Anda di halaman 1dari 8

Menurut pandangan ilmu psikologi, pandangan manusia terhadap dirinya sangat mempengaruhi

pendidikannya. Lantas, bagaimana pendangan Islam tentang manusia?


Kesalah pahaman tentang manusia melingkupi manusia sejak manusia menempati bumi ini. Bisa
jadi, kesalah pahaman itu cenderung pada hal-hal yang berlebihan, misalnya manusia
menganggap dirinya sebagai wujud terhebat di alam semesta ini. Di satu sisi manusia
menyerukan pandangan seperti itu, di sisi lain manusia memperbudak dirinya dengan egoisme,
kecongkakan, dan ketakaburan sebagaimana seruan kaum Aad ini: .Siapakah yang lebih
besar kekuatannya daripada kami (Fushilat: 15) serta seruan Firaun kepada kaumnya: hai
pembesar kaumku, aku tidak mengetahui Tuhan bagimu selain aku (al-Qashash: 38).
Al-Maududi mengatakan ada juga manusia yang mengangkat dirinya sebagai penanggung jawab
manusia lewat upaya agar dipertuhan dengan tujuan kekuasaan, kegagahan, kehebatan,
kedhaliman, keburukan, dan ketiranian.
Sikap berlebihan lainnya adalah kecenderungan manusia pada penempatan diri pada kehinaan
dan kerendahan. Lalu manusia menundukkan kepala di depan setiap pohon, batu, sungai,
gunung, atau binatang. Mereka tidak melihat adanya keselamatan kecuali dengan bersujud
kepada matahari, bulan, bintang, api, atau benda lainnya yang dianggap mengandung kekuatan
atau kemampuan untuk memberikan manfaat kepada mereka.
Islam menampilkan manusia sesuai dengan hakekatnya, menjelaskan asal-usulnya,
keistimewaannya, tugasnya, hubungannya dengan alam semesta, atau kesiapannya untuk
menerima kebaikan dan keburukan.
1. Hakekat Manusia dan Asal-Usul Penciptaannya
Hakekat manusia bersumber pada dua hal. Pertama ashal al baid [asal yang jauh], yaitu
penciptaan pertama dari tanah yang kemudian Allah menyempurnakannya dan meniupkan
kepadanya sebagian ruh-Nya.
Kedua: ashal al-qarib [asal yang dekat] yaitu penciptaan manusia itu dari nuthfah. Untuk
menjelaskan kedua asal tersebut Allah berfirman yang artinya:
Yang membuat segala sesuatu yang Dia ciptakan sebaik-baiknya dan yang memulai penciptaan
manusia dari tanah. Kemudian Dia menjadikan keturunannya dari saripati air yang hina.
Kemudian Dia menyempurnakan dan meniupkan ke dalamnya roh (ciptaan)-Nya dan Dia
menjadikan bagi kamu pendengaran, penglihatan dan hati; (tetapi) kamu sedikit sekali
bersyukur. (as-Sajdah: 7-9)
Selain itu Al-Quran juga mengatakan bagaimana Allah menciptakan Adam:
Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu berfirman kepada Para Malaikat: Sesungguhnya aku akan
menciptakan seorang manusia dari tanah liat kering (yang berasal) dari lumpur hitam yang diberi
bentuk, Maka apabila aku telah menyempurnakan kejadiannya, dan telah meniup kan
kedalamnya ruh (ciptaan)-Ku, Maka tunduklah kamu kepadanya dengan bersujud. (al-Hijr: 28-
29)
Demikianlah al-Quran mengarahkan pandangan manusia pada kehinaan yang dari kehinaan itu
manusia diciptakan di dalam rahim ibunya, yaitu: ..dari saripati air yang hina [air mani] (as-
Sajdah: 8)
Dia diciptakan dari air yang terpancar, yang keluar dari antara tulang sulbi dan tulang dada.
(at-Thaariq: 6-7)
Dan apakah manusia tidak memperhatikan bahwa Kami menciptakannya dari setitik air [mani],
maka tiba-tiba ia menjadi penentang yang nyata. (Yaasiin: 77)
Arahan al-Quran itu ditujukan untuk menghancurkan kecongkakan manusia dan melemahkan
ketakaburannya sehingga dia benar-benar tawadlu dalam kehidupannya. Al-Quran pun
memberikan kejelasan tentang pertolongan Allah yang telah diberikan kepada manusia ketika
berada dalam kegelapan rahim, ketika ditumbuhkan sebagai janin dan dikembangkan hingga
tuntas penciptaannya, seperti firman Allah:
Dia menciptakan kamu dari seorang diri kemudian Dia jadikan daripadanya isterinya dan Dia
menurunkan untuk kamu delapan ekor yang berpasangan dari binatang ternak. Dia menjadikan
kamu dalam perut ibumu kejadian demi kejadian dalam tiga kegelapan. yang (berbuat) demikian
itu adalah Allah, Tuhan kamu, Tuhan yang mempunyai kerajaan. tidak ada Tuhan selain dia;
Maka bagaimana kamu dapat dipalingkan? (az-Zumar: 6)
Dan Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari suatu saripati (berasal) dari tanah.
Kemudian Kami jadikan saripati itu air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim).
Kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu Kami jadikan
segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu
Kami bungkus dengan daging. kemudian Kami jadikan Dia makhluk yang (berbentuk) lain.
Maka Maha sucilah Allah, Pencipta yang paling baik. (al-Muminuun: 12-14)
Ayat tersebut membawa manusia pada pengakuan atas keindahan dan rasa syukur kepada
Pencipta. Buah pendidikan al-Quran ini, di antaranya terwujud dalam doa Rasulullah saw.
berikut ini:
Wajahku bersujud kepada Dzat yang telah menciptakannya, memberinya rupa, pendengaran,
dan penglihatan. Maka Mahasuci Allah sebagai Pencipta yang paling baik. (HR Muslim)
Dalam riwayat lain dikatakan: Ya Allah, kepada Engkaulah aku bersujud, kepada Engkaulah
aku beriman, dan kepada Engkaulah aku berserah diri. Wajahku bersujud kepada Dzat yang telah
menciptakannya, memberi rupa, pendengaran dan penglihatan. Maka Mahasuci Allah sebagai
Pencipta terbaik.
2. Manusia: Makhluk yang Dimuliakan
Islam tidak memposisikan manusia dalam kehinaan, kerendahan atau tidak berharga seperti
binatang, benda mati, atau makhluk lainnya. Untuk itu Allah berfirman:
Dan Sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkut mereka di daratan dan
di lautan, Kami beri mereka rezki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan
kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan. (al-Israa: 70)
Apakah kamu tiada melihat bahwasanya Allah menundukkan bagimu apa yang ada di bumi dan
bahtera yang berlayar di lautan dengan perintah-Nya. dan Dia menahan (benda-benda) langit
jatuh ke bumi, melainkan dengan izin-Nya? Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Pengasih
lagi Maha Penyayang kepada manusia. (al-Hajj: 65)
Allah telah menganugerahkan manusia dengan kemampuan yang dengannya manusia dapat
menguasai semesta yang telah diperuntukkan Allah bagi manusia. Artinya Allah melarang
manusia menghinakan diri pada semesta ini. Dia telah memberikan keamanan kepada manusia
dalam menghadapi semesta karena manusia diberi kekuasaan untuk menundukkan alam semesta
demi kemaslahatan umat manusia. Itulah dasar pendidikan Rabbani yang dengannya al-Quran
menumbuhkan kehormatan dan harga diri dalam diri manusia sekaligus juga menumbuhkan
kesadaran terhadap karunia Allah. Ketika manusia mengendarai kapal terbang atau mobil,
hendaknya ia ingat kepada firman Allah berikut ini:
Supaya kamu duduk di atas punggungnya kemudian kamu ingat nikmat Tuhanmu apabila kamu
telah duduk di atasnya; dan supaya kamu mengucapkan: Maha suci Tuhan yang telah
menundukkan semua ini bagi Kami Padahal Kami sebelumnya tidak mampu menguasainya, dan
Sesungguhnya Kami akan kembali kepada Tuhan kami. (az-Zukhruf: 13-14)
3. Manusia: Makhluk Istimewa dan Terpilih
Salah satu anugerah yang diberikan Allah kepada manusia adalah menjadikan manusia mampu
membedakan kebaikan dari kejahatan atau kedurhakaan dari ketakwaan. Ke dalam naluri
manusia, Allah menanamkan kesiapan dan kehendak untuk melakukan kebaikan atau keburukan
sehingga manusia mampu memilih jalan yang mampu mengantarkannya kepada kebaikan dan
kebahagiaan atau jalan yang menjerumuskannya pada kebinasaan. Dengan jelas Allah
menyebutkan bahwa dalam hidupnya, manusia harus berupaya menyucikan, mengembangkan,
dan meninggikan diri agar manusia terangkat dalam keutamaan. Allah berfirman:
Dan jiwa serta penyempurnaannya (ciptaannya), Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu
(jalan) kefasikan dan ketakwaannya. Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa
itu, dan Sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya. (asy-Syams: 7-10)
Untuk orang-orang yang memilih jalan kedurhakaan, Allah meratakan mereka sekaligus kotanya
dengan tanah.
4. Manusia: Makhluk yang Dapat Dididik
Allah telah membekali manusia dengan kemampuan untuk belajar dan mengetahui sebagaimana
firman-Nya ini:
Bacalah dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah. Dia mengajarkan kepada manusia apa yang
tidak diketahuinya. (al-Alaq: 3 dan 5)
Dan Dia mengajarkan kepada Adam Nama-nama (benda-benda) seluruhnya, kemudian
mengemukakannya kepada Para Malaikat lalu berfirman: Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-
benda itu jika kamu mamang benar orang-orang yang benar! Mereka menjawab: Maha suci
Engkau, tidak ada yang Kami ketahui selain dari apa yang telah Engkau ajarkan kepada kami;
Sesungguhnya Engkaulah yang Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana. (al-Baqarah: 31-32)
Allah pun telah menganugerahi manusia berbagai sarana untuk belajar, seperti penglihatan,
pendengaran, dan hati sebagaimana firman Allah:
dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan, dan hati agar kamu bersyukur. (an-Nahl:
78)
Sehubungan dengan itu, al-Maududi mengatakan: Pendengaran merupakan pemeliharaan
pengetahuan yang diperoleh dari orang lain. Penglihatan merupakan pengembangan pengetahuan
dengan hasil observasi dan penelitian yang berkaitan dengannya. Hati merupakan sarana
membersihkan ilmu pengetahuan dari kotoran dan noda sehingga lahirlah ilmu pengetahuan yang
murni. Jika ketiga pengetahuan itu dipadukan, terciptalah ilmu pengetahuan yang sesuai dengan
yang dikaruniakan Allah kepada manusia yang hanya dengan ilmu pengetahuan itulah manusia
mampu mengatasi dan menundukkan makhluk lain agar tunduk pada kehendaknya.
Jika manusia tidak memanfaatkan sarana-sarana pendidikan tersebut, Allah swt. menggolongkan
mereka dalam kehinaan sebagaimana ditegaskan dalam ayat berikut ini:
Dan Sesungguhnya Kami jadikan untuk (isi neraka Jahannam) kebanyakan dari jin dan
manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat
Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda
kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk
mendengar (ayat-ayat Allah). mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi.
mereka Itulah orang-orang yang lalai. (al-Araaf: 179)
Sarana pendidikan lain yang dimiliki manusia adalah bahasa, kemampuan untuk mengeluarkan
gagasan, dan kemampuan untuk menulis. Keberadaan sarana pendidikan tersebut ditegaskan
dalam firman Allah berikut:
Bukankah Kami telah memberikan kepadanya dua buah mata, lidah dan bibir? (al-Balad: 8-9)
[Tuhan] Yang Maha Pemurah. Yang telah mengajarkan al-Quran. Dia menciptakan manusia,
mengajarkannya pandai berbicara. (ar-Rahmaan: 1-4)
Nuun, demi kalam dan apa yang mereka tulis. (al-Qalam: 1)
Melalui berfikir dan belajar, diharapkan manusia mampu mempelajari dan memahami syariat-
syariat Allah. Lebih jelasnya lagi, Allah berfirman:
Ya Tuhan Kami, utuslah untuk mereka sesorang Rasul dari kalangan mereka, yang akan
membacakan kepada mereka ayat-ayat Engkau, dan mengajarkan kepada mereka Al kitab (Al
Quran) dan Al-Hikmah (As-Sunnah) serta mensucikan mereka. Sesungguhnya Engkaulah yang
Maha Kuasa lagi Maha Bijaksana. (al-Baqarah: 129)
Lewat inipun manusia diajak untuk mentafakuri penciptaan langit, bumi, dan dirinya sendiri
sebagaimana firman Allah:
Dan [juga] pada dirimu sendiri. Maka apakah kamu tiada memperhatikan? (adz-Dzaariyaat:
21)
Maka apakah mereka tidak memperhatikan unta bagaimana diciptakan? (al-Ghaasyiyah: 17)
Katakanlah: Apakah sama orang buta dengan orang yang melihat? maka apakah kamu tidak
memikirkan[nya]? (al-Anam: 50)
Ayat-ayat di atas telah menegaskan bahwa Allah telah menciptakan pendengaran, penglihatan,
dan hati sebagai sarana untuk merenung, tafakur, berfikir jernih, serta meneliti alam semesta ini.
Kemudian dengan akal dan hatinya, manusia mengolah alam ini untuk dijadikan sesuatu yang
bermanfaat bagi kehidupan. Kita didik secara ilmiah melalui berfikir, observasi, diskusi, hingga
penyimpulan sampai akhirnya kita dapat meraih ilmu pengetahuan dan menghasilkan sesuatu.
Jika demikian, sangat terasa penyia-nyiaan kita terhadap fungsi pendengaran, penglihatan, dan
hati sehingga yang asalnya umat Islam menjadi pemimpin atas umat lainnya, kini kita harus
menyaksikan kemajuan orang lain.
5. Tanggung Jawab Manusia
Islam bukan hanya memuliakan, mengunggulkan, dan mengistimewakan manusia atas makhluk
lainnya. Sejalan dengan ini Islam pun memberikan tanggung jawab yang disertai balasan
sepadan. Islam membebani manusia dengan tanggung jawab penerapan syariat Allah dan
perwujudan penghambaan kepada-Nya. Padahal, makhluk-makhluk lain tidak bersedia memikul
tanggung jawab tersebut. Allah swt. berfirman:
Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi dan gunung-gunung,
Maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya,
dan dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu Amat zalim dan Amat
bodoh, sehingga Allah mengazab orang-orang munafik laki-laki dan perempuan dan orang-orang
musyrikin laki-laki dan perempuan; dan sehingga Allah menerima taubat orang-orang mukmin
laki-laki dan perempuan. dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (al-Ahzab:
72-73)
Sejalan dengan kebebasan, kehendak, dan kemampuan untuk membedakan kebaikan dan
keburukan, Allah telah menentukan balasan atau balasan yang setimpal dengan alternatif yang
dipilih manusia, apakah yang dipilihnya itu kebaikan ataukah keburukan? Untuk itu Al-Quran
mengatakan:
Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat zarah pun, niscaya dia akan melihat
[balasan]nya. Dan barang siapa yang mengerjakan kejahatan seberat zarah pun, niscaya dia akan
melihat [balasan]nya pula. (al-Zalzalah: 7-8)
Atas pendengaran, penglihatan, hati dan seluruh anggota tubuh yang diberikan Allah, manusia
bertanggung jawab untuk memanfaatkan semuanya dalam jalan kebaikan sebagaimana firman
Allah berikut:
Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya.
Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati semuanya itu akan dimintai
pertanggungjawabannya. (al-Israa: 36)
Rasa tanggung jawab itu akan terpelihara di dalam diri manusia yang sadar, selalu ingat, adil,
jauh dari penyelewengan, tidak tunduk pada hawa nafsu, jauh dari kedhaliman dan kesesatan
serta istiqamah dalam segala perilaku. Rasulullah pun mengatakan bahwa manusia itu
bertanggung jawab atas harta, umur dan kemudaannya lewat sabdanya ini:
Tidaklah beranjak kaki seorang hamba pada hari kiamat sebelum dimintai pertanggungjawaban
empat hal ini: tentang usia, dihabiskan untuk apa usia itu; tentang ilmu pengetahuan diamalkan
untuk apa ilmunya itu; tentang harta, diperoleh dari mana dan dibelanjakan untuk apa hartanya
itu; dan tentang tubuhnya, dilusuhkan untuk apa tubuhnya itu. (HR Tirmidzi dari Abu Hurairah)
6. Ibadah kepada Allah: tugas tertinggi manusia.
Seluruh tugas manusia dalam hidup ini, berakumulasi pada tanggung jawabnya untuk beribadah
dan mengesakan Allah sebagaimana dijelaskan Allah dalam firman-Nya ini:
Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku. (adz-
Dzaariyaat: 56)
Dan sesungguhnya, masjid-masjid itu adalah kepunyaan Allah. Maka janganlah kamu
menyembah sesuatupun di dalamnya disamping [menyembah] Allah. (al-Jinn: 18)

Meskipun manusia membutuhkan manusia lainnya dalam melakukan aktivitas kehidupan sehari-
hari, tetapi manusia tetap memiliki hak untuk menentukan nasibnya sendiri. Secara pribadi,
manusia harus memenuhi kebutuhan dan keinginan hidupnya.

Kita tentu paham bahwa setiap manusia mempunyai kebutuhan yang beraneka ragam.
Setiap manusia butuh makan dan minum agar tetap hidup serta membutuhkan pakaian untuk
menutupi auratnya. Manusia juga butuh rumah sebagai tempat berlindung. Pendidikan,
kesehatan, hiburan, dan kebutuhan lainnya juga diperlukan manusia agar hidup lebih layak.
Untuk memenuhi semua kebutuhan tersebut, manusia butuh uang. Untuk mendapatkan uang,
manusia harus bekerja. Setelah bekerja dan mendapatkan uang, uang itu kemudian digunakan
untuk memenuhi kebutuhannya. Di samping itu, uang tersebut ditabung untuk kebutuhan-
kebutuhan yang akan datang. Jadi, manusia selalu penuh perhitungan dalam hidupnya. Karena
itulah manusia disebut makhluk ekonomi (homo economicus) karena manusia selalu memikirkan
upaya untuk memenuhi kebutuhannya sesuai dengan prinsip-prinsip ekonomi.
Sebagai makhluk ekonomi manusia selalu bertindak rasional yaitu selalu memperhitungkan
sebab akibat dalam mengambil suatu keputusan dalam rangka pemenuhan kebutuhannya
sehingga tidak merugikan dirinya sendiri. Namun makhluk ekonomi bukanlah makhluk egois
yang hanya mementingkan dirinya sendiri dan mengorbankan orang lain untuk memenuhi
kebutuhannya, ia tetap bertindak sebagai makhluk sosial.
Manusia sebagai makhluk ekonomi memiliki ciri- ciri yaitu:
1.Cenderung melakukan tindakan ekonomi atas dasar kepentingan sendiri
2.Cenderung melakukan tindakan ekonomi secara efisien ( selalu memikirkan perbandingan
antara apa yang dikeluarkan dengan apa yang akan dihasilkan).
3.Cenderung memilih suatu kegiatan yang paling dekat dengan pencapaian tujuan yang
diinginkan.


Ketiga kecenderungan ini disebabkan karena kebutuhan atau keinginan manusia yang selalu
bertambah sedangkan sumberdaya / pemuas kebutuhan sifatnya terbatas.
Adapun faktor yang mempengaruhi perilaku manusia dalam memenuhi kebutuhannya adalah:
A.Faktor Intern:
1.Sikap dan gaya hidup
2.Selera
3.Pendapatan
4.Intensitas kebutuhan

B.Faktor Ekstern
1.lingkungan
2.Adat istiadat
3.Kebijakan pemerintah
4.Mode / Trend
5.Kemajuan teknologi dan kebudayaan
6.Keadaan alam

Tindakan Ekonomi
Tindakan ekonomi adalah setiap usaha manusia yang dilandasi oleh pilihan yang paling
baik dan paling menguntungkan. misalnya: Ibu memasak dengan kayu bakar karena harga
minyak tanah sangat mahal. Tindakan ekonomi terdiri atas dua aspek, yaitu :
1. Tindakan ekonomi Rasional, setiap usaha manusia yang dilandasi oleh pilihan yang paling
menguntungkan dan kenyataannya demikian.
2. Tindakan ekonomi Irrasional, setiap usaha manusia yang dilandasi oleh pilihan yang
paling menguntungkan namun kenyataannya tidak demikian.
Motif Ekonomi
Motif ekonomi adalah alasan ataupun tujuan seseorang sehingga seseorang itu melakukan
tindakan ekonomi. Motif ekonomi terbagi dalam dua aspek:
1. Motif intrinsik, disebut sebagai suatu keinginan untuk melakukan tidakan ekonomi atas
kemauan sendiri.
2. Motif , disebut sebagi suatu keinginan untuk melakukan tidakan ekonomi atas dorongan orang
lain.
Pada prakteknya terdapat beberapa macam motif ekonomi:intrinsik
1. Motif memenuhi kebutuhan
2. Motif memperoleh keuntungan
3. Motif memperoleh penghargaan
4. Motif memperoleh kekuasaan
5. Motif sosial / menolong sesama
Prinsip Ekonomi
Prinsip ekonomi merupakan pedoman untuk melakukan tindakan ekonomi yang didalamnya
terkandung asas dengan pengorbanan tertentu diperoleh hasil yang maksimal.

Anda mungkin juga menyukai