DOKTER PEMBIMBING: dr. Retno Praptaningsih. Sp.THT
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT THT RUMAH SAKIT PANTI WILASA, SEMARANG PERIODE 03 Maret 2014 04 April 2014
LAPORAN KASUS KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU KESEHATAN THT RUMAH SAKIT PANTI WILASA, SEMARANG
1. IDENTITAS PASIEN Nama : An. A K Umur : 8 tahun Jenis Kelamin : Laki-laki Pekerjaan : - Alamat : Kisiksari RT 04/01 Agama : Islam Ruang : Gamma / II-B
2. ANAMNESIS Alloanamnesis pada ibu pasien pada tanggal 05 Maret 2014, pukul 14.00 WIB
Keluhan utama : Nyeri tenggorokan sejak 4 hari yang lalu
Keluhan tambahan : Demam yang naik turun sejak 3 hari yang lalu. Batuk yang tidak disertai dahak sudah 3 hari, pasien juga mengatakan sakit pada saat menelan.
Riwayat Penyakit Sekarang : Pasien datang dengan keluhan nyeri pada tenggorokan sejak 4 hari yang lalu. Nyeri dirasakan hilang timbul dan semakin memberat jika pasien menelan makanan. Nyeri sampai ke telinga di sangkal pasien. Pasien juga demam sejak 3 hari yang lalu, demam naik turun. Batuk juga sejak 3 hari yang lalu, batuk tidak di sertai dahak. Pilek di sangkal pasien. 3 minggu yang lalu pasien juga pernah di bawa ke RS dengan keluhan yang sama, setelah di berikan obat dari dokter THT keluhan dirasakan hilang. Sejak 4 bulan terakhir ibu pasien mengatakan bahwa anaknya mulai mengeluhkan nyeri di tenggorokan dan sering sekali batuk dan demam, ibu pasien juga mengatakan bahwa dalam 1 bulan anaknya bisa 2 kali berobat ke dokter THT karena sakit tenggorokan dan dokter mengatakan bahwa amandel anaknya cukup besar. Ibu pasien juga mengatakan bahwa pada saat tidur anaknya sering ngorok, dan mengeluhkan BB anaknya yang tidak pernah baik.
Riwayat Penyakit Dahulu Riwayat alergi (-)
Riwayat Penyakit Keluarga Riwayat penyakit serupa (-), alergi (-), asma(-), maag (-), hipertensi(-), diabetes mellitus (-)
3. PEMERIKSAAN OBYEKTIF Status Generalis Keadaan umum : Baik Kesadaran : Compos mentis Berat Badan : 18 kg Status Gizi : Cukup
Status Lokalis 1. Telinga Dextra Sinistra Auricula Bentuk (N), Nyeri tekan (-) Bentuk (N), Nyeri tekan (- ) Preauricula Fistel (-), Abses (-), Hiperemis (-), Nyeri tekan (-)
Fistel (-), Abses (-), Hiperemis (-), Nyeri tekan (-) Retroauricula Hiperemis (-), udema (-), Nyeri tekan (-) Hiperemis (-), udema (-), Nyeri tekan (-) Mastoid Hiperemis (-), udema (-), Nyeri tekan (-) Hiperemis (-), udema (-), Nyeri tekan (-) CAE Hiperemis (-), udema (-), Corpus alineum (-) Discharge (-) Hiperemis (-), udema (-), Corpus alineum (-) Discharge (-)
Membran tympani : Dextra Sinistra Perforasi (-), MT Intak (-), MT Intak Reflex cahaya (+) (+) Warna Putih mutiara Putih mutiara Bentuk Normal, bulging(-) Normal, bulging(-)
2. Hidung Dextra Sinistra Hidung Bentuk normal Bentuk normal Sekret Mukoserous Mukoserous Mukosa konka media Hiperemis(-), hipertrofi(-) Hiperemis(-), hipertrofi(-) Mukosa konka inferior Hiperemis(-), hipertrofi (-) Hiperemis(-), hipertrofi(-) Meatus media Hiperemis(-), hipertrofi (-) Hiperemis(-), hipertrofi(-) Meatus inferior Hiperemis(-), hipertrofi (-) Hiperemis(-), hipertrofi(-) Septum Deviasi (-) Deviasi (-) Massa (-) (-)
3. Tenggorok Orofaring Mukosa bucal : Warna merah muda, sama dengan daerah sekitar Gigi geligi : Warna putih suram,caries (-) Lidah : Dalam batas normal Palatum : Warna merah muda
Tonsil : Dextra Sinistra Ukuran T3 T3 Kripte Melebar Melebar Permukaan Berbenjol Berbenjol Warna Hiperemis (+) Hiperemis (+) Detritus (+) (+) Peritonsil Abses (-) Abses (-)
5. DIAGNOSA KERJA - Adenotonsilitis Kronik Eksaserbasi Akut Berdasarkan anamnesis adanya keluhan nyeri tenggorokan yang hilang timbul sejak 4 bulan terakhir di sertai demam dan batuk,serta pemeriksaan fisik dengan bantuan endoskopi yang ditemukan yaitu ukuran tonsil membesar T3-T3 di sertai hiperemis, kripta melebar dan terdapat dedritus serta adenoid dan nasofaring yang hiperemis.
6. DIAGNOSIS BANDING - Tonsilitis Difteri Pada an. A K tidak ditegakkan diagnosa tonsilitis difteri karena pada gejala lokal bercak outih pada tonsil tidak membentuk membran semu yang melekat erat pada dasarnya, dan bila diangkat mudah berdarah. Tidak juga ditemukan adanya bull neck. - Faringitis Pada an. A K tidak ditegakkan diagnosis faringitis karena terdapat pembesaran pada tonsil yaitu T3-T3 yang gejala ini tidak disertai faringitis. Tetapi bisa menjadi diagnosis lanjutan bila infeksinya berlanjut mengenai faring.
Non Medika Mentosa - Menyarankan dilakukan ATE karena pasien termasuk dalam indikasi tonsilektomi. Edukasi : 1. Menyarankan pasien untuk tidak memakan makanan yang merangsang tenggorokan seperti goreng-gorengan, pedas, es 2. Istirahat yang cukup 3. Makan makanan yang bergizi serta minum susu agar daya tahan tubuh terjaga dengan baik 4. Jauhi orang yang merokok 5. Meminum obat yang diberikan dengan teratur dan harus dihabiskan terutama antibiotik
8. PROGNOSIS Ad Sanationam : bonam Ad Functionam : bonam Ad Vitam : bonam
Tinjauan Pustaka
Anatomi Tonsil adalah massa yang terdiri dari jaringan limfoid dan ditunjang oleh jariangan ikat dengan kriptus di dalamnya. Terdapat 3 macam tonsil yaitu tonsil faringeal (adenoid), tonsil palatina dan tonsil lingual yang kegita-tiganya membentuk lingkarang yang disebut cincin Waldeyer. 1
a. Tonsil Palatina 1
Tonsil palatina adalah suatu massa jaringan limfoid yang terletak di dalam fosa tonsil pada kedua sudut orofaring, dan dibatasi oleh pilar anterior (otot palatoglosus) dan pilar posterior (otot palatofaringeus). Tonsil berbentuk oval dengan panjang 2-5 cm, masing-masing tonsil mempunyai 10-30 kriptus yang meluas ke dalam jaringan tonsil. Tonsil tidak selalu mengisi seluruh fosa tonsilaris, daerah yang kosong diatasnya dikenal sebagai fosa supratonsilar. Tonsil terletak di lateral orofaring. Dibatasi oleh: - Lateral m. konstriktor faring superior - Anterior m. Palatoglosus - Posterior m. Palatofaringeus - Superior palatum mole - Inferior tonsil lingual Secara mikroskopik tonsil terdiri atas 3 komponen yaitu jaringan ikat, folikel germinativum (merupakan sel limfoid) dan jaringan interfolikel (terdiri dari jaringan linfoid). Fosa Tonsil Fosa tonsil atau sinus tonsil dibatasi oleh otot-otot orofaring, yaitu batas anterior adalah otot palatoglosus, batas lateral atau dinding luarnya adalah otot konstriktor faring superior. Pilar anterior mempunyai bentuk seperti kipas pada rongga mulut, mulai dari palatum mole dan berakhir di sisi lateral lidah. Pilar posterior adalah otot vertikal yang ke atas mencapai palatum mole, tuba eustachius dan dasar tengkorak dan ke arah bawah meluas hingga dinding lateral esofagus, sehingga pada tonsilektomi harus hati-hati agar pilar posterior tidak terluka. Pilar anterior dan pilar posterior bersatu di bagian atas pada palatum mole, ke arah bawah terpisah dan masuk ke jaringan di pangkal lidah dan dinding lateral faring. Kapsul Tonsil Bagian permukaan lateral tonsil ditutupi oleh suatu membran jaringan ikat, yang disebut kapsul. Walaupun para pakar anatomi menyangkal adanya kapsul ini, tetapi para klinisi menyatakan bahwa kapsul adalah jaringan ikat putih yang menutupi 4/5 bagian tonsil. Plika Triangularis Diantara pangkal lidah dan bagian anterior kutub bawah tonsil terdapat plika triangularis yang merupakan suatu struktur normal yang telah ada sejak masa embrio. Serabut ini dapat menjadi penyebab kesukaran saat pengangkatan tonsil dengan jerat. Komplikasi yang sering terjadi adalah terdapatnya sisa tonsil atau terpotongnya pangkal lidah. 3
Pendarahan Tonsil mendapat pendarahan dari cabang-cabang A. karotis eksterna, yaitu 1) A. maksilaris eksterna (A. fasialis) dengan cabangnya A. tonsilaris dan A. palatina asenden; 2) A. maksilaris interna dengan cabangnya A. palatina desenden; 3) A. lingualis dengan cabangnya A. lingualis dorsal; 4) A. faringeal asenden. Kutub bawah tonsil bagian anterior diperdarahi oleh A. lingualis dorsal dan bagian posterior oleh A. palatina asenden, diantara kedua daerah tersebut diperdarahi oleh A. tonsilaris. Kutub atas tonsil diperdarahi oleh A. faringeal asenden dan A. palatina desenden. 2
Vena-vena dari tonsil membentuk pleksus yang bergabung dengan pleksus dari faring. Aliran balik melalui pleksus vena di sekitar kapsul tonsil, vena lidah dan pleksus faringeal. Aliran getah bening Aliran getah bening dari daerah tonsil akan menuju rangkaian getah bening servikal profunda (deep jugular node) bagian superior di bawah M. Sternokleidomastoideus, selanjutnya ke kelenjar toraks dan akhirnya menuju duktus torasikus. Tonsil hanya mempunyai pembuluh getah bening eferan sedangkan pembuluh getah bening aferen tidak ada. Persarafan Tonsil bagian atas mendapat sensasi dari serabut saraf ke V melalui ganglion sfenopalatina dan bagian bawah dari saraf glosofaringeus. Imunologi Tonsil Tonsil merupakan jaringan limfoid yang mengandung sel limfosit, 0,1- 0,2% dari keseluruhan limfosit tubuh pada orang dewasa. Proporsi limfosit B dan T pada tonsil adalah 50%:50%, sedangkan di darah 55-75%:15-30%. 3
Pada tonsil terdapat sistim imun kompleks yang terdiri atas sel M (sel membran), makrofag, sel dendrit dan APCs (antigen presenting cells) yang berperan dalam proses transportasi antigen ke sel limfosit sehingga terjadi sintesis imunoglobulin spesifik. Juga terdapat sel limfosit B, limfosit T, sel plasma dan sel pembawa IgG. Tonsil merupakan organ limfatik sekunder yang diperlukan untuk diferensiasi dan proliferasi limfosit yang sudah disensitisasi. Tonsil mempunyai 2 fungsi utama yaitu 1) menangkap dan mengumpulkan bahan asing dengan efektif; 2) sebagai organ utama produksi antibodi dan sensitisasi sel limfosit T dengan antigen spesifik. 1,2
b. Tonsil Faringeal (Adenoid) 1
Adenoid merupakan masa limfoid yang berlobus dan terdiri dari jaringan limfoid yang sama dengan yang terdapat pada tonsil. Lobus atau segmen tersebut tersusun teratur seperti suatu segmen terpisah dari sebuah ceruk dengan celah atau kantong diantaranya. Lobus ini tersusun mengelilingi daerah yang lebih rendah di bagian tengah, dikenal sebagai bursa faringeus. Adenoid tidak mempunyai kriptus. Adenoid terletak di dinding belakang nasofaring. Jaringan adenoid di nasofaring terutama ditemukan pada dinding atas dan posterior, walaupun dapat meluas ke fosa Rosenmuller dan orifisium tuba eustachius. Ukuran adenoid bervariasi pada masing-masing anak. Pada umumnya adenoid akan mencapai ukuran maksimal antara usia 10-12 tahun kemudian akan mengalami regresi.
Fisiologi 2,3 Tonsila palatina adalah suatu jaringan limfoid yang terletak di fossa tonsilaris di kedua sudut orofaring dan merupakan salah satu bagian dari cincin Waldeyer. Tonsila palatina lebih padat dibandingkan jaringan limfoid lain. Permukaan lateralnya ditutupi oleh kapsul tipis dan di permukaan medial terdapat kripta. Tonsila palatina merupakan jaringan limfoepitel yang berperan penting sebagai sistem pertahanan tubuh terutama terhadap protein asing yang masuk ke saluran makanan atau masuk ke saluran nafas (virus, bakteri, dan antigen makanan). Mekanisme pertahanan dapat bersifat spesifik atau non spesifik. Apabila patogen menembus lapisan epitel maka sel-sel fagositik mononuklear pertama-tama akan mengenal dan mengeliminasi antigen. Tonsil merupakan jaringan limfoid yang mengandung sel limfoid yang mengandung sel limfosit, 0,1-0,2% dari kesuluruhan limfosit tubuh pada orang dewasa. Proporsi limfosit B danT pada tonsil adalah 50%:50%, sedangkan di darah 55-75%:15-30%. Pada tonsil terdapat sistem imun kompleks yang terdiri atas sel M (sel membran), makrofag, sel dendrit dan antigen presenting cells) yang berperan dalam proses transportasi antigen ke sel limfosit sehingga terjadi APCs (sintesis immunoglobulin spesifik). Juga terdapat sel limfosit B, limfosit T, sel plasma dan sel pembawa Ig G. Tonsil merupakan organ limfatik sekunder yang diperlukan untuk diferensiasi dan proliferasi limfosit yang sudah disensitisasi. Tonsil mempunyai dua fungsi utama yaitu menangkap dan mengumpulkan bahan asing dengan efektif dan sebagai organ produksi antibodi dan sensitisasi sel limfosit T dengan antigen spesifik. Tonsil merupakan jaringan kelenjar limfa yang berbentuk oval yang terletak pada kedua sisi belakang tenggorokan. Dalam keadaan normal tonsil membantu mencegah terjadinya infeksi. Tonsil bertindak seperti filter untuk memperangkap bakteri dan virus yang masuk ke tubuh melalui mulut dan sinus. Tonsil juga menstimulasi sistem imun untuk memproduksi antibodi untuk membantu melawan infeksi. Tonsil berbentuk oval dengan panjang 2-5 cm, masing-masing tonsil mempunyai 10-30 kriptus yang meluas ke dalam jaringan tonsil. Tonsil tidak selalu mengisi seluruh fossa tonsilaris, daerah yang kosong diatasnya dikenal sebagai fossa supratonsilar. Tonsil terletak di lateral orofaring. Secara mikroskopik tonsil terdiri atas tiga komponen yaitu jaringan ikat, folikel germinativum (merupakan sel limfoid) dan jaringan interfolikel (terdiri dari jaringan limfoid). Lokasi tonsil sangat memungkinkan terpapar benda asing dan patogen, selanjutnya membawanya ke sel limfoid. Aktivitas imunologi terbesar tonsil ditemukan pada usia 3 10 tahun. Definisi Tonsilitis Kronis secara umum diartikan sebagai infeksi atau inflamasi pada tonsila palatina yang menetap. Tonsilitis Kronis disebabkan oleh serangan ulangan dari Tonsilitis Akut yang mengakibatkan kerusakan yang permanen pada tonsil. Organisme patogen dapat menetap untuk sementara waktu ataupun untuk waktu yang lama dan mengakibatkan gejala-gejala akut kembali ketika daya tahan tubuh penderita mengalami penurunan. Anamnesa dan pemeriksaan fisik diagnostik diperlukan untuk menegakkan diagnosa penyakit ini. Pada Tonsilitis Kronis tonsil dapat terlihat normal, namun ada tanda-tanda spesifik untuk menentukan diagnosa seperti plika anterior yang hiperemis, pembesaran kelenjar limfe, dan bertambahnya jumlah kripta pada tonsil.
Etiologi 3
Tonsilitis terjadi dimulai saat kuman masuk ke tonsil melalui kriptanya secara aerogen yaitu droplet yang mengandung kuman terhisap oleh hidung kemudian nasofaring terus masuk ke tonsil maupun secara foodborn yaitu melalui mulut masuk bersama makanan. Etiologi penyakit ini dapat disebabkan oleh serangan ulangan dari Tonsilitis Akut yang mengakibatkan kerusakan permanen pada tonsil, atau kerusakan ini dapat terjadi bila fase resolusi tidak sempurna. Pada pendera Tonsilitis Kronis jenis kuman yang sering adalah Streptokokus beta hemolitikus grup A (SBHGA). Selain itu terdapat Streptokokus pyogenes, Streptokokus grup B, C, Adenovirus, Epstein Barr, bahkan virus Herpes.
Patologi Adanya infeksi berulang pada tonsil maka pada suatu waktu tonsil tidak dapat membunuh semua kuman sehingga kuman kemudian bersarang di tonsil. Pada keadaan inilah fungsi pertahanan tubuh dari tonsil berubah menjadi sarang infeksi (fokal infeksi) dan satu saat kuman dan toksin dapat menyebar ke seluruh tubuh misalnya pada saat keadaan umum tubuh menurun. Karena proses radang berulang yang timbul maka selain epitel mukosa juga jaringan limfoid terkikis, sehingga pada proses penyembuhan jaringan limfoid diganti oleh jaringan parut yang akan mengalami pengerutan sehingga kripta melebar. Secara klinik kripta ini tampak diisi oleh detritus. Proses berjalan terus sehingga menembus kapsul tonsil dan akhirnya menimbulkan perlekatan dengan jaringan disekitar fossa tonsilaris. Pada anak proses ini disertai dengan pembesaran kelenjar limfa submandibula. Tonsilitis Kronis terjadi akibat pengobatan yang tidak tepat sehingga penyakit pasien menjadi Kronis. Faktor-faktor yang menyebabkan kronisitas antara lain: terapi antibiotika yang tidak tepat dan adekuat, gizi atau daya tahan tubuh yang rendah sehingga terapi medikamentosa kurang optimal, dan jenis kuman yag tidak sama antara permukaan tonsil dan jaringan tonsil.
Gejala klinis 1,3
Gejala tonslitis kronis didahului gejala tonsilitis akut seperti nyeri tenggorokan yang tidak hilang sempurna. Biasanya nyeri tenggorokan dan nyeri menelan dirasakan menetap lebih dari 4 minggu. Durasi maupun berat keluhan nyeri tenggorokan sulit dijelaskan. Halitosis akibat debris yang tertahan di dalam kripta tonsil, yang kemudian dapat menjadi sumber infeksi berikutnya. Pembesaran tonsil dapat mengakibatkan terjadinya obstruksi sehingga timbul gangguan menelan, obstruksi sleep apneu dan gangguan suara. Kebanyakan anak tidak ditemukan adanya keluhan di antara episode, dengan gambaran maupun ukuran tonsil yang kembali normal. Secara klinis pada tonsilitis di dapatkan gejala berupa nyeri tenggorokan atau nyeri telan ringan, mulut berbau, badan lesu, sering mengantuk, nafsu makan menurun, nyeri kepala dan badan terasa meriang. Pada gejala tonsilitis yang umum pada anak adalah mendengkur sewaktu tidur, sering mengantuk, gelisah, perhatian berkurang dan prestasi belajar menjadi kurang baik.
Pemeriksaan Dari pemeriksaan dapat dijumpai: 1. Tonsil dapat membesar bervariasi. Kadang-kadang tonsil dapat bertemu di tengah.Standart untuk pemeriksaan tonsil berdasarkan pemeriksaan fisik diagnostik diklasifikasikan berdasarkan ratio tonsil terhadap orofaring (dari medial ke lateral) yang diukur antara pilar anterior kanan dan kiri. T0: Tonsil terletak pada fosa tonsil, T1: <25%, T2: >25%<50%, T3:>50%<75%, T4: >75% . Sedangkan menurut Thane dan Cody menbagi pembesaran tonsil atas T1: batas medial tonsil melewati pilar anterior sampai jarak pilar anterior uvula. T2: batas medial tonsil melewati jarak pilar anterior-uvula sampai jarak pilar anterior-uvula. T3: batas medial tonsil melewati jarak pilar anterior-uvula sampai jarak pilar anterior-uvula. T4: batas medial tonsil melewati jarak pilar anterior-uvula sampai uvula atau lebih. 2. Dapat terlihat butiran pus kekuningan pada permukaan medial tonsil. 3. Bila dilakukan penekanan pada plika anterior dapat keluar pus atau material menyerupai keju. 4. Warna kemerahan pada plika anterior bila dibanding dengan mukosa faring, merupakan tanda penting untuk menegakkan infeksi kronis pada tonsil. Dari hasil penelitian yang melihat hubungan antara tanda klinis dengan hasil pemeriksaan histopatologis dilaporkan bahwa tanda klinis pada Tonsilitis Kronis yang sering muncul adalah kripta yang melebar, pembesaran kelenjar limfe submandibula dan tonsil yang mengalami perlengketan. Tanda klinis tidak harus ada seluruhnya, minimal ada kripta yang melebar dan pembesaran kelenjar limfe submandibula. Disebutkan dalam penelitian lain bahwa adanya keluhan rasa tidak nyaman di tenggorokan, kurangnya nafsu makan, berat badan yang menurun, palpitasi mungkin dapat muncul. Bila keluhan-keluhan ini disertai dengan adanya hiperemi pada plika anterior, pelebaran kripta tonsil dengan atau tanpa debris dan pembesaran kelenjar limfe jugulodigastrik maka diagnosa Tonsilitis Kronis dapat ditegakkan. Untuk menegakkan diagnosa penyakit Tonsilitis Kronis terutama didapatkan berdasarkan hasil anamnesa dan pemeriksaan fisik diagnostik yang didapatkan dari penderita.
Penatalaksanaan Penatalaksanaan dibagi menjadi penatalaksanaan dengan:
Medikamentosa Jika penyebabnya adalah bakteri, diberikan antibioti per oral selama 1 hari. Pada pasien yang masih anak-anak dan mengalami kesulitan untuk menelan dapat diberikan melalu injeksi. Golongan Pensilin masih merupakan pilihan pertama. Dapat pula diberikan antipiretik dan pengencer dahak untuk pasien yang disertai demam dan batuk.
Operatif Dengan tindakan tonsilektomi. Indikasi Tonsilektomi Indikasi tonsilektomi dulu dan sekarang tidak berbeda, namun terdapat perbedaan prioritas relatif dalam menentukan indikasi tonsilektomi pada saat ini. Dulu tonsilektomi diindikasikan untuk terapi tonsilitis kronik dan berulang. Saat ini, indikasi yang lebih utama adalah obstruksi saluran napas dan hipertrofi tonsil. Untuk keadaan emergency seperti adanya obstruksi saluran napas, indikasi tonsilektomi sudah tidak diperdebatkan lagi (indikasi absolut). Namun, indikasi relatif tonsilektomi pada keadaan non emergency dan perlunya batasan usia pada keadaan ini masih menjadi perdebatan. Sebuah kepustakaan menyebutkan bahwa usia tidak menentukan boleh tidaknya dilakukan tonsilektomi.
1. Indikasi Absolut a. Pembengkakan tonsil yang menyebabkan obstruksi saluran napas, disfagia berat, gangguan tidur dan komplikasi kardiopulmoner b. Abses peritonsil yang tidak membaik dengan pengobatan medis dan drainase c. Tonsilitis yang menimbulkan kejang demam d. Tonsilitis yang membutuhkan biopsi untuk menentukan patologi anatomi 2. Indikasi Relatif a. Terjadi 3 episode atau lebih infeksi tonsil per tahun dengan terapi antibiotik adekuat b. Halitosis akibat tonsilitis kronik yang tidak membaik dengan pemberian terapi medis c. Tonsilitis kronik atau berulang pada karier streptokokus yang tidak membaik dengan pemberian antibiotik -laktamase resisten
Kontraindikasi Tonsilektomi Terdapat beberapa keadaan yang disebut sebagai kontraindikasi, namun bila sebelumnya dapat diatasi, operasi dapat dilaksanakan dengan tetap memperhitungkan imbang manfaat dan risiko. Keadaan tersebut yakni: gangguan perdarahan, risiko anestesi yang besar atau penyakit berat, anemia, dan infeksi akut yang berat.
Komplikasi 1,2 Komplikasi yang dapat terjadi: a) Abses peritonsil. Infeksi dapat meluas menuju kapsul tonsil dan mengenai jaringan sekitarnya. Abses biasanya terdapat pada daerah antara kapsul tonsil dan otot-otot yang mengelilingi faringeal bed. Hal ini paling sering terjadi pada penderita dengan serangan berulang. Gejala penderita adalah malaise yang bermakna, odinofagi yang berat dan trismus. Diagnosa dikonfirmasi dengan melakukan aspirasi abses. b) Abses parafaring. Gejala utama adalah trismus, indurasi atau pembengkakan di sekitar angulus mandibula, demam tinggi dan pembengkakan dinding lateral faring sehingga menonjol kearah medial. Abses dapat dievakuasi melalui insisi servikal. c) Abses intratonsilar. Merupakan akumulasi pus yang berada dalam substansi tonsil. Biasanya diikuti dengan penutupan kripta pada Tonsilitis Folikular akut. Dijumpai nyeri lokal dan disfagia yang bermakna. Tonsil terlihat membesar dan merah. Penatalaksanaan yaitu dengan pemberian antibiotika dan drainase abses jika diperlukan; selanjutnya dilakukan tonsilektomi. d) Tonsilolith (kalkulus tonsil). Tonsililith dapat ditemukan pada Tonsilitis Kronis bila kripta diblokade oleh sisa-sisa dari debris. Garam inorganik kalsium dan magnesium kemudian tersimpan yang memicu terbentuknya batu. Batu tersebut dapat membesar secara bertahap dan kemudian dapat terjadi ulserasi dari tonsil. Tonsilolith lebih sering terjadi pada dewasa dan menambah rasa tidak nyaman lokal atau foreign body sensation. Hal ini didiagnosa dengan mudah dengan melakukan palpasi atau ditemukannya permukaan yang tidak rata pada perabaan. e) Kista tonsilar. Disebabkan oleh blokade kripta tonsil dan terlihat sebagai pembesaran kekuningan diatas tonsil. Sangat sering terjadi tanpa disertai gejala. Dapat dengan mudah didrainasi. e) Fokal infeksi dari demam rematik dan glomerulonefritis. Dalam penelitiannya Xie melaporkan bahwa anti-streptokokal antibodi meningkat pada 43% penderita Glomerulonefritis dan 33% diantaranya mendapatkan kuman Streptokokus beta hemolitikus pada swab tonsil yang merupakan kuman terbanyak pada tonsil dan faring. Hasil ini megindikasikan kemungkinan infeksi tonsil menjadi patogenesa terjadinya penyakit Glomerulonefritis.
Prognosa Tonsilitis biasanya sembuh dalam beberapa hari dengan beristrahat dan pengobatan suportif. Menangani gejala-gejala yang timbul dapat membuat penderita Tonsilitis lebih nyaman. Bila antibiotika diberikan untuk mengatasi infeksi, antibiotika tersebut harus dikonsumsi sesuai arahan demi penatalaksanaan yang lengkap, bahkan bila penderita telah mengalami perbaikan dalam waktu yang singkat. Gejala-gejala yang tetap ada dapat menjadi indikasi bahwa penderita mengalami infeksi saluran nafas lainnya, infeksi yang sering terjadi yaitu infeksi pada telinga dan sinus. Pada kasus-kasus yang jarang, Tonsilitis dapat menjadi sumber dari infeksi serius seperti demam rematik atau pneumonia.
Pencegahan Bakteri dan virus penyebab Tonsilitis dapat dengan mudah menyebar dari satu penderita ke orang lain. Tidaklah jarang terjadi seluruh keluarga atau beberapa anak pada kelas yang sama datang dengan keluhan yang sama, khususnya bila Streptokokus pyogenase adalah penyebabnya. Risiko penularan dapat diturunkan dengan mencegah terpapar dari penderta Tonsilitis atau yang memiliki keluhan sakit menelan. Gelas minuman dan perkakas rumah tangga untuk makan tidak dipakai bersama dan sebaiknya dicuci dengan menggunakan air panas yang bersabun sebelum digunakan kembali. Sikat gigi yang talah lama sebaiknya diganti untuk mencegah infeksi berulang. Orang-orang yang merupakan karier Tonsilitis semestinya sering mencuci tangan mereka untuk mencegah penyebaran infeksi pada orang lain.
PEMBAHASAN
Teori Kasus Terasa ada yang mengganjal di tenggorokan Ada Terasa kering - Nyeri menelan Ada Nafsu makan berkurang Ada sejak nyeri tenggorokan kambuh Badan lesu - Batuk pilek yang kambuh-kambuhan Ada Mendengkur saat tidur Ada Sering mengantuk - Nyeri pada telinga -
Pada pemeriksaan fisik yang dilakukan dengan bantuan alat endoskopi, pada pasien ditemukan kedua tonsil yang membesar yaitu T3-T3 dengan terlihat banyak dedritus disekitaran tonsil. Tonsil terlihat berlekuk-lekuk tidak bulat licin, dan hiperemis. pada pemeriksaan daerah nasofaring melalui hidung dengan endoskopi ditemukan adenoid terlihat meradang. Pada pemeriksan telinga dan hidung pasien tidak ditemukan adanya kelainan.
Teori Kasus Hipertrofi tonsil dengan permukaan tidak rata Tonsil hipertrofi T3-T3 dengan permukaan tidak rata Kripta melebar Kripta melebar Adanya dedritus Adanya dedritus Arkus anterior dan posterior hiperemis Arkus anterior dan posterior hiperemis Pembesaran kelenjar submandibula - Jaringan granulasi Sedikit terdapat jaringan granulasi Mengkerut -
Pada saat anak datang ke poli THT, anak dalam keadaan demam, batuk dan nyeri pada tenggorokan. Medika mentosa yang dapat diberikan : - Antibiotik - Antipiretik - Mukolitik Sesuai dengan teori pada indikasi tonsilektomi, pasien termasuk dalam salah satu indikasi yaitu sering kambuh lebih dari 3 kali dalam setahun dan pada pasian langsung direncanakan program ATE setelah 3 hari diberikan obat untuk meredakan demam dan nyeri tenggorokannya.
.
DAFTAR PUSTAKA 1. Rusmarjono, Efiaty AS. Faringitis, tonsilitis, dan hipertrofi adenoid. Dalam: Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala & Leher Edisi Keenam. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2007. h. 217-25. 2. Higler, Adams B. Boies. Buku ajar penyakit THT. Edisi 6. Jakarta: ECG; 2002. 3. Lauro, Joseph. Tonsilitis emergency medicine lautheran medical cente. 28 November 2011. Di unduh dari : http//www.emedicinehealth.com/tonsilitis/article_em.htm.2013