Anda di halaman 1dari 15

Disusun Oleh:

Jazau Elvi Hasani (135010101111123)


Paramita Widyanti ()


UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2014







KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya
kepada penulis hingga dapat menyelesaikan karya tulis ini tepat waktu. Shalawat serta salam
selalu tercurah kepada Rasulullah Muhammad SAW yang karena dakwahnya kami dapat
menikmati iman dan Islam.
Karya tulis ini penulis buat dalam rangka mengikuti Lomba SEHATI 6 (Islamic
Economic Paper Competition) Universitas Diponegoro 2014. Tidak lupa penulis mengucapkan
terima kasih yang sebesar-besarnya kepada para pihak yang telah membantu kelancaran dan
penulisan makalah ini, baik berupa masukan maupun kritik membangun demi perbaikan tulisan
ini, diantaranya:
1. Dr. Sihabudin, S.H., M.H, selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Brawijaya dan
jajarannya yang telah memberikan iklim kondusif untuk mengembangkan kegiatan
penulisan karya ilmiah.
2. Arif Zainudin S.H., M.Hum., selaku Pembantu Dekan III Bidang Kemahasiswaan
Fakultas Hukum Universitas Brawijaya, yang telah memberikan segala kemudahan dan
dukungan yang luar biasa.
3. , selaku dosen pembimbing yang telah memberikan pengarahan terhadap kami sehingga
karya tulis ini dapat terselesaikan dengan baik.
4. Kedua orang tua dan keluarga penulis atas doa restu dan segala pengorbanan kepada
penulis.
5. Rekan-rekan Forum Kajian dan Penelitian Hukum (FKPH) yang memberikan semangat
dan masukan yang sangat berharga.

Penulis menyadari bahwa karya tulis ini jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik
membangun dan saran penulis harapkan demi kesempurnann penulisan karya ilmiah ini.

Malang, 13 Mei 2014


Penulis
DAFTAR ISI


HALAMAN JUDUL ....................................................................................................




HALAMAN PENGESAHAN ......................................................................................
KATA PENGANTAR ..................................................................................................
DAFTAR ISI ................................................................................................................
DAFTAR TABEL ...............
RINGAKASAN ...........................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang.............................................................................................
1.2 Rumusan Masalah .......................................................................................
1.3 Tujuan...........................................................................................................
1.4 Manfaat Penulisan .......................................................................................
BAB II TELAAH PUSTAKA
2.1 Sistem Pangan Nasioal .................................................................................
2.2 Negara Kesejahteraan ..........................................................................
2.3 Prinsip Ekonomi Islam ..................................................................................
2.4 Prinsip Nasionalisme .........................
2.5 Definisi Konseptual ..............
2.5.1 Model ...................
2.5.2 Konsep .............
2.5.3 Sistem ......................
2.5.4 Ketahanan Pangan ....
2.5.5 Paradigma ................................
2.6.6 Kawasan Perbatasan .
BABIII METODE PENULISAN
3.1 Pendekatan Penelitian ..........
3.2 Jenis Dan Sumber Bahan Hukum ................
3.3 Teknik Penelusuran Bahan Hukum..........................
3.4 Teknik Analisis Bahan Hukum ................
3.5 Kerangka Berpikir ................
BAB IV PEMBAHASAN
4.1 Sistem Ketahanan Pangan Nasional di Kawasan Perbatasan Indonesia Saat
Ini........................................................................

4.2 Model Baru Sistem Ketahanan Pangan Bersama IKHLAS (Syariah,
Intelegensi, dan Kesejahteraan) Melalui Paradigma Nasionalis Di Kawasan
Perbatasan indonesia................

4.2.1 Strategi Pelaksanaan BATAS melalui Hidden Curriculum sebagai
Kurikulum Aplikasi Sistem Pendidikan Nasional dalam Pendidikan
Dasar di Kawasan Perbatasan .....................................

BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan ...................................
5.2 Rekomendasi ....................
DAFTAR TABEL
























DAFTAR GAMBAR




ABSTRAKSI

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

nilai-nilai sosial budaya adalah warisan adat istiadat dari leluhur negara tersebut yang telah berhasil
dipertahankan hingga menjadi catatan sejarah. melalui proses perjuangan hidup manusia beribu-ribu
tahun terhadap alam dan melawan berbagai ancaman, terbentuklah budaya yang mengikuti
pengembangan yang sesuai pada situasi dan tampat dimana budaya itu berkembang..jadi nilai-nilai
sosial budaya itu bukan ada begitu saja, melainkan ada recordnya kronologinya.
misalnya jepang yang konon lluhurnya banyak berasal dari "perompaK", menjadikan budaya jepang
muncul "bushido". (sifat kesatriaan)
hubungan sosial budaya sangat erat dengan negara, karena dalam dunia international, ada "penilaian".
sebagai contoh, kalo negara dah dicap"negara teroris", maka tamatlah masa depannya. siapa yang mau
ber"urusan"dengan teroris yg tidak mengenal "keprimanusiaan"?
indonesia sudah sempat punya bad record. diantaa nya peristiwa mei, bom bali, dll......jadi budaya
aslinya telah digeser oleh bad image peristiwa2 buruk tersebut karena pengarauh budaya arab.atau
buday barat yang import dan berusaha menghapus budaya lokal.
suatu negara yang di"budaki" oleh budaya luar akan memecah belah dan menghancurkan budaya asli
bangsa itu sendri, seperti yang sedang terjadi bnyak negara di dunia. dan ini memudahkan "super
power" atau yang berambisius menjadi "penguasa" senang. karena tujuannya memang melemahkan
bangsa lain, menguatkan bangsa sendiri.
bangsa yang besar haruslah bersatu,berdiri diatas kaki sendiri. seperti yang dilakukan RRC. tidak mau
dibudaki oleh "agama" maupun intimidasi dari negara super power. maka rakyatnya bisa bersatu dan
mengalahkan kemiskinan. ( sosial budaya satu negara adlah ciri bangsa itu sendiri yang diakui bersama
tanpa memecah belah bangsa itu, bahyangkan, bila kita export budaya kita dan mempengaruhi negara
lain agar patuh semuanya pada kita, bukankah mereka jadi pecah belah dan kita menjadi ketua dunia, )
........ jadi sosialbudaya ternyata juga bisa menjadi alat politik untuk menaklukkan rakyat negara lain
tanpa menggunakan sepucuk senjata dan peluru. hebatkan!
sudah waktunya rakyat indonesia bangun dari mimpi. mengangkat tinggi nilai-2 baik dari budaya asli
indonesia. untuk menyelamatkan negara kita.
Nilai-nilai sosial budaya itu adalah suatu nilai yang mencerminkaan suatu negara dapat dikatakan baik
atau buruk. Misalnya nilai sosial budaya yang modern dan berpendidikan membuat suatu negara dapat
dikatakan maju. :)
https://id.answers.yahoo.com/question/index?qid=20110521083839AAzMaB5

Sosial budaya merupakan bagian hidup manusia yang paling dekat dengan kehidupan sehari-hari.
Setiap kegiatan manusia hampir tidak pernah lepas dari unsur sosial budaya. Sebab sebagian
besar dari kegiatan manusia dilakukan secara kelompok.
Manusia adalah makhluk sosial, dimana manusia itu senang bergaul dan berinteraksi dengan
manusia lain di dalam kehidupan bermasyarakatnya, maupun berinteraksi dengan
lingkungannya. Hidup di masyarakat merupakan manifestasi bakat sosial individu, namun
apabila tidak dipersiapkan dengan sebaik-baiknya, maka individu yang sesungguhnya berbakat
hidup sosial di dalam masyarakat dan lingkungannya akan mengalami kesulitan apabila suatu
kelak akan berada di tengah-tengah kehidupan sosialnya.
Sosial mengacu kepada hubungan antar individu, antar masayarakat, dan individu dengan
masayarakat. Unsur sosial ini merupakan aspek individu secara alami, artinya telah ada sejak
manusia dilahirkan ke dunia ini. Karena itu aspek sosial melekat pada diri individu yang perlu
dikembangkan dalam hidup agar agar menjadi matang. Disamping tugas pendidikan
mengembangkan aspek sosial, aspek itu sendiri sangat berperan dalam membantu anak dalam
upaya mengembangkan dirinya.
Salah satu dari sekian banyak landasan yang dipakai dalam pendidikan adalah bagaimana
lingkungan sosial pendidikan mempersiapkan individu untuk kelak dapat hidup secara serasi dan
berkesinambungan dengan masyarakat sosial dimana nanti individu itu berada. Jadi yang paling
penting di sini adalah membekali kemampuan individu agar kelak dapat dengan mudah
menyesuaikan dirinya dengan masyarakat tempat di mana individu tersebut hidup.
Mengapa hidup di tengah-tengah masyarakat sosial itu tidak mudah?,mengapa pendidikan harus
memperhitungkan nilai-nilai sosial budaya manusia?. Hal ini disebabkan karena:
1. Bahwa di dalam masyarakat terdapat tata kehidupan yang beraneka ragam.
Didalam masyarakat memang terdapat begitu banyak tata kehidupan berupa aturan-aturan dan
norma-norma yang diberlakukan dan dipatuhi oleh masyarakat karena memiliki nilai-nilai
pembentukan kepribadian, berupa norma moral, tradisi, adat kebiasaan, dan aturan sosial.
2. Bahwa kepentingan individu yang satu tidak sama dengan kepentingan individu yang lain.
Didalam masyarakat begitu banyak individu. Individu-individu tersebut mempunyai kepentingan
dan tujuan hidup sendiri-sendiri, dan mempunyai cara serta jalan hidup sendiri-sendiri pula.
Sehingga bila setiap individu tidak berhati-hati, maka kepentingan individu yang satu akan
bertabrakan dengan kepentingan individu yang lain.
3. Bahwa masyarakat itu sendiri selalu mengalami perkembangan-perkembangan.
Masyarakat, betapapun statisnya, cepat atau lambat pasti mengalami perubahan. Apalagi dengan
berkembangnya kebutuhan manusia yang semakin kompleks, diiringi ilmu pengetahuan dan
tekhnologi yang berkembang begitu pesat, serta perkembangan kebudayaan manusia yang dari
kehidupan tradisional ke arah kehidupan moderen.
4. Bahkan akhir-akhir ini dengan kemajuan sains dan tekhnologi yang dicapai manusia,
menjadikan nilai-nilai sosial manusia mulai terkikis. Hal ini dapat dilihat pada konteks pekerjaan
manusia yang menghendaki manusia bekerja menghabiskan sebagian besar waktunya untuk
berinteraksi dengan pekerjaannya sehingga menghilangkan sebagian waktunya untuk bergaul
dan berinteraksi sosial dengan lingkungan sosial budayanya. Apalagi dunia maya mulai ramai
dengan hadirnya face book yang merupakan jejaring sosial yang semakin memarjinalkan
manusia dengan lingkungan sosialnya yang nyata, dimana terjadi saling bertukar informasi dan
pergaulan yang semu. Hal ini menjadikan nilai-nilai sosial manusia semakin terpinggirkan.
Padahal pendidikan pada dasarnya adalah upaya manusia dan hasil budaya terbaik yang mampu
disediakan setiap generasi manusia untuk kepentingan generasi berikutnya agar melanjutkan
kehidupan dan cara hidupnya dalam konteks sosial budaya yang lebih baik. Oleh karena itu,
setiap masyarakat pluralistik di zaman moderen senantiasa menyiapkan warganya yang terpilih
sebagai pendidik bagi kepentingan kelanjutan pendidikan dan kehidupan dari masyarakat
bersangkutan. Pada sisi itulah diperlukan pendidikan, yang melampaui tata aturan di dalam
keluarga namun tidak menghilangkan nilai-nilai sosial budaya yang terbanguan dalam
lingkungan keluarga, lingkungan masyarakat dan lingkungan sosial yang lebih besar untuk
meningkatkan harkat dan kepribadian individu agar menjadi manusia yang lebih cerdas dan
mampu berada di tengah-tengah pergaulan masyarakatnya.
Dalam konteks ini, maka dapat dikatakan bahwa persoalan pendidikan merupakan suatu
persoalan yang kompleks karena melibatkan berbagai komponen. Karena pendidikan melibatkan
berbagai unsur terkait dan komponen di dalamnya, maka beragam masalahpun sering
bermunculan. Untuk itu diperlukan kondisi yang matang dan dinamis serta kesiapan pelaku
pendidikan agar beragam masalah itu dapat disikapi secara arif dan bijaksana.
Dengan demikian, nilai-nilai sosial yang terbentuk pada diri individu karena berada dalam
lingkungan pergaulan sosialnya yang matang, merupakan landasan dasar guna membentuk
dirinya sebagai manusia cerdas yang terbentuk dari lingkungan sosial yang memadai, yang pada
akhirnya akan kembali berada dalam tatanan lingkungan masyarakat sosialnya yang lebih luas.
B. Nilai-Nilai Sosial Manusia
Siapakah manusia?.Pertanyaan ini terkadang membutuhkan jawaban yang harus dikaji dari
berbagai sudut pandang. Namun pada hakekatnya, manusia adalah makhluk multi-dimensional,
kumpulan terpadu baik fisik biologis maupun psychis (integrated), makhluk individual-sosial,
makhluk rasional, makhluk religius, makhluk berbudaya, dan lain sebagainya.
Manusia sejak kecil hidup dalam masyarakat. Ia dilahirkan dalam lingkungan keluarga, dimana
pada saat itu ia telah menjadi anggota lingkungan dan akan tetap menjadi anggota itu, sampai
pada akhirnya akan menjadi bagian dari lingkungan sosial yang lebih besar, yakni lingkungan
masyarakat dunia. Didalam kehidupannya, manusia sebagai makhluk sosial akan berinteraksi
dengan manusia lain, juga dengan lingkungannya. Didalam berinteraksi itu, maka manusia akan
berhadapan dengan kaidah-kaidah atau aturan-aturan yang diberlakukan di tengah-tengah
kehidupan sosialnya yang menghendakinya untuk selalu mengikuti kaidah-kaidah tersebut
sebagai makhluk sosial, agar sinergis dengan tatanan yang telah diatur sebagai bagian dari
budaya sosialnya. Kaidah-kaidah sosial budaya tersebut diantaranya:
1. Kaidah Moral
2. Kaidah Sosial
3. Kaidah Budaya
4. Kaidah Agama
Kaidah-kaidah ini kemudian diwariskan kepada generasi selanjutnya melalui proses pendidikan.
Cara-cara untuk mewariskan budaya sosial ini di masing-masing masyarakat berbeda-beda,
terutama dalam pola pewarisan tingkah laku, namun pada umumnya terdapat tiga lembaga yang
dijadikan sebagai media pembelajaran yakni; lembaga informal, lembaga formal, dan lembaga
non-formal.
Setiap bangsa selalu memiliki nilai sosial budaya yang mungkin berbeda antara satu bangsa
dengan bangsa yang lain, namun ada kesamaan yang sifatnya universal yakni aturan, norma, atau
nilai selalu dianut demi kebaikan.
Proses sosial dimulai dari interaksi sosial dan dalam proses sosial itu selalu terjadi interaksi
sosial. Menurut Made Pidharta (2000), interaksi dan proses sosial didasari oleh faktor-faktor:
1) Imitasi
Imitasi atau peniruan bisa bersifat positif, bisa pula negatif. Kalau anak meniru orang tuanya,
gurunya, atau masyarakat lingkungan bergaulnya berpakaian rapai atau bertutur kata yang
terpuji, maka anak ini sudah mensosialisasi diri secara positif baik terhadap orang tuanya, guru,
maupun lingkungan sosialnya. Tetapi kalau anak meniru perilaku jelek dan negatif yang
dilakukan orang tuanya, gurunya, masyarakat dilingkungan sosialnya, maka anak akan masuk
pada lingkungan sosial negatif yang kemudian akan membentuk pribadi dan pola tingkah laku
sosialnya dimasa datang.
2) Sugesti
Sugesti akan terjadi jika anak menerima atau tertarik pada apa yang dilihatnya terhadap
mayoritas sikap orang-orang yang berwibawa dan bernilai positif, serta disegani dan dihormati di
lingkungan sosialnya, maka Sugesti terhadap apa yang dilihatnya akan memberi jalan bagi anak
untuk mensosialisasi dirinya dengan keadaan tersebut.
3) Identifikasi
Anakpun dapat mensosialisasikan dirinya lewat identifikasi, dimana anak berusaha atau mencoba
menyamakan dirinya dengan orang lain, baik secara sadar maupun di bawah sadar.
4) Simpati
Simpati akan terjadi manakala seseorang merasa tertarik kepada orang lain. Faktor perasaan
memegang peranan penting dalam simpati. Sebab itu, hubungan yang akrab perlu dikembangkan
antara guru, orang tua, lingkungan sosial dengan anak, agar simpati ini mudah muncul,
sosialisasi mudah terjadi, dan anak akan tertib mematuhi segala tata aturan yang diberlakukan di
lingkungan keluarganya, sekolahnya, maupun di lingkungan masyarakatnya.
Maka untuk memudahkan terjadinya sosialisasi dalam pendidikan, guru perlu menciptakan
situasi; terutama pada dirinya sendiri agar faktor-faktor yang mendasari sosialisasi itu muncul
pada diri anak-anak.
Coleman (1984) dalam Made Pidharta (2000) menulis bahwa hal yang terpenting dari fungsi
sekolah ialah memberikan dan membangkitkan kebutuhan sosial dan rekreasi.
Kebutuhan rekreasi di sini membuat anak-anak akan merasa gembira, antusias, dan tidak merasa
seperti dipaksa datang ke sekolah. Perasaan seperti ini bertalian erat dengan perasaan sosial.
Karena bila anak-anak sudah dapat berteman dengan baik antara satu dengan yang lainnya, maka
anak akan merasa aman, bebas dari rasa curiga dan takut, sehingga akan memberikan rasa
senang, dan puas dalam belajar di sekolah.
Di dalam proses sosial terdapat interaksi sosial, yaitu suatu hubungan sosial yang dinamis.
Interaksi ini menurut Made Pidharta (2000), akan terjadi apabila memenuhi 2 (dua) syarat:
1. Kontak sosial
Kontak sosial ini dapat berlangsung dalam 3 (tiga) bentuk, yakni:
Kontak antar individu
Kontak antara individu dengan kelompok sosialnya atau sebaliknya, dan
Kontak antar kelompok
2. Komunikasi
Komunikasi adalah proses penyampaian pikiran dan perasaan sesorang kepada orang lain atau
sekelompok orang. Hal ini dapat dilakukan dengan cara; melalui pembicaraan, mellui mimik,
melalui lambang-lambang, dan dengan alat-alat.
Sedangkan bentuk-bentuk interaksi sosial menurut Abu Ahmadi (2003) antara lain:
Kerjasama
Akomodasi
Asimilasi
Persaingan
Pertikaian
C. Nilai-Nilai Budaya Manusia
Kebudayaan, menurut Taylor yang dikutip Imran Manan (1989) dalam Made Pidharta (2000)
adalah totalitas yang kompleks yang mencakup pengetahuan, kepercayaan, seni, hukum, moral,
adat, dan kemampuan-kemampuan serta kebiasaan-kebiasaan yang diperoleh orang sebagai
anggota masyarakat.
Sedangkan menurut Hassan (1983) dalam Made Pidharta (2000), kebudayaan adalah keseluruhan
dari hasil manusia hidup bermasyarakat berisi aksi-aksi terhadap dan oleh sesama manusia
sebagai anggota masyarakat yang merupakan kepandaian, kepercayaan, kesenian, moral, hukum,
adat-istiadat, dan lain-lain kepandaian.
Menurut Kneller yang dikutip Imran Manan (1989) dalam Made Pidharta (2000), menyatakan
bahwa kebudayaan adalah cara hidup yang telah dikembangkan oleh anggota-anggota
masyarakat.
Dengan demikian, maka dapatlah dikatakan bahwa kebudayaan adalah hasil karya dan karsa
manusia yang dikembangkan sebagai bagian dari peradaban manusia sepanjang masa yang akan
dijadikan sebagai pedoman dalam berlaku dan bertindak.
Kebudayaan bisa dikatakan bertahan lama ditengah-tengah peradaban manusia apabila
kebudayaan tersebut memiliki nilai-nilai yang tetap berlaku dan bersifat universal, seperti;
norma-norma, kebiasaan-kebiasaan, adat-adat, tradisi-tradisi, gagasan-gagasan, ideologi-
ideologi, teknologi, kesenian, dan benda-benda hasil ciptaan manusia.
Namun kebudayaan tetap akan mengalami proses penyempurnaan dan perubahan-perubahan
sesuai perkembangan zaman dan kemajuan yang dicapai manusia. Perubahan-perubahan
kebudayaan tersebut menurut Kneller yang dikutip Imran Manan (1989) dalam Pidharta (2000)
disebabkan oleh:
1. Originasi, yaitu sesuatu yang baru atau penemuan-penemuan baru. Hasil penemuan itu akan
menggeser posisi penemuan-penemuan yang telah lama.
2. Difusi, yaitu pembentukan kebudayaan baru akibat masuknya elemen-elemen budaya yang
baru ke dalam budaya yang lama.
3. Reinterpretasi, yaitu perubahan kebudayaan akibat terjadinya modifikasi elemen-elemen
kebudayaan yang telah ada agar sesuai dengan keadaan zaman.
Suatau budaya sesungguhnya merupakan bahan masukan atau pertimbangan bagi manusia itu
sendiri dalam mengembangkan dirinya. Adakalanya bagian budaya akan dipakai terus-menerus,
adakalanya diperbaiki, dan adakalanya diganti dengan yang baru.
Dalam kehidupan manusia, kebudayaan ini perlu ditanamkan dari sejak anak-anak agar nilai-
nilai kebudayaan ini bisa diperdomani dan menjadi bagian dari kehidupan anak dalam
lingkungan sosial masyarakatnya. Hal ini disebabkan karena kebudayaan memiliki fungsi sangat
sentral dalam kehidupan manusia. Kerbe dan Smith dalam Pidharta (2000) menyebutkan ada 6
(enam) fungsi utama kebudayaan dalam kehidupan manusia antara lain:
1. Penerus keturunan dan pengasuhan anak. Suatu fungsi yang menjamin kelangsungan hidup
biologis kelompok sosial. Budaya yang baik dalam kehidupan kelompok sosial masyarakat
menciptakan masyarakat sebagai tempat pengasuhan yang baik terhadap nilai-nilai budaya.
Contohnya, budaya pemberian pemahaman yang baik terhadap penggunaan alat-alat kontrasepsi
dan perbaikan kesehatan ibu dan anak menjadikan budaya ini sebagai wahana memperbaiki pola
hidup dan peningkatan kualitas natalitas.
2. Pengembangan kehidupan berekonomi. Pendidikan yang baik terhadap perilaku ekonomi
masyarakat, menjadikannya sebagai budaya yang akan membuat orang mampu menjadi pelaku
ekonomi yang baik, bisa berproduksi secara efektif dan efisien, dan mengembangkan bakat
ekonomi pada bidang tertentu sehingga tercipta tenaga kerja yang baik, serta menjadi konsumen
yang rasional.
3. Transmisi budaya. Salah satu bagian dari budaya adalah bagaimana pendidikan mampu
membentuk dan mengembangkan generasi baru menjadi orang-orang dewasa yang berbudaya.
4. Meningkatkan iman dan taqwa kepada Allah Subhana Wataala. Sebagai budaya, maka
dibutuhkan pendidikan terhadap nilai-nilai keimanan ini agar terbentuk budaya keimanan yang
kuat ditengah-tengah masyarakat. Pendidikan harus bisa membuat masyarakat mengembangkan
kata hati dan perasaannya untuk taat terhadap ajaran-ajaran agama, mengembangkan tindakan
dan perilaku yang cocok dengan ajaran agama. Sehingga budaya ini harus dididik sejak anak-
anak.
5. Pengendalian sosial, yakni pelembagaan konsep-konsep untuk melindungi kesejahteraan
individu dan kelompok, serta masyarakat secara keseluruhan.
6. Rekreasi, yakni kegiatan-kegiatan yang memberi kesempatan kepada orang untuk memuaskan
kebutuhannya dalam rangka mengalihkan perhatiannya sementara dari rutinitas pekerjaan.
Semua warisan budaya tersebut disampaikan kepada generasi berikutnya lewat transmisi
(penyebaran/pengoperan) pendidikan, kegiatan belajar mengajar, dan dengan penekanan pada
faktor rasio dan wawasan. Oleh karena itu, upaya mendidik dan kegiatan belajar-mengajar pada
anak itu sifatnya lebih kondisional dan kultural. Dalam pandangan ini maka van Peursen (1972)
dalam Kartini Kartono (1997) menyebutkan bahwa; seluruh kebudayaan manusia itu adalah
produk dari kegiatan belajar, dan kegiatan belajar itu berlangsung terus sepanjang sejarah
manusia.
D. Pendidikan
Semua manusia dilahirkan sama dan mempunyai hak yang sama; salah satu diantaranya adalah
hak memperoleh pendidikan dan meningkatkan pengetahuan serta ketrampilannya. Pendidikan
yang dimaksud adalah bagaimana manusia berupaya untuk memperoleh pemahaman dan
pengalaman berupa pengetahuan yang berorientasi pada ilmu dan tekhnologi guna menunjang
kehidupannya nanti. Dari pemahaman di atas, maka secara definitif pendidikan diartikan oleh
para ahli diantaranya:
1. Ki Hajar Dewantara
Mendidik adalah menuntun segala kekuatan kodrati yang ada pada anak-anak agar mereka
sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan
yang setinggi-tingginya.
2. Langeveld
Mendidik adalah mempengaruhi anak dalam usaha membimbingnya supaya menjadi dewasa.
Usaha membimbing adalah usaha yang disadari dan dilaksanakan dengan sengaja antara oarang
dewasa dengan orang yang belum dewasa.
3. S.A. Bratanata dkk
Pendidikan adalah usaha yang sengaja diadakan baik langsung maupun dengan cara yang tidak
langsung untuk membantu anak dalam perkembangannya mencapai kedewasaan.
Dengan demikian dapatlah dikatakan bahwa pendidikan itu merupakan upaya yang dilakukan
manusia dewasa; baik orang tua di dalam keluarga, masyarakat dilingkungan sosial, maupun
guru di lingkungan sekolah, secara sadar dengan bantuan lingkungannya yang bertujuan untuk
mencapai tujuan pendewasaan diri.
Pendidikan adalah enkulturasi, dimana pendidikan merupakan suatu proses membuat orang
menerima budaya, dan membuat orang berperilaku mengikuti budaya yang diterimanya.
Enkulturasi ini terjadi di mana-mana, sebab di manapun orang berada, di situlah terjadi
penyerapan nilai-nilai dan proses pendidikan yang berujung pada terciptanya budaya.
Keluarga, lingkungan masyarakat, dan lingkungan sekolah adalah salah satu dari media/tempat
enkulturasi. Dengan demikian maka sejak dini anak-anak perlu dididik untuk berpikir kritis agar
enkulturasi dalam pendidikan tidak menyebabkan kekakuan dan menerima apa adanya.
Sehingga pendidikan itu memiliki fungsi sebagaimana dikemukakan oleh Wuraji (1988) dalam
Made Pidharta (2000) antara lain:
1. Pendidikan sebagai lembaga konservasi yang mencakup fungsi kontrol sosial, pelestari
budaya, dan seleksi serta alokasi.
2. Pendidikan sebagai perubah nilai-nilai sosial budaya yang mencakup reproduksi, difusi,
meningkatkan kemampuan menganalisis secara kritis, memodifikasi hierarki ekonomi
masyarakat, dan sebagai agen perubahan.
Pendidikan juga berfungsi sebagai; transmisi budaya, meningkatkan integritas sosial atau
bermasyarakat, mengadakan seleksi dan alokasi tenaga kerja melalui pendidikan itu sendiri, dan
mengembangkan kepribadian (Broom:1981 dalam Pidharta:2000).
Sehingga proses belajar yang baik dalam pendidikan tidaklah cukup bila hanya dilaksanakan di
sekolah saja, tetapi lingkungan keluarga dan masyarakat juga merupakan wahana yang cukup
ideal dalam kegiatan pengembangan pendidikan dan belajar anak. Karena nilai-nilai sosial
budaya anak bisa lebih terbentuk sempurna apabila anak berada di tengah-tengah lingungan
sosialnya yang nyata sehingga penyerapan nilai-nilai akan terbentuk kuat dalam sikap dan
tingkah laku anak dengan cara meniru langsung nilai-nlai sosial budaya yang dialaminya di
tengah-tengah lingkungan sosial budaya masyarakatnya.
E. Nilai-nilai Sosial Budaya sebagai Landasan Pendidikan
Keluarga sebagai lingkungan sosial pendidikan
Kalau ditinjau dari ilmu Sosiologi, keluarga adalah bentuk masyarakat kecil yang terdiri dari
beberapa individu yang terikat oleh suatu keturunan, yakni kesatuan antara ayah, ibu, dan anak
yang merupakan satu kesatuan kecil dari bentuk-bentuk kesatuan masyarakat.
Anak lahir dalam pemeliharaan orang tua dan dibesarkan di dalam keluarga. Orang tua secara
otomatis langsung memikul tugas dan tanggung jawab sebagai pendidik awal yang bersifat
sebagai pemelihara, pengasuh, pembimbing, pembina, maupun sebagai guru dan pemimpin
terhadap anak-anaknya. Ini adalah tugas kodrati dari manusia sebagai orang tua. Anak akan
menyerap norma-norma pada anggota keluarganya. Sehingga dari sinilah anak akan belajar
tentang pendidikan dari suasana yang dibangun dan diajarkan serta dicontohkan orang tuanya.
Pendidikan itu berupa kebiasaan-kebiasaan yang kemudian akan tertanam dalam memori anak
untuk menjadi bekal. Anak akan menyerap nilai-nilai yang ditanamkan dalam bentuk
pembiasaan-pembiasaan yang kemudian akan diaplikasikan dalam kehidupan sosial dan
bermasyarakatnya dikemudian hari kelak. Jika anak itu dibiasakan dan diajari perbuatan-
perbuatan baik, maka anak akan mengaplikasikan apa yang diterimanya dalam kehidupannya,
begitupula sebaliknya.
Pendidikan keluarga adalah juga pendidikan sosial, karena disamping keluarga itu sendiri
sebagai kesatuan kecil dari bentuk kesatuan-kesatuan masyarakat sosial, pendidikan keluarga
yang diberikan orang tua kepada anak-anaknya sesuai dan dipersiapkan untuk kehidupan anak-
anaknya di masyarakat kelak. Sehingga pembentukan karakter anak di lingkungan pendidikan
keluarga yang sangat positif, akan berpengaruh terhadap warna pendidikannya dimasayarakat.
Sekolah sebagai lingkungan sosial pendidikan
Sekolah sebagai lingkungan sosial budaya, memegang peranan penting dalam pendidikan karena
pengaruhnya besar sekali pada jiwa anak. Dengan sekolah, anak akan memperoleh pendidikan
berupa pemahaman ilmu pengetahuan dan tekhnologi, dan merupakan wahana lanjutan dari
pendidikan keluarga. Di sana anak akan bersosialisasi dengan lingkungan sosial yang lebih besar
dan banyak dibandingkan lingkungan keluarganya yang terdiri dari jumlah masyarakat kecil.
Anak akan berada pada lingkungan dimana dia tidak lagi hanya dengan kedua orang tuanya,
tetapi dengan teman-teman dengan berbagai type, dan lingkungan pendidikannya yang telah jauh
berbeda dengan keadaannya di dalam lingkungan keluarga. Anak akan merasakan bagaimana
berbagi, bagaimana menahan keinginan-keinginan, bagaimana beradaptasi dengan lingkungan
yang baru dan masih asing baginya serta aturan-aturan yang lebih luas cakupannya dibandingkan
yang ada dalam keluarganya.
Dengan demikian mengingat cukupnya waktu dan pentingnya fungsi sekolah dalam ikut serta
membentuk kepribadian anak, maka pendidikan di sekolah harus bersifat menyeluruh. Mengapa
demikian? Karena pendidikan yang hanya berorientasi pada intellectualistisch saja adalah kurang
efektif, menghianati nilai-nilai psychology anak, bahkan bisa menghambat pertumbuhan rohani
anak yang merupakan satu kesatuan utuh dari perkembangan manusia, dan akan melahirkan
sistem rasionalisme pada anak tanpa pertimbangan nilai-nilai moral yang pada akhirnya tercipta
anak yang individualistic.
Masyarakat sebagai lingkungan sosial pendidikan
Kelompok-kelompok masyarakat yang terdiri dari dua orang atau lebih dan bekerjasama di
bidang tertentu untuk mencapai tujuan tertentu adalah merupakan sumber pendidikan bagi warga
masyarakat, seperti lembaga-lembaga sosial budaya, yayasan-yayasan, organisasi-organisasi,
perkumpulan-perkumpulan, yang kesemuanya itu merupakan unsur-unsur pelaksana asas
pendidikan masyarakat. Kesemua kelompok sosial tersebut merupakan unsur-unsur pelaku atau
pelaksana asas pendidikan yang dengan sengaja dan sadar membawa masyarakat kepada
kedewasaan, baik jasmani maupun rohani yang realisasinya terlihat pada perbuatan dan sikap
kepribadian warga masyarakat.
Norma sosial budaya sebagai bagian dari proses pendidikan.
Masalah pendidikan di keluarga dan sekolah tidak bisa terlepas dari nilai-nilai sosial budaya
yang dijunjung tinggi oleh semua lapisan masyarakat. Setiap masyarakat, dimanapun berada
tentu mempunyai karakteristik tersendiri sebagai norma khas di bidang sosial budayanya yang
berbeda dengan karakteristik masyarakat lain, disamping norma-norma yang berlaku secara
universal.
Di masyarakat terdapat norma-norma sosial budaya yang harus diikuti oleh warganya, dan
norma-norma itu berpengaruh dalam pembentukan kepribadian warga masyarakatnya dalam
bertindak dan bersikap. Norma-norma masyarakat yang berpengaruh tersebut sudah merupakan
aturan-aturan yang diwariskan dari generasi ke generasi. Pewarisan yang dilakukan secara sadar
dan memiliki tujuan ini sudah merupakan proses pendidikan masyarakat.
Setiap negara memiliki sistem pendidikan Nasional yang berbeda-beda, yang pada intinya
terlahir dan dijiwai oleh sosial budaya bangsanya. Setiap aspek sosial budaya tersebut selalu
sarat dengan nilai-nilai yang tumbuh dan berkembang melalui sejarah peradaban bangsa tersebut
sehingga mewarnai gerak hidup negara tersebut, begitu juga dengan bangsa Indonesia.
https://www.facebook.com/materikul/posts/473746322647992

Nilai adalah kualitas suatu hal yang menjadikan hal itu dapat disukai, dihargai, diinginkan,
berguna atau dapat jadi objek kepentingan. Nilai adalah yang memberi makna bagi hidup. Nilai
itu lebih dari sekedar keyakinan, nilai selalu menyangkut perbuatan atau tindakan.

Tata nilai sosial budaya dapat diartikan sebagai pola cara berpikir atau aturan-aturan yang
mempengaruhi tindakan-tindakan dan tingkah laku warga masyarakat dalam kehidupan sehari-
hari. Pada cara berpikir itu tumbuh berkembang dan kokoh sebagai pedoman dalam bertingkah
laku dalam masyarakat itu sendiri.

Nilai-nilai sosial budaya yang telah mengakar dalam kehidupan masyarakat Maluku merupakan
salah satu modal dasar bagi peningkatan persatuan dan kesatuan termasuk menyemangati
masyarakat dalam melaksanakan pembangunan di daerah ini. Hubungan-hubungan kekerabatan
adat dan budaya harus terus didorong sehingga dapat menciptakan sinergitas yang handal bagi
upaya bersama membangun Maluku di masa mendatang.

http://pengertian-definisi.blogspot.com/2011/03/tata-nilai-sosial-budaya.html

Anda mungkin juga menyukai