif thd stimulus mekanis intensitas tinggi sebag. thd stimulus termal
Nociceptor serabut C: bagian dalam kulit, di setiap jaringan sensitif thd stimulus noxious mekanis
, termal, kimiawi

Sensitisasi : bila stimulus kuat, berulang/ berlangsung lama pada jaringan yg rusak / inflamasi.
Sensitivitas nosiseptor meningkat
Hiperalgesia (primer, sekunder) nyeri tekan. Berperan mediator inflamasi mis.: bradikinin,
prostaglandin , leukotrien juga krn pH rendah
Serabut A-delta & C membawa informasi ke SSP dg kecepatan berbeda (gambar 4)
Aktivasi serabut Afirst pain: menimbulkan sensasi nyeri yg cepat, tajam , terlokalisasi (gambar
4)
Aktivasi serabut Csecond pain:sensasi nyeri yg lama, nyeri tumpul, intense, menyebar (gambar
4)

MEKANISME NYERI

Transduksi

Merupakan proses di mana suatu rangsang nyeri (noxious stimuli) diubah menjadi suatu aktifitas
listrik, yang akan diterima oleh ujung-ujung saraf (nerve endings). Rangsang ini dapat berupa
rangsang fisik, suhu, ataupun kimia.
Dengan kata lain transduksi adalah proses rangsangan yang mengganggu menyebabkan
depolarisasi mosiseptor dan stimulus nyeri. Salah satu kemungkinan transduksi adalah
pengaktivan nosiseptor oleh zat-zat kimia penghasil nyeri yang dibebaskan di tempat cidera
jaringan.
Berbeda dengan sebaian besar sensorik lain, reseptor nyeri sangat sedikit atau sama sekali
tidak beradaptasi. Dengan rangsangan yang mengganggu dan berkepanjangan, kerusakan
jaringan atau peradangan , reseptor nyeri malah semakin peka, disebut hiperalgesia, disertai
penurunan ambang nyeri


Transmisi


Penyaluran impuls melalui saraf sensoris menyusul proses transduksi. Impuls ini akan disalurkan
oleh serabut saraf A delta dan serabut C sebagai neuron pertama, dari perifer ke medulla
spinalis dimana impuls tersebut mengalami modulasi sebelum diteruskan ke thalamus oleh
traktus sphinotalamikus sebagai neuron kedua. Dari thalamus selanjutnya impuls disalurkan ke
daerah somato sensoris di korteks serebri melalui neuron ketiga, dimana impuls tersebut
diterjemahkan dan dirasakan sebagai persepsi nyeri


Modulasi


Proses dimana terjadi interaksi antara sistem analgesilk endogen dengan asupan nyeri yang
masuk ke kornu posterior. Jadi merupakan proses desendern yang dikontrol oleh otak
seseorang. Analgesik endogen ini meliputi endorfin, serotonin, dan noradrenalin yang memiliki
kemampuan menekan asupan nyeri pada kornu posterior. Kornu posterior ini dapat diibaratkan
sebagai pintu gerbang yang dapat tertutup atau terbuka dalam menyalurkan asupan nyeri.
Peristiwa terbuka dan tertutupnya pintu gerbang tersebut diperankan oleh sistem analgesic
endogen di atas. Proses modulasi inilah yang menyebabkan persepsi nyeri menjadi sangat
pribadi dan subjektif pada setiap orang. Hal ini sangat dipengaruhi oleh latar belakang budaya,
pendidikan, atensi, serta makna atau arti dari suatu rangsang.


Persepsi


Hasil akhir dari proses interaksi yang kompleks dan unik yang dimulai dari proses transduksi,
transmisi, dan modulasi yang pada gilirannya menghasilkan suatu perasaan yang subjektif yang
dikenal sebagai persepsi nyeri



Konsep Nyeri
20 OCTOBER, 2007
DEFINISI
Nyeri merupakan Perasaan tidak nyaman, baik ringan maupun berat.yang hanya dapat dirasakan
oleh individu tersebut tanpa dapat dirasakan oleh orang lain, mencakup pola fikir, aktifitas seseorang
secara langsung, dan perubahan hidup seseorang. Nyeri merupakan tanda dan gejala penting yang
dapat menunjukkan telah terjadinya gangguan fisiologikal.
PENYEBAB NYERI
1. Trauma
a. Mekanik
Rasa nyeri timbul akibat ujung-ujung saraf bebas mengalami kerusakan, misalnya akibat benturan,
gesekan, luka dan lain-lain.
b. Thermis
Nyeri timbul karena ujung saraf reseptor mendapat rangsangan akibat panas, dingin, misal karena api
dan air.
c. Khemis
Timbul karena kontak dengan zat kimia yang bersifat asam atau basa kuat
d. Elektrik
Timbul karena pengaruh aliran listrik yang kuat mengenai reseptor rasa nyeri yang menimbulkan
kekejangan otot dan luka bakar.
2. Neoplasma
a. Jinak
b. Ganas
3. Peradangan
Nyeri terjadi karena kerusakan ujung-ujung saraf reseptor akibat adanya peradangan atau terjepit
oleh pembengkakan. Misalnya : abses
4. Gangguan sirkulasi darah dan kelainan pembuluh darah
5. Trauma psikologis
KLASIFIKASI NYERI1. Menurut Tempat
a. Periferal Pain
1) Superfisial Pain (Nyeri Permukaan)
2) Deep Pain (Nyeri Dalam)
3) Reffered Pain (Nyeri Alihan)
nyeri yang dirasakan pada area yang bukan merupakan sumber nyerinya.
b. Central Pain
Terjadi karena perangsangan pada susunan saraf pusat, spinal cord, batang otak dll
c. Psychogenic Pain
Nyeri dirasakan tanpa penyebab organik, tetapi akibat dari trauma psikologis.
d. Phantom Pain
Phantom Pain merupakan perasaan pada bagian tubuh yang sudah tak ada lagi, contohnya pada
amputasi. Phantom pain timbul akibat dari stimulasi dendrit yang berat dibandingkan dengan
stimulasi reseptor biasanya. Oleh karena itu, orang tersebut akan merasa nyeri pada area yang telah
diangkat.
e. Radiating Pain
Nyeri yang dirasakan pada sumbernya yang meluas ke jaringan sekitar.
2. Menurut Sifat
a. Insidentil : timbul sewaktu-waktu dan kemudian menghilang
b. Steady : nyeri timbul menetap dan dirasakan dalam waktu yang lama
c. Paroxysmal : nyeri dirasakan berintensitas tinggi dan kuat sekali dan biasanya menetap 10 15
menit, lalu menghilang dan kemudian timbul kembali.
d. Intractable Pain : nyeri yang resisten dengan diobati atau dikurangi. Contoh pada arthritis,
pemberian analgetik narkotik merupakan kontraindikasi akibat dari lamanya penyakit yang dapat
mengakibatkan kecanduan.
3. Menurut Berat Ringannya
a. Nyeri ringan : dalam intensitas rendah
b. Nyeri sedang : menimbulkan suatu reaksi fisiologis dan psikologis
c. Nyeri Berat : dalam intensitas tinggi
4. Menurut Waktu Serangan
Terdapat beberapa cara untuk mengklasifikasikan tipe nyeri. Pada tahun 1986, The National
Institutes of Health Concencus Conference of Pain mengkategorikan nyeri menurut penyebabnya.
Partisipan dari konferensi tersebut mengidentifikasi 3 (tiga) tipe dari nyeri : akut, Kronik Malignan dan
Kronik Nonmalignan.
Nyeri akut timbul akibat dari cedera akut, penyakit atau pembedahan. Nyeri Kronik Nonmalignan
diasosiasikan dengan cedera jaringan yang tidak progresif atau yang menyembuh. Nyeri yang
berhubungan dengan kanker atau penyakit progresif disebut Chronic Malignant Pain. Meskipun
demikian, perawat biasanya berpegangan terhadap dua tipe nyeri dalam prakteknya yaitu akut dan
kronis :
1. Nyeri Akut
Nyeri akut biasanya berlangsung singkat, misalnya nyeri pada fraktur. Klien yang mengalami nyeri
akut baisanya menunjukkan gejala-gejala antara lain : perspirasi meningkat, Denyut jantung dan
Tekanan darah meningkat, dan pallor
2. Nyeri Kronis
Nyeri kronis berkembang lebih lambat dan terjadi dalam waktu lebih lama dan klien sering sulit
mengingat sejak kapan nyeri mulai dirasakan.
PENGKAJIAN NYERI
Dikarenakan nyeri merupakan pengalaman interpersonal, perawat harus menanyakannya secara
langsung kepada klien
Karakteristik
a. Lokasi
Pengkajian lokasi nyeri mencakup 2 dimensi :
Tingkat nyeri, nyeri dalam atau superfisial
Posisi atau lokasi nyeri
Nyeri superfisial biasanya dapat secara akurat ditunjukkan oleh klien; sedangkan nyeri yang timbul
dari bagian dalam (viscera) lebih dirasakan secara umum.
Nyeri dapat pula dijelaskan menjadi empat kategori, yang berhubungan dengan lokasi :
Nyeri terlokalisir : nyeri dapat jelas terlihat pada area asalnya
Nyeri Terproyeksi : nyeri sepanjang saraf atau serabut saraf spesifik
Nyeri Radiasi : penyebaran nyeri sepanjang area asal yang tidak dapat dilokalisir
Reffered Pain (Nyeri alih) : nyeri dipersepsikan pada area yang jauh dari area rangsang nyeri.
b. Intensitas
Beberapa faktor yang mempengaruhi nyeri :
Distraksi atau konsentrasi dari klien pada suatu kejadian
Status kesadaran klien
Harapan klien
Nyeri dapat berupa : ringan, sedang, berat atau tak tertahankan. Perubahan dari intensitas nyeri
dapat menandakan adanya perubahan kondisi patologis dari klien.
c. Waktu dan Lama (Time & Duration)
Perawat perlu mengetahui/mencatat kapan nyeri mulai timbul; berapa lama; bagaimana timbulnya
dan juga interval tanpa nyeri dan kapan nyeri terakhir timbul.
d. Kualitas
Deskripsi menolong orang mengkomunikasikan kualitas dari nyeri. Anjurkan pasien menggunakan
bahasa yang dia ketahui: nyeri kepala mungkin dikatakan ada yang membentur kepalanya, nyeri
abdominal dikatakan seperti teriris pisau.
e. Perilaku Non Verbal
Beberapa perilaku nonverbal yang dapat kita amati antara lain : ekspresi wajah, gemeretak gigi,
menggigit bibir bawah dan lain-lain.
f. Faktor Presipitasi
Beberapa faktor presipitasi yang akan meningkatkan nyeri : lingkungan, suhu ekstrim, kegiatan yang
tiba-tiba, stressor fisik dan emosi.
g. Alat Pengukur Nyeri

Intervensi
Secara umum intervensi yang dapat dilakukan untuk mengatasi nyeri dibagi menjadi 2 bagian besar,
yaitu :
1. Non Farmakologik intervention : Distraksi, Relaksasi, Stimulasi Kutaneus
2. Farmakologi Intervention
Distraksi
Beberapa teknik distraksi, antara lain :
1. Nafas lambat, berirama
2. Massage and Slow, Rhythmic Breathing
3. Rhytmic Singing and Tapping
4. Active Listening
5. Guide Imagery
Relaksasi
Teknik relaksasi terutama efektif untuk nyeri kronik dan memberikan beberapa keuntungan, antara
lain :
1. Relaksasi akan menurunkan ansietas yang berhubungan dengan nyeri atau stres
2. Menurunkan nyeri otot
3. Menolong individu untuk melupakan nyeri
4. Meningkatkan periode istirahat dan tidur
5. Meningkatkan keefektifan terapi nyeri lain
6. Menurunkan perasaan tak berdaya dan depresi yang timbul akibat nyeri
Stewart (1976: 959), menganjurkan beberapa teknik relaksasi berikut :
1. Klien menarik nafas dalam dan menahannya di dalam paru
2. Secara perlahan-lahan keluarkan udara dan rasakan tubuh menjadi kendor dan rasakan betapa
nyaman hal tersebut
3. Klien bernafas dengan irama normal dalam beberapa waktu
4. Klien mengambil nafas dalam kembali dan keluarkan secara perlahan-lahan, pada saat ini biarkan
telapak kaki relaks. Perawat minta kepada klien untuk mengkonsentrasikan fikiran pada kakinya yang
terasa ringan dan hangat.
5. Ulangi langkah 4 dan konsentrasikan fikiran pada lengan, perut, punggung dan kelompok otot-otot
lain
6. Setelah klien merasa relaks, klien dianjurkan bernafas secara perlahan. Bila nyeri menjadi hebat
klien dapat bernafas secara dangkal dan cepat.
Stimulasi Kulit (Cutaneus)
Beberapa teknik untuk stimulasi kulit antara lain :
a. Kompres dingin
b. Analgesics ointments
c. Counteriritan, seperti plester hangat.
d. Contralateral Stimulation, yaitu massage kulit pada area yang berlawanan dengan area yang nyeri.
Farmakologik Agent
1. Analgesics
Obat golongan analgesik akan merubah persepsi dan interpretasi nyeri dengan jalan mendepresi
Sistem Saraf Pusat pada Thalamus dan Korteks Cerebri. Analgesik akan lebih efektif diberikan
sebelum klien merasakan nyeri yang berat dibandingkan setelah mengeluh nyeri. Untuk alasan ini
maka analgesik dianjurkan untuk diberikan secara teratur dengan interval, seperti setiap 4 jam (q 4h)
setelah pembedahan.
Terdapat dua klasifikasi mayor dari analgesik, yaitu :
a. Narcotic (Strong analgesics)
Termasuk didalamnya adalah : derivat opiate seperti morphine dan codein.
Narkotik menghilangkan nyeri dengan merubah aspek emosional dari pengalaman nyeri (misal :
persepsi nyeri). Perubahan mood dan perilaku dan perasaan sehat membuat seseorang merasa lebih
nyaman meskipun nyerinya masih timbul.
b. Nonnarcotics (Mild analgesics)
Mencakup derivat dari : Asam Salisilat (aspirin); Para-aminophenols (phenacetin); Pyrazolon
(Phenylbutazone).
Meskipun begitu terdapat pula obat analgesik kombinasi, seperti kombinasi dari analgesik kuat
(strong analgesics) dengan analgesik ringan (mild analgesics), contohnya : Tylenol #3, merupakan
kombinasi dari acetaminophen sebagai obat analgesik nonnarkotik dengan codein, 30mg.
2. Plasebo
Plasebo merupakan jenis dari tindakan, seperti pada intervensi keperawatan yang menghasilkan efek
pada klien dikarenakan adanya suatu kepercayaan daripada kandungan fisik atau kimianya
(McCaffery, 1982:22). Pengobatannya tidak mengandung komponen obat analgesik (seperti : gula,
larutan garam/normal saline, atau air) tetapi hal ini dapat menurunkan nyeri. Untuk memberikan
plasebo ini perawat harus mempunyai izin dari dokter.
Medical Interventions
1. Blok Saraf (Nerve Block)
2. Electric Stimulation
3. Acupunture
4. Hypnosis
5. Surgery/Pembedahan
6. Biofeedback
































Konsep Nyeri
Posted on 16 Desember, 2007 by binhasyim


Defenisi Nyeri

Oleh IASP (international Association for the Study of Pain), nyeri di definisikan
sebagai an unpleasant sensory and emotional experience associated with actual or
potential tissue damage or described in term of such damage.
Dari defenisi ini dapat di tarik dua kesimpulan. Yang pertama bahwa persepsi nyeri merupakan sensasi yang tidak
menyenangkan dan pengalaman emosional menyusul adanya kerusakan jaringan yang nyata. Jadi nyeri terjadi karena adanya
kerusakan jaringan yang nyata (pain with nociception). Yang kedua, perasaan yang sama juga dapat timbul tanpa adanya
kerusakan jaringan yang nyata. Jadi nyeri dapat terjadi tanpa adanya kerusakan jaringan yang nyata (pain without
nociception). baca selengkapnya.Dengan kata lain, nyeri pada umumnya terjadi akibat adanya kerusakan jaringan yang
nyata, keadaan mana disebut sebagai nyeri akut misalnya nyeri pasca bedah. Namun terdapat juga suatu keadaan dimana
timbul keluhan nyeri tanpa adanya kerusakan jaringan yang nyata atau nyeri timbul setelah proses penyembuhan usai,
keadaan mana disebut sebagai nyeri kronik misalnya nyeri post-herpetic, nyeri phantom atau nyeri trigeminal. Perjalanan
Nyeri (Nociceptive Pathway).
Antara kerusakan jaringan (sebagai sumber stimuli nyeri) sampai dirasakan sebagai
persepsi nyeri terdapat suatu rangkaian proses elektrofisiologik yang secara
kolektif disebut sebagai nosisepsi (nociception). Ada empat proses yang jelas yang
terjadi pada suatu nosisepsi, yakni ;
1.

Proses Transduksi (Transduction), merupakan proses dimana suatu stimuli nyeri (noxious stimuli) di rubah menjadi
suatu aktifitas listrik yang akan diterima ujung-ujung saraf (nerve ending). Stimuli ini dapat berupa stimuli fisik (tekanan),
suhu (panas) atau kimia (substansi nyeri).
2.

Proses Transmisi (Transmison), dimaksudkan sebagai penyaluran impuls melalui saraf sensoris menyusul proses
transduksi. Impuls ini akan disalurkan oleh serabut saraf A delta dan serabut C sebagai neuron pertama, dari perifer ke
medulla spinalis dimana impuls tersebut mengalami modulasi sebelum diteruskan ke thalamus oleh traktus sphinotalamikus
sebagai neuron kedua. Dari thalamus selanjutnya impuls disalurkan ke daerah somato sensoris di korteks serebri melalui
neuron ketiga, dimana impuls tersebut diterjemahkan dan dirasakan sebagai persepsi nyeri.
3.

Proses Modulasi (Modulation), adalah proses dimana terjadi interaksi antara sistem analgesik endogen yang
dihasilkan oleh tubuh kita dengan imput nyeri yang masuk ke kornu posterior medulla spinalis. Jadi merupakan
proses acendern yang di kontrol oleh otak. Sistem analgesik endogen ini meliputi enkefalin, endorfin,
serotonin, dan noradrenalin memiliki efek yang dapat menekan impuls nyeri pada kornu posterior medulla spinalis. Kornu
posterior ini dapat diiabaratkan sebagai pintu yang dapat tertetutup atau terbukanya pintu nyeri tersebut diperankan oleh
sistem analgesik endogen tersebut di atas. Proses modulasi inilah yang menyebabkan persepsi nyeri menjadi sangat subyektif
orang per orang.
4.

Persepsi (perception), adalah hasil akhir dari proses interaksi yang kompleks dan unik yang dimulai dari proses
transduksi, transmisi, dan modulasi yang pada gilirannya menghasilkan suatu perasaan yang subyektif yang dikenal sebagai
persepsi nyeri.
Respons Stress (Stress Responds)
Respons tubuh terhadap suatu pembedahan atau nyeri akan menghasilkan reaksi
endokrin dan immonologik, yang secara umum disebut sebagai respons
stress.Respons stress ini sangat merugikan penderita karena selain akan
menurunkan cadangan dan daya tahan tubuh, meningkatkan kebutuhan oksigen otot
jantung, mengganggu fungsi respirasi dengan segala konsekuensinya, juga akan
mengundang resiko terjadinya tromboemboli yang pada gilirannya
meningkatkan morbiditas danmortalitas. Meskipun berbagai tehnik pengelolaan
nyeri telah banyak dikembangkan, namun mengontrol nyeri pascabedah per-se,
tidak selalu menjadi jaminan untuk tidak terjadinya respons stress yang turut
berperan dalam prognosis penderita pasca bedah.
Hipersensitifitas dan plastisitas Susunan Saraf.
Penelitian laboratorium menunjukkan bahwa menyusul suatu trauma atau operasi
maka input nyeri dari perifer ke sentral akan mengubah ambang reseptor
nyeri baik di perifer maupun di sentral (kornu posterior medulla spinalis). Kedua
reseptor nyeri tersebut di atas akan menurunkan ambang nyerinya, sesaat setelah
terjadi input nyeri.
Perubahan ini akan menghasilkan suatu keadaan yang disebut sebagai hipersensitifitas baik perifer maupun sentral.
Perubahan ini dalam klinik dapat dilihat, dimana daerah perlukaan dan sekitarnya akan berubah
menjadi hiperalgesia. Daerah tepat pada perlukaan akan berubah menjadi allodini, artinya dengan stimulasi lemah, yang
normal tidak menimbulkan rasa nyeri, kini dapat menimbulkan rasa nyeri, daerah ini disebut juga sebagai hiperalgesia
primer. Di lain pihak daerah di sekitar perlukaan yang masih nampak normal juga berubah menjadi hiperalgesia, artinya
dengan suatu stimuli yang kuat, untuk cukup menimbulkan rasa nyeri, kini dirasakan sebagai nyeri yang lebih hebat dan
berlangsung lebih lama, daerah ini juga disebut sebagai hiperalgesia sekunder.
Kedua perubahan tersebut di atas, baik hiperalgesia primer maupunhiperalgesia
sekunder merupakan konsekuensi terjadinyahipersensitifitas perifer dan sentral menyusul
suatu input nyeri akibat suatu trauma atau operasi. Ini berarti bahwa susunan saraf kita, baik
susunan saraf perifer maupun susunan saraf sentral dapat berubah sifatnya menyusul suatu
input nyeri yang kontinyu. Dengan kata lain, susunan saraf kita dapat disamakan sebagai
suatu kabel yang kaku (rigid wire), tapi mampu berubah sesuai dengan fungsinya sebagai
alat proteksi.

Kemampuan sususnan saraf kita yang dapat berubah mirip dengan plastik disebut sebagia plastisitas susunan
saraf (plasticity of the nervous system). Analgesia Preemptif (Preemptive analgesia)
Sekali susunan saraf
mengalami plastisitas, berarti akan menjadi hipersensitif terhadap suatu stimuli dan penderita
akan mengeluh dengan nyeri yang lebih hebat sehingga dibutuhkan dosis obat analgesik yang
tinggi untuk mengontrolnya. Atas dasar itulah maka untuk mengurangi keluhan nyeri pasca
bedah, dilakukan upaya-upaya untuk mencegah terjadinya plastisitas susunan saraf. Salah
satu cara untuk mengurangi plastisitas tersebut pada suatu pembedahan elektif adalah dengan
menggunakan blok saraf (epidural/spinal), sebab dengan demikian input nyeri dari perifer
akan terblok untuk masuk ke kornu posterior medulla spinal. Dilain pihak jika trauma terjadi
sebelum operasi, maka pemberian opioid secara sistemik dapat mengembalikan perubahan
plastisitas susunan saraf kembali menjadi normal. Upaya-upaya mencegah terjadinya
plastisitas ini disebut sebagai analgesia preemptif (preemptive analgesia), artinya
mengobati nyeri sebelum terjadi (to treat pain before it occurs). Dengan cara demikian
keluhan nyeri pascabedah akan sangat menurun dibandingkan dengan keluhan nyeri
pascabedah penderita yang dioperasi dengan fasilitas anastesi umum. Hal ini telah banyak
dibuktikan melalui penelitian-penelitian klinik. Analgesia Balans (Balanced
Analgesia) Sebagaimana telah diterangkan sebelumnya bahwa konsep analgesia balans
adalah upaya mengintervensi nyeri pada proses perjalanannya yakni pada proses transduksi,
transmisi dan proses modulasi. Jadi merupakan intervensi nyeri yang bersifat terpadu dan
berkelanjutan, yang diilhami oleh konsep plastisitas dan analgesia preemptif seperti
disebutkan di atas.Pengalaman menunjukkan bahwa dengan menggunakan analgesia
preemptif, pada awalnya akan diperoleh hasil yang cukup baik, tapi cara ini mempunyai
keterbatasan waktu. Tidak mungkin analgesia preemptif dapat dipertahankan beberapa hari
sampai proses penyembuhan usai. Selain iti epidural kontinyu dengan menggunakan anastesi
lokal, juga memiliki keterbatasan seperti disebutkan sebelumnya.

Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa analgesia preemptif, walaupun hasilnya sangat baik
terutama dalam mencegah terjadinya plastisitas pada kornu posterior, namun memiliki
keterbatasan, yakni sulitnya dipertahankan selama proses penyembuhan pascabedah.
Disinilah keunggulan dari analgesia balans dimana intervensi nyeri dilakukan secara
multimodal dan berkelanjutan. Multimodal, dimaksudkan bahwa intervensi dilakukan pada
ketiga proses perjalanan nyeri yakni pada proses transduksi dengan menggunakanNSAID,
pada proses transmisi dengan anastetik lokal, dan pada prosesmodulasi dengan opioid.

Dengan cara ini terjadi penekanan pada proses transduksi dan peningkatan proses modulasi,
guna mencegah terjadinya proses hipersensitivitas baik di perifer maupun di central. Dengan
kata lain, analgesia balans dapat menghasilkan selain pain free juga stress responses free.
Dengan regimen analgesia balans ini akan menghasilkan suatu analgesia pascabedah yang
secara rasional akan menghasilkan analgesia yang optimal bukan saja waktu istirahat, tapi
juga dalam keadaan mobilisasi.

Anda mungkin juga menyukai