Anda di halaman 1dari 2

Di Indonesia masih banyak sekali beberapa kasus yang mengancam perbatasan wilayah

Indonesia. Kasus yang paling banyak menyita perhatian masyarakat adalah kasus sengketa antara
negara Indonesia dan Malaysia atas pulau Sipadan dan Ligitan yang berakhir dengan lepasnya
kedua pulau ini dari wilayah RI pada tahun 2002 lalu. Lepasnya kedua pulau ini terjadi setelah
Mahkamah Internasional di Den Haag memenangkan Malaysia dengan alasan negara itu terbukti
telah melakukan pengelolaan secara serius dan berkesinambungan di kedua pulau itu.

Penambangan pasir laut di perairan sekitar Kepulauan Riau yakni wilayah yang berbatasan
langsung dengan Singapura, telah berlangsung sejak tahun 1970. Kegiatan tersebut telah
mengeruk jutaan ton pasir setiap hari dan mengakibatkan kerusakan ekosistem pesisir pantai
yang cukup parah. Selain itu mata pencaharian nelayan yang semula menyandarkan hidupnya di
laut, terganggu oleh akibat penambangan pasir laut. Kerusakan ekosistem yang diakibatkan oleh
penambangan pasir laut telah menghilangkan sejumlah mata pencaharian para nelayan.

Masalah perbatasan Indonesia dengan Republik Palau belum sepakat mengenal batas perairan
ZEE Palau dengan ZEE Indonesia yang terletak di utara Papua. Akibat hal ini, sering timbul
perbedaan pendapat tentang pelanggaran wilayah yang dilakukan oleh para nelayan kedua pihak.

Beberapa kasus tersebut mengindikasikan bahwa pertahanan di Indonesia masih lemah dan
belum sepenuhnya ada kejelasan adanya perbatasan antara wilayah RI dan negara tetangga.
Beberapa kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah saat ini belum bisa mengatasi masalah-
masalah tersebut. Pada Pasal 14 Undang-Undang No. 43 Tahun 2008 tentang Wilayah Negara
mengamanatkan pembentukan badan pengelola nasional dan badan pengelola daerah untuk
bertanggung jawab mengelola batas wilayah negara dan kawasan perbatasan, namun
pelaksanaannya belum berjalan dengan baik

Berdasarkan Undang-Undang No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, pengaturan tentang
pengembangan wilayah perbatasan di kabupaten/kota secara hukum berada dibawah tanggung
jawab pemerintah daerah tersebut. Kewenangan pemerintah pusat hanya ada pada pintu-pintu
perbatasan yang meliputi aspek kepabeanan, keimigrasian, karantina, keamanan dan pertahanan.

Meskipun demikian, pemerintah daerah masih menghadapi beberapa hambatan dalam
mengembangkan aspek sosial-ekonomi kawasan perbatasan. Beberapa hambatan tersebut
diantaranya, masih adanya paradigma pembangunan wilayah yang terpusat, sehingga kawasan
perbatasan hanya dianggap sebagai halaman belakang, sosialisasi peraturan perundang-undangan
mengenai pengembangan wilayah perbatasan yang belum sempurna, keterbatasan anggaran, dan
tarik-menarik kepentingan pusat-daerah.

Otoritas pengelolaan keamanan di perbatasan sendiri telah lama diserahkan kepada TNI. Hal ini
salah satunya didasarkan pada Undang-Undang No. 34, tahun 2004 mengenai Tentara Nasional
Indonesia (TNI) bahwa wewenang untuk menjaga keamanan di area perbatasan adalah salah satu
fungsi pokok dari TNI. Masih lemahnya motivasi dan peran pemerintah pusat dan daerah untuk
mengelola kawasan perbatasan dengan pendekatan kesejahteraan (prosperity approach)
berimplikasi pada otoritas penuh TNI sebagai pengelola perbatasan negara dengan penekanan
pada keamanan bukan pada kesejahteraan sosial ekonomi.

Upaya untuk mempertahankan wilayah Indonesia merupakan tanggung jawab kita semua.
Selama ini kita mungkin memandang bahwa penanggung jawab upaya mempertahankan
kedaulatan wilayah RI adalah TNI. Hal tersebut tidak tepat. Kita semua bertanggung jawab
untuk membantu negara dalam mempertahankan kedaulatan wilayah RI. Kerja sama dan sinergi
antar instansi pemerintah, pemerintah pusat dengan pemerintah daerah, pemerintah dengan
swasta, dan pemerintah dengan masyarakat harus diperkuat.

http://hendraspot.blogspot.nl/2013/04/masalah-perbatasan-negara-indonesia.html?m=1

Anda mungkin juga menyukai