Case Report THT Niaa

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 13

BAB I

LAPORAN KASUS
A. IDENTITAS PASIEN

Nama : Nn. N. H
Umur : 17 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Gumeng, Jenawi
Status Pernikahan : Belum Menikah
Pekerjaan : Pelajar
Agama : Islam
Tanggal Pemeriksaan : 12 Mei 2014
No. RM : 00306xxx

B. ANAMNESIS
1. Keluhan Utama
Nyeri telinga sebelah kanan
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Pada tanggal 12 Mei 2014 pasien datang ke poli THT bersama orangtuanya
dengan keluhan nyeri telinga sebelah kanan sejak telinganya kemasukan air.
Keluhan ini dirasakan sejak kemarin. Pasien juga merasakan nyeri telinga ketika
mengunyah makanan. Telinganya terasa penuh, tersumbat, dan berdengung. Tidak
terasa gatal pada telinga, dan ada cairan yang keluar dari telinga sebelah kanan
dengan konsistensi cair agak keruh. Pasien juga mengeluh adanya penurunan
pendengaran.
Keluhan pada hidung : pilek (-), bersin-bersin (-), hidung tersumbat (-),
perdarahan hidung (-), suara sengau (-), hidung gatal (-), nyeri (-).
Keluhan pada tenggorokan : nyeri (-), sulit menelan (-), suara serak (-),
kesulitan berbicara (-), batuk (-), tenggorokan gatal (-).
Keluhan sistemik : demam (-), pusing (-), sakit kepala (-), penglihatan
menurun (-), sesak nafas (-), nyeri dada (-), mual muntah (-), nyeri perut (-) gatal-
gatal (-), BAB dan BAK lancar.
3. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien mengaku tidak memiliki keluhan serupa sebelumnya dan tidak ada
riwayat rawat inap di rumah sakit atau riwayat pengobatan sebelumnya.

4. Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat Hipertensi : disangkal
Riwayat DM : disangkal
Riwayat Asma : disangkal
Riwayat Alergi : disangkal
Riwayat keluhan serupa : disangkal
5. Riwayat Kebiasaan
Pasien sering menggunakan cotton bud untuk membersihkan liang
telinganya.

C. PEMERIKSAAN FISIK
1. Status Generalis
Keadaan Umum : Baik (Compos Mentis)
Vital Sign:
Tekanan Darah 100/60 mmHg
Nadi 88x/ Menit
RR 24x/ Menit
Suhu 36,5C
Kepala : Bentuk normocephal, Konjungtiva anemis (-), Sklera
ikterik (-)
Leher : Retraksi supra sterna (-) Deviasi trachea (-)
Peningkatan JVP (-), Pembesaran kelenjar limfe (-)
Thorax : Setinggi abdomen, Suara dasar vesikuler (+/+),
Rhonki (-/-), wheezing (-/-), Bunyi jantung I dan II
murni reguler, Bising (-)
Abdomen : Distended (-), Nyeri tekan (-), Peristaltik
Normal 10x/ Menit
Ekstremitas : Clubbing finger (-), Edema tungkai (-), Sianosis (-),
Akral hangat (+)
2. Status Lokalis
a. Telinga
Inspeksi :
Auris Dextra: Bentuk telinga normal, deformitas (-), bekas luka (-),
bengkak (-), hiperemis (-), sekret(-)
Auris Sinistra : Bentuk telinga normal, deformitas (-), bekas luka (-),
bengkak (-), hiperemis (-), sekret(-)
Palpasi :
Auris Dextra : Tragus pain (+), Nyeri tarik aurikula (+)
Auris Sinistra : Tragus pain (-), Nyeri tarik aurikula (-)
Tes Pendengaran
Auris Dextra :
Test Rinne : Negatif
Test Weber : Lateralisasi ke telinga kanan
Test Schwabach : Memanjang
Kesimpulan : Tuli Konduktif
Auris Sinistra :
Test Rinne : Positif
Test Weber : Tidak ada lateralisasi
Test Schwabach : Sama dengan pemeriksa
Kesimpulan : Normal
Otoskopi :
Auris Dextra : CAE udem (+), hiperemis (+), serumen (-), membran
timpani utuh, discharge (+)
Auris Sinistra : CAE udem (-), hiperemis (-), serumen (-), membran
timpani utuh, discharge (-)
b. Hidung
Inspeksi : Deformitas (-), bekas luka (-), sekret (-), edema (-)
Palpasi : Krepitasi (-), nyeri tekan (-)
Rinoskopi anterior :
Nasus Dextra : Mukosa hiperemis (-), concha media dan inferior
hipertrofi (-),concha hiperemis (-), sekret (-), septum
nasi deviasi (-), udem (-), massa dirongga hidung (-)
Nasus Sinistra : Mukosa hiperemis (-), concha media dan inferior
hipertrofi (-), concha hiperemis (-), sekret (-), septum
nasi deviasi (-), udem (-), massa dirongga hidung (-)
Rinoskopi posterior :
Dinding belakang : tidak ada kelainan
Muara tuba eustachii : tidak ada kelainan
Adenoid : tidak ada kelainan
Tumor atau massa : tidak ada

c. Tenggorokan
Pemeriksaan Orofaring :
Bibir sianosis (-), ulkus (-), lidah tremor (-), mukosa faring hiperemis
(-), granulasi (-), tonsil membesar (-), tonsil hiperemis (-), kripte
melebar (-), detritus (-), uvula, palatum, dan arkus faring dalam batas
normal.
Pemeriksaan Laringoskopi
Epiglotis : tidak ada kelainan
Aritenoid : tidak ada kelainan
Plika vokalis : tidak ada kelainan
Gerak plika vokalis : tidak ada kelainan
Subglotis : tidak ada kelainan
Tumor atau massa : tidak ada

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Tidak Diperlukan
E. DIAGNOSIS BANDING
Otitis eksterna difusa, Otomikosis, Otitis eksterna sirkumskripta, Herpes zoster otikus,
Otitis media akut
F. DIAGNOSIS
Otitis Eksterna Difusa
G. TERAPI
1. Ciprofolxacin tab 500 mg/12 jam
2. Metilprednisolon tab 4 mg/12 jam

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. ANATOMI DAN FISIOLOGI

Auris (telinga) merupakan sepasang alat indera yang sebagian besar berada pada os
temporale. Auris memiliki dua fungsi yaitu sebagai organ pendengaran dan sebagai organ
keseimbangan. Auris terbagi menjadi 3 bagian :
1. Auris Externa (telinga luar)
a. Aurikula
Rangka aurikula terdiri atas dua buah kartilago, yaitu kartilago aurikula dan
kartilago meatus akustikus externus. Aurikula dilengkapi oleh muskulus
intrinsik et extrinsik, keduanya diinervasi oleh N.VII (N. Fascialis). Auricula
mempunyai fungsi menangkap, mengumpulkan, dan meneruskan gelombang
bunyi ke meatus akustikus externus, serta melindungi porus akustikus externus.
b. Meatus Akustikus Externus (MAE)
Sebuah saluran pendek dan berkelok-kelok seperti huruf S yang membentang
dari aurikula dan berakhir pada sulkus tympanikus, dipisahkan dengan kavitas
tympanika oleh membrana tympanika. MAE mempunyai fungsi sebagai
resonator dan penghantar gelombang udara dari aurikula menuju membrana
tympanika. MAE terdapat pars kartilaginea terletak 1/3 bagian lateral terdiri atas
kartilago, dan pars ossea terletak 2/3 bagian medial terdiri atas tulang. MAE
dilengkapi oleh glandula sebacea dan glandula seruminosa yang berfungsi
memperlambat pertumbuhan mikroorganisme, mengurangi kemungkinan
terjadinya infeksi, menjerat benda asing yang masuk ke telinga, dan menolak
serangga.
2. Auris Media
Ruangan berisi udara, dilapisi oleh sel-sel mukosa, dan terletak di dalam os
temporale.
a. Membrana tympanica
Membrana fibrosa tipis yang berwarna kelabu mutiara. Dibagi menjadi dua
bagian yaitu pars tensa (memiliki limbus) dan pars flaccida (tidak memiliki
limbus). Keperluan terapi membrana tympanica dibagi menjadi 4 kuadran yaitu
superior anterior, inferior anterior yang terdapat cone of light, superior posterior
yang terdapat bayangan crus longum incudis, dan inferior posterior yang sering
dilakukan miringotomi.
b. Cavitas tympanika
Ruangan terbesar di auris media dengan dua perluasan yaitu ke kranial
membentuk recessus epitympanicus, dan ke caudal membentuk recessus
hypotympanicus.
c. Ossicula auditus
Di dalam cavitas tympanika dan resessus epitympanikus terdapat ossicula
auditus, yang terdiri atas tiga buah tulang yaitu malleus, incus, dan stapes.
Ossicula auditus membentuk rangkaian tulang dari membrana tympanika
sampai fenestra vestibuli.
d. Tuba Auditiva
Saluran yang menghubungkan auris media dengan nasopharynx. Saluran ini
terbagi menjadi pars ossea dan pars cartilagines. Fungsi saluran ini adalah
menjaga keseimbangan tekanan cavitas tympanika dengan tekanan udara luar,
dan menjaga kebebasan gerak membrana tympanika. Saluran ini juga dapat
menjadi perluasan infeksi dari cavum oris atau cavum nasi ke dalam cavitas
tympanika.
3. Auris Interna (Labyrinth)
Bagian auris yang terlibat dalam proses pendengaran dan keseimbangan. Terdiri
atas dua bagian yaitu :
a. Labyrinthus osseus : terdiri atas tulang dan seluruh bagiannya terletak dalam os
temporale. Merupakan tulang paling keras dalam tubuh manusia. Terdiri dari 3
bagian yaitu vestibulum (terdapat utriculus dan sacculus), canalis semisirkularis
(memiliki 3 buah kanalis yaitu kanalis semisirkularis anterior/superior,
posterior/inferior, lateral), dan cochlea (struktur tulang berbentuk seperti rumah
siput, spiral, conical, dan mengandung organ pendengaran).
b. Labyrinthus membranaceus : rangkaian berkelanjutan dari saccus atau ductus-
ductus membranaceus, berisi cairan endolymphe, dan dipisahkan dari
labyrinthus osseus oleh cairan perilymphe. Bangunan penting di dalamnya
adalah labyrinthus vestibularis (utriculus, sacculus, ductus semisirkularis, dan
duktus koklearis yang membagi labyrinthus osseus menjadi 3 ruangan terpisah
yaitu skala vestibuli, skala media, dan skala tympani.
Mekanisme Pendengaran :
1. Gelombang-gelombang suara sampai pada membrana tympanika
2. Getaran dari membrana tympanika menyebabkan pergerakan ossikula auditus (tulang-
tulang) pendengaran.
3. Pergerakan stapes pada fenestra vestibuli menghasilkan gelombang tekanan pada
perilymphe pada ductus vestibularis
4. Gelombang tekanan mengubah membrana basilaris pada perjalanannya menuju
fenestra cochlea skala tympani
5. Getaran membrana basilaris menyebabkan getaran sel rambut terhadap membrana
tektorial.
6. Informasi mengenai daerah dan intensitas rangsang diteruskan ke susunan saraf pusat
melalui n.cochlearis cabang N.VIII.
B. DEFINISI OTITIS EKSTERNA
Otitis eksterna adalah radang liang telinga akut maupun kronis yang disebabkan
oleh infeksi bakteri, jamur, dan virus. Penyakit ini sering dijumpai pada daerah-daerah
yang panas dan lembab dan jarang pada iklim-iklim sejuk dan kering.
C. ETIOLOGI
Umumnya bakteri penyebab yaitu Pseudomonas. Bakteri penyebab lainnya yaitu
Staphylococcus albus, Staphylococcus aureus, Escherichia coli, Enterobacter
aerogenes, dan jenis jamur Pityrosporum, Aspergillus.
D. FAKTOR RISIKO
1. Lingkungan yang panas dan lembab
2. Berenang
3. Membersihkan telinga secara berlebihan, seperti dengan cotton bud ataupun benda
lainnya.
4. Kebiasaan memasukkan air ke dalam telinga
5. Penyakit sistemik diabetes
E. PATOGENESIS
Secara alami, sel-sel kulit yang mati, termasuk serumen, akan dibersihkan dan
dikeluarkan dari gendang telinga melalui liang telinga. Cotton bud (pembersih kapas
telinga) dapat mengganggu mekanisme pembersihan tersebut sehingga sel-sel kulit
mati dan serumen akan menumpuk di sekitar gendang telinga. Masalah ini juga
diperberat oleh adanya susunan anatomis berupa lekukan pada liang telinga.
Keadaan diatas dapat menimbulkan timbunan air yang masuk ke dalam liang
telinga ketika mandi atau berenang. Kulit yang basah, lembab, hangat, dan gelap pada
liang telinga merupakan tempat yang baik bagi pertumbuhan bakteri dan jamur.
Adanya faktor predisposisi otitis eksterna dapat menyebabkan berkurangnya
lapisan protektif yang menimbulkan edema epitel skuamosa. Keadaan ini
menimbulkan trauma lokal yang memudahkan bakteri masuk melalui kulit, terjadi
inflamasi dan cairan eksudat. Rasa gatal memicu terjadinya iritasi, berikutnya infeksi
lalu terjadi pembengkakan dan akhirnya menimbulkan rasa nyeri.
Proses infeksi menyebabkan peningkatan suhu lalu menimbulkan perubahan rasa
nyaman dalam telinga. Selain itu, proses infeksi akan mengeluarkan cairan / nanah
yang bisa menumpuk dalam liang telinga (meatus akustikus eksterna) sehingga
hantaran suara akan terhalang dan terjadilah penurunan pendengaran.
F. MANIFESTASI KLINIS
Pasien datang dengan keluhan rasa sakit pada telinga, terutama bila daun telinga
disentuh dan waktu mengunyah. Namun pada pasien dengan otomikosis biasanya
datang dengan keluhan rasa gatal yang hebat dan rasa penuh pada liang telinga.
Rasa sakit di dalam liang telinga bisa bervariasi dari yang hanya berupa rasa tidak
enak sedikit, perasaan penuh di dalam telinga, perasaan seperti terbakar hingga rasa
sakit yang hebat, serta berdenyut. Rasa penuh pada telinga merupakan keluhan umum
pada tahap awal dari otitis eksterna difusa dan sering mendahului terjadinya rasa sakit
dan nyeri tekan daun telinga.
Kurang pendengaran mungkin terjadi pada otitis eksterna disebabkan edema kulit
liang telinga, sekret yang serous atau purulen, penebalan kulit yang progresif pada
otitis eksterna yang lama sehingga sering menyumbat lumen kanalis dan
menyebabkan timbulnya tuli konduktif.

G. PEMERIKSAAN
Pemeriksaan fisik menunjukan adanya :
1. Nyeri tekan pada tragus
2. Nyeri tarik daun telinga
3. Kelenjar getah bening regional dapat membesar dan nyeri
4. Pemeriksaan liang telinga :
a. Pada otitis eksterna sirkumskripta dapat terlihat furunkel atau bisul serta liang
telinga sempit
b. Pada otitis eksterna difusa liang telinga sempit, kulit liang telinga terlihat
hiperemis dan udem yang batasnya tidak jelas serta sekret yang sedikit
c. Pada otomikosis dapat terlihat jamur seperti serabut kapas dengan warna yang
bervariasi (putih kekuningan)
d. Pada herpez zoster otikus tampak lesi kulit vesikuler di sekitar liang telinga
5. Pada pemeriksaan penala kadang didapatkan tuli konduktif
Pemeriksaan Penunjang :
Pemeriksaan sediaan langsung jamur dengan KOH untuk otomikosis

H. TATA LAKSANA
1. Membersihkan liang telinga dengan pengisap atau kapas dengan berhati-hati
2. Selama pengobatan sebaiknya pasien tidak berenang dan tidak mengorek telinga
3. Farmakologi
a. Topikal
- Otitis eksterna sirkumskripta pada stadium infiltrat diberikan salep
ikhtiol atau antibiotik dalam bentuk salep seperti Polymixin B atau
basitrasin
- Pada otitis eksterna difus dengan memasukan tampon yang
mengandung antibiotik ke liang telinga supaya terdapat kontak yang
baik antara obat dengan kulit yang meradang. Pilihan antibiotika yang
dipakai adalah campuran polimiksin B, neomisin, hidrokortison, dan
anastesi topikal.
- Pada otomikosis dilakukan pembersihan liang telinga dari plak jamur
dilanjutkan dengan mencuci liang telinga dengan larutan asam asetat
2% dalam alkohol 70% setiap hari selama 2 minggu. Irigasi ringan ini
harus diikuti dengan pengeringan. Tetes telinga siap beli dapat
digunakan seperti asetat-nonakeous 2% dan m-kresilasetat.
b. Oral sistemik
- Antibiotik sistemik diberikan dengan pertimbangan infeksi yang cukup
berat
- Analgetik paracetamol atau ibuprofen dapat diberikan
- Pengobatan herpes zoster otikus sesuai dengan tata laksana herpes
zoster
c. Bila otitis eksterna sudah terjadi abses, diaspirasi secara steril untuk
mengeluarkan nanah
Pemeriksaan penunjang lanjutan yaitu evaluasi pendengaran pada kasus post
herpetis zooster otikus
Rencana tindak lanjut :
a. Tiga hari pasca pengobatan untuk melihat hasil pengobatan
b. Khusus untuk otomikosis, tindak lanjut berlangsung sekurang-kurangnya 2
minggu.
Pasien dan keluarga perlu diberitahu tentang :
a. Tidak mengorek telinga baik dengan cotton bud atau lainnya
b. Selama pengobatan pasien tidak boleh berenang
c. Penyakit dapat berulang sehingga harus menjaga liang telinga agar dalam
kondisi kering dan tidak lembab

I. PROGNOSIS
Prognosis tergantung dari perjalanan penyakit, ada/tidaknya komplikasi, penyakit
yang mendasarinya serta pengobatan lanjutannya.

J. KOMPLIKASI
Infeksi kronik liang telinga jika pengobatan tidak adekuat dapat terjadi stenosis atau
penyempitan liang telinga karena terbentuk jaringan parut.





BAB III
PEMBAHASAN

Otitis eksterna difusa merupakan salah satu infeksi yang dikenal juga dengan nama
swimmers ear. Sering timbul pada kondisi yang panas dan lembab. Danau, laut, dan kolam
renang pribadi merupakan sumber potensial untuk infeksi ini. Riwayat kemasukan air dan
sering menggunakan cotton bud menjadi pemicu terjadinya Infeksi pada liang telinga. Infeksi
ini biasanya mengenai kulit liang telinga duapertiga dalam.
Hasil pemeriksaan yang diperoleh adalah canalis auditorius externus mengalami edema
dan hiperemis. Ini merupakan tanda-tanda Inflamasi akut pada telinga luar. Nyeri telinga
yang dirasakan dapat terjadi karena kulit liang telinga luar beralaskan periostium &
perikondrium bukan bantalan jaringan lemak sehingga memudahkan cedera atau trauma.
Selain itu, edema dermis akan menekan serabut saraf yang mengakibatkan rasa sakit yang
hebat. Kulit dan tulang rawan pada 1/3 luar liang telinga luar bersambung dengan kulit dan
tulang rawan daun telinga sehingga gerakan sedikit saja pada daun telinga akan dihantarkan
kulit dan tulang rawan liang telinga luar sehingga mengakibatkan rasa sakit yang hebat pada
penderita otitis eksterna. Selain rasa sakit pada penderita juga ditemukan discharge di telinga
sebelah kanan. Discharge atau cairan ini pada awalnya putih cair, tetapi apabila infeksinya
berlanjut cairan akan berubah menjadi kumpulan abses.
Di klinik, seringkali sukar dibedakan peradangan yang disebabkan oleh penyebab lain,
seperti jamur, alergi (eksim) atau virus, sebab seringkali timbul secara bersama-sama. Otitis
Eksterna Difus juga dapat terjadi sekunder pada otitis media supuratif kronis.
Gejalanya berupa rasa nyeri, kadang-kadang terdapat sekret yang berbau. Sekret ini tidak
mengandung lendir (musin) seperti sekret yang keluar dari kavum timphani pada otits media.
Gangguan pendengaran yang dialami pasien ini adalah tuli konduktif atau tuli akibat adanya
kelainan pada telinga luar atau telinga tengah. Penyebab tuli konduksi yaitu 1). Pada meatus
akustikus eksterna terdapat cairan (sekret, air, benda asing, polip telinga), 2). Kerusakan
membrana timpani : perforasi, ruptura, sikatriks, 3). Dalam kavum timpani : kekurangan
udara pada oklusio tuba, cairan (darah atau hematotimpanum karena trauma kepala, sekret
pada otitis media baik yang akut maupun yang kronis), tumor, 4). Pada osikula : gerakannya
terganggu oleh sikatriks, mengalami destruksi karena otitis media, oleh ankilosis stapes pada
otosklerosis, adanya perlekatan-perlekatan dan luksasi karena trauma maupun infeksi, atau
bawaan karena tak terbentuk salah satu osikula. Pada pasien ini tuli konduksi dapat terjadi
karena adanya cairan dan edema pada canalis auditorius externus yang menyebabkan
gangguan hantaran suara.
Pada pasien ini tidak ditemukan keluhan gatal. Rasa gatal yang hebat pada liang telinga
umumnya terjadi pada infeksi telinga oleh jamur atau otomikosis. Pemeriksaan yang
didapatkan pada otomikosis adalah terlihat spora berwarna putih kekuningan dan khasnya
pada infeksi jamur Aspergilus terdapat bercak-bercak berwarna hitam. Pada pemeriksaan juga
tidak ditemukan retraksi atau kelainan pada membrana tympani sehingga diagnosis otitis
media dapat disingkirkan.
Otitis eksterna sirkumskripta atau furunkel merupakan diagnosis banding dari otitis
eksterna difusa. Infeksi ini menimbulkan furunkel di liang telinga 1/3 luar. Hal ini dapat
terjadi karena kulit di 1/3 luar liang telinga mengandung adneksa kulit, seperti folikel rambut,
kelenjar sebasea, dan kelenjar serumen yang dapat menyebabkan terjadinya infeksi pada
pilosebaseus. Nyeri pada otitis eksterna sirkumskripta dapat menjadi nyeri hebat karena
terbatasnya ruangan untuk perluasan edema atau furunkel yang semakin membesar. Apabila
abses sudah terbentuk maka perlu dilakukan drainase dengan jarum.
Selain otitis eksterna sirkumskripta, terdapat juga herpes zoster otikus yang menjadi
diagnosis banding pada kasus ini. Herpes zoster otikus memiliki ciri yaitu tampak lesi kulit
yang vesikuler pada kulit di daerah muka sekitar liang telinga, otalgia, dan terkadang disertai
paralisis otot wajah. Pada keadaan yang berat ditemukan gangguan pendengaran berupa tuli
sensorineural.
Terapi yang diberikan pada pasien ini sesuai dengan anjuran terapi pada otitis eksterna
difusa yaitu pemberian antibiotik oral (ciprofloxacin) dan anti inflamasi (metilprednisolon).
Tindakan lain yang dapat dilakukan adalah pembersihan liang telinga dan apabila terdapat
abses maka segera lakukan aspirasi. Terapi lokal dengan menggunakan kasa betadine yang
dimasukan ke dalam liang telinga dapat menekan edema dinding canalis auditorius externus
dan menyerap eksudat hasil dari proses inflamasi, sehingga rasa nyeri dapat berkurang.







DAFTAR PUSTAKA

Adams Boies Higler. 1997. Buku Ajar Penyakit THT. 6
th
ed. Jakarta: EGC.
Hui C.P. 2013. Acute Otitis Externa. Available from : http://www.ncbi.nlm.nih.gov.
Accessed May 20
th
2014.
Menteri Kesehatan Republik Indonesia. 2014. Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter Di
Fasilitas Pelayanan Kesehatan Primer. Jakarta.
Nordqvist C. 2010. What Is Otitis Externa (swimmer's Ear)? What Causes Otitis Externa?.
Available from: http://www.medicalnewstoday.com. Accessed May 20
th
2014.
Schaefer P, Baugh R.F. 2012. Acute Otitis Externa : An Update. Available from:
http://www.aafp.org. Accesed May 19
th
2014.
Septianto T. 2010. Panduan Anatomi II. Laboratorium Anatomi dan Embriologi FK UNS
Surakarta.
Soepardi E.A, dkk. 2007. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala &
Leher. Jakarta: FK UI.
Stoppler M.C, Shiel W.C. 2013. Swimmer's Ear Infection (External Otitis). Available from:
http://www.medicinenet.com. Accesed May 19
th
2014.
Vorvick L.J. 2012. Swimmer's ear. Available from : http://www.nlm.nih.gov/medlineplus.
Accessed May 19
th
2014.
Waitzman A.A & Meyers D.A. 2014. Otitis Eksterna. Available from:
http://www.emedicine.com. Accessed May 19
th
2014.
Williams C.JM, Smith C.H, Goldman R.D. 2012. Acute Otitis Externa in Children. Available
from : http://www.ncbi.nlm.nih.gov. Accessed May 20
th
2014.

Anda mungkin juga menyukai