Anda di halaman 1dari 12

44

PERKEMBANGAN TEKNOLOGI PENGOLAHAN DAN


PENGGUNAAN MINYAK NILAM SERTA PEMANFAATAN
LIMBAHNYA
Feri Manoi
Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik
ABSTRAK
Nilam (Pogestemon cablin Benth) me-
rupakan salah satu tanaman penghasil minyak
atsiri yang penting, baik sebagai sumber devisa
negara dan sumber pendapatan petani. Dalam
pengelolaannya melibatkan banyak pengrajin
serta menyerap ribuan tenaga kerja. Teknologi
pengolahan minyak nilam ditingkat petani
umumnya masih tradisional hal ini disebabkan
oleh faktor sosial ekonomi dan faktor terbatas-
nya teknologi yang diakses sehingga minyak
yang dihasilkan mutunya masih rendah. Penge-
ringan bahan baku nilam lebih baik tidak lang-
sung pada sinar matahari dan penyimpanan
bahan tidak lebih dari 1 minggu karena akan
menurunkan produksi minyak nilam. Penyu-
lingan minyak nilam dapat dilakukan dengan
tiga cara yaitu penyulingan dengan cara direbus,
dikukus dan uap langsung. Minyak nilam dapat
digunakan dalam industri parfum, sabun dan
kosmetika serta obat-obatan. Kemajuan industri
menyebabkan terjadinya peningkatan permin-
taan minyak didalam maupun diluar negeri.
Ekspor minyak nilam Indonesia keluar negeri
mencapai puncak pada tahun 1993, sebesar
2.835 ton dengan nilai devisa US$ 20.691.000.
Besarnya penggunaan minyak nilam dalam
industri parfum, kosmetika dan sabun karena
minyak nilam dapat berfungsi sebagai zat
pengikat (fiksatif) dan tidak dapat digantikan
dengan zat sintetis lainnya. Selain itu minyak
nilam juga dapat digunakan sebagai bahan
pestisida nabati. Limbah dari hasil penyulingan
minyak nilam yang terdiri dari ampas daun dan
batang mempunyai potensi dimanfaatkan se-
bagai bahan pembuatan dupa, obat nyamuk
bakar, dan pupuk kompos serta sisa air dari hasil
penyulingan setelah dipekatkan dapat diman-
faatkan sebagai bahan baku untuk aroma terapi.
Dengan adanya diversifikasi pemanfaatan lim-
bah pengolahan minyak nilam, diharapkan akan
dapat meningkatkan nilai ekonomi usahatani
nilam.
Kata kunci : Teknologi, penggunaan, minyak nilam,
pemanfaatan limbah
PENDAHULUAN
Nilam (Pogestemon cablin
Benth) merupakan salah satu tanaman
penghasil minyak atsiri yang penting,
baik sebagai sumber devisa negara
maupun sebagai sumber pendapatan
petani. Ekspor minyak nilam mencapai
puncak tertinggi pada tahun 1993 di-
mana volume ekspor mencapai 2.835
ton dan pemasukan devisa masing-
masing sebesar US$ 20.691.000. Da-
lam 10 tahun terakhir laju peningkatan
ekspor mencapai 6 % pertahun. Pada
tahun 2004, volume ekspor minyak ni-
lam telah mencapai 2.074 ton dengan
nilai sebesar US$ 27.137.000. Indone-
sia merupakan produsen minyak nilam
terbesar di dunia dengan kontribusi se-
kitar 90 %. Minyak nilam memiliki
potensi strategis di pasar dunia sebagai
bahan pengikat aroma wangi pada
parfum dan kosmetika (Ditjen Perke-
bunan, 2006). Prospek ekspor minyak
nilam dimasa datang masih cukup
besar sejalan dengan semakin tingginya
permintaan terhadap parfum dan kos-
metika, trend mode dan belum ber-
45
kembangnya materi subsitusi minyak
nilam di dalam industri parfum maupun
kosmetika.
Nilam berasal dari daerah tropis
Asia Tenggara terutama Indonesia dan
Philipina, serta India, Amerika selatan
dan China (Grieve, 2003). Di Indo-
nesia, sentra produksi nilam di propinsi
Nanggroe Aceh Darusalam dan Suma-
tera Utara. Pada sentra tersebut meli-
batkan banyak pengrajin serta me-
nyerap ribuan tenaga kerja. Sebagai
penghasil minyak nilam terbesar, Pro-
pinsi Nanggroe Aceh Darusalam mem-
berikan kontribusi 70 % terhadap pro-
duksi nasional (Anonimous, 2003).
Walaupun tanaman nilam telah
dibudidayakan selama hampir 100
tahun, di daerah penghasil utama (Aceh
dan Sumatera Utara), namun sampai
sekarang teknologi pengolahan hasil-
nya masih tertinggal sehingga mutu
minyak yang dihasilkan masih rendah.
Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor
antara lain faktor sosial ekonomi petani
dan faktor teknologi yang diakses
masih terbatas.
Minyak nilam merupakan salah
satu jenis minyak atsiri yang digunakan
dalam industri parfum, sabun dan kos-
metika disamping itu juga dapat di-
gunakan sebagai bahan pembuatan pes-
tisida nabati. Sedangkan limbah sisa
dari hasil penyulingan yang jumlahnya
berkisar 40 - 50 % dari bahan baku
dapat dimanfaatkan sebagai bahan
pembuatan dupa, obat nyamuk bakar,
dan pupuk tanaman atau mulsa. Selan-
jutnya air sisa hasil penyulingan
minyak nilam setelah dipekatkan masih
dapat dimanfaatkan sebagai aroma
terapi.
Minyak nilam diperoleh dari
hasil penyulingan daun, batang dan
cabang tanaman nilam. Kadar minyak
tertinggi terdapat pada daun dengan
kandungan utamanya adalah patchauo-
ly alkohol yang berkisar antara 30 50
%. Aromanya segar dan khas dan
mempunyai daya fiksasi yang kuat,
sulit digantikan oleh bahan sintetis
(Rusli, 1991). Negara-negara pengim-
por utama adalah Amerika Serikat,
Perancis, Inggris, Jerman, Belanda,
Jepang dan Australia.
Saat ini harga minyak nilam In-
donesia dipasaran dunia sangat berfluk-
tuasi. Pada tahun 1986 - 1997, harga
minyak nilam berkisar antara Rp.
20.500,- - Rp. 40.000,-/kg sedangkan
pada tahun 1997 - 1999, pernah men-
capai Rp. 1.100.000,- - Rp. 1.400.000,-
/kg dan pada tahun 2004 harga minyak
nilam menjadi Rp.162.000,-/kg. Hal ini
adalah karena produksi minyak nilam
Indonesia tidak stabil dan mutunya ti-
dak tetap serta beragam. Tidak stabil-
nya produksi dan mutu minyak nilam
Indonesia disebabkan karena teknologi
pengolahannya yang belum berkem-
bang dengan baik.
PERKEMBANGAN
TEKNOLOGI PENGOLAHAN
MINYAK NILAM
Minyak nilam dihasilkan melalui
proses penyulingan, sebelum proses
penyulingan biasanya dilakukan perla-
kuan pendahuluan terhadap bahan yang
akan disuling. Perlakuan tersebut dapat
dengan beberapa cara yaitu dengan
46
pengecilan ukuran, pengeringan atau
pelayuan dan fermentasi (Ketaren,
1985). Proses tersebut perlu dilakukan
karena minyak atsiri di dalam tanaman
dikelilingi oleh kelenjar minyak, pem-
buluh-pembuluh, kantong minyak atau
rambut gladular. Apabila bahan dibiar-
kan utuh, kecepatan pengeluaran mi-
nyak hanya tergantung dari proses
difusi yang berlangsung sangat lambat
(Guenther, 1948).
Pengecilan ukuran bahan biasa-
nya dilakukan dengan pemotongan atau
perajangan. Perlakuan ini bertujuan
agar kelenjar minyak dapat terbuka
sebanyak mungkin sehingga memu-
dahkan pengeluaran minyak dari bahan
dan mengurangi sifat kamba bahan
tersebut. Namun demikian bahan
berupa bunga seperti melati dan daun
seperti kayu putih dapat langsung di-
suling tanpa pengecilan bahan terlebih
dahulu karena sifatnya bahannya lebih
mudah pengeluaran minyak dari
jaringan (Ketaren, 1985).
Pelayuan dan pengeringan ber-
tujuan untuk menguapkan sebagian air
dalam bahan sehingga penyulingan
berlangsung lebih mudah dan lebih
singkat. Selain itu juga untuk meng-
uraikan zat yang tidak berbau wangi
menjadi berbau wangi (Ketaren, 1985).
Menurut Tan (1962) penyulingan daun
segar tidak dapat dibenarkan karena
rendemen minyak terlalu rendah. Hal
ini disebabkan karena sel-sel yang
mengandung minyak sebagian terdapat
dipermukaan dan sebagian lagi dibagi-
an dalam dari daun. Pada penyulingan
daun segar hanya minyak yang berasal
dari permukaan saja yang dapat keluar.
Dengan pelayuan atau pengeringan,
dinding-dinding sel akan terbuka se-
hingga lebih mudah ditembus uap.
Pengeringan biasanya langsung
dibawah sinar matahari, walaupun cara
pengeringan tidak langsung lebih baik
hasilnya. Penelitian Nurdjanah dan
Mamun (1994) menyatakan bahwa da-
un nilam yang tanpa dijemur atau di-
anginkan selama 2 minggu menghasil-
kan produksi lebih tinggi yaitu 29,7
ml/2 kg bahan sedangkan dengan di-
jemur selama 4 jam di panas matahari
menghasilkan minyak nilam 27,0 ml/2
kg bahan. Lebih lanjut dikatakan mi-
nyak nilam yang dihasilkan dari daun
yang mengalami penjemuran mempu-
nyai bilangan ester yang lebih tinggi
dibandingkan dengan yang tidak meng-
alami penjemuran. Pengeringan lang-
sung dibawah sinar matahari juga me-
nyebabkan sebagian minyak nilam
akan turut menguap, dan pengeringan
yang terlalu cepat menyebabkan daun
menjadi rapuh dan sulit disuling. Seba-
liknya bila penyulingan terlalu lambat
daun akan menjadi lembab dan timbul
bau yang tidak disenangi akibat adanya
kapang, sehingga mutu minyak yang
dihasilkan akan menurun. Pengeringan
nilam dilakukan dengan dihamparkan
diatas tikar dan dibalik dari waktu ke
waktu supaya keringnya merata dan
terhindar dari proses fermentasi dan
harus dihindari penumpukan bahan da-
lam keadaan basah. Tergantung dari
teriknya matahari dan kelembaban
udaranya, pengeringan membutuhkan
waktu selama 3 - 5 hari. Tanda
pengeringan sudah cukup apabila
sudah timbulnya bau nilam yang lebih
47
keras dan khas bila dibandingkan daun
segar (Guenther, 1948).
Beberapa penelitian telah dila-
kukan mengenai perlakuan sebelum
penyulingan antara lain untuk men-
dapatkan rendemen yang optimum dan
mutu yang baik. Irfan (1989) melapor-
kan bahwa pengering anginan daun
nilam dengan menghamparkannya di-
dalam ruang dengan ketebalan 5 - 8 cm
selama 3, 6, 9 dan 12 hari. Penyulingan
miyaknya dilakukan dengan meng-
gunakan cara penyulingan rebus dan
kukus dalam ketel 21 cm, ternyata
dengan pengering anginan menyebab-
kan terjadinya penurunan angka kadar
minyak menjadi 31,41 %, bilangan es-
ter 9,6515 %, serta komponen golong-
an terpen dalam minyak nilam 59,67
%. Sebaliknya bobot jenis menjadi
0,9629; indeks bias 1,5262 dan kompo-
nen berat yang polar dalam minyak
nilam meningkat dengan semakin lama
pengering anginan. Selanjutnya terlihat
bahwa lama kering angin tidak ber-
pengaruh terhadap rendemen, bilangan
asam, putaran optik dan kelarutan
minyak dalam alkohol. Semakin ba-
nyak proporsi batang dari daun maka
semakin berkurang kadar minyak
bahan dan rendemen minyak yang
dihasilkan. Sebaliknya bobot jenis,
indeks bias, puturan optik kearah levo
dan komponen berat yang polar dalam
minyak meningkat. Perlakuan perban-
dingan daun dengan batang tidak ber-
pengaruh terhadap bilangan asam dan
bilangan ester minyak serta kelarutan
minyak dalam alkohol.
Penelitian penyimpanan kering
selama dua minggu telah dilakukan
Nurdjanah dan Mamun (1994), daun
nilam sebagian dikering anginkan di
ruang saja dan sebagian lagi dijemur.
Ternyata produksi minyak dari daun
nilam kering pada 0 minggu ke 1 me-
naik, kemudian dari minggu 1 sampai
minggu ke 2 terjadi penurunan kem-
bali. Untuk itu dianjurkan tidak me-
nyimpan daun nilam kering lebih dari 1
minggu. Setelah penyimpanan 1 ming-
gu terjadi penurunan produksi minyak
21,3 % (Tabel 1).
Pengolahan minyak nilam dila-
kukan dengan proses destilasi. Proses
destilasi adalah suatu proses perobahan
minyak yang terikat di dalam jaringan
parenchym cortex daun, batang dan ca-
bang tanaman nilam menjadi uap ke-
mudian didinginkan sehingga berobah
kembali menjadi zat cair yaitu minyak
nilam. Penyulingan minyak nilam da-
pat dilakukan dengan menggunakan
pipa pendingin yang model belalai
gajah atau model bak diam. Pemilihan
sistim pipa pendingin ini tergantung di
lokasi mana alat akan ditempatkan.
Pada daerah-daerah yang airnya sulit
atau permukaan air tanahnya rendah,
maka model bak diam adalah yang ter-
baik. Ketel alat suling yang banyak
digunakan di tingkat petani adalah dari
drum bekas dan pipa pendinginnya dari
besi yang dimasukkan kedalam bak
atau saluran air. Hal ini menyebabkan
mutunya menjadi rendah karena mi-
nyak yang dihasilkan berwarna gelap
dan mengandung zat besi. Pada tem-
peratur yang tinggi, besi dari drum
berada dalam bentuk ion akan terikut
dengan uap dan terakumulasi dalam
minyak.
48









Penggunaan peralatan penyuling-
an dari bahan stainless steel perlu di-
terapkan dan disosialisasikan di tingkat
petani, selain untuk meningkatkan kua-
litas minyak juga dapat meningkatkan
rendemen minyak (Anonimous, 2002).
Dewasa ini juga sudah dikem-
bangkan pula modifikasi penyulingan
dengan uap langsung yang disebut
penyulingan secara hidrodifusi (Meyer,
1984) Untuk mendapatkan mutu mi-
nyak yang baik maka alat suling ter-
sebut harus terbuat dari plat steinless
steel. Adapun standar mutu minyak
nilam yang dianjurkan sesuai standar
SNI dapat dilihat pada Tabel 2.
Pada penyulingan dengan cara
direbus, bahan yang akan disuling kon-
tak langsung dengan air mendidih.
Bahan tersebut mengapung di atas air
atau terendam secara sempurna. Cara
penyulingan ini baik digunakan untuk
bahan yang berbentuk tepung dan
bunga-bungaan yang mudah meng-
gumpal jika dikenai panas, tetapi ku-
rang baik untuk bahan yang me-
ngandung fraksi sabun atau bahan yang
larut dalam air. Penyulingan dengan
cara dikukus, bahan diletakkan di atas
rak-rak atau saringan berlobang.











Ketel suling di isi air sampai
permukaan air berada tidak jauh dari
saringan. Ciri khas cara ini adalah uap
selalu dalam keadaan basah, jenuh dan
tidak terlalu panas dan bahan yang
akan disuling hanya berhubungan
dengan uap dan tidak dengan air panas.
Sedangkan penyulingan dengan cara
uap, prinsipnya hampir sama dengan
penyulingan kukus, tetapi pada pe-
nyulingan uap sumber panas terdapat
pada ketel uap yang letaknya terpisah
dari ketel suling (Guenther, 1948).
Untuk instalasi skala kecil peng-
gunaan penyulingan cara direbus dan
cara dikukus lebih menguntungkan.
Sedangkan untuk instalasi skala besar
atau skala industri penerapan cara
penyulingan uap lebih menguntungkan
(Ketaren, 1985). Penyulingan nilam
dalam tangki steinless steel dengan cara
uap memberikan rendemen dan kadar
patchouli alkohol yang lebih tinggi
dibandingkan cara rebus maupun ku-
kus. Makin lama waktu penyulingan,
makin tinggi rendemen, bobot jenis,
bilangan ester dan kadar patchouli
alkohol dari minyak yang dihasilkan.
Minyak yang dihasilkan dengan cara
ini memenuhi standar SNI. Diagram
alir proses penyulingan minyak nilam
dapat dilihat pada Gambar 1.
Tabel 1. Produksi minyak nilam dari bahan yang dijemur dan tanpa dijemur selama
penyimpanan 0,1 dan 2 minggu.
Penyimpanan
(minggu)
Tanpa dijemur
(ml/2kg)
Produksi minyak
dijemur (ml/2kg)
Rata-rata
(ml/2kg)
0
1
2
29,5
31,5
29,7
30,0
34,3
27,0
29,75
32,92
28,33
Sumber: Nurdjanah dan Mamun (1994)
49




































































































Tabel 2. Standar Mutu minyak nilam
Karakteristik Syarat
Warna
Bobot Jenis 25
0
C/25
0
C
Indeks bias 25
0
C
Kelarutan dalam etanol 90% pada suhu
25
0
C 3
0
C
Bilangan asam Maksimum
Bilangan ester, maksimum
Minyak kruing
Zat-zat asing:
a. Alkohol
b. Lemak
c. Minyak pelikan
Rekomendasi :
- Bau
- Putaran optik
- Kand. Patchouly alkohol minimum
Kuning muda sampai coklat tua
0,943 - 0,983
1.506 - 1,516
Larutan jernih atau opalensi ringan dalam
perbandingan volume 1 s/d 10 bagian
5,0
10,0
Negatif
Negatif




Segar, khas minyak nilam
(-47
0
) - (-66
0
)
30%
Sumber: Dewan Standardisasi Nasional (1991)


Daun + batang + cabang nilam

Tanpa dijemur Dengan dijemur (4 jam)

Pengeringan di dalam ruangan (6 hari)


Penyulingan (8 jam)

Pemisahan minyak

Pengemasan

Minyak nilam siap dipasarkan

Gambar 1. Diagram alir proses penyulingan minyak nilam

50
Minyak nilam yang dihasilkan
disimpan dalam wujud cairan, dikemas
dalam drum bersih, kering, keadaan
baik, berat netto 200 kg dengan head
space sebesar 5 - 10% dari isi drum.
Drum penyimpanan minyak nilam ha-
rus terbuat dari alumunium atau plat
timah putih atau plat besi yang berlapis
timah putih, plat besi yang galvanis
atau yang didalamnya dilapisi dengan
lapisan yang tahan minyak nilam. Un-
tuk tujuan ekspor, pada bagian luar
drum harus diberi keterangan dengan
cat yang tidak mudah luntur, yaitu
nama barang, negara asal produk, nama
perusahaan, berat netto, berat bruto,
negara tujuan dan keterangan yang
diperlukan.
Perkembangan teknologi peng-
olahan minyak nilam di negara-negara
maju sudah demikian pesatnya, namun
Indonesia belum mampu mengikuti
perkembangan tersebut. Pemacuan in-
dustri minyak nilam sangat diperlukan.
Disain peralatan yang memenuhi stan-
dar yang lebih baik akan meningkatkan
rendemen dan kualitas produk, mes-
kipun harga peralatan relatif lebih ma-
hal, akan tetapi untuk jangka panjang
akan lebih murah dan menguntungkan
(Harfizal, 2002).
PERKEMBANGAN
TEKNOLOGI PENGGUNAAN
MINYAK NILAM
Salah satu kendala yang dialami
adalah masih terbatasnya sasaran eks-
por minyak nilam karena importir yang
membeli minyak nilam Indonesia ma-
sih minim. Sejak munculnya kompe-
titor baru seperti Philipina dan China,
daya saing minyak nilam di pasaran
internasional menjadi lebih ketat. Pada-
hal saat ini banyak sekali produk hilir
minyak nilam yang muncul baik
sebagai bahan kosmetika, aroma terapi,
parfum dan obat-obatan. Selama dua
dekade sejak tahun enam puluhan,
sebagian besar produk minyak nilam
diarahkan sebagai zat pengikat (fik-
satif) pada industri parfum. Komponen
utama dalam minyak nilam yang di-
pakai sebagai zat pengikat tersebut
hanya pachouli alkohol.
Berdasarkan kenyataan ini, su-
dah saatnya Indonesia tidak lagi mela-
kukan ekspor minyak nilam mentah,
tetapi harus dilakukan peningkatan nilai
tambah dari produk minyak nilam ter-
sebut. Salah satu upaya yang dapat
dilakukan adalah menyiapkan teknolo-
gi pengolahan minyak nilam ditingkat
ekportir, sehingga produk yang dieks-
por kepasaran internasional adalah
berupa komponen-komponen minor
lainnya yang sesuai dengan perkem-
bangan industri saat ini.
Minyak nilam adalah minyak
atsiri yang diperoleh dari daun, batang
dan cabang nilam dengan cara pe-
nyulingan. Minyak yang dihasilkan ter-
diri dari komponen bertitik didih tinggi
seperti patchouli alkohol, patchoulen,
kariofilen dan non patchoulenol yang
berfungsi sebagai zat pengikat (fiksatif)
(Ketaren, 1985). Jenis minyak nilam
bersifat fiksatif, oleh karena itu minyak
nilam banyak digunakan oleh industri
parfum, sabun dan kosmetika atau
obat-obatan bahkan juga sebagai pesti-
sida.

51
Industri parfum
Perkembangan industri parfum
dalam negeri terus berkembang sehing-
ga permintaan akan minyak nilam cu-
kup besar, dan ini akan terus berkem-
bang sesuai dengan kemajuan teknolo-
gi khususnya dalam bidang gaya hidup
(style).
Minyak nilam adalah minyak at-
siri yang tergolong pada kelompok
aroma akhir (end note) dimana aroma-
nya dapat bertahan lama, dan minyak
nilam sendiri sebenarnya telah dapat
disebut sebagai parfum (Guenther,
1948).
Menurut Ketaren (1985) minyak
nilam dapat berfungsi sebagai zat
pengikat yang baik jadi sangat penting
sebagai bahan pembuatan parfum. Zat
pengikat adalah suatu senyawa yang
mempunyai daya menguap lebih ren-
dah atau titik uapnya lebih tinggi dari
zat pewangi, sehingga kecepatan peng-
uapan zat pewangi dapat dikurangi atau
dihambat. Penambahan zat pengikat ini
didalam parfum bertujuan untuk me-
ngikat bau wangi dengan mencegah
laju penguapan zat pewangi yang
terlalu cepat, sehingga bau wangi tidak
cepat hilang. Komposisi minyak nilam
yang digunakan dalam suatu parfum
dapat mencapai 50%.
Dalam industri parfum, minyak
nilam tidak dapat digantikan oleh zat
sintetik lainnya karena sangat berperan
dalam menetukan kekuatan, sifat dan
ketahanan wangi. Hal ini disebabkan
oleh sifatnya yang dapat mengikat bau
wangi dari bahan pewangi lain dan
sekaligus dapat membentuk bau yang
harmonis dalam suatu campuran par-
fum (Guenther, 1948).
Industri sabun dan kosmetik
Industri sabun dan kosmetik
dalam negeri juga berkembang dengan
baik sehingga kebutuhan akan minyak
nilam sebagai bahan baku industri terus
meningkat.
Fungsi minyak nilam dalam
industri sabun dan kosmetik tidak ber-
beda dengan pada industri parfum yaitu
sebagai zat pengikat agar wewangian
tidak cepat hilang pada saat pemakaian.
Banyaknya industri sabun dan kos-
metik menggunakan minyak nilam se-
bagai pengikat karena sampai saat ini
minyak nilam masih yang terbaik se-
bagai pengikat bahan. Disamping itu
juga dapat bermanfaat sebagai antisep-
tik untuk mengobati gatal-gatal pada
kulit.
Pestisida
Daun Tanaman nilam dapat di-
gunakan sebagai bahan baku pestisida,
Menurut Dummond (1960) daun nilam
digunakan sebagai insektisida terutama
untuk mengusir ngengat kain (Thysa-
nura) karena didalam mengandung zat
yang tidak disukai oleh serangga ter-
sebut, karena terdapat dalam komponen
minyak nilam seperti pinen dan
pinen. Dari hasil-hasil penelitian yang
telah dilakukan, menunjukkan bahwa
minyak nilam dapat digunakan sebagai
pengendali populasi serangga karena
sifatnya sebagai bahan penolak dan
penghambat pertumbuhan serangga.
Sebagai pengendali hama, minyak ni-
lam mempunyai prospek yang cukup
baik untuk dikembangkan sebagai sa-
52
lah satu bahan baku insektisida nabati.
Menurut Mardiningsih, dkk (1998) ada
beberapa keuntungan menggunakan
insektisida nabati antara lain tidak
mencemari lingkungan, lebih bersifat
spesifik dan hama tidak mudah menjadi
resisten.
Mardiningsih, dkk (1998) mela-
porkan bahwa minyak nilam dapat di-
gunakan untuk mengendalikan hama,
baik hama gudang maupun hama
tanaman. Minyak nilam mampu me-
matikan populasi Stegobium paniceum,
yang merupakan hama ketumbar se-
lama penyimpanan. Dengan mengoles-
kan sedikit minyak nilam disekitar
dinding tempat penyimpanan, populasi
Stegobium paniceum dapat berkurang
sebesar 25 - 42 % setelah penyimpanan
9 hari.
Menurut Grainge dan Ahmed
(1987) bagian akar, batang dan daun
tanaman nilam dapat membunuh ulat
Crocidolomia binotalis dan Spodotera
litura yang merupakan hama penting
pada tanaman, sedangkan daun dan
pucuk nilam dapat membasmi semut
(Formicida) dan kecoa (Blattidae)
didalam rumah.
Dari hasil penelitian Mardi-
ningsih, dkk (1994) minyak nilam ber-
sifat menolak beberapa jenis serangga
seperti ngengat kain (Thysanura
lepismatidae), Sitophilus zeamais
(kumbang jagung), dan Carpophilus
sp. (kumbang buah kering). Menurut
Grainge dan Ahmed (1987) minyak
nilam juga bersifat menolak Aphid
(kutu daun), nyamuk dan Pseudaletia
unipuncta.

Pemanfaatan lainnya
Selain sebagai pengikat wangi
pada parfum, kosmetika dan sabun
serta sebagai pestisida ternyata minyak
nilam berkhasiat sebagai antibiotik dan
anti radang karena dapat menghambat
pertumbuahan jamur dan mikroba.
Dapat digunakan untuk deodoran, obat
batuk, asma, sakit kepala, sakit perut,
bisul dan herpes. Minyak nilam meru-
pakan minyak eksotik yang dapat
meningkatkan gairah dan semangat
serta mepunyai sifat meningkatkan
sensualitas. Biasanya digunakan untuk
mengharumkan kamar tidur untuk
memberi efek menenangkan dan mem-
buat tidur lebih nyenyak (anti insomia).
Dalam hal psikoemosional,
minyak nilam termasuk dalam aroma
terapi yang belakangan ini semakin
populer sebagai salah satu aspek peng-
obatan alternatif, karena minyak nilam
mempunyai efek sedatif (menenang-
kan) dapat digunakan untuk menanggu-
langi gangguan depresi, gelisah, tegang
karena kelelahan, stres, kebingungan,
lesu dan tidak bergairah serta mere-
dakan kemarahan.
PERKEMBANGAN
TEKNOLOGI PEMANFAATAN
LIMBAH
Limbah hasil prosesing minyak
nilam banyak dijumpai diindustri pe-
nyulingan minyak nilam. Besarnya
volume limbah nilam seringkali men-
jadi masalah bagi pihak industri peng-
olahan itu sendiri maupun lingkungan.
Dengan memanfaatkan limbah tersebut
menjadi produk yang berguna merupa-
53
kan cara bijak yang harus ditempuh
untuk mengatasi masalah.
Hasil samping dari penyulingan
minyak nilam adalah limbah yang ter-
diri dari ampas sisa daun dan batang,
dapat dimanfaatkan sebagai bahan ba-
ku pembuat dupa, obat nyamuk bakar,
pupuk kompos dan bahan bakar penyu-
lingan. Sedangkan air sisa penyulingan
dapat dimanfaatkan sebagai bahan
untuk aromaterapi. Dengan dimanfaat-
kan limbah menjadi produk yang ber-
guna juga akan meningkatkan nilai
ekonomi dan menambah pemasukan
pada industri pengolahan minyak
nilam.
Dupa
Sisa dari hasil penyulingan mi-
nyak nilam masih dapat dimanfaatkan
untuk bahan pembuat dupa, karena
mempunyai aroma yang khas/harum.
Ampas tersebut dijemur kemudian di-
giling dan siap digunakan sebagai
bahan baku pembuat dupa berbentuk
lidi (joss stick). Dalam pemrosesannya
bubuk halus ampas dicampur dengan
bahan perekat (gum Arabic, dan den-
trose), tepung onggok, tepung tem-
purung, pewarna dan pewangi lainnya.
Semua bahan tersebut dicampur dibuat
adonan dan selanjutnya dicetak ber-
bentuk lidi.
Obat nyamuk bakar
Seperti diketahui bahwa minyak
nilam selain mempunyai aroma yang
khas juga bersifat menolak serangga.
Dewasa ini industri obat nyamuk bakar
berkembang pesat di Indonesia dan
pemakaiannya mencapai seluruh pe-
losok ditanah air. Komponen yang ter-
kandung dalam formula obat nyamuk
bakar antara lain adalah bahan pengisi
(organic filler) dan bahan pewangi.
Bahan pengisi yang biasa digunakan
untuk obat nyamuk bakar antara lain
serbuk tempurung kelapa atau ampas
tebu. Sedangkan pewangi yang biasa
digunakan misalnya kenanga dan
bunga melati. Dengan menggunakan
ampas dari penyulingan minyak nilam
sebagai organic filler, maka obat
nyamuk bakar akan beraroma harum
ketika digunakan. Sebagai bahan
pengisi, ampas nilam selain berbau
harum juga bersifat menolak nyamuk
ketika obat nyamuk tersebut dibakar.
Penggunaan lainnya
Limbah nilam yang berupa daun-
daunan dan batang dapat digunakan se-
bagai pupuk kompos atau mulsa. Am-
pas nilam yang digunakan sebagai
pupuk pada tanaman lada mampu me-
ningkatkan produksi lada. Hal ini di-
sebabkan karena didalam limbah nilam
masih terdapat bahan aktif yang dapat
bersifat menolak (repellent) serangga
Lophobaris piperis yang merupakan
salah satu hama tanaman lada
(Mardiningsih, dkk, 1998).
Penggunaan limbah nilam se-
bagai pupuk kompos dapat menghemat
pemakaian pupuk Nitrogen sebesar 10
% dan disamping itu juga dapat me-
ningkatkan kesuburan tanah. Di Beng-
kulu limbah nilam disamping diguna-
kan sebagai pupuk di sawah, juga ber-
fungsi sebagai penolak hama wereng.
Kompos limbah sisa hasil prosesing
minyak nilam mempunyai kandungan
hara yang cukup tinggi dan potensial
54
bagi sumber pupuk organik alternatif
yang bermutuh tinggi (Djazuli, 2002).
Ampas nilam juga dapat diman-
faatkan sebagai bahan bakar untuk
proses penyulingan, sehingga bisa
menghemat bahan bakar. Abu sisa dari
pembakaran dapat digunakan sebagai
pupuk tanaman. Sedangkan sisa air
bekas penyulingan nilam menghasilkan
aroma cukup wangi, ini dapat dipekat-
kan sehingga digunakan untuk aroma
terapi. Perlakuan aromaterapi dengan
menggunakan sisa air bekas penyuling-
an telah banyak digunakan untuk
menenangkan jiwa.
KESIMPULAN
Penyulingan minyak nilam dapat
dilakukan dengan 3 cara yaitu pe-
nyulingan dengan direbus, dikukus dan
uap langsung, bahan baku nilam se-
baiknya tidak dijemur dengan matahari
langsung karena akan menurunkan
rendemen hasil. Prospek minyak nilam
dimasa datang masih cukup besar se-
jalan dengan semakin tingginya per-
mintaan pasar luar dan dalam negeri.
Penggunaan minyak nilam terus me-
ningkat sejalan dengan perkembangan
industri parfum, sabun dan kosmetik,
pestisida dan industri lainnya yang
menggunakan minyak nilam sebagai
bahan dasarnya. Pemanfaatan limbah
berupa ampas dari penyulingan minyak
nilam berpotensi besar untuk bahan
pembuatan dupa, obat nyamuk bakar,
dan pupuk tanaman. serta sisa air pe-
nyulingan sebagai bahan untuk aroma
terapi.

DAFTAR PUSTAKA
Anonimous, 1991. Standar Nasional
Indonesia Minyak Nilam (SNI 06-
2385-1991). Dewan Standarisasi
Nasional. Jakarta.
Anonimous, 2002. Raw material and
processing, WWW. H&rscents.
com.
Anonimous, 2003. Data hasil produksi
perkebunan Propinsi Nanggroe
Aceh Darusalam dalam sepuluh
tahun. Dinas Perkebunan Propinsi
NAD. Banda Aceh.
Dummond, H.M., 1960. Patchouly oil.
Patchouly oil journal of perfumery
and essential oil record.
Ditjen Perkebunan, 2006. Statistik
Perkebunan Indonesia 2003 - 2005,
Nilam (Patchouli). Departemen
Pertanian, Jakarta. 19 hal.
Djazuli, M., 2002. Pengaruh aplikasi
kompos limbah penyulingan mi-
nyak nilam terhadap pertumbuhan
dan produksi tanaman nilam
(Pogostemon cablin L.) Prosiding
Seminar Nasional dan Pameran
Pertanian Organik. Jakarta, 2 - 3
Juli 2002. hal 323 - 332.
Grainge, E. and S. Ahmed, 1987.
Handbook of plant with pest con-
trol properties. A Wiley-Intercience
Publication, New York.
Grieve, M., 2003. A modern herbal,
patchouli, WWW.botanical.com
Guenther, E., 1948. The essensial oils.
Vol.1.D. Van Nostrand Compay.
Inc., New York, 367 hal.
55
Harfizal, 2002. Jurnal saint dan tek-
nologi, WWW.iptek.net.id
Irfan, 1989. Pengaruh lama kering
anginan dan perbandingan daun
dengan batang terhadap rendemen
dan mutu minyak nilam (Pogos-
temon cablin Bent) Skripsi. Fateta-
IPB. Bogor.
Ketaren, S., 1985. Pengantar teknologi
minyak atsiri. Balai Pustaka.
Jakarta.
Mardiningsih, T.L, Wikardi, E.A,
Wiratno dan Mamun, 1998. Nilam
sebagai bahan baku insektisida
nabati. Monograf Nilam. Balittro,
Bogor.
Meyer, B., 1984. Natural essential oils.
Extraction Processes and Aplica-
tion to some Major oils. Perfumer
and Flavorist Vol. 9. hal. 93 - 104.













Nurdjannah, N. dan Mamun, 1994.
Pengeringan bahan dan Penyim-
panan daun nilam kering. Pembe-
ritaan Litantri XX (1 - 2) : 11 - 15.
Puslitbangtri. Bogor.
Rusli, S., 1991. Pemurnian/peningkatan
mutu minyak nilam dan daun ceng-
keh. Prosiding Pengembangan
Tanaman Atsiri di Sumatera, Bukit
Tinggi, 4 8 - 1991. Balai Pene-
litian Tanaman Rempah dan Obat,
Bogor. hal. 89 - 96.
Tan Hong Sieng, 1962. Minyak Atsiri.
Balai Penelitian Kimia PNPR.
Nupika-Yasa Deperindag. Penerbit
Kantor dan Penyuluhan Deperin-
dag. Bogor.

Anda mungkin juga menyukai