Anda di halaman 1dari 3

Mon, gw butuh komen konstruktif. Silakan komen secara objektif.

Sambil menunggu interview dgn Yorren rampung, berikut di bawah ini article bulan ini yg gw buat untuk
rubric “Indecent Proposal”.

Sedikit guide sebelum komen:


1. Rubrik “Indecent Proposal” mengangkat proposal pribadi gw terhadap isu2 yang lg hangat atau
justru terabaikan – padahal sebetulnya sangat penting untuk dibahas.
2. Tulisan di bawah memang belum selesai, tp udah bs dikasi komen karena pada bagian akhir
sudah ada solusi; tinggal gw menambahkan hubungan antara solusi yg gw berikan dalam
kaitannya dengan judul dan masalah yang gw ungkap di paragraf2 awal.
3. Gw butuh komen dan respon terhadap konsen gw seperti: apakah tulisan ini masih relevan di
baca bagi siswa atau siapapun yg masih pengen belajar segala hal ttg desain grafis pada saat
sekarang ini? Apakah solusi yang gw berikan masih masuk akal? Apakah yg gw tulis kira2 bisa
dicerna pembaca dengan baik, bahkan bagi orang yang cukup awam sekalipun? Atau kira2 masih
ada hal2 yg masih bs ditambahkan sebagai solusi, atau mungkin pemetaan masalahnya masih bs
diperjelas lagi? Silakan kasi komen konstruktif seproduktif mungkin.
4. Untuk info aja, pada bagian akhir yg belum rampung, secara final gw akan berikan 3 solusi dan
mudah2an walau masih belom finish, lo udah bs menangkap arah dan poin tulisan gw.
Have Fun!

----------------------------------------------------------------------------------------------------------

Memupuk habit yang sesuai dalam proses belajar yang berkesinambungan menuju
independensi terhadap penjajahan informasi dan ideologi.

Tulisan ini dibuat awalnya hanyalah sebagai komentar atas tulisan yang dibuat oleh teman/kolega saya,
namun ketika saya baru ingin memulai menulis paragraf kedua, entah bagaimana saya tidak mengerti,
feature 'comment' di Facebook tidak mengijinkan saya berkomentar lebih banyak lagi. Semakin banyak
saya mencoba mengetik, semakin keras penolakan yang diberikan feature tersebut (hihihi... kalau bisa
ngobrol, mungkin feature tersebut akan bilang "mau komen atau pidato, Mas?"). Dalam hati saya
berpikir: mungkin sudah saatnya ya saya juga setidaknya, walaupun bukan berpidato, berbagi dan
menyebarkan sesuatu yang saya anggap positif, walau sesuatu itu hanya masih berupa ide atau wacana.

Seperti yang sudah dijelaskan di atas bahwa tulisan ini merupakan sebuah
respon terhadap tulisan yang dibuat oleh kolega saya, maka tidak ada salahnya
jika pembaca ingin meneruskan membaca tulisan saya ini, sangat disarankan
untuk sebelumnya mengklik tulisan di bawah ini agar pembaca mengerti apa yang
saya maksud, sehingga diharapkan apa yang saya share di sini bisa menjadi
sesuatu yang bermanfaat, apalagi jika pembaca merasa seperti selalu haus akan
banyak pembelajaran dan sharing mengenai sesuatu yang sekiranya berguna -
sesuatu yang selalu saya rasakan juga. Berikut adalah link tulisan yang saya
maksud tersebut:
http://www.facebook.com/home.php#/note.php?note_id=82337182619&ref=nf

Sebelum saya menanggapi lebih lanjut, perlu saya garis bawahi bahwa sharing
berikut ini saya khususkan pada pendidikan dan proses belajar mengajar di
dunia Desain Komunikasi Visual (DKV) saja dan kesimpulan yang saya rasa
kental dari tulisan tersebut adalah bahwa dunia pendidikan DKV di Indonesia
sekarang bisa jadi akan menerapkan ideologi-ideologi yang kurang tepat dan
sama sekali jauh dari tujuan-tujuan yang positif, jika pelakunya tidak
menerapkan langkah-langkah yang tepat dan bijaksana dalam koridor pendidikan
yang baik. Respon pertama ketika saya selesai membaca tulisan kolega saya
tersebut adalah: "Spot on! Ini meruakan sesuatu yang sudah ingin saya
utarakan, dan saya senang karena - dengan adanya sesorang yang sudah
mendahului saya mengutarakan hal yang kira-kira serupa - ini mengisyaratkan
bahwa setidaknya saya tidak sendirian dalam merencanakan sesuatu yang mungkin
berguna bagi orang-orang di sekeliling saya, jika itu belum memiliki 'impact'
yang lebih luas. Dan well, terhadap pemikiran kolega saya tersebut, intinya
saya setuju."

Pada akhirnya, mungkin pencegahan kejahatan (baca: penyebaran ideologi


terselubung, khususnya yang negatif - padahal penyebarnya tau bahwa
ideologinya bukanlah ideologi yang positif) hanya bisa dilakukan secara
sporadis. Mengapa demikian? karena biasanya penyebaran ideologi yang kurang
tepat ini dibarengi dengani skema yang sangat sistematis, sehingga, parahnya,
sang korban tidak menyadari bahwa ia adalah korban dari kejahatan sistem yang
kurang atau malah tidak baik. Agar tidak sporadis dan menjadi lebih optimal,
biasanya 'penumpasan' kejahatan itu harus kita barengi dengan penerapan
sistem penyebaran yang juga tidak kalah canggihnya dengan penyebaran
'ideologi' yang sesat itu tadi. Bagaimana caranya? itulah yang menjadi
tantangan sehingga jika ada tujuan-tujuan mulia yang sekarang ini keliatannya
kurang memiliki 'impact', saya rasa itu cara penyampaiannya saja yang masih
belum tepat atau belum banyak dan sering dilakukan.

Bagaimana kita menemukan solusi terhadap masalah yang begitu banyaknya dalam
dunia pendidikan DKV, agar kita - baik pelaku pendidikan maupun individu yang
memiliki keinginan untuk terus belajar - tidak terjebak dalam ideologi yang
negatif atau malah parahnya penjajahan modern (penjajahan informasi)? Well,
menurut saya, agar tidak menjadi bingung menanggapi begitu banyaknya masalah
dalam dunia pendidikan, maka ijinkan jika pembahasan saya persempit hanya
kepada pendidikan DKV saja, dan proposal singkat yang saya berikan berikut
dibatasi hanya menyoroti pada habit atau perilaku yang difokuskan kepada
mahasiswa DKV saja dalam kaitannya melakukan proses belajar-mengajar secara
optimal sebagai persiapan menghadapi dunia kerja nanti.

Apa saja habit yang sekiranya harus dimiliki seorang mahasiswa DKV agar ia
bisa optimal dalam proses belajar-mengajar sebelum masuk ke dunia kerja?
Untuk memudahkan pembahasan hal ini, mari kita lihat habit apa saja yang
TIDAK saya miliki ketika saya menyelesaikan kuliah saya dulu dan masuk ke
dunia kerja. Saya berbesar hati sharing mengenai habit yang TIDAK saya miliki
DULU ketika saya pertama kali masuk ke dunia kerja atas dasar hal-hal berikut
ini:
1. hal itu semata-mata didasarkan hanya pada fakta bahwa mungkin dari segi
pengalaman, KEBETULAN bisa saja sebagian besar pembaca (mahasiswa) belum
berkesempatan memiliki kesempatan sebanyak saya dalam konteks dunia kerja
DKV, sehingga dengan adanya sharing saya ini justru diharapkan bahwa
mahasiswa yang belum memiliki pengalaman kerja pun BISA MENGANTISIPASI habit-
habit yang kiranya perlu ia persiapkan walau ia belum memilikinya sekarang.
2. dengan adanya hal-hal yang kiranya nanti merupakan sesuatu yang tersirat
dari point 1 di atas, diharapkan mahasiswa dapat MENGHINDARI kesalahan-
kesalahan yang kebetulan telah dilakukan oleh saya dalam kaitannya untuk
mempersiapkan diri memupuk habit-habit yang sepatutnya dmiliki oleh seorang
designer yang handal.

Mari sekarang kita masuk ke pembahasan seru yang kita tunggu-tunggu: apa saja
yang TIDAK saya miliki dulu ketika saya masuk ke dunia kerja pertama kali?
Pertama, kemampuan komunikasi.
Memang benar bahwa sebagai designer kita dituntut untuk menguasai hal teknis dan skill demi
mempermudah kinerja kita dalam proses design, namun, pernahkah kita menyadari bahwa hal ini
bukanlah hal yang utama dalam kesuksesan kita di dunia design? Sering kita dengar bahwa banyak
desainer mengeluh terhadap reaksi klien atas kinerja desainer yang tidak sesuai dengan ekspektasi klien
dan, yang paling parah, desainer tersebut menilai sikap klien sebagai sesuatu yang bodoh sehingga ada
perasaan arogan yang, baik disadari maupun tidak, muncul dalam sikap desainer tersebut ketika
merespon reaksi klien.

Terhadap hal ini, saya sepakat dengan Adrian Shaughnessy dalam bukunya "How to be a Graphic
Designer without losing your soul" yang mengatakan bahwa

Anda mungkin juga menyukai