Anda di halaman 1dari 11

1

BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Perkembangan pembangunan yang begitu pesat terkadang cenderung menimbulkan
masalah baru di suatu wilayah bila dalam perencanaannya kurang/tidak
memperhitungkan keadaan cuaca di wilayah tersebut. Berubahnya lingkungan
dengan hilangnya daerah resapan dan aliran air merupakan faktor utama yang sering
kali terjadi. Dampak negatif dengan berubah atau hilangnya daerah resapan dan
aliran air adalah dapat menahan laju aliran air akibat curah hujan sehingga
menyebabkan genangan air atau bahkan banjir. Untuk beberapa wilayah yang
memiliki kemiringan topografi atau berada di sekitar wilayah lereng bukit, intensitas
curah hujan yang cukup tinggi berpotensi untuk menyebabkan terjadinya bencana
tanah longsor. Yang bila dibandingkan dengan bencana banjir, bencana tanah
longsor ini memberikan dampak yang sangat jauh merugikan bagi masyarakat
disekitarnya, bukan hanya akan menimbulkan kerugian harta benda namun labih dari
itu dapat menimbulkan korban jiwa.
B. TUJUAN
Adanya tentang informasi mengenai tingginya intensitas curah hujan yang terjadi di
suatu tempat, akan sangat berguna sebagai suatu informasi bagi masyarakat.
Khususnya bagi perencanaan maupun sistem drainase dalam pembangunan tata ruang
di suatu tempat, hal ini setidaknya dapat dijadikan acuan dalam pengelolaan air untuk
menghindari terjadinya penumpukan/ pengumpulan air hujan di suatu tempat
sehingga dapat menimbulkan bencana yang berujung kepada kerugian berupa
genangan air, banjir, bahkan terjadinya tanah longsor.
Dalam perkembangannya, dalam hubungannya dengan bencana lonsor yang dapat
ditimbulkan dari intensitas curah hujan yang terjadi ini dengan memperhatikan jenis
dan kemiringan permukaan dapat memperhitungkan suatu persamaan besarnya
momentum yang dihasilkan dari sejumlah volume air hujan yang tertampung dan
mengalir di permukaan tersebut. Sehingga dapat meyusun kriteria hubungan antara
jumlah dan dampak kerusakan dari curah hujan tersebut.

2
C. RUANG LINGKUP
Data yang digunakan dalam menghitung intensitas curah hujan adalah data
peramatan curah hujan dengan menggunakan penakar hujan otomatis tipe Hellman
di Stasiun Klimatologi Banjarbaru. Periode intensitas curah hujan yang diukur
adalah dalam periode 5 menit, 10 menit, 15 menit, 30 menit, 45 menit, dan 60 menit
dengan memilih intensitas curah hujan maksimum yang terjadi dalam kurun waktu
tahun 1998 sampai dengan tahun 2004. selain itu juga dengan memperhatikan pola
intensitas curah hujan yang terjadi pada tiap jam selama 24 jam.

3
BAB II
LANDASAN TEORITIS
A. CURAH HUJAN
Curah hujan atau presipitasi merupakan elemen dari hidrometeor, yaitu kumpulan
partikel-partikel cair atau padat yang jatuh atau melayang di dalam atmosfer yang
merupakan hasil dari proses kondensasi uap air di udara (awan). Intensitas curah
hujan merupakan fungsi dari besarnya curah hujan yang terjadi dan berbanding
terbalik dengan waktu kejadiannya. Artinya besarnya curah hujan yang terjadi akan
semakin tinggi intensitasnya bila terjadi pada periode waktu yang semakin singkat,
demikian pula sebaliknya atau dapat di sajikat dalam bentuk persamaan :
I = P. t
-1
,
Dimana : I : intensitas curah hujan
P : Presipitasi / jumlah curah hujan; dan
t : periode waktu
Secara definisi satuan milimeter dalam pengukuran curah hujan adalah banyaknya
curah hujan yang tertampung pada luasan 1 m
2
dengan ketinggian 1 milimeter. Hal
ini berarti bahwa dalam 1 m
2
dapat tertampung volume curah hujan sebanyak 1 dm
3

atau 1 liter. Maka untuk suatu wilayah dengan luas 1 Ha dengan asumsi terjadi hujan
merata dengan intensitas 1 mm maka akan terkumpul volume air sebanyak 10 m
3
dan
bertambah seiring dengan semakin luas dan atau semakin banyaknya curah hujan
yang jatuh dan akan menuju ke suatu tempat yang lebih rendah.
Ada perbedaan jenis dan sifat hujan yang terjadi pada saat musim hujan dan musim
kemarau.
B. FASE PERTUMBUHAN CUMULUS
Pada saat periode musim hujan, pertumbuhan awan yang terbentuk pada umumnya
merupakan hasil dari proses adveksi, dimana jenis awan-awan yang terbentuk adalah
awan menengah (2.000-6.000 m) atau stratiform dengan pertumbuhan horizontal
luas dan merata. Biasanya curah hujan dari jenis awan ini awal dan akhir
kejadiannya tampak jelas, merata dan berlangsung lama (> 2 jam). Sedangkan pada
saat periode musim kemarau, pertumbuhan awan terbentuk dari proses konveksi atau
kenaikan massa udara secara vertikal dan menghasilkan jenis awan rendah

4
cumuloform, dengan dasar awan yang terlihat jelas ( 300 m) dan tinggi menjulang
seperti gumpalan. Awal dan akhir hujan tidak jelas karena terjadi secara tiba-tiba (<
1 jam) dengan intensitas yang tinggi dan dengan diameter titik air yang lebih besar
sehingga terkadang terpaannya dapat dirasakan memerihkan wajah. Dalam
pertumbuhannya, awan rendah cumuloform atau Cumumus Nimbus (Cb) mengalami
3 fase pertumbuhan, yaitu :
1. Fase tumbuh (tingkat Cumulus)
Pada tinngkat cumulus terdapat arus udara naik (up draft) di dalam awan
dengan kecepatan antara 1-2 m/dt di dekat dasar awan, dan lebih dari 10 m/dt
di bawah puncak awan. Puncak awan pada fase cumulus ini kadang-kadang
terlihat sebagai deretan tower-tower yang menjulang.
2. Fase dewasa
Fase dewasa dimulai apabila presipitasi mencapai permukaan tanah, dimana di
dalam awan terjadi up draft dan down draft secara bersamaan dan di dasar
awan cumuloform ini (Cb) biasanya diiringi ole terjadinya terdapat lepasan
listrik udara (petir) dan arus angin secara mendadak yang disebut squall
dengan kecepatan lebih dari 10m/dt yang dapat menyebabkan kerusakan di
daerah permukaan.
3. Fase punah
Fase punah terjadi bila di dalam awan telah melemah/hilangnya up draft, yang
mengakibatkan turunnya daerah puncak awan dan mulai meleburnya daerah
dasar awan sehingga terlihat lebih tinggi dan merata.

5
BAB III
ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN
A. ANALISA DATA
Dari hasil perhitungan pias recorder curah hujan, kemudian dengan memilih
intensitas curah hujan maksimum yang terjadi setiap setiap bulannya pada masing-
masing periode waktu yang telah ditentukan. Selain itu juga dengan
membandingkan pola intensitas kejadian hujan pada periode 24 jam pada bulan yang
bersangkutan dari data yang terpilih.
Dari hasil perhitungan tersebut didapat data intensitas curah hujan maksimum
sebagai berikut :
Tabel 1. Intensitas Curah Hujan Maksimum Periode 1 Jam (mm)
Bulan
Periode Waktu (menit)
Jumlah.
5 10 15 30 45 60
1. Januari 10,6 20,0 27,5 39,5 60,0 65,0 222,1
2. Februari 10,0 20,0 28,0 50,0 63,0 65,5 236,5
3. Maret 18,5 21,8 30,0 40,0 50,8 66,3 227,4
4. April 9,1 20,0 30,0 48,6 70,0 93,5 271,2
5. Mei 20,0 30,0 40,0 40,0 40,0 50,0 220,0
6. Juni 19,0 20,0 30,0 70,0 90,0 98,0 327,0
7. Juli 10,0 15,9 21,2 37,8 53,5 56,2 194,6
8. Agustus 6,7 15,0 16,0 21,2 41,0 42,7 142,6
9. September 10,0 20,0 30,0 37,7 38,6 47,0 183,3
10. Oktober 17,0 20,0 29,5 44,0 54,0 56,4 220,9
11. Nopember 14,8 30,0 30,0 43,0 46,4 49,6 213,8
12. Desember 20,0 28,8 33,2 47,8 68,0 81,0 278,8
Rata - Rata 13,8 21,8 28,8 43,3 56,3 64,3 228,2
Maksimum 20,0 30,0 40,0 70,0 90,0 98,0 327,0
Dari data tabel di atas, dapat dilihat bahwa intensitas curah hujan maksimum untuk
periode 5 menit sebesar 20,0 mm adalah pada Bulan Desember ( tanggal 13
Desember 1999 dan tanggal 18 Desember 2004) dan pada Bulan Mei juga tercatat
untuk periode 5, 10, dan 15 menit masing-masing sebesar 20,0 mm, 30 mm, dan 40
mm (tanggal 26 Mei 2004). Sedangkan untuk periode 30, 45, dan 60 menit

6
intensitas tertinggi tercatat masing-masing sebesar 70,0 mm, 90 mm, dan 98 mm
yang terjadi pada Bulan Juni (tanggal 27 Juni 1998).
Dari data intensitas curah hujan maksimum diatas pada masing-masing periode
waktu yang terhadi pada tanggal 26 Mei 2004 dan tanggal 27 Juni 1998, dapat
digambarkan seperti dalam grafik berikut ini :
Grafik 1. Intensitas Curah Hujan Maksimum Periode 1 Jam (mm)
Grafik Inte nsitas Hujan Maksimum Pe riode 1 Jam
Stasiun Klimatologi Banjarbaru
0
2 0
4 0
6 0
8 0
1 0 0
1 2 0
5 1 0 1 5 3 0 4 5 6 0
m e n i t
m
i
l
i
m
e
t
e
r
26 Mei 2004 27 Juni 1998 Rata - rata

Sedangkan jumlah intensitas curah hujan maksimum selama periode 1 jam disajikan
dalam grafik di bawah ini :
Grafik 2. Intensitas Jumlah Curah Hujan Maksimum Periode 1 Jam (mm)
Grafi k Juml ah Intens i tas Curah Hujan Mak s i mum
Peri ode 1 Jam
S tas i un Kl i matol ogi Banjarbaru
0
5 0
1 0 0
1 5 0
2 0 0
2 5 0
3 0 0
3 5 0
Jan Feb Mar Ap r Mei Jun Jul Ags Sep Ok t No p Des
b u l a n
m
i
l
i
m
e
t
e
r

Pada Bulan Mei dan Juni terjadinya hujan sangat berpeluang terjadi antara pukul
15.00 16.00 wita. Sebagai bahan pembanding, maka pada bulan tersebut dari data
rata-rata hariannya dapat dilihat peluang mulai terjadinya hujan selama 24 jam dan

7
juga mengambil jenis data yang sama untuk periode musim hujan yaitu pada Bulan
Desember dan Januari, seperti di gambarkan pada grafik di bawah ini :
Grafik 3.a. Prosentase Peluang Kejadian Curah Hujan Periode 24 jam
Grafik Prose ntase te rjadinya Hujan Pe riode 24 jam
Stasiun Klimatologi Banjarbaru
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
07 -
08
08 -
09
09 -
10
10 -
11
11 -
12
12 -
13
13 -
14
14 -
15
15 -
16
16 -
17
17 -
18
18 -
19
19 -
20
20 -
21
21 -
22
22 -
23
23 -
24
00 -
01
01 -
02
02 -
03
03 -
04
04 -
05
05 -
06
06 -
07
J a m
m
i
l
i
m
e
t
e
r
Mei Juni

Grafik 3.b. Prosentase Peluang Kejadian Curah Hujan Periode 24 jam
Grafik Prose ntase te rjadinya Hujan Pe riode 24 jam
Stasiun Klimatologi Banjarbaru
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
07 -
08
08 -
09
09 -
10
10 -
11
11 -
12
12 -
13
13 -
14
14 -
15
15 -
16
16 -
17
17 -
18
18 -
19
19 -
20
20 -
21
21 -
22
22 -
23
23 -
24
00 -
01
01 -
02
02 -
03
03 -
04
04 -
05
05 -
06
06 -
07
J a m
m
i
l
i
m
e
t
e
r
Des Jan


8
Grafik 4. Rata-rata Intensitas Curah Hujan Periode 24 jam
Rata-rata Inte nsitas Hujan Pe riode 24 jam
Stasiun Klimatologi Banjarbaru
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
07 -
08
08 -
09
09 -
10
10 -
11
11 -
12
12 -
13
13 -
14
14 -
15
15 -
16
16 -
17
17 -
18
18 -
19
19 -
20
20 -
21
21 -
22
22 -
23
23 -
24
00 -
01
01 -
02
02 -
03
03 -
04
04 -
05
05 -
06
06 -
07
J a m
m
i
l
i
m
e
t
e
r
Mei - Jun Des - Jan

Grafik 5. Rata-rata Jumlah Curah Hujan Periode 24 jam
Grafik Rata-Rata Jumlah Pe riode 24 Jam
Stas iun Klimatologi Banjarbaru
0,0
20,0
40,0
60,0
80,0
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Ok t No p Des
b u l a n
m
i
l
i
m
e
t
e
r


9
Grafik 6. Kejadian Curah Hujan Periode 24 jam
Grafik Ke jadian Curah Hujan Pe riode 24 jam
Stasiun Klimatologi Banjarbaru
0
20
40
60
80
100
120
07 -
08
08 -
09
09 -
10
10 -
11
11 -
12
12 -
13
13 -
14
14 -
15
15 -
16
16 -
17
17 -
18
18 -
19
19 -
20
20 -
21
21 -
22
22 -
23
23 -
24
00 -
01
01 -
02
02 -
03
03 -
04
04 -
05
05 -
06
06 -
07
J a m
m
i
l
i
m
e
t
e
r
26 Mei' 04 24 Juni' 98

B. PEMBAHASAN
Dari hasil analisa data dapat terlihat bahwa pada Bulan Juni selain merupakan
puncak tertinggi dari intensitas curah hujan selama periode 1 jam, juga merupakan
intensitas tertinggi yang ernah terjadi untuk periode 30 dan 45 menit. Sedangkan
untuk periode 5, 10, dan 15 menit intensitas curah hujan tertinggi tercatat terjadi
pada Bulan Mei.
Hal ini dapat disebabkan karena pada bulan-bulan tersebut merupakan peralihan atau
masa transisi musim dari musim hujan ke musim kemarau. Dimana dalam skala
global, angin monsun barat telah mulai melemah, sedangkan monsun timur belum
terlalu dominan. Sehingga rata-rata jumlah curah hujan dalam periode 24 jam
memiliki pola yang mirip dengan pola rata-rata jumlah curah hujan bulananya yang
mempunyai tipe monsun, seperti yang digambarkan dalam Grafik 5. Rata-rata
Jumlah Curah Hujan Periode 24 jam.
Kondisi tersebut dapat dikaitkan dengan sirkulasi global atmosfer pada bulan-bulan
tersebut, dimana pada saat itu wilayah Kalimantan Selatan yang letak geografisnya
sangat dekat dengan garis khatulistiwa cenderung dipengaruhi oleh munculnya eddy
sirkulasi yang sering berkembang di sekitar pulau Kalimantan, hal ini memberikan
pengaruh terhadap berkembangnya awan-awan konfektif jenis cumilo nimbus (Cb)
akibat pemanasan yang terjadi sejak pagi hari dan dapat mencapai fase dewasa pada
siang hari dengan menghasilkan curah hujan dengan intensitas yang cukup tinggi

10
serta pergerakan yang lebih cenderung stasioner bila dibandingkan dengan
pergerakan awan yang cenderung bergerak mengikuti arus pola angin pada saat
musim hujan dimana wilayah Kalimantan berada pada ITCZ. Selain tingginya
intensitas curah hujan sesaat yang ditimbulkan oleh awan Cb kondisi cuaca tersebut
selalu diiringi dengan adanya fenomena cuaca lainnya seperti hujan es, angin
kencang, dan sambaran petir yang lazim disebut dengan badai guntur.
Pada grafik 3.a. Prosentase Peluang Kejadian Curah Hujan Periode 24 jam
digambarkan bahwa peluang terjadinya hujan di wilayah Banjarbaru dimulai pada
pukul 11.00 wita dan terus meningkat sampai dengan pukul 16.00 wita, dan sampai
dengan pukul 20.00 wita peluang terjadinya hujan masih berada pada kisaran 60%.
Hal ini sangat berbeda bila dibandingkan dengan peluang terjadinya hujan pada
puncak musim hujan yaitu pada Bulan Desember dan Januari, yang selama 24 jam
memiliki prosentase lebih dari 80% seperti digambarkan pada Grafik 3.b.
Prosentase Peluang Kejadian Curah Hujan Periode 24 jam. Sedangkan pada
Grafik 4. Rata-rata Intensitas Curah Hujan Periode 24 jam digambarkan bahwa
rata-rata intensitas curah hujan pada Bulan Mei dan Juni melebihi rata-rata intensitas
curah hujan pada Bulan Desember dan Januari 13.00 sampai dengan pukul 15.00
wita, walaupun pada masing-masing bulan tersebut pada waktu itu memiliki
intensitas tertinggi dibandingkan dengan waktu lainnya. Hal tersebut sesuai dengan
kejadian aktualnya seperti hujan yang pada tanggal 26 Mei 2004 dan 24 Juni 1998,
seperti yang digambarkan dalam Grafik 6. Kejadian Curah Hujan Periode 24 jam

11
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
Dari hasil analisa dan pembahasan di atas, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai
berikut :
1. Letak geografis wilayah Kalimantan Selatan khususnya Banjarbaru
dipengaruhi oleh pola sirkulasi angin global pada saat masa transisi musim
dan musim hujan berlangsung. Pada saat masa transisi, pola angin cenderung
lebih stasioner bila dibandingkan dengan pada saat musim hujan. Sehingga
pertumbuhan vertikal massa udara dapat lebih baik dan presipitasi yang
dihasilkan memiliki intensitas yang lebih tinggi.
2. Tingginya intensitas curah hujan (banyaknya curah hujan yang jatuh pada
waktu yang semakin singkat) sangat berpotensi menimbulkan genangan air,
bencana banjir bahkan tanah longsor pada daerah-daerah yang memiliki
bentuk topografi tidak rata.
3. Pada periode Bulan Mei dan Juni memiliki peluang terjadinya curah hujan
dengan intensitas maksimal antara siang sampai sore hari, antara pukul 11.00
wiita sampai dengan pukul 16.00 wita. Sedangkan pada periode Bulan
Desember dan Januari memiliki peluang terjadinya hujan hampir sepanjang
hari dengan waktu terjadinya intensitas tertinggi sama dengan periode lainnya.
4. Pada periode waktu antara 5 sampai dengan 15 menit pada Bulan Mei dan
Juni memiliki intensitas curah hujan tertinggi sedangkan periode waktu antara
30 sampai dengan 60 menit terjadi pada Bulan Desember dan Januari.
B. SARAN
Dalam melaksanakan pembangunan dengan mengadakan perubahan terhadap
lingkungan, sedapat mungkin diharapkan juga memperhatikan keadaan cuaca,
khususnya unsur intensitas curah hujan yang biasa terjadi di daerah tersebut. Hal ini
setidaknya dilakukan guna menghindari beberapa dampak merugikan yang dapat
terjadi di masa yang akan datang.

Anda mungkin juga menyukai