Anda di halaman 1dari 19

Borang Portofolio

1

No. ID dan Nama Peserta : dr. Nike Anggreni
Nama Wahana : RSUD Lubuk Basung
Topik : infark miokard akut
Tanggal (Kasus) : 14 September 2012
Nama Pasien : Ny. M
Tanggal Presentasi :
Nama Pendamping : dr. Valencia
Tempat Presentasi : Aula Komite Medik RSUD Lubuk Basung
Objektif Presentasi : Keilmuan
Diagnostik
Keterampilan
Manajemen
Deskripsi : Seorang pasien perempuan usia 60 tahun masuk ke IGD
RSUD Lubuk Basung dengan keluhan nyeri dada sejak 4
jam SMRS. Dada rasa dihimpit beban berat, dan nyeri
menjalar ke leher, punggung, dan lengan kanan. nyeri dada
dirasakan setelah pasien selesai makan. Mual (+), Muntah (+)
2x sejak 4 jam SMRS. Rasa menyesak ke ulu hati (+). Nafas
sesak (+) dan pasien merasa sulit bernafas. Batuk (-), demam
(-). BAB dan BAK biasa. Riwayat hipertensi, DM dan
penyakit jantung (-).
Tujuan : Mendiagnosis dan memberikan penatalaksanaan yang tepat
pada pasien infark miokard
Bahan Bahasan : Kasus
Cara Membahas : Presentasi dan diskusi
Data Pasien : Nama : Ny. T
Umur : 60 th
No. MR : 121853
Tempat : IGD RSUD Lubuk Basung




Borang Portofolio
2

Data Utama Untuk Bahan Diskusi
1. Diagnosis : Syok kardiogenik ec STEMI Inferior + NSTEMI Anterior
2. Gambaran Klinis :
nyeri dada sejak 4 jam SMRS.
Dada rasa dihimpit beban berat, dan nyeri menjalar ke leher, punggung, dan
lengan kanan.
Nyeri dada dirasakan setelah pasien selesai makan.
Rasa menyesak ke ulu hati (+).
Mual (+), Muntah (+) 2x sejak 4 jam SMRS.
Nafas sesak (+) dan pasien merasa sulit bernafas.
Batuk (-), demam (-).
BAB dan BAK biasa.
Riwayat merokok (-)

3. Riwayat Penyakit Dahulu:
Tidak pernah menderita penyakit jantung, penyakit paru, penyakit ginjal,
penyakit hepar, hipertensi dan penyakit diabetes melitus.
Tidak ada menderita kolesterol tinggi

4. Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum : Sakit sedang
Kesadaran : Compos Mentis Cooperatif
Tekanan Darah : 80/60 mmHg
Nadi : 84 kali/menit
Frekuensi nafas : 28 kali/menit
Suhu : 36,5
o
C

STATUS INTERNUS
Anemis : Tidak anemis
Sianosis : Tidak ada
Edema : Tidak ada.
Mata : konjungtiva tidak anemis, sclera tidak ikterik
Kulit : Tidak ada kelainan
Borang Portofolio
3

Kelenjar getah bening : Tidak ada pembesaran KGB
Leher : KGB tidak membesar, JVP 5+ 2 cmH20
Dada :
Paru-paru Inspeksi : Simetris statis dan dinamis
Palpasi : Fremitus kanan = kiri
Perkusi : sonor.
Auskultasi : Bronkovesikuler, Ronki (+/+), Wheezing (-/-)
Jantung Inspeksi : Iktus kordis tidak tampak
Palpasi : Iktus teraba 1 jari medial LMCS RIC V
Perkusi : Batas jantung normal
Auskultasi : Irama regular, bising (-)
Abdomen Inspeksi : Tidak tampak membuncit, distensi (-)
Auskultasi : BU (+) N
Palpasi : nyeri tekan epigastrium (+), hepar dan lien tidak teraba
Perkusi : timpani
Anggota gerak : Edema -/-, akral hangat, RK< 2 dtk

Pemeriksaan Penunjang :
- Darah lengkap
- EKG

Laboratorium:
- Hb : 11,4 g/dl
- Ht : 32 %
- Leukosit : 14.680/mm
3

- Trombosit : 285.000/mm
3

- GDS : 145
- SGOT/SGPT :
- Ur/Kr :





Borang Portofolio
4

EKG:


- Irama sinus
- Frekuensi 75x/i
- Aksis normal
- Tampak ST elevasi di II, III, aVF
- Tampak ST depresi di V1, V2, V3
Kesan: STEMI Inferior + NSTEMI anterior

Diagnosis Kerja:
- Syok kardiogenik ec STEMI Inferior + NSTEMI Anterior


Borang Portofolio
5

Terapi:
- O2 2 l/i
- IVFD NaCl 0,9% guyur 250 cc
- IVFD NaCl 0,9% + drip dobutamin 2 ampul, mulai 5 tetes/I, naikkan 5 tetes tiap 15
menit, sampai TD > 100, atau tetesan maksimal 20 tts/i
- Inj. Ranitidine 2x1 amp
- Inj. Ceftriakson 1x2 gr (IV) skintest
- Loading clopidogrel 1x300 mg dan aspilet 1x160 mg
- Lanjut clopidogrel 1x75 mg
- Aspilet 1x80 mg
- Diet Jantung II
- Kontrol KU, VS
Pasien anjuran rujuk, tapi keluarga menolak
Kontrol intensif
Jam TD Nadi Nafas Cairan Tetesan Botol ke Urin
16.10 80/50 84 28 NaCl 0,9% Guyur I
16.25 80/50 88 28 NaCl 0,9 % +
dobutamin 2 amp
5 tts/i I
16.40 80/50 84 28 NaCl 0,9% +
dobutamin 2 amp
10 tts/i I
16.55 90/50 88 24 NaCl 0,9% +
dobutamin 2 amp
15 tts/i I
17.10 100/60 88 24 NaCl 0,9% +
dobutamin 2 amp
20 tts/i I
17.25 100/60 84 22 NaCl 0,9% +
dobutamin 2 amp
20 tts/i I


15 September 2012 Pk 03.00
Pasien dilaporkan makin sesak dan gelisah
Tekanan darah 80/p
Nadi 60x/i, halus
Nafas 28x/i
Th:
Borang Portofolio
6


Pk 03.45
Pasien apnea
Tekanan darah tidak terukur
Nadi tidak teraba
Pupil dilatasi maksimal
EKG flat
Pasien dinyatakan meninggal dihadapan keluarga pasien dan perawat.


Borang Portofolio
7

Rangkuman Hasil Pembelajaran Portofolio
1. Subjektif
Nyeri dada sejak 4 jam SMRS. Dada rasa dihimpit beban berat, dan nyeri
menjalar ke leher, punggung, dan lengan kanan. nyeri dada dirasakan setelah pasien
selesai makan. Mual (+), Muntah (+) 2x sejak 4 jam SMRS. Rasa menyesak ke ulu
hati (+). Nafas sesak (+) dan pasien merasa sulit bernafas. Batuk (-), demam (-). BAB
dan BAK biasa. Riwayat hipertensi, DM dan penyakit jantung (-).
2. Objektif
Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum sakit sedang, compos
mentis cooperative, tekanan darah 80/60 mmHg, nadi 84 kali/menit, frekuensi nafas
28 kali/menit, suhu 36,5
o
C, konjungtiva tidak anemis, sclera tidak ikterik. JVP 5 + 2
cmH20. Thorak: cor dalam batas normal, pulmo bronkovesikuler, rh (+/+), wh (-/-).
Abdomen tidak tampak membuncit, distensi (-), BU (+) N, nyeri tekan epigastrium
(+), hepar dan ien tidak teraba. Edema -/-, akral hangat, RK< 2 dtk
Pada pemeriksaan laboratorium Hb 11,4 g/dl, Ht 32 %, Leukosit 14.680/mm
3
,
Trombosit 285.000/mm
3
, GDS 145. Dari EKG ditemukan ST elevasi di lead II, III
dan aVF serta ST depresi di V1,V2, dan V3.

3. Assesment
Pada pasien ditegakkan diagnosis syok kardiogenik ec STEMI Inferior+
NSTEMI Anterior dan diterapi dengan O2 2 l/I, IVFD NaCl 0,9% guyur 250 cc,
IVFD NaCl 0,9% + drip dobutamin 2 ampul, mulai 5 tetes/I, naikkan 5 tetes tiap 15
menit, sampai TD > 100, atau tetesan maksimal 20 tts/I, Inj. Ranitidine 2x1 amp, Inj.
Ceftriakson 1x2 gr (IV) skintest, Loading clopidogrel 1x300 mg dan aspilet 1x160
mg, Lanjut clopidogrel 1x75 mg, Aspilet 1x80 mg, Diet Jantung II, Kontrol KU, VS.
Borang Portofolio
8


Borang Portofolio
9

SYOK KARDIOGENIK

1. Definisi
Syok kardiogenik adalah gangguan yang disebabkan oleh penurunan curah
jantung sistemik pada keadaan volume intravaskuler yang cukup, dan dapat
mengakibatkan hipoksia jaringan. Syok dapat terjadi karena disfungsi ventrikel kiri yang
berat tetapi dapat juga terjadi diman fungsi ventrikel kiri cukup baik.
Hipotensi umumnya menjadi dasar diagnosis. Nilai cut off untuk tekanan darah
sistolik yang sering dipakai adalah < 90 mmHg. Dengan menurunnya tekanan darah
sistolik akan meningkatkan kadar katekolamin yang menyebabkan konstriksi arteri dan
vena sistemik. Manifestasi klinik dapat ditemukan tanda-tanda hipoperfusi sistemik
mencakup perubahan status mental, kulit dingin dan oliguria.
Syok kardiogenik didefinisikan sebagai tekanan darah sistolik <90 mmHg selama
> 1 jam dimana:
Tak responsive dengan pemberian cairan saja
Sekunder terhadap disfungsi jantung
Berkaitan dengan tanda-tanda hipoperfusi
Termasuk dipertimbangkan dalam definisi ini adalah:
Pasien dengan tekanan darah sistolik meningkat >90 mmHg dalam 1 jam setelah
pemberian inotropik
Pasien yang meninggal dalam 1 jam hipotensi, tetapi memenuhi criteria lain syok
kardiogenik

2. Epidemiologi
Penyebab terbanyak dari syok kardiogenik adalah infark miokard akut, dimana
terjadi kehilangan sejumlah besar miokardium akibat terjadinya nekrosis. Insidens syok
kardiogenik sebagai komplikasi sindrom koroner akut bervariasi. Hal ini berhubungan
dengan definisi syok kardiogenik dan criteria sindrom koroner akut yang dipakai sangat
beragam pada berbagai penelitian.
Syok kardiogenik terjadi pada 2,9% pasien angina pectoris tak stabil dan 2,1%
pasien IMA non elevasi ST. Median waktu perkembangan menjadi syok pada pasien ini
adalah 76 jam dan 94 jam, dimana yang tersering adalah setelah 48 jam. Syok lebih sering
dijumpai sebagai komplikasi IMA dengan elevasi ST daripada tipe lain dari sindrom
Borang Portofolio
10

koroner akut. Pada studi besar di Negara maju, pasien IMA yang mendapat terapi
trombolitik tetap ditemukan kejadian syok kardiogenik yang berkisar antara 4,2% sampai
7,2%. Tingkat mortalitas masih tetap tinggi sampai saat ini berkisar antara 70-100%.

3. Etiologi
Komplikasi mekanik akibat infark miokard akut dapat menyebabkan terjadinya
syok. Diantara komplikasi tersebut adalah rupture septal ventrikel, rupture atau disfungsi
otot papilaris dan rupture miokard yang keseluruhan dapat mengakibatkan timbulnya
syok kardiogenik tersebut. Sedangkan infark ventrikel kanan tanpa disertai infark
ventrikel kiri juga dapat menyebabkan terjadinya syok.
Hal lain yang sering menyebabkan terjadinya syok kardiogenik adalah takiaritmia
atau bradiaritmia yang rekuren, dimana biasanya terjadi akibat disfungsi ventrikel kiri dan
dapat timbul bersamaan dengan aritmia supraventrikelur atau ventrikuler.
Syok kardiogenik juga dapat timbul sebagai manifestasi tahap akhir dari disfungsi
miokard yang progresif, termasuk akibat penyakit jantung iskemia maupun kardiomiopati
hipertropik dan restriktif.
Picard MH et al, melaporkan, abnormalitas structural dan fungsional jantung
dalam rentang lebar ditemukan pada pasien syok kardiogenik akut. Mortalitas jangka
pendek dan jangka panjang dikaitkan dengan fungsi sistolik ventrikel kiri awal dan
regurgitasi mitral yang dinilai dengan ekokardiografi, dan tampak manfaat revaskularisasi
dini tanpa dipengaruhi nilai fraksi ejeksi ventrikel kiri pada awal (baseline) atau adanya
regurgitasi mitral.

4. Patofisiologi
Paradigm lama patofisiologi yang mendasari syok kardiogenik adalah depresi
kontraktilitas miokard yang mengakibatkan lingkaran setan penurunan curah jantung,
tekanan darah rendah, insufisiensi koroner, dan selanjutnya terjadi penurunan
kontraktilitas dan curah jantung. Paradigma klasik mempediksi bahwa vasokonstriksi
sistemik berkompensasi dengan peningkatan resistensi vascular sistemik yang terjadi
sebagai respons dari penurunan curah jantung.



Borang Portofolio
11

Penelitian menunjukkan adanya pelepasan sitokin setelah infark miokard. Pada
pasien pasca IM, diduga terdapat aktivitas sitokin inflamasi yang mengakibatkan
peningkatan kadar iNOS, NO dan peroksinitrit dimana semuanya mempunyai efek buruk
multiple antara lain:
Inhibisi langsung kontraktilitas miokard
Supresi respirasi mitokondria pada miokard non iskemik
Efek terhadap metabolism glukosa
Efek proinflamasi
Penurunan responsivitas katekolamin
Merangsang vasodilatasi sitemik
Sindrom respons inflamasi sistemik ditemukan pada sejumlah keadaan non
infeksi, antara lain trauma, pintas kardiopulmoner, pancreatitis dan luka bakar. Pasien
dengan infark miokard luas sering mengalami peningkatan suhu tubuh, sel darah putih,
komplemen, interleukin, C-reaktive protein dan petanda inflamasi lain. NO yang
disintesis dalam kadar rendah oleh endothelial nitric oxide (eNOS) sel endotel dan
miokard merupakan molekul yang bersifat kardioprotektif.

5. Manifestasi Klinik
a. Anamnesis
Keluhan yang timbul berkaitan dengan etiologi timbulnya syok kardiogenik
tersebut. Pasien dengan infark miokard akut datang dengan keluhan tipikal nyeri dada
yang akut dan kemungkinan sudah mempunyai riwayat penyakit jantung koroner
sebelumnya.
Pada keadaan syok akibat komplikasi mekanik dari infark miokard akut,
biasanya terjadi dalam beberapa hari sampai seminggu setelah onset infark tersebut.
Umumnya pasien mengeluh nyeri dada dan biasanya disertai gejala tiba-tiba yang
menunjukkan adanya edema paru akut atau bahkan henti jantung.
Pasien dengan aritmia akan mengeluhkan adanya palpitasi, presinkop, sinkop
atau merasakan irama jantung yang berhenti sejenak. Kemudian pasien akan
merasakan letargi akibat berkurangnya perfusi ke system saraf pusat.
b. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan awal hemodinamik akan ditemukan tekanan darah sistolik
yang menurun sampai < 90 mmHg, bahkan dapat turun sampai < 80 mmHg pada
Borang Portofolio
12

pasien yang tidak memperoleh pengobatan adekuat. Denyut jantung biasanya
cenderung meningkat sebagai akibat stimulasi simpatis, demikian pula dengan
frekuensi pernafasan yang biasanya meningkat sebagai akibat kongesti di paru.
Pemeriksaan dada akan menunjukkan adanya ronki. Pasien dengan infark
ventrikel kanan tatu pasien dengan hipovolemia yang menurut studi sangat kecil
kemungkinan menyebabkan kongesti paru.
System kardiovaskuler yang dapat dievaluasi seperti vena-vena leher
seringkali meningkat distensinya. Letak impuls apical dapat bergeser pada pasien
dengan kardiomiopati dilatasi, dan intensitas bunyi jantung akan jauh menurun pada
efusi pericardial ataupun tamponade. Irama gallop dapat timbul yang menunjukkan
adanya disfungsi ventrikel kiri yang bermakna. Sedangkan regurgitasi mitral atau
defek septal ventrikel, bunyi bising atau murmur yang timbul akan sangat membantu
dokter pemeriksa untuk menentukan kelainan atau komplikasi mekanik yang ada.
Pasien dengan gagal jantung kanan yang bermakna akan menunjukkan
beberapa tanda-tanda antara lain pembesaran hati, pulsasi di liver akibat regurgitasi
tricuspid atau terjadinya asites akibat gagal jantung kanan yang sulit untuk diatasi.
Pulsasi arteri di ekstremitas perifer akan menurun intensitasnya dan edema perifer
dapat timbul pada gagal jantung kanan. Sianosis dan ekstremitas yang teraba dingin,
menunjukkan penurunan perfusi ke jaringan.
c. Pemeriksaan Penunjang
1. Elektrokardiografi (EKG)
Gambaran rekaman EKG dapat mebantu untuk menentukan etiologi dari syok
kardiogenik. Misalnya pada infark miokard akut akan terlihat gambarannya dari
rekaman tersebut. Demikian pula bila lokasi infark terjadi pada ventrikel kanan
maka akan terlihat proses di sandapan jantung kanan. Begitu pula bila gangguan
irama atau aritmia sebagai etiologi terjadinya syok kardiogenik, maka dapat
dilihat melalui aktivitas listrik jantung tersebut.
2. Foto rontgen dada
Pada foto polos dada akan tampak kardiomegali dan tanda-tanda kongesti paru
atau edema paru pada gagal ventrikel kiri yang berat. Bila terjadi komplikasi
defek septal ventrikel atau regurgitasi akibat infark miokard akut, akan tampak
gambaran kongesti paru tanpa kardiomegali, terutama pada onset infark yang
pertama kali. Gambaran kongesti paru menunjukkan kecil kemungkinan terdapat
gagal ventrikel kanan yang dominan atau hipovolemia.
Borang Portofolio
13

3. Ekokardiografi
Modalitas pemeriksaan yang non invasive ini banyak membantu dalam
membuat diagnosis dan mencari etiologi dari syok kardiogenik. Pemeriksaan ini
relative cepat, aman dan dapat dilakukan secara langsung di tempat tidur pasien.
Keterangan yang diharapkan dapat diperoleh dari pemeriksaan ini antara lain
penilaian fungsi ventrikel kanan dan kiri (global maupun segmental), fungsi
katup-katup jantung (stenosis atau regurgitasi), tekanan ventrikel kanan dan
deteksi adanya shunt (misalnya pada defek septal ventrikel dengan shunt dari kiri
ke kanan) efusi pericardial atau tamponade.
4. Pemantauan hemodinamik
Penggunaan kateter Swan-Ganz untuk mengukur tekanan arteri pulmonal dan
tekanan baji pembuluh kapiler paru sangat berguna, khusunya untuk memastikan
diagnosis dan etiologi syok kardiogenik, serta sebagai indicator evaluasi terapi
yang diberikan. Pasien syok kardiogenik akibat gagal ventrikel kiri yang berat,
akan terjadi peningkatan tekanan baji paru. Bila pada pengukuran ditemukan
tekanan baji pembuluh darahparu lebih dari 18 mmHg pada pasien infark miokard
akut menunjukkan bahwa volume intravaskuler pasien tersebut cukup adekuat.
Pasien dengan gagal ventrikel kanan atau hipovolemia yang signifikan, akan
menunjukkan tekanan baji pembuluh darah paru yang normal atau lebih rendah.
Pemantauan parameter hemodinamik juga membutuhkan perhitungan afterload
(resistensi vaskuler sistemik). Minimalisasi afterload sangat diperlukan, Karena
terjadi peningkatan afterload akan menimbulkan efek penurunan kontraktilitas
yang akan menghasilkan penurunan curah jantung.
5. Saturasi oksigen
Pemantauan saturasi oksigen sangat bermanfaat dan dapat dilakukan pada saat
pemasangan kateter Swan-Ganz, yang juga dapat mendeteksi adanya defek septal
ventrikel. Bila terdapat pintas darah yang kaya oksigen dari ventrikel kiri ke
ventrikel kanan maka akan terjadi saturasi oksigen yang step-up bila dibandingkan
dengan saturasi oksigen vena dari vena pulmo dan arteri pulmonal.

6. Tatalaksana
Volume pengisian ventrikel kiri harus dioptimalkan, pada keadaan tanpa adanya
bendungan paru, pemberian cairan sekurang-kurangnya 250 ml dapat dilakukan dalam 10
menit. Oksigenasi adekuat penting, intubasi atau ventilasi harus dilakukan segera jika
Borang Portofolio
14

ditemukan abnormalitas difusi oksigen. Hipotensi yang terus berlangsung memicu
kegagalan otot pernafasan dan dapat dicegah dengan pemberian ventilasi mekanis.
Langkah penatalaksanaan syok kardiogenik
- Langkah 1. Tindakan resusitasi segera
Tujuannya adalah mencegah kerusakan organ sewaktu pasien dibawa untuk terapi
definitive. Mempertahankan tekanan arteri rata-rata yang adekuat untuk mencegah
sekuele neurologi dan ginjal adalah vital. Dopamine atau noradrenalin (norepinefrin),
tergantung pada derajat hipotensi harus diberikan secepatnya untuk meningkatkan
tekanan arteri rata-rata dan dipertahankan pada dosis minimal yang dibutuhkan.
Dobutamin dapat dikombinasikan dengan dopamine dalam dosis sedang atau
digunakan tanpa kombinasi pada keadaan low output tanpa hipotensi yang nyata.
Intra aortic ballon counterpulsation (IABP) harus dikerjakan sebelum
transportasi jika fasilitas tersedia. Analisis gas darah dan saturasi oksigen harus
dimonitor dengan memberikan continuous positive airway pressure atau ventilasi
mekanis jika ada indikasi. EKG harus dimonitor secara terus-menerus, dan peralatan
defibrillator, obat antiaritmia amiodaron dan lidokain harus tersedia.
Terapi fibrinoloitik harus dimulai pada pasien dengan elevasi ST jika
diantisipasi keterlambatan angiografi lebih dari 2 jam. Pada syok kardiogenik karena
infark miokard non elevasi ST yang menunggu katerisasi, inhibitor glikoprotein
IIb/IIa dapat diberikan.
- Langkah 2
Hal ini merupakan langkah penting dalam tatalaksana syok kardiogenik yang berasal
dari kegagalan pompa (pum failure) iskemik yang predominan. Pasien di rumah sakit
komunitas harus segera dikirim ke pelayanan tersier yang berpengalaman. Hipotensi
diatasi segera dengan IABP. Syok memiliki ciri penyakit 2 pembuluh darah yang
tinggi, penyakit left main, dan penurunan fungsi ventrikel kiri. Tingkat disfungsi
ventrikel dan instabilitas hemodinamik membantu korelasi dengan anatomi koroner.
Suatu lesi circumflex atau lesi koroner kanan jarang mempunyai manifestasi syok
pada keadaan tanpa infark ventrikel kanan, underfilling ventrikel kiri, bradiaritmia,
infark miokard sebelumnya atau kardiomiopati.
- Langkah 3
Setelah menentukan anatomi koroner, harus diikuti dengan pemilihan modalitas
secepatnya.

Borang Portofolio
15

INFARK MIOKARD

Infark miokard biasanya disebabkan oleh trombus arteri koroner. Terjadinya trombus
disebabkan oleh ruptur plak yang kemudian diikuti oleh pembentukan trombus dan trombosit.
Lokasi dan luasnya miokard infark tergantung pada arteri yang oklusi dan aliran darah
kolateral.
Oklusi arteri koronaria bisa juga tidak sampai menimbulkan infark bila daerah yang
diperdarahi arteri yang oklusi tersebut mendapat pasokan oleh kolateral pembuluh arteri
lainnya. Namun demikian penderita dengan IMA hendaknya segera mendapat pertolongan
oleh karena angka kematian sangat tinggi,terutama dalam jamjam pertama serangan. Adapun
faktor-faktor yang mempermudah terjadinya IMA antara lain:merokok,hipertensi,obesitas. Di
Indonesia sejak sepuluh tahun terakhir IMA lebih sering ditemukan, apalagi dengan adanya
fasilitas diagnostic dan unit-unit perawatan penyakit jantung koroner yang semakin tersebar
merata. Kemajuan dalam pengobatan IMA di unit perawatan jantung koroner intensif berhasil
menurunkan angka kematian IMA.

1. Definisi
Infark Miokard Akut adalah nekrosis miokard akibat aliran darah ke otot jantung yang
terganggu.Hal ini bisa disebabkan trombus arteri koroner oleh ruptur plak yang dipermudah
terjadinya oleh faktor-faktor seperti hipertensi, merokok dan hiperkolesterolemia.

2. Etiologi
Terjadinya Infark Miokard Akut biasanya dikarenakan aterosklerosis pembuluh darah
koroner. Nekrosis miokard akut terjadi akibat penyumbatan total arteri koronaria oleh
trombus yang terbentuk pada plak aterosklerosis yang tidak stabil.Juga sering mengikuti
ruptur plak pada arteri koroner dengan stenosis ringan. Faktor-faktor yang mempermudah
terjadinya IMA antara lain merokok, hipertensi, obesitas, hiperkolesterolemia, diabetes
mellitus, kepribadian yang neurotik.

3. Patofisiologi
Infark Miokard yang disebabkan trombus arteri koroner dapat mengenai endokardium
sampai epikardium,disebut infark transmural. Namun bisa juga hanya mengenai daerah
subendokardial, disebut infark subendokardial. Setelah 20 menit terjadinya sumbatan,infark
sudah dapat terjadi pada subendokardium, dan bila berlanjut terus rata-rata dalam 4 jam telah
Borang Portofolio
16

terjadi infark transmural. Kerusakan miokard ini dari endokardium ke epikardium menjadi
komplit dan ireversibel dalam 3-4 jam. Meskipun nekrosis miokard sudah komplit, proses
remodeling miokard yang mengalami injury terus berlanjut sampai beberapa minggu atau
bulan karena daerah infark meluas dan daerah non infark mengalami dilatasi.

4. Gejala Klinis
Keluhan utama adalah sakit dada yang terutama dirasakan di daerah sternum,bisa
menjalar ke dada kiri atau kanan,ke rahang,ke bahu kiri dan kanan dan pada lengan. Penderita
melukiskan seperti tertekan, terhimpit, diremas-remas atau kadang hanya sebagai rasa tidak
enak di dada. Walau sifatnya dapat ringan ,tapi rasa sakit itu biasanya berlangsung lebih dari
setengah jam. Jarang ada hubungannya dengan aktifitas serta tidak hilang dengan istirahat
atau pemberian nitrat. Pada sejumlah penderita dapat timbul berbagai penyulit:aritmia,
renjatan kardiogenik, gagal jantung.

5. Diagnosis
A. Anamnesis
Adanya nyeri dada yang lamanya lebih dari 30 menit di daerah prekordial,
retrosternal dan menjalar ke lengan kiri,lengan kanan dan ke belakang interskapuler.
Rasa nyeri seperti dicekam, diremas-remas, tertindih benda padat,tertusuk pisau atau
seperti terbakar. Kadang-kadang rasa nyeri tidak ada dan penderita hanya mengeluh
lemah, banyak keringat,pusing,palpitasi,dan perasaan akan mati.
B. Pemeriksaan fisik
Penderita nampak sakit,muka pucat,kulit basah dan dingin. Tekanan darah bisa
tinggi, normal atau rendah. Dapat ditemui bunyi jantung kedua yang pecah
paradoksal,irama gallop. Kadang-kadang ditemukan pulsasi diskinetik yang tampak
atau teraba di dinding dada pada IMA inferior.
C. EKG
Pada EKG terdapat gambaran gelombang Q yang patologis serta perubahan
segmen ST-T dimana terdapat ST elevasi,ST depresi,dan T terbalik.
D. Pemeriksaan laboratorium
Adanya peningkatan enzim SGOT,CPK,LDH.
Apabila terdapat 3 dari 4 gejala tersebut di atas maka diagnose dari IMA dapat
ditegakkan.

Borang Portofolio
17

6. Diagnosis Banding
a. Angina Pektoris tidak stabil/insufisiensi koroner akut.
Pada kondisi ini angina dapat berlangsung lama tetapi EKG hanya
memperlihatkan depresi segmen ST tanpa disertai gelombang Q yang patologis dan
tanpa disertai peningkatan enzim.
b. Diseksi aorta.
Nyeri dada disini umumnya amat hebat dapat menjalar ke perut dan
punggung.nadi perifer dapat asimetris dan dapat ditemukan bising diastolic dini di
parasternal kiri.Pada foto rontgen dada tampak pelebaran mediastinum.
c. Kelainan saluran cerna bagian atas (Hernia diafragmatika, esofagitis refluks).
Nyeri berkaitan dengan makanan dan cenderrung timbul pada waktu tidur.
Kadang-kadang ditemukan EKG non spesifik.
d. Kelainan lokal dinding dada.
Nyeri umumnya setempat,bertambah dengan tekanan atau perubahan posisi
tubuh.
e. Kompresi saraf (terutama C-8).
Nyeri terdapat pada distribusi saraf tersebut.
f. Kelainan intra abdominal.
Kelainan akut atau pankreatitis tanpa menyerupai IMA.

7. Penatalaksanaan
Pengobatan ditujukan untuk sedapat mungkin memperbaiki kembali aliran pembuluh
koroner sehingga reperfusi dapat mencegah kerusakan miokard lebih lanjut serta mencegah
kematian mendadak dengan memantau dan mengobati aritmia maligna. Adanya obat-obat
trombolisis yang dapat diberikan sebelum dibawa ke rumah sakit, dapat menurunkan angka
kematian sebesar 40%. Obat yang dipakai ialah streptokinase dengan cara pemberian: 1,5 juta
unit streptokinase dilartkan dalam 100 ml dekstrosa, diberikan intravena selama 1 jam.
Perawatan IMA antara lain:
a. Perawatan intensif dan mobilisasi.
Penderita beristirahat dan diberikan diet makanan lunak serta jangan terlalu
panas atau dingin. Bila perlu diberikan obat-obat penenang.



Borang Portofolio
18

b. Mengatasi nyeri.
Obat pilihan untuk nyeri pada IMA adalah morphine dosis 5 mg i.v., bila tidak
ada dapat diganti meperidine dengan dosis 75 mg i.m. Preparat nitrat sub-lingual atau
oral.
c. Pemberian O2.
Untuk sedikit menambah oksigenasi miokard.

8. Prognosis
Pada 25% episode IMA kematian terjadi mendadak dalam beberapa menit setelah
serangan, karena itu banyak yang tidak sampai ke rumah sakit. Mortalitas keseluruhan 15-
30%.risiko kematian tergantung pada faktor: usia penderita, riwayat penyakit jantung
koroner, adanya penyakit lain-lain dan luasnya infark. Mortalitas serangan akut naik dengan
meningkatnya umur. Kematian kira-kira 10-20% pada usia dibawah 50 tahun dan 20% pada
usia lanjut.

9. Komplikasi
a. Trombo-embolisme
b. Perikarditis
c. Aneurisma ventrikel
d. Renjatan kardiogenik
e. Bradikardia sinus
f. Fibrilasi atrium
g. Gagal jantung

Borang Portofolio
19

DAFTAR PUSTAKA

1. Boedi Warsono;Diagnostik dan Pengobatan Penyakit Jantung: Lektor Madya Fakultas
kedokteran Universitas Airlangga Surabaya. 1984,hal 93-100.
2. Elliott M.Antman,Eugene Braunwald;Acute Myocardial Infarction; Harrisons
Principles of Medicine 15th edition,2005,page 1-17.
3. Lily Ismudiati Rilantono,dkk.;Buku Ajar Kardiologi; Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia,2004,hal 173-181.
4. Pramonohadi Prabowo;Penyakit Jantung Koroner,Lab/UPF Ilmu Penyakit Jantung;FK
Unair RSUD dr.Soetomo,Surabaya,1994,hal 33-36.
5. Prof.dr.H.M.Sjaifoellah Noer,dkk.;Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I,Edisi
ketiga;Balai Penerbit FK UI Jakarta ,1996,Hal 1098-1108.

Anda mungkin juga menyukai