LAKI LAKI 45 TAHUN DENGANBEKAS TB DD TB RELAPS, GAGAL
NAFAS TIPE 2, PNEUMONIA KOMUNITI PORT 75 GRUP III , DAN COR PULMONALE CRONICUM DECOMPENSATED CORDIS NYHA IV
Oleh : Ahmad Yasa Pemimpin Sidang : Dr. Harsini ,Sp.P
BAGIAN / SMF JANTUNG DAN PEMBULUH DARAH FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET RSUD DR. MOEWARDI SURAKARTA 2013 2
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN KASUS LAKI LAKI45 TAHUN DENGAN BEKAS TB DD TB RELAPS, GAGAL NAFAS TIPE 2, PNEUMONIA KOMUNITI PORT 75 GRUP III , DAN COR PULMONALE CRONICUM DECOMPENSATED CORDIS NYHA IV
Oleh : Ahmad Yasa
telah disetujui untuk dipresentasikan pada tanggal : 17 Mei 2013
Dr. Harsini ,Sp.P Pimpinan Sidang
3
Laporan Kasus
I. ANAMNESA A. Identitas Penderita Nama : Tn. S Umur : 45 tahun Jenis Kelamin : Pria Agama : Islam Pekerjaan : Penjual Mie Ayam Alamat : Geneng,RT05RW06,Geneng Sari,Polokarto, Sukoharjo No. RM : 01187723 Status administrasi : Jamkesmas Masuk RS : 2 April 2013
B. Keluhan Utama Sesak Nafas
C. Riwayat Penyakit Sekarang a. Pasien mengeluh sesak napas sejak 1tahun yang lalu dan memberat10 harisebelum masuk RS. Sesak nafas dirasakan ketika aktivitas seperti berjalan kaki lebih kurang 100 meter. Pasien tidur dengan 1 bantal tanpa merasa sesak dan tidak terbangun di malam hari karena sesak napas. Tidak ada perbedaan sesak napas antara tidur miring ke kiri dan ke kanan. Sesak tidak dipengaruhi perubahan cuaca dan posisi. Pasien mengeluh batuk, dahak putih kental, sulit keluar. Batuk darah dan nyeri dada disangkal. b. Pasien mengeluh demam sumer-sumer sejak 6 bulan terakhir, demam tinggi disangkal. Pasien mengalami penurunan nafsu makan dan berat badan sejak 3 bulan terakhir, berat badan pasien turun kurang lebih 10kg. Keringat malam disangkal, pasien sering mual, muntah disangkal. Pasien mengeluh kaki bengkak sejak 2 bulan terakhir. c. Pasien pernah berobat di BPKPM Jajar 10 tahun yang lalu, didiagnosa TBC paru, dan mendapat obat yang membuat kencing merah, menurut pasien itu obat TBC. Pasien berobat rutin selama 6 bulan, lalu. Pasien dinyatakan sembuh oleh dokter di BPKPM Jajar. Pasien merasakan terkadang sesak nafas walaupun sudah dinyatakan sembuh. 4
d. Pasien merasa sesak nafas semakin memberat 2 bulan terakhir sehingga mulai jarang bekerja. Sesak dirasa memberat 10 hari sebelum masuk RS, sesak dirasakan jika aktivitas ringan seperti jalan ke kamar mandi, tidur dengan menggunakan 3 bantal, terbangun karena sesak (+), dan kaki semakin membengkak.Selain itu pasien juga merasakan batuk dengan dahak susah keluar warna dahak warna bening, disertai demam7 hari SMRS sesak dirasakan berat sekali sehingga pasien datang ke RSUD Karanganyar, pasien mondok selama 5 hari tetapi keluhan tidak berkurang, akhirnya pasien dirujuk ke RSDM . e. BAB dan BAK normal
D. Riwayat Penyakit Dahulu Riwayat sakit kencing manis : disangkal Riwayat sakit hipertensi : disangkal Riwayat sakit jantung : disangkal Riwayat sakit kuning/ liver /ginjal : disangkal Riwayat sakit TBC (+) : 10 tahun yang lalu Riwayat minum OAT(+) :10 tahun yang lalu, selama 6bulan Riwayat Merokok : disangkal Riwayat DM : disangkal Riwayat penyakit paru : disangkal Riwayat Asma dan Alergi : disangkal E. Riwayat Penyakit pada Keluarga Riwayat DM : disangkal Riwayat sakit kencing manis : disangkal Riwayat sakit hipertensi : disangkal Riwayat sakit jantung : disangkal Riwayat sakit kuning/ liver /ginjal : disangkal Riwayat sakit TBC/batuk lama : disangkal Riwayat kontak dengan penderita TB : disangkal
F. Riwayat Pendidikan : Pendidikan terakhir SD
5
G. Riwayat Pekerjaan dan Sosial Ekonomi : Pasien seorang penjual mie ayam di solo.Penghasilan 750ribu- 1 juta rupiah perbulan.Kesan sosial ekonomi kurang.Biaya perawatan ditanggung Jamkesmas.
H. Riwayat Gizi : Pasien makan 2-3 kali sehari dengan nasi -1 piring dengan sayur-sayuran, tahu, tempe, lauk telur/ kadang kadang ikan/ayam/daging.
I. Riwayat kebiasan : Riwayat merokok :disangkal Riwayat minuman beralkohol : disangkal Riwayat olah raga : Tidak ada olah raga yang teratur.
J. Anamnesa sistem Kulit :Kering (-), pucat (-), menebal (-), gatal (-),luka(- ), kuning (-) Kepala :Sakit kepala (-), pusing (-), rambut mudah dicabut (-), rambut mudah rontok (-) Mata : Pandangan kabur (-/-),pandangan dobel(-/-). Hidung :Pilek (-), mimisan (-), tersumbat (-), gatal (-). Telinga : Berdenging (-), keluar cairan (-), darah (-). Mulut : Pucat (-), sariawan (-), luka pada sudut bibir (-) ,bibir kebiruan (-/-). Tenggorokan : Sakit menelan (-), gatal (-). Sistem Respirasi :Sesak nafas (+), batuk(+), dahak (+), mengi(- ). Sistem Cardiovaskuler : Nyeri dada (-),rasa berdebar (-), sesak nafas karena aktivitas (+),bangun malam hari sesak nafas (+). Sistem Gastrointestinal :Mual (-),Muntah (-), perut terasa mudah penuh (-),nafsu makan menurun (+), nyeri ulu hati(-), BAB Sulit (-),BAB lendir (-),BAB darah (-) Sistem Muskuloskeletal :Nyeri otot(-) 6
Sistem Genitourinaria : Nyeri BAK (-), panas BAK (-), sering BAK (-), keluar darah (-), kencing nanah (-), BAK anyang- anyangan(-),sering menahan kencing(-), rasa pegal di pinggang (-), BAK warna seperti teh (-). Ekstremitas Atas Kanan :luka (-), nyeri (-), tremor (-), kesemutan (-), bengkak (-), ujung jari dingin (-), ujung jari kebiruan (-/-), Atas Kiri : luka (-), nyeri (-), tremor (-), kesemutan (-), bengkak (-), ujung jari dingin (-) ujung jari kebiruan (-/-), lemah (-), sulit digerakkan (-). Bawah Kanan : luka (-),nyeri (-), tremor (-), kesemutan (-), bengkak (+), ujung jari dingin (-), ujung jari kebiruan (-/-). BawahKiri : luka (-),nyeri (-), tremor (-), kesemutan (-), bengkak (+), ujung jari dingin (-) ujung jari kebiruan (-/-), lemah (-), sulit digerakkan (-). Neuropsikiatri :Kejang (-),emosi tidak stabil(-),kesemutan(- ),gelisah (-), menggigau(-).
II. PEMERIKSAAN FISIK A Keadaan Umum lemah, compos mentis, gizi kesan kurang B Status gizi TB : 166 cm BB : 50 kg BMI : 18,14 kg/m2 Status gizi : Underweight Tanda Vital Tekanan darah: 110/80 mmHg Nadi: 100x/menit, HR : 100 x/ menit ,kuat, irama reguler, isi cukup dan tegangan cukup Frekuensi Respirasi: 28 x/menit Suhu : 38,1 0 C per axillar C Kulit Warna sawo matang turgor menurun (-), hiperpigmentasi (-), kering (-), teleangiektasis (-), petechie (-), kuning (-), ekimosis (-), pucat (-) D Kepala Bentuk mesocephal, rambut warna hitam, uban 7
(-), mudah rontok (-), mudah dicabut (-), luka (-) E Mata Mata cekung (-/-), konjunctiva pucat (-/-), sklera ikterik (-/-),pupil isokor dengan diameter (3/3 mm), reflek cahaya (+/+), edema palpebra (-/-) eksoftalmus (-/-) F Telinga Membran timpani intak, sekret (-), darah (-), nyeri tekan mastoid (-), nyeri tekan tragus (-) G Hidung Nafas cuping hidung (-), sekret (-), epistaksis (-), fungsi penghidu baik H Mulut Sianosis (-), gusi berdarah (-), gigi tanggal (-), bibir kering (-), papil lidah atrofi (-),stomatitis (-). I Leher JVP meningkat, pembesaran kelenjar tiroid (-), pembesaran limfonodi cervical (-), leher kaku (-), distensi vena-vena leher (-) J Thorax Bentuk normochest, simetris, retraksi intercostal (-), spider nevi (-), pernafasan torakoabdominal, sela iga melebar (+), pembesaran KGB axilla (-/-) Jantung : Inspeksi Ictus cordis tak tampak, pulsasi interkostal dan epigastrial (-) Palpasi Ictus cordis teraba di SIC IV 2 cm medial LMCS, kuat angkat (-), thrill(-), pulsasi parasternal (-) Perkusi Batas jantung kanan atas: SIC II Linea parasternalis dextra Batas jantung kanan bawah: SIC IV linea parasternalis dextra Batas jantung kiri atas: SIC II linea midclavicularis sinistra Batas jantung kiri bawah: sesuai ictus cordis Kesan: konfigurasi jantung tidak melebar Auskultasi HR: 100 kali/menit, reguler. Bunyi S1 normal , S2 pulmonal meningkat, bising (+) pansistolik gr 3/6 Punctum maksimum LLSB menjalar ke ictus cordis 8
Pulmo : Depan Inspeksi Statis simetris kanan-kiri, sela iga kanan tampak menyempit. Dinamis Pengembangan dada kanan < kiri, sela iga kananmenyempit, retraksi intercostal (-). Palpasi Statis Simetris. Dinamis Pergerakan dada ka < ki, fremitus raba kanan <kiri Perkusi Kanan Sonor, batas redup relatif paru-hepar di SIC V linea medio clavicularis dextra, batas redup absolut paru-hepar di SIC VI linea medio clavicularis dextra. Kiri batas paru-lambung setinggi SIC VIII linea medio clavicularis sinistra. Auskultasi Kanan Suara dasar vesikuler (+),Amphorik(+), RBK (+), wheezing (-) Kiri Suara dasar vesikuler (+),RBK (+), wheezing (-)
Belakang Inspeksi Statis Normochest, simetris, sela iga kanan menyempit. Dinamis Pergerakan dada ka < ki, fremitus raba kanan <kiri, sela iga kanan menyempit, retraksi interkostal (-). Palpasi Statis Simetris Dinamis Pergerakan kanan = kiri, simetris, fremitus raba kanan <kiri. Perkusi Ka / Ki Sonor /redup mulai SIC II kebawah Auskultasi Kanan Suara dasar vesikuler (+), rbk (+), amphorik(+) Kiri Suara dasar vesikuler menurun mulai SIC II ke bawah K Punggung kifosis (-), lordosis (-), skoliosis (-), nyeri ketok kostovertebra (-)
9
L Abdomen Inspeksi Dinding perut sejajar dinding dada,venektasi(- ), sikatrik (-), stria (-), caput medusae (-). Auskultasi Peristaltik usus (+) normal Perkusi Timpani, pekak sisi (+) normal, pekak alih (-), undulasi (-) Palpasi Supel, nyeri tekan (-), hepar tidak teraba, lien tidak teraba, nyeri tekan supra pubik (-). M Genitourinaria Ulkus (-), sekret (-), tanda-tanda radang (-). N Ekstremitas Superior dekstra Akral dingin (-), sianosis (-)udem (-), Spoon nail (-), clubing finger (-),flat nail (-). Superior sinistra Akral dingin (-),sianosis(-),udem (-),Spoon nail (-), clubing finger (-), flat nail (-). Inferior dekstra Akral dingin (-),udem (+),Spoon nail (-), sianosis(-),clubing finger (-), flat nail (-). Inferior sinistra Akral dingin (-),udem (+),Spoon nail (-), sianosis(+),clubing finger (-), flat nail (-).
III. PEMERIKSAAN PENUNJANG 1. Pemeriksaan Laboratorium Darah 02/4/13 04/01/13 06/04/13 Nilai Normal Satuan Hb 14,1 13,0 13,5-17,5 g/dl Hct 44 42 33-45 % Eritrosit 4,65 4,42 4,50-5,90 x 106 /uL Leukosit 6,6 7,7 4,5-11,0 x 103 /uL Trombosit 158 152 150-450 x 103 /uL GDS 104 136 60-140 mg/dl Ureum 35 30 <50 mg/dl Creatinin 1,0 0,7 0,9-1,3 mg/dl Natrium 124 127 136-145 Mmol/L Kalium 4,8 3,5 3,3-5,1 Mmol/L Chlorida 94 89 98-106 Mmol/L HbsAg Non 10
2. Pemeriksaan Analisa Gas Darah Tanggal 02/04/13 jam 13.00 (O 2 4 lpm) PEMERIKSAAN ANALISA GAS DARAH HASIL SATUAN RUJUKAN PH 7,352 7,350 7,450 BE 8,7 mmol/L -2 +3 PCO2 67,8 mmHg 27,0 41,0 PO2 90,5 mmHg 83,0 108,0 Hematokrit 48 % 37 50 CO3 31,2 mmol/L 21,0 28,0 Total CO2 33,1 mmol/L 19,0 24,0 O2 Saturasi 96,6 % 94,0 98,0 FiO2 0,3 AaDO2 52,91 HS 282,81
Kesan : Asidosis respiratorik terkompensasi sempurna, gagal nafas tipe II
11
Tanggal 02/04/13 jam 23.00 (O 2 4 lpm) PEMERIKSAAN ANALISA GAS DARAH HASIL SATUAN RUJUKAN PH 7,287 7,350 7,450 BE 10,2 mmol/L -2 +3 PCO2 87,2 mmHg 27,0 41,0 PO2 83,7 mmHg 83,0 108,0 Hematokrit 51 % 37 50 CO3 32,1 mmol/L 21,0 28,0 Total CO2 36,6 mmol/L 19,0 24,0 O2 Saturasi 95,1 % 94,0 98,0 FiO2 0,28 AaDO2 6,89 HS 298 Kesan : Asidosis respiratorik terkompensasi tidak sempurna, gagal nafas tipe II Tanggal 03/04/13 jam 23.00 (O 2 3 lpm) PEMERIKSAAN ANALISA GAS DARAH HASIL SATUAN RUJUKAN PH 7,32 7,350 7,450 BE 7,2 mmol/L -2 +3 PCO2 71,0 mmHg 27,0 41,0 PO2 89,0 mmHg 83,0 108,0 Hematokrit 38 % 37 50 CO3 36,0 mmol/L 21,0 28,0 Total CO2 38,8 mmol/L 19,0 24,0 O2 Saturasi 96 % 94,0 98,0 FiO2 0,23 AaDO2 21,89 HS 317,85 12
Kesan : Asidosis respiratorik terkompensasi tidak sempurna, gagal nafas tipe II Tanggal 04/04/13 jam 19.00 (O 2 3 lpm) PEMERIKSAAN ANALISA GAS DARAH HASIL SATUAN RUJUKAN PH 7,33 7,350 7,450 BE 5,0 mmol/L -2 +3 PCO2 64,0 mmHg 27,0 41,0 PO2 83,0 mmHg 83,0 108,0 Hematokrit 33 % 37 50 CO3 32,4 mmol/L 21,0 28,0 Total CO2 34,3 mmol/L 19,0 24,0 O2 Saturasi 91,0 % 94,0 98,0 FiO2 0,35 AaDO2 56,4 HS 225 Kesan : Asidosis respiratorik terkompensasi tidak sempurna, gagal nafas tipe II 3. EKG22 Maret 2012
P wave :sulit diidentifikasi QRS : lebar normal, tampak Notching di II, III, aVf R-R rate: teratur rate 100x/menit 13
PR interval : - ST depresi : - T inverted : semua lead Axis : Right axis deviasi Hipertropi: Right ventricle hypertophy Kesan : Sinus rhytm heart rate 100x/menit, RAD, CRBBB, RVH 3. HASIL PEMERIKSAAN RADIOLOGI TGL 22 Maret 2012
Foto rontgen posisi berdiri proyeksi PA, kekerasan cukup, jaringan lunak dan solid dapat dibedakan, inspirasi cukup, iga VII memotong mid diapragma, trakea tertarik ke kanan. CTR tidak valid dinilai Tampak perselubungan inhomogen di hemithoraks kanan Corakan vaskuler meningkat Sinus costophrenicus Kanan - Kiri tumpul Tampak infiltrat di hemitoraks kanan atas Kesimpulan :TB paru, destroyed lobe kanan atas, Efusi pleura bilateral, pneumonia 14
IV. DIAGNOSIS 1. Bekas TB dd TB Relaps dengan gagal nafas tipe II 2. Pneumonia komuniti port 75 grup III 3. Cor pulmonale cronicum V. PENATALAKSANAAN a. Bedrest duduk b. infus NaCl0,9% 12 tpm c. Oksigen nasal kanul 3 lpm d. Nebulisasi B :A = 0,8 : 0,2 g / 6 jam e. Diet Nasi tim 1700 Kkal f. Inj.Ceftriaxon 2gram/24 jam g. Inj. Furosemide20 mg/ 8 jam h. OBH syr 3 x C1 i. Ambroxol 3 x 30 mg j. Paracetamol 3 x 500mg k. ISDN 3 x 5mg l. Spironolactone 25mg 1-0-0 VI. Planning a. KUVS b. Sputum mo/gr/ dan Sensitivitas antibiotik c. AGD ulang post koreksi d. Balance cairan e. Echocardiography dari jantung VII. FOLLOW UP Tanggal4April 2012 S : Sesak berkurang, , batuk (+) dahak (+) O : Tensi :110/80 mmHg N: 88 HR: 88 RR: 24
15
Paru : Inspeksi : peninggian dada kiri >kanan Palpasi : fremitus raba kiri > kanan Perkusi : paru kiri redup mulai SIC II kebawah Auskultasi :suara dasar vesikular (+),suara tambahan RBK(+) A : 1. Bekas TB dd TB Relaps dengan gagal nafas tipe II 2. Pneumonia komuniti port 75 grup III 3. Cor pulmonale cronicum P : Terapi Lanjut Cek sputum Echocardiography Tanggal5April 2012 S : Sesak berkurang, batuk (+) dahak (+) O : Tensi :110/80 mmHg N: 86 HR: 86 RR: 24 Paru : Inspeksi : peninggian dada kiri >kanan Palpasi : fremitus raba kiri > kanan Perkusi : paru kiri redup mulai SIC II kebawah Auskultasi :suara dasar vesikular (+),suara tambahan RBK(+) A : 1. Bekas TB dd TB Relaps dengan gagal nafas tipe II 2. Pneumonia komuniti port 75 grup III 3. Cor pulmonale cronicum P : Terapi Lanjut 16
Ambil hasil Echocardiography ECHOCARDIOGRAPHY 4 April 2013
Hasil Echocardiography 04 April2013 : Finding: Dimensi LV tampak D shape, IVS, dan PW tidak menebal, massatidak meningkat Fungsi sistolik LV baik (EF 65%) Wall motion : Global Normokinetik Dimensi LA normal, dimensi RA & RV dilatasi Kontraktilitas RV rendah TAPSE 1,6 cm Kesimpulan : Menyokong CPC, RA dan RV diltasi TR Severe 17
Follow Up Tanggal 6April 2012 S : Sesak (+) menurun, batuk (+) , dahak (+) O : Tensi :110/80 mmHg N: 80 HR: 80 RR: 24 RBK (+), RBH (+) berkurang A : 1. Bekas TB dd TB Relaps dengan gagal nafas tipe II 2. Pneumonia komuniti port 75 grup III 3. Cor pulmonale cronicum P : Terapi Lanjut Ambil Hasilsputum SPUTUM Jenis pemeriksaan HASIL Pengecatan Gram Ditemukan Leukosit 50-100 /LPB, Epitel 0-2 / LPB Pengecatan BTA dari Sputum S: - P: Negatif S: Negatif Pengecatan BTA dari bahan lain - Lain-lain - Kultur Sputum : tidak tumbuh Follow Up Tanggal 7April 2012 S : Sesak (-) , batuk (+) berkurang, dahak (+) berkurang O : Tensi :110/70 mmHg N: 84 HR: 84 RR: 24 t: 36,2C RBK (+), RBH (+) berkurang A : 1. Bekas TB dd TB Relaps dengan gagal nafas tipe II 2. Pneumonia komuniti port 75 grup Cor pulmonale cronicum 18
P : Terapi Lanjut Furosemid 20mg/8jam 20mg/12 jam Foto thorak 5 hari post antibiotik Foto thorak 7 april 2013
Foto rontgen posisi berdiri proyeksi PA, kekerasan cukup, jaringan lunak dan solid dapat dibedakan, inspirasi cukup, iga VII memotong mid diapragma, trakea tertarik ke kanan, Cavitas (+) CTR tidak valid dinilai Tampak perselubungan inhomogen di hemithoraks kanan Corakan vaskuler meningkat Sinus costophrenicus Kanan - Kiri tumpul Tampak infiltrat di hemitoraks kanan atas Kesimpulan :TB parudestroyed lobe kanan atas, Efusi pleura bilateral Follow Up Tanggal 8 April 2012 S : Sesak (+) , batuk (+) berkurang, dahak (+) berkurang O : Tensi :110/70 mmHg N: 80 HR: 80 RR: 24 t: 36,2C RBK (-), RBH (-), weezing (-/-) A : 19
1. Bekas TB dd TB Relaps dengan gagal nafas tipe II 2. Pneumonia komuniti port 75 grup III 3. Cor pulmonale cronicum P : Terapi lanjut Inj Furosemid 20mg/12 jam 20mg / 24 jam Follow Up Tanggal 9April 2012 S : Sesak (-) , batuk (+) berkurang, dahak (+) berkurang O : Tensi :110/70 mmHg N: 80 HR: 80 RR: 24 t: 36,2C RBK (+), RBH (+) minimal A : 1. Bekas TB dd TB Relaps dengan gagal nafas tipe II 2. Pneumonia komuniti port 75 grup III 3. Cor pulmonale cronicum P :BLPL Cefadroxil 2x500mg OBH syr 3xCI Bkomplek 3x1 Furosemid 40mg 1-0-0 Spironolakton 25mg 0-1-0
20
VIII. ALUR KETERKAITAN MASALAH
Pneumonia CPC Uderweight Gagal Nafas Bekas TB Paru 21
VIII. TINJAUAN PUSTAKA TUBERKULOSIS Definisi Tuberkulosis (TB) adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi Mycobacterium tuberculosis complex. Kasus TB pasti adalah pasien TB dengan ditemukan Mycobacterium tuberculosis complex yan diidentifikasi dari spesimen klinik (jaringan, cairan tubuh, usap tenggorok, dll) dan kultur, atau pasien setelah dilakukan pemeriksaan penunjang untuk TB maka didiagnosis TB oleh dokter maupun petugas kesehatan dan diobati dengan panduan dan lama pengobatan yang lengkap. 1 Patogenesis A. Tuberkulosis primer Kuman tuberkulosis masuk melalui saluran napas, bersarang di jaringan paru, dan membentuk sarang pneumonik yang disebut sarang primer atau afek primer. Dari sarang primer akan kelihatan peradangan saluran getah bening menuju hilus (limfangitis lokal), diikuti oleh pembesaran kelenjar getah bening di hilus (limfadenitis regional). Afek primer bersama-sama dengan limfangitis regional dikenal sebagai kompleks primer. 2 Kompleks primer akan mengalami salah satu nasib berikut : 2 1. Sembuh dengan tidak meninggalkan cacat sama sekali (restitution ad integrum) 2. Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas (antara lain sarang Ghon, garis fibrotik, sarang perkapuran di hilus) 3. Menyebar, dengan cara perkontinuitatum, bronkogenik, hematogen dan limfogen. B. Tuberkulosis pasca primer Tuberkulosis pasca primer ini akan muncul bertahun-tahun setelah tuberkulosis primer, biasanya pada usia 15-40 tahun. Tuberkulosis post-primer dimulai dengan sarang dini, terletak di segmen apikal dari lobus superior maupun lobus inferior, awalnya berbentuk sarang pneumonik kecil. Nasib sarang pneumonik ini akan mengikuti salah satu jalan sebagai berikut : 2 1. Diresopsi kembali, dan sembuh kembali dengan tidak meninggalkan cacat 22
2. Sarang meluas, tetapi segera terjadi penyembuhan dengan meninggalkan fibrosis, selanjutnya akan membungkus diri menjadi lebih keras, terjadi perkapuran, dan sembuh dalam bentuk perkapuran. Sarang tersebut menjadi aktif kembali, membentuk jaringan keju dan menimbulkan kaviti bila jaringan keju dibatukkan keluar. 3. Sarang pneumonik meluas, membentuk jaringan keju (jaringan kaseosa), jika dibatukkanakan menjadi kavitas. Nasib kaviti ini: (a) mungkin meluas dan menimbulkan sarang pneumonik baru, sarang pneumonik ini akan mengikuti pola perjalanan diatas; (b) memadat dan membungkus diri (encapsulated), disebut tuberkuloma. Tuberkuloma dapat mengapur dan menyembuh, tetapi mungkin pula aktif, mencair dan menjadi kaviti lagi; (c) Kaviti bisa pula menjadi bersih dan menyembuh, disebut open healed cavity, atau kaviti menyembuh dengan membungkus diri, akhirnya mengecil. Kemungkinan berakhir sebagai kaviti yang terbungkus, dan menciut sehingga kelihatan seperti bintang (stellate shaped). 2
Klasifikasi Kasus TB diklasifikasikan berdasarkan: (1) letak anatomi penyakit, (2) hasil pemeriksaan dahak atau bakteriologi, (3) riwayat pengobatan sebelumnya, (4) status HIV pasien. Berdasarkan letak anatomi penyakit, TB dibagi menjadi TB paru dan ekstra paru. TB paru adalah kasus TB yang mengenai parenkim paru, sedangkan TB ekstra paru adalah kasus TB yang mengenai organ lain selain paru. 1 Kasus TB berdasarkan pemeriksaan dahak dibagi 2, yaitu TB paru basil tahan asam (BTA) positif dan TB paru BTA negatif.Tuberkulosis paru BTA positif adalah bila minimal satu dari minimal 2x pemeriksaan dahak menunjukkan hasil positif, dan sebaiknya satu kali pemeriksaan dahak adalah dahak pagi, pada laboratorium dengan syarat Quality External Assurance (QEA). Definisi TB paru BTA (+) pada daerah belum memiliki laboratorium QEA adalah jika 2 atau lebih pemeriksaan dahak BTA positif, atau satu pemeriksaan BTA positif dengan foto toraks sesuai gambaran TB, atau hasil pemeriksaan BTA positif ditambah hasil kultur M.tuberculosis positif. Tuberkulosis paru BTA negatif adalah pemeriksaan dahak BTA negatif tetapi hasil kultur positif, atau pemeriksaan dahak BTA dua kali negatif di daerah yang belum memiliki fasilitas kultur. 1 Berdasarkan riwayat sebelumnya, TB dibagi menjadi kasus kambuh, kasus gagal, dan kasus lalai.Kasus kambuh adalah pasien TB dengan BTA positif atau negative dengan riwayat pengobatan TB dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap.Kaus gagal adalah pasien TB dengan BTA positif dengan riwayat pengobatan gagal. Kasus gagal adalah pasien TB dengan BTA positif dengan riwyat pengobatan lalai berobat. 1 23
Gejala klinis Gejala klinis TB paru dibagi menjadi gejala respiratori dan sistemik.Gejala respiratori meliputi batuk lebih dari 2 minggu, batuk darah, sesak napas, dan nyeri dada. Gejala sistemik berupa demam, malaise, keringat malam, anoreksia, nafsu makan dan berat badan menurun. 1,2 Gejala klinis yang muncul bervariasi mulai tidak ada gejala sampai gejala yang berat tergantung luas lesi.Pada TB ekstra paru, maka gejala yang muncul tergantung organ yang terlibat. Limfadenitis TB menunjukkan gejala pembesaran kelenjar getah bening (KGB) yang lambat dan tidak nyeri, dll. 1 Radiologi Gambaran radiologi yang dicurigai lesi TB aktif yaitu: (1) bayangan berawan/ nodular di segmen apical dan posterior lobus atas paru dan segmen superior lobus bawah, (2) kavitas, terutama lebih dari 1, dikelilingi bayangan opak berawan atau nodular, (3) bayangan bercak milier, (4) efusi pleura unilateral atau bilateral. Gambaran radiologi yang dicurigai lesi TB inaktif adalah fibrotik, kalsifikasi, dan schwarte atau penebalan pleura. Gambaran radiologi luluh paru terdiri dari atelektasis, ektasis / multikavitas, dan fibrosis parenkim paru. 1 Terapi Pengobatan TB dibagi menjadi 3, yaitu: (1) pasien baru, diberikan 2RHZE/4RH, (2) pasien dengan riwayat pengobatan TB lini pertama, pengobatan sebaiknya berdasarkan uji kepekaan, selama menunggu dapat diberikan 2RHZES/RHZE/5RHE, (3) pasien MDR. 1
Multidrug Resistant (MDR) TB Pendahuluan Multidrug Resistant dalam pengobatan TB mejadi masalah kesehatan masyarakat di sejumlah Negara dan merupakan hambatan terhadap program pengendalian TB secara global. WHO pada tahun 2005 melaporkan terdapat lebih dari 400.000 kasus MDR TB di dunia tiap tahunnya akibat kurang baiknya penanganan dasar kasus TB dan transmisi strain kuman yang resisten obat anti TB. Penatalaksanaan MDR TB lebih sulit dan membutuhkan biaya lebih banyak dalam penanganannya dibanding kasus TB yang bukan MDR. 3
Menurut WHO, saat ini Indonesia menduduki peringkat ke 8 jumlah kasus MDR TB dari 27 negara. Data awal survey resistensi OAT lini pertama yng dilakukan di jawa tengah 24
tahun 2006 menunjukkan angka MDR TB pada kasus baru 2,07%, angka ini meningkat pada pasien yang pernah diobati sebelumnya yaitu 16,3%. 3 Definisi Ada beberapa jenis kategori resistensi terhadap obat TB, yaitu : 3,4 1. Monoresisten : kekebalan terhadap salah satu OAT lini pertama 2. Poliresisten : kekebalan terhadap salah satu OAT lini pertama, tapi tidak resisten terhadap INH dan rifampisin secara bersama-sama. 3. Multi drug resisten (MDR): kekebalan terhadap sekurang-kurangnya INH dan rifampisin secara bersama-sama, dengan atau tanpa OAT lini pertama yang lain. 4. Extensive drug resisten (XDR): selain MDR TB, juga terjadi kekebalan terhadap salah satu golongan obat kuinolon sebagai OAT lini ke dua, dan sedikitnya salah satu dari OAT injeksi lini kedua (kapreomisin, kanamisin, amikasin). 5. Total drug resisten (TDR): resistensi total ini dikenal juga dengan istilah super XDR-TB yaitu didefinisikan kuman yang sudah resisten dengan seluruh OAT lini pertama (INH, rifampisin, etambutol streptomisin, pirazinamid), dan OAT lini kedua (amikasin, kanamisin, kapreomisin, fluorokuinolon, etionamid, PAS) Terdapat 2 mekanisme resistensi OAT: 4 1.Resistensi primer, adalah resistensi yang terjadi pada penderita yang belum pernah mendapat pengobatan OAT, atau pernah mendapat OAT tapi kurang dari 1 bulan. Pada resistensi ini terjadi karena individu terpapar dengan kuman yang telah resisten terhadap OAT. 2. Resistensi sekunder, adalah resistensi yang terjadi pada penderita yang sebelumnya pernah mendapat OAT, minimal 1 bulan, di mana pengobatan yang tidak adekuat akan menimbulkan seleksi terhadap kuman yang resisten terhadap OAT. 3. Resistensi inisial, adalah apabila kita tidak tahu pasti apakah pasien sudah ada riwayat pengobatan OAT sebelumnya atau tidak. Suspek TB-MDR Pasien yang dicurigai kemungkinan TB-MDR adalah : 4 1. kasus TB paru dengan gagal pengobatan pada kategori 2, dibuktikan dengan rekam medis sebelumnya dan riwayat penyakit dahulu. 25
2. Pasien TB paru dengan hasil pemeriksaan dahak tetap positif setelah sisipan dengan kategori 2. 3. Pasien TB yang pernah diobati di fasilitas non-DOTS, termasuk yang mendapat OAT lini kedua seperti kuinolon dan kanamisin. 4. Pasien TB paru yang gagal pengobatan kategori pertama. 5. Pasien TB paru dengan hasil pemeriksaan dahak tetap positif setelah sisipan dengan kategori 1. 6. TB paru kasus kambuh 7. Pasien TB yang kembali setelah lalai atau default pada pengobatan kategori 1 dan atau kategori 2. 8. Suspek TB dengan keluhan, yang tinggal dekat dengan pasien T B-MDR terkonfirmasi, termasuk petugas kesehatan yang bertugas di bangsal MDR. 9. TB-HIV. Strategi pengobatan Strategi program pengobatan sebaiknya berdasarkan data uji kepekaan dan frekuensi penggunaan OAT dinegara tersebut.Dibawah ini beberapa strategi pengobatan TB MDR. 4 1. Pengobatan standar Data drugs resistancy survey (DRS) dari populasi pasien yang respresentatif digunakan sebagai dasar regimen pengobatan karena tidak tersedianya data hasil uji kepekaan individual. Seluruh pasien akan mendapatkan regimen pengobatan yang sama. Pasien yang dicurigai TB MDR sebaiknya dikonfirmasi dengan uji kepekaan. 2. Pengobatan empiris Setiap regimen pengobatan dibuat berdasar riwayat pengobatan TB sebelumnya dan data hasil uji kepekaan populasi representative.Biasanya regimen empiris disesuaikan setelah ada hasil uji kepekaan individual. 3. Pengobatan individual Regimen pengobatan berdasarkan riwayat pengobatan TB sebelumnya dan hasil uji kepekaan. Regimen standar TB-MDR di Indonesia adalah: 4 6Z- (E)-Kn-Lfx-Eto-Cs / 18Z-(E)-Lfx-Eto-Cs Z : pirazinamid Lfx : levofloxasin E :etambutol Eto : etionamid 26
Kn : Kanamisin Cs : sikloserin
Lama pengobatan: Lamanya pengobatan berdasarkan kultur konversi. Panduan yang dirrekomendasikan adalah meneruskan pengobatan minimal 18 bulan setelah kultur konversi. Sampai saat ini belum ada data yang mendukung pengurangan lama pengobatan. Pengobatan lebih dari 24 bulan dapat dilakukan pada kasus kronik dengan kerusakan paru luas. 4
COR PULMONALE CHRONICUM
Istilah kor pulmonale pertama kali diperkenalkan oleh Dr. Paul D White pada tahun 1931. Pada tahun 1963, WHO mendefinisikan kor pulmonale sebagai hipertrofi ventrikel kanan akibat penyakit yang menggangu fungsi atau struktur paru, tidak termasuk jika penyakit paru tersebut disebabkan gangguan jantung kiri, misalnya pada kelainan jantung kongenital. Tahun 1970, Behnke mengganti konsep hipertrofi ventrikel kanan dengan gangguan struktur dan fungsi ventrikel kanan. Pengertian ini meliputi berbagai gangguan dari yang ringan sampai gagal jantung kanan. Definisi yang terbaru dari kor pulmonal adalah perubahan struktur dan fungsi (hipertrofi, dilatasi, ataupun keduanya) ventrikel kanan karena adanya hipertensi pulmonal yang disebabkan gangguan primer traktus respirasi (parenkim, fungsi, ataupun ventilasi). 13
Kor pulmonal ada yang akut dan kronis. Kor pulmonal akut adalah peregangan atau pembebanan jantung kanan akibat hipertensi pulmonal akut, sering disebabkan oleh emboli paru masif (terbanyak tromboemboli) dan Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS). Sedangkan kor pulmonal kronis adalah hipertrofi dan dilatasi ventrikel kanan akibat hipertensi pulmonal yang berhubungan dengan penyakit paru obstruktif atau restriktif. Pada PPOK, progresivitas hipertensi pulmonal berlangsung lambat. 14 Kor pulmonal kronik merupakan kombinasi dari hipertrofi dan dilatasi ventrikel kanan yang berkembang menjadi gagal jantung kanan, terjadi sekunder karena adanya hipertensi pulmo yang disebabkan oleh penyakit pada parenkim paru atau sistem vaskularisasi paru (baik arteri pulmonalis maupun vena pulmonalis yang menuju atrium kiri).Kelainan jantung kanan yang terjadi karena kelainan jantung kiri primer atau kelainan kongenital tidak termasuk dalam kor pulmonal. Tapi kor 27
pulmonal dapat berkembang menjadi berbagai macam proses penyakit kardiopulmonal. Meskipun kor pulmonal pada umumnya merupakan suatu kondisi yang kronik dan berkembang lambat, tapi onset akut atau perburukan kor pulmonal dengan komplikasi yang mengancam jiwa dapat terjadi. 10
PATOFISIOLOGI Pada keadaan normal, jantung kiri mempunyai tekanan darah yang lebih tinggi untuk memompa darah ke seluruh tubuh, sedangkan jantung kanan bertugas memompa darah ke paru dengan tekanan yang lebih rendah.Ada beberapa kondisi yang menyebabkan tekanan darah di arteri ataupun vena pulmonalis menjadi lebih tinggi (disebut hipertensi pulmo) yang akhirnya berdampak buruk (abnormalitas struktur dan fungsi) pada jantung kanan. Dan ketika ventrikel kanan jantung tidak dapat memompa darah melawan tekanan yang abnormal tinggi ini, terjadilah cor pulmonale.15
PATOFISIOLOGI HIPERTENSI PULMO Hipertensi pulmo berarti tekanan arterial pulmo > 20 mmHg saat istirahat atau 30 mmHg dengan aktivitas. Peningkatan tekanan arteri pulmo dan resistensi pembuluh darah pulmo dapat terjadi karena gangguan pada parenkim paru, jalan nafas, dan pembuluh darah paru.13 Ada beberapa patofisiologi terjadinya hipertensi pulmo, yaitu: (1) vasokonstriksi pembuluh paru yang disebabkan oleh hipoksia alveolar; (2) penekanan pembuluh darah paru yang terjadi sekunder karena penyakit paru, mis. Emfisema, tromboemboli pulmo, penyakit paru interstitial; (3) peningkatan viskositas darah sekunder karena gangguan darah, mis. Polisitemia vera, sickle cell disease, makroglobulinemia; dan (4) hipertensi pulmo primer idiopatik. Keadaan-keadaan tersebut dapat meningkatkan tekanan arteri pulmo, dan dalam jangka panjang akan mengakibatkan hipertrofi dan dilatasi ventrikel kanan, yang kemudian akan berlanjut manjadi gagal jantung kanan.10 Vasokonstriksi pulmo lokal terjadi pada daerah yang hipoksia (merupakan defens mekanisme untuk menjaga ventilasi-perfusi lokal), sehingga aliran darah dialihkan dari daerah yang hipoksia ke area dengan ventilasi adekuat. Meskipun 28
respon vasokonstriksi akut ini bermanfaat, tapi vasokonstriksi pada hipoksia kronik menyebabkan penebalan arteri pulmo. Vasokonstriksi karena hipoksia dapat mempengaruhi vascular bed melalui ketidakseimbangan produksi dan regulasi NO (Nitric Oxide), ini menggangu kemampuan pembuluh darah paru untuk relaksasi, juga meningkatkan proliferasi sel otot polos pembuluh darah, hipertrofi medial, fibrosis dan proliferasi sel otot polos longitudinal pada tunika intima arteri pulmo kecil, sehingga resistensi vaskular meningkat dan terjadi hipertensi pulmonal. Perubahan struktural ini meningkatkan agregasi platelet, dan terjadinya trombus in situ, hal ini semakin meningkatkan resistensi vaskular pulmo.13 Intinya terdapat tiga faktor yang telah diketahui dalam mekanisme terjadinya hipertensi pulmonal yang menyebabkan meningkatnya resistensi vaskular.Ketiganya adalah mekanisme vasokonstriksi, remodeling dinding pembuluh darah pulmonal, dan trombosis in situ.Ketiga mekanisme ini terjadi akibat adanya dua faktor yakni gangguan produksi zat-zat vasoaktif seperti, nitric oxide dan prostacyclin, serta akibat ekspresi berlebihan secara kronis dari mediator vasokonstriktor seperti, endothelin-1 (Gambar II.2).Dengan diketahuinya mekanisme tersebut maka pengobatan terhadap hipertensi pulmonal menjadi lebih terang yakni dengan pemberian preparat nitric oxide, derivat prostacyclin, antagonis reseptor endothelin-1, dan inhibitor phosphodiesterase 5. 9
29
Gambar II.2. Patogenesis Hipertensi Pulmonal (Dikutip dari: Murray et al., 2010)
HUBUNGAN VASKULATUR PULMO DENGAN JANTUNG KANAN Ventrikel kanan adalah sebuah bilik berbentuk bulan sabit (cresent shape), terdiri dari dinding tipis yang konkaf dan septum interventrikular yang konveks (gambar 1). Karena anatomis ventrikel kanan yang sedemikian rupa, menyebabkan ventrikel kanan dapat menampung darah dalam jumlah yang relatif banyak, namun kekuatan ejeksi miokard ventrikel kanan terbatas.13 Dengan adanya peningkatan resistensi pulmo, terjadi penurunan stroke volume ventrikel kanan, sehingga terjadi peningkatan volume preload dan afterload.ventrikel kanan, ini menyebabkan peregangan dinding ventrikel kanan (terdapat dilatasi ventrikel kanan) dan kebutuhan oksigen meningkat, insufisiensi katup trikuspid dapat terjadi dan compliance ventrikel kiri menurun. Tekanan aorta turun, perfusi arteri koronaria kanan juga terpengaruh, dan terjadi gangguan fungsi dan dilatasi ventrikel 30
kanan. Keadaan preload yang meningkat menyebabkan ventrikel harus bekerja lebih keras untuk memompa darah keluar, padahal kekuatan ejeksi miokard ventrikel kanan terbatas, sehingga pada akhirnya terjadi dilatasi dan hipertrofi ventrikel kanan (gambar 2) sebagai akibat dan kompensasi dari semua proses yang telah terjadi.13
HUBUNGAN ANTARA VENTRIKEL KANAN DAN KIRI PADA KOR PULMONAL Adanya overload ventrikel kanan menyebabkan pergeseran septum interventrikular ke kiri (flattening or reversal of septal curvature). Keadaan ini dapat menekan ventrikel kiri, sehingga menurunkan volume ventrikel kiri. Penurunan output ventrikel kanan disertai penurunan volume diastolik ventrikel kiri menyebabkan penurunan output ventrikel kiri. Karena arteri koronaria kanan, yang mensuplai dinding ventrikel kanan, berasal dari aorta, maka penurunan output ventrikel kiri menyebabkan penurunan tekanan darah pada aorta dan mengurangi aliran darah arteri koronaria kanan, hal ini dapat menyebabkan gangguan fungsi ventrikel kanan.10,13 Anatomi ventrikel kanan yang berbentuk cresent shape, berdinding tipis konkaf, dan septum yang berbentuk konveks.
Sumber : Wiedemann and Matthay
31
Dilatasi dan hipertrofi ventrikel kanan sebagai akibat kompensasi ventrikel kanan akibat hipertensi pulmonal
Sumber: Kaufman D.A Patofisiologi terjadinya kor pulmonal kronik secara singkat dijelaskan melalui skema berikut ini. Hubungan ventrikel kiri dan kanan dalam patofisiologi kor pulmonal.
Sumber : Wiedemann and Matthay 32
ETIOLOGI Kor Pulmonale akut disebabkan oleh beberapa penyakit misalnya emboli pulmo dan eksaserbasi dari kor pulmonale kronik.Sedangkan kor pulmonale kronik biasanya disebabkan oleh PPOK, tapi ada juga beberapa penyebab lainnya. Pada pasien PPOK, eksaserbasi akut atau infeksi paru dapat mencetuskan overload ventrikel kanan. Penyebab kor pulmonal dapat diringkas dalam tabel berikut ini.16
Penyebab Kor Pulmonal Penyebab Kor Pulmonal Kor Pulmonale Akut Emboli paru masif ARDS Kor Pulmonale Kronik PPOK (paling banyak) Obstruktif Sleep Apnea Cystic fibrosis Primary pulmonary hypertension Pneumoconiosis Kyphoscoliosis Interstitial lung disease Chronic thromboembolic pulmonary Pulmonary vascular disease Sumber : Arnold M
33
TERAPI Terapi medis untuk kor pulmonale kronik pada umumnya difokuskan pada penyakit dasarnya, meningkatkan oksigenisasi, dan fungsi ventrikel kanan dengan meningkatkan kontraktilitas ventrikel kanan dan menurunkan vasokonstriksi pulmo. Terapi oksigen, diuretik, vasodilator, digitalis, teofilin, dan anti koagulasi merupakan terapi yang sudah lama digunakan untuk kor pulmonale.10 Oksigen.Terapi oksigen menghilangkan hipoksemia karena vasokonstriksi pulmonal, menurunkan resistensi vaskular paru yang kemudian meningkatkan cardiac output ventrikel kanan, mengurangi vasokonstriksi simpatis, meningkatkan perfusi renal.Nokturnal Oxygen Therapy Trial (NOTT) menunjukkan bahwa terapi oksigen yang kontinyu pada pasien dengan PPOK berat dapat menurunkan mortalitas. Indikasi terapi oksigen (di rumah) adalah (a) PaO2 55 mmHg atau SaO2 88%; (b) PaO2 55-59 mmHg disertai salah satu dari : (b.1) Edema disebabkan gagal jantung kanan; (b.2) P pulmonal pada EKG; (b.3) Eritrositosis, hematokrit >56%. Biasanya terapi oksigen jangka panjang direkomendasikan pada pasien dengan PaO2 dibawah 55 mmHg atau saturasi O2 kurang dari 88%.Tapi dengan adanya kor pulmonal, terapi oksigen jangka panjang dapat dipertimbangkan walaupun PaO2 > 55 mmHg atau SaO2 > 88 mmHg. .10,14 Diuretik.Diuretik digunakan dalam mengatasi kor pulmonale kronikum, terutama karena adanya pengisian ventrikel kanan yang meningkat dan berhubungan dengan adanya edema perifer.Diuretik meningkatkan fungsi ventrikel kanan dan kiri, tapi dapat merugikan hemodinamik jika tidak digunakan hati-hati.Penurunan volume yang berlebihan dapat menurunkan cardiac output.Komplikasi yang mungkin terjadi adalah alkalosis metabolik hipokalemi.Gangguan elektrolit dan keseimbangan asam basa pada penggunaan diuretik dapat menyebabkan aritmia jantung, dan menggangu cardiac output. Contoh diuretik yang digunakan pada kor pulmonale kronik yaitu furosemide (Lasix), merupakan loop diuretik, bekerja pada ansa henle. 13 Vasodilator.Obat-obat vasodilator dianjurkan untuk penanganan jangka panjang kor pulmonal kronik.Penggunaan vasodilator ini ditujukan untuk mengurangi tekanan pembuluh darah dan meningkatkan aliran darah. Beberapa jenis obat yang sudah dicoba dengan derajat efektivitas yang berbeda, yaitu : isoproterenol, phentolamine, diazoxide, prazosin, hydralazine, pirbuterol, methyldopa, dan calsium antagonis. Calcium channel blocker, terutama yang oral sustained release misalnya 34
nifedipine dan diltiazem dapat menurunkan tekanan pulmo, meskipun lebih efektif pada hipertensi pulmo primer dari pada yang sekunder.9 Pemberian ace inhibitor sendiri masih belum dapat dipastikan fungsinya. Efek vasodilatasi dan menurunkan kadar aldosteron diperkirakan dapat menurunkan tekanan darah secara sistemik maupun pulmonal. Namun ini tidak rutin diberikan karena hasil penelitian yang masih kontroversial untuk keuntungannya dalam menurunkan tekanan darah pulmonal.9 Glikosida jantung.Penggunaan glikosida jantung seperti digitalis digunakan untuk meningkatkan kekuatan kontraksi jantung.Pada pasien cor pulmonale, penggunaan glikosida jantung ini masih kontroversial, keuntungannya tidak sejelas efeknya pada jantung kiri.Penelitian menyatakan penggunaan obat ini harus hati-hati, dan tidak boleh selama fase akut insufisiensi respiratori. Pasien dengan hipoksia dan asidosis dapat meningkatkan resiko terjadinya aritmia karena pengunaan digitalis melalui mekanisme stimulasi simpatoadrenal.10 Anti koagulan. Anti koagulan dengan warfarin direkomendasikan pada pasien dengan resiko tinggi terjadinya tromboemboli.10 Antikolinegik.Antikolinergik (misalnya ipratropium dan tiotropium) mempunyai peran penting dalam terapi aksaserbasi PPOK, dapat menurunkan tahanan jalan napas, meningkatkan ekspirasi, juga mengurangi hipersekresi mucus.Antikolinergik ada yang short acting, ditujukan untuk mengatasi eksaserbasi (ipratropium) dan long acting (tiotropium). 17 Beta 2 agonis. Beta 2 agonis (misalnya albuterol / ventolin, dan metaproterenol/ Alupent) mengaktivasi reseptor spesifik 2 adrenergik pada permukaan sel otot polos dan mengakibatkan relaksasi otot polos, menghambat mediator inflamasi, dan menstimulasi transport mukosiliar.17,18 Methylxanthines (misalnya teofilin). Obat ini meningkatkan ventilasi kontralateral, fungsi otot respirasi, dan meningkatkan mucociliary clearance.18 Kortikosteroid.Penggunaan kortikosteroid sebagai anti inflamasi dapat digunakan per oral (misalnya prednison dan metil prednisolon), maupun secara inhalasi (misalnya beclomethasone dipropionate atau fluticasone propionate). 12 35
Antibiotik.Karena 85% pasien kor pulmonal kronik didasari adanya PPOK, maka penyakit dasar tersebut juga harus diatasi.Pada pasien PPOK, biasanya terdapat kolonisasi S pneumoniae, H influenzae, dan Moxarella catarrhalis.Penggunaan antibiotik empiris harus komprehensif, dan dapat meliputi semua patogen yang dapat menyebabkan PPOK.tujuan terapi pada PPOK bukan untuk mengeliminasi organisme tersebut, tapi untuk menangani eksaserbasi akut. Adanya eksaserbasi akut ditandai dengan meningkatnya produksi sputum yang purulen, sesak yang bertambah berat, demam, leukositosis, dan infiltrat pada radiografi thoraks.Terapi first line adalah amoxicillin dan trimethoprim/sulfamethoxazole.terapi second line lebih mahal, yaitu azithromycin dan fluorokuinolon.18 PROGNOSIS Prognosis kor pulmonale tergantung pada penyakit yang mendasari, tapi biasanya mempunyai prognosis yang buruk, karena penyakit ini merupakan tahap akhir dalam suatu proses penyakit yang serius. Pemberian O2 sering dapat meringankan gejala, meningkatkan kemampuan dalam aktivitas, dan memperpanjang harapan hidup. 10,11 Pasien kor pulmonal kronik yang disebabkan PPOK mempunyai tingkat kematian yang tinggi dalam 2 tahun, dan 30 % mempunyai harapan hidup 5 tahun. 10
36
DAFTAR PUSTAKA
1. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia . Tuberkulosis pedoman diagnosis dan penatalaksanaan di Indonesia. Jakarta: Perhimpunan Dokter Paru Indonesia; 2011. p. 1- 19 2. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia . Tuberkulosis pedoman diagnosis dan penatalaksanaan di Indonesia. Jakarta: Perhimpunan Dokter Paru Indonesia; 2006. p. 1- 25 3. Soedarsono. Multidrug-Resistant (MDR)-TB. Surabaya: Departemen Ilmu Penyakit Paru FK-Unair; 2010. P. 27-36. 4. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia . Tuberkulosis pedoman diagnosis dan penatalaksanaan di Indonesia. Jakarta: Perhimpunan Dokter Paru Indonesia; 2011. p. 31-8 5. James M.C., 2007. Liver and Biliary Tract. In : Kumar, Abbas, Fausto, Mitchell, (editors). Robbins and Cotran Pathology Basic of Disease. 8 th Edition. New York: WB Saunders Elsevier; hal:877-905. 6. Amirudin R, 2006. Fisiologi dan Biokimia hati. Dalam: Soedoyo AW, Setiyohadi B, Alwi, Marcellius SK, Setiati S, (editors). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I Edisi IV. Jakarta: Balai Penerbit FK UI; hal: 417-421 7. Guntur.AH. SIRS dan Sepsis ( Immunologi , Diagnosis dan Penatalaksanaan ).Sebelas Maret University Press. Surakarta, 2006. 8. Guntur AH. Sepsis. Dalam: Soedoyo AW, Setiyohadi B, Alwi, Marcellius SK, Setiati S, (editors). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi IV. Jakarta: Balai Penerbit FK UI; 2006.hal. 1862-65. 9. Murray and Nadel's Textbook of Respiratory Medicine , Fifth Edition. Chapter 52 , 1224-1243. Copyright 2010 by Saunders, an imprint of Elsevier Inc. 10. Sovari A.Dalam: http://www.emedicine.com/med/topic449.htm, last update : 10 Juli 2006. 11. Odle Teresa. Cor Pulmonale. Dalam : http://www.healthatoz.com/healthatoz/ Atoz/common/standard/transform.jsp. Last update : 14 Agustus 2006 12. Havens L, Parks R. Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD). Dalam http://www.yahoo.com/respiratory-overview/chronic-obstructive-pulmonary-disease- copd/healthwise-hw3251519.htm. last update : 16 Juni 2006 37
13. Budev M, Arroliga A. Cor Pulmonale. Dalam: http://www.medscape.com/, last update: 31 Juli 2003 14. Harun S, Wijaya I. Kor Pulmonale Kronik. Dalam : Sudoyo A, Setiyohadi Bambang, et al, ed. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III. Edisi 4. Jakarta: FKUI, 2007: 1680-1681 15. Kaufman D. Cor Pulmonale. Dalam: http://www.stlukes-stl.com /health_content/health_ency/1/000129.htm. Last update : 13 November 2006 16. Arnold M. Cor Pulmonale. Dalam: http://www.merck.com/mmpe/ sec07/ch074/ch074c.html, last update: maret 2008. 17. Kleinschmidt P. Chronic Obstructive Pulmonary Disease and Emphysema. Dalam: http://www.emedicine.com/emerg/topic99.htm, last update:13 Maret 2008. 18. Parmet S. Chronic Obstructive Pulmonary Disease. Dalam: http://jama.ama- assn.org/cgi/content/full/290/17/2362, last update : 5 November 2003.