Anda di halaman 1dari 19

KASUS

ILMU PENYAKIT THT






ADENOTONSILITIS KRONIK EKSASERBASI AKUT

DISUSUN OLEH :
Fitrianti Massau
11.2013.017


DOKTER PEMBIMBING:
dr. Retno Praptaningsih. Sp.THT




FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA
KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT THT
RUMAH SAKIT PANTI WILASA, SEMARANG
PERIODE 03 Maret 2014 04 April 2014







LAPORAN KASUS
KEPANITERAAN KLINIK
BAGIAN ILMU KESEHATAN THT
RUMAH SAKIT PANTI WILASA, SEMARANG

1. IDENTITAS PASIEN
Nama : An. A K
Umur : 8 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : -
Alamat : Kisiksari RT 04/01
Agama : Islam
Ruang : Gamma / II-B

2. ANAMNESIS
Alloanamnesis pada ibu pasien pada tanggal 05 Maret 2014, pukul 14.00 WIB

Keluhan utama : Nyeri tenggorokan sejak 4 hari yang lalu

Keluhan tambahan : Demam yang naik turun sejak 3 hari yang lalu. Batuk yang
tidak disertai dahak sudah 3 hari, pasien juga mengatakan sakit pada saat menelan.

Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang dengan keluhan nyeri pada tenggorokan sejak 4 hari yang lalu. Nyeri
dirasakan hilang timbul dan semakin memberat jika pasien menelan makanan. Nyeri
sampai ke telinga di sangkal pasien. Pasien juga demam sejak 3 hari yang lalu,
demam naik turun. Batuk juga sejak 3 hari yang lalu, batuk tidak di sertai dahak. Pilek
di sangkal pasien.
3 minggu yang lalu pasien juga pernah di bawa ke RS dengan keluhan yang sama,
setelah di berikan obat dari dokter THT keluhan dirasakan hilang.
Sejak 4 bulan terakhir ibu pasien mengatakan bahwa anaknya mulai mengeluhkan
nyeri di tenggorokan dan sering sekali batuk dan demam, ibu pasien juga mengatakan
bahwa dalam 1 bulan anaknya bisa 2 kali berobat ke dokter THT karena sakit
tenggorokan dan dokter mengatakan bahwa amandel anaknya cukup besar.
Ibu pasien juga mengatakan bahwa pada saat tidur anaknya sering ngorok, dan
mengeluhkan BB anaknya yang tidak pernah baik.

Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat alergi (-)

Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat penyakit serupa (-), alergi (-), asma(-), maag (-), hipertensi(-), diabetes
mellitus (-)

3. PEMERIKSAAN OBYEKTIF
Status Generalis
Keadaan umum : Baik
Kesadaran : Compos mentis
Berat Badan : 18 kg
Status Gizi : Cukup

Status Lokalis
1. Telinga
Dextra Sinistra
Auricula Bentuk (N), Nyeri tekan (-) Bentuk (N), Nyeri tekan (-
)
Preauricula Fistel (-), Abses (-),
Hiperemis (-), Nyeri tekan (-)

Fistel (-), Abses (-),
Hiperemis (-), Nyeri tekan
(-)
Retroauricula Hiperemis (-), udema (-),
Nyeri tekan (-)
Hiperemis (-), udema (-),
Nyeri tekan (-)
Mastoid Hiperemis (-), udema (-),
Nyeri tekan (-)
Hiperemis (-), udema (-),
Nyeri tekan (-)
CAE Hiperemis (-), udema (-),
Corpus alineum (-)
Discharge (-)
Hiperemis (-), udema (-),
Corpus alineum (-)
Discharge (-)

Membran tympani :
Dextra Sinistra
Perforasi (-), MT Intak (-), MT Intak
Reflex cahaya (+) (+)
Warna Putih mutiara Putih mutiara
Bentuk Normal, bulging(-) Normal, bulging(-)


2. Hidung
Dextra Sinistra
Hidung Bentuk normal Bentuk normal
Sekret Mukoserous Mukoserous
Mukosa konka
media
Hiperemis(-), hipertrofi(-) Hiperemis(-), hipertrofi(-)
Mukosa konka
inferior
Hiperemis(-), hipertrofi (-) Hiperemis(-), hipertrofi(-)
Meatus media Hiperemis(-), hipertrofi (-) Hiperemis(-), hipertrofi(-)
Meatus inferior Hiperemis(-), hipertrofi (-) Hiperemis(-), hipertrofi(-)
Septum Deviasi (-) Deviasi (-)
Massa (-) (-)

3. Tenggorok
Orofaring
Mukosa bucal : Warna merah muda, sama dengan daerah sekitar
Gigi geligi : Warna putih suram,caries (-)
Lidah : Dalam batas normal
Palatum : Warna merah muda


Tonsil :
Dextra Sinistra
Ukuran T3 T3
Kripte Melebar Melebar
Permukaan Berbenjol Berbenjol
Warna Hiperemis (+) Hiperemis (+)
Detritus (+) (+)
Peritonsil Abses (-) Abses (-)


Nasofaring
Discharge : -
Mukosa : Hiperemis
Adenoid : Hiperemis
Massa : -

Laringofaring
Mukosa :
Massa : Tidak dilakukan pemeriksaan
Lain-lain :

Laring
Epiglotis :
Plica vocalis :
- Gerakan :
- Posisi : Tidak dilakukan pemeriksaan
- Tumor :
Massa :


4. PEMERIKSAAN PENUNJANG :
Laboratorium
Darah :
Hb : 13,4 g/dL
Leukosit : 4,700 /dL
Eusinofil : 3,2%
Basofil : 0,2%
Netrofil: 33,30%
Limfosit: 58,1%
Monosit: 12,1%
Trombosit : 304,000 g/dL
Ht : 38,%
LED: 14/30 mm/jam
Masa pembekuan/CT : 10 menit
Masa perdarahan /BT : 2 menit

Seroimunologi
HbsAg : Negatif

5. DIAGNOSA KERJA
- Adenotonsilitis Kronik Eksaserbasi Akut
Berdasarkan anamnesis adanya keluhan nyeri tenggorokan yang hilang timbul sejak 4
bulan terakhir di sertai demam dan batuk,serta pemeriksaan fisik dengan bantuan
endoskopi yang ditemukan yaitu ukuran tonsil membesar T3-T3 di sertai hiperemis,
kripta melebar dan terdapat dedritus serta adenoid dan nasofaring yang hiperemis.

6. DIAGNOSIS BANDING
- Tonsilitis Difteri
Pada an. A K tidak ditegakkan diagnosa tonsilitis difteri karena pada gejala lokal
bercak outih pada tonsil tidak membentuk membran semu yang melekat erat pada
dasarnya, dan bila diangkat mudah berdarah. Tidak juga ditemukan adanya bull neck.
- Faringitis
Pada an. A K tidak ditegakkan diagnosis faringitis karena terdapat pembesaran pada
tonsil yaitu T3-T3 yang gejala ini tidak disertai faringitis. Tetapi bisa menjadi
diagnosis lanjutan bila infeksinya berlanjut mengenai faring.


7. PENATALAKSANAAN
Medika Mentosa
Cefadroxil 2x2 cth
Ambroxol 3x 15 mg
Paracetamol 3x250 mg

Non Medika Mentosa
- Menyarankan dilakukan ATE karena pasien termasuk dalam indikasi
tonsilektomi.
Edukasi :
1. Menyarankan pasien untuk tidak memakan makanan yang merangsang
tenggorokan seperti goreng-gorengan, pedas, es
2. Istirahat yang cukup
3. Makan makanan yang bergizi serta minum susu agar daya tahan tubuh
terjaga dengan baik
4. Jauhi orang yang merokok
5. Meminum obat yang diberikan dengan teratur dan harus dihabiskan
terutama antibiotik

8. PROGNOSIS
Ad Sanationam : bonam
Ad Functionam : bonam
Ad Vitam : bonam













Tinjauan Pustaka

Anatomi
Tonsil adalah massa yang terdiri dari jaringan limfoid dan ditunjang oleh jariangan
ikat dengan kriptus di dalamnya. Terdapat 3 macam tonsil yaitu tonsil faringeal (adenoid),
tonsil palatina dan tonsil lingual yang kegita-tiganya membentuk lingkarang yang disebut
cincin Waldeyer.
1


a. Tonsil Palatina
1

Tonsil palatina adalah suatu massa jaringan
limfoid yang terletak di dalam fosa tonsil pada
kedua sudut orofaring, dan dibatasi oleh pilar
anterior (otot palatoglosus) dan pilar posterior (otot
palatofaringeus). Tonsil berbentuk oval dengan
panjang 2-5 cm, masing-masing tonsil mempunyai
10-30 kriptus yang meluas ke dalam jaringan
tonsil. Tonsil tidak selalu mengisi seluruh fosa
tonsilaris, daerah yang kosong diatasnya dikenal
sebagai fosa supratonsilar. Tonsil terletak di lateral
orofaring. Dibatasi oleh:
- Lateral m. konstriktor faring superior
- Anterior m. Palatoglosus
- Posterior m. Palatofaringeus
- Superior palatum mole
- Inferior tonsil lingual
Secara mikroskopik tonsil terdiri atas 3 komponen yaitu jaringan ikat, folikel
germinativum (merupakan sel limfoid) dan jaringan interfolikel (terdiri dari jaringan linfoid).
Fosa Tonsil Fosa tonsil atau sinus tonsil dibatasi oleh otot-otot orofaring, yaitu batas anterior
adalah otot palatoglosus, batas lateral atau dinding luarnya adalah otot konstriktor faring
superior. Pilar anterior mempunyai bentuk seperti kipas pada rongga mulut, mulai dari
palatum mole dan berakhir di sisi lateral lidah. Pilar posterior adalah otot vertikal yang ke
atas mencapai palatum mole, tuba eustachius dan dasar tengkorak dan ke arah bawah meluas
hingga dinding lateral esofagus, sehingga pada tonsilektomi harus hati-hati agar pilar
posterior tidak terluka. Pilar anterior dan pilar posterior bersatu di bagian atas pada palatum
mole, ke arah bawah terpisah dan masuk ke jaringan di pangkal lidah dan dinding lateral
faring. Kapsul Tonsil Bagian permukaan lateral tonsil ditutupi oleh suatu membran jaringan
ikat, yang disebut kapsul.
Walaupun para pakar anatomi menyangkal adanya kapsul ini, tetapi para klinisi
menyatakan bahwa kapsul adalah jaringan ikat putih yang menutupi 4/5 bagian tonsil. Plika
Triangularis Diantara pangkal lidah dan bagian anterior kutub bawah tonsil terdapat plika
triangularis yang merupakan suatu struktur normal yang telah ada sejak masa embrio. Serabut
ini dapat menjadi penyebab kesukaran saat pengangkatan tonsil dengan jerat. Komplikasi
yang sering terjadi adalah terdapatnya sisa tonsil atau terpotongnya pangkal lidah.
3

Pendarahan Tonsil mendapat pendarahan dari cabang-cabang A. karotis eksterna,
yaitu 1) A. maksilaris eksterna (A. fasialis) dengan cabangnya A. tonsilaris dan A. palatina
asenden; 2) A. maksilaris interna dengan cabangnya A. palatina desenden; 3) A. lingualis
dengan cabangnya A. lingualis dorsal; 4) A. faringeal asenden. Kutub bawah tonsil bagian
anterior diperdarahi oleh A. lingualis dorsal dan bagian posterior oleh A. palatina asenden,
diantara kedua daerah tersebut diperdarahi oleh A. tonsilaris. Kutub atas tonsil diperdarahi
oleh A. faringeal asenden dan A. palatina desenden.
2

Vena-vena dari tonsil membentuk pleksus yang bergabung dengan pleksus dari faring.
Aliran balik melalui pleksus vena di sekitar kapsul tonsil, vena lidah dan pleksus faringeal.
Aliran getah bening Aliran getah bening dari daerah tonsil akan menuju rangkaian getah
bening servikal profunda (deep jugular node) bagian superior di bawah M.
Sternokleidomastoideus, selanjutnya ke kelenjar toraks dan akhirnya menuju duktus
torasikus. Tonsil hanya mempunyai pembuluh getah bening eferan sedangkan pembuluh
getah bening aferen tidak ada. Persarafan Tonsil bagian atas mendapat sensasi dari serabut
saraf ke V melalui ganglion sfenopalatina dan bagian bawah dari saraf glosofaringeus.
Imunologi Tonsil Tonsil merupakan jaringan limfoid yang mengandung sel limfosit, 0,1-
0,2% dari keseluruhan limfosit tubuh pada orang dewasa. Proporsi limfosit B dan T pada
tonsil adalah 50%:50%, sedangkan di darah 55-75%:15-30%.
3

Pada tonsil terdapat sistim imun kompleks yang terdiri atas sel M (sel membran),
makrofag, sel dendrit dan APCs (antigen presenting cells) yang berperan dalam proses
transportasi antigen ke sel limfosit sehingga terjadi sintesis imunoglobulin spesifik. Juga
terdapat sel limfosit B, limfosit T, sel plasma dan sel pembawa IgG. Tonsil merupakan organ
limfatik sekunder yang diperlukan untuk diferensiasi dan proliferasi limfosit yang sudah
disensitisasi. Tonsil mempunyai 2 fungsi utama yaitu 1) menangkap dan mengumpulkan
bahan asing dengan efektif; 2) sebagai
organ utama produksi antibodi dan
sensitisasi sel limfosit T dengan
antigen spesifik.
1,2


b. Tonsil Faringeal (Adenoid)
1

Adenoid merupakan masa
limfoid yang berlobus dan terdiri dari
jaringan limfoid yang sama dengan
yang terdapat pada tonsil. Lobus atau segmen tersebut tersusun teratur seperti suatu segmen
terpisah dari sebuah ceruk dengan celah atau kantong diantaranya. Lobus ini tersusun
mengelilingi daerah yang lebih rendah di bagian tengah, dikenal sebagai bursa faringeus.
Adenoid tidak mempunyai kriptus. Adenoid terletak di dinding belakang nasofaring. Jaringan
adenoid di nasofaring terutama ditemukan pada dinding atas dan posterior, walaupun dapat
meluas ke fosa Rosenmuller dan orifisium tuba eustachius. Ukuran adenoid bervariasi pada
masing-masing anak. Pada umumnya adenoid akan mencapai ukuran maksimal antara usia
10-12 tahun kemudian akan mengalami regresi.

Fisiologi
2,3
Tonsila palatina adalah suatu jaringan limfoid yang terletak di fossa tonsilaris di
kedua sudut orofaring dan merupakan salah satu bagian dari cincin Waldeyer. Tonsila
palatina lebih padat dibandingkan jaringan limfoid lain. Permukaan lateralnya ditutupi oleh
kapsul tipis dan di permukaan medial terdapat kripta. Tonsila palatina merupakan jaringan
limfoepitel yang berperan penting sebagai sistem pertahanan tubuh terutama terhadap protein
asing yang masuk ke saluran makanan atau masuk ke saluran nafas (virus, bakteri, dan
antigen makanan). Mekanisme pertahanan dapat bersifat spesifik atau non spesifik. Apabila
patogen menembus lapisan epitel maka sel-sel fagositik mononuklear pertama-tama akan
mengenal dan mengeliminasi antigen.
Tonsil merupakan jaringan limfoid yang mengandung sel limfoid yang mengandung
sel limfosit, 0,1-0,2% dari kesuluruhan limfosit tubuh pada orang dewasa. Proporsi limfosit B
danT pada tonsil adalah 50%:50%, sedangkan di darah 55-75%:15-30%. Pada tonsil terdapat
sistem imun kompleks yang terdiri atas sel M (sel membran), makrofag, sel dendrit dan
antigen presenting cells) yang berperan dalam proses transportasi antigen ke sel limfosit
sehingga terjadi APCs (sintesis immunoglobulin spesifik). Juga terdapat sel limfosit B,
limfosit T, sel plasma dan sel pembawa Ig G. Tonsil merupakan organ limfatik sekunder yang
diperlukan untuk diferensiasi dan proliferasi limfosit yang sudah disensitisasi. Tonsil
mempunyai dua fungsi utama yaitu menangkap dan mengumpulkan bahan asing dengan
efektif dan sebagai organ produksi antibodi dan sensitisasi sel limfosit T dengan antigen
spesifik.
Tonsil merupakan jaringan kelenjar limfa yang berbentuk oval yang terletak pada
kedua sisi belakang tenggorokan. Dalam keadaan normal tonsil membantu mencegah
terjadinya infeksi. Tonsil bertindak seperti filter untuk memperangkap bakteri dan virus yang
masuk ke tubuh melalui mulut dan sinus. Tonsil juga menstimulasi sistem imun untuk
memproduksi antibodi untuk membantu melawan infeksi. Tonsil berbentuk oval dengan
panjang 2-5 cm, masing-masing tonsil mempunyai 10-30 kriptus yang meluas ke dalam
jaringan tonsil. Tonsil tidak selalu mengisi seluruh fossa tonsilaris, daerah yang kosong
diatasnya dikenal sebagai fossa supratonsilar. Tonsil terletak di lateral orofaring. Secara
mikroskopik tonsil terdiri atas tiga komponen yaitu jaringan ikat, folikel germinativum
(merupakan sel limfoid) dan jaringan interfolikel (terdiri dari jaringan limfoid). Lokasi tonsil
sangat memungkinkan terpapar benda asing dan patogen, selanjutnya membawanya ke sel
limfoid. Aktivitas imunologi terbesar tonsil ditemukan pada usia 3 10 tahun.
Definisi Tonsilitis Kronis secara umum diartikan sebagai infeksi atau inflamasi pada
tonsila palatina yang menetap. Tonsilitis Kronis disebabkan oleh serangan ulangan dari
Tonsilitis Akut yang mengakibatkan kerusakan yang permanen pada tonsil. Organisme
patogen dapat menetap untuk sementara waktu ataupun untuk waktu yang lama dan
mengakibatkan gejala-gejala akut kembali ketika daya tahan tubuh penderita mengalami
penurunan.
Anamnesa dan pemeriksaan fisik diagnostik diperlukan untuk menegakkan diagnosa
penyakit ini. Pada Tonsilitis Kronis tonsil dapat terlihat normal, namun ada tanda-tanda
spesifik untuk menentukan diagnosa seperti plika anterior yang hiperemis, pembesaran
kelenjar limfe, dan bertambahnya jumlah kripta pada tonsil.

Etiologi
3

Tonsilitis terjadi dimulai saat kuman masuk ke tonsil melalui kriptanya secara
aerogen yaitu droplet yang mengandung kuman terhisap oleh hidung kemudian nasofaring
terus masuk ke tonsil maupun secara foodborn yaitu melalui mulut masuk bersama makanan.
Etiologi penyakit ini dapat disebabkan oleh serangan ulangan dari Tonsilitis Akut yang
mengakibatkan kerusakan permanen pada tonsil, atau kerusakan ini dapat terjadi bila fase
resolusi tidak sempurna.
Pada pendera Tonsilitis Kronis jenis kuman yang sering adalah Streptokokus beta
hemolitikus grup A (SBHGA). Selain itu terdapat Streptokokus pyogenes, Streptokokus grup
B, C, Adenovirus, Epstein Barr, bahkan virus Herpes.

Patologi
Adanya infeksi berulang pada tonsil maka pada suatu waktu tonsil tidak dapat
membunuh semua kuman sehingga kuman kemudian bersarang di tonsil. Pada keadaan inilah
fungsi pertahanan tubuh dari tonsil berubah menjadi sarang infeksi (fokal infeksi) dan satu
saat kuman dan toksin dapat menyebar ke seluruh tubuh misalnya pada saat keadaan umum
tubuh menurun.
Karena proses radang berulang yang timbul maka selain epitel mukosa juga jaringan
limfoid terkikis, sehingga pada proses penyembuhan jaringan limfoid diganti oleh jaringan
parut yang akan mengalami pengerutan sehingga kripta melebar. Secara klinik kripta ini
tampak diisi oleh detritus. Proses berjalan terus sehingga menembus kapsul tonsil dan
akhirnya menimbulkan perlekatan dengan jaringan disekitar fossa tonsilaris. Pada anak
proses ini disertai dengan pembesaran kelenjar limfa submandibula.
Tonsilitis Kronis terjadi akibat pengobatan yang tidak tepat sehingga penyakit pasien menjadi
Kronis. Faktor-faktor yang menyebabkan kronisitas antara lain: terapi antibiotika yang tidak
tepat dan adekuat, gizi atau daya tahan tubuh yang rendah sehingga terapi medikamentosa
kurang optimal, dan jenis kuman yag tidak sama antara permukaan tonsil dan jaringan tonsil.

Gejala klinis
1,3

Gejala tonslitis kronis didahului gejala tonsilitis akut seperti nyeri tenggorokan yang
tidak hilang sempurna. Biasanya nyeri tenggorokan dan nyeri menelan dirasakan menetap
lebih dari 4 minggu. Durasi maupun berat keluhan nyeri tenggorokan sulit dijelaskan.
Halitosis akibat debris yang tertahan di dalam kripta tonsil, yang kemudian dapat menjadi
sumber infeksi berikutnya. Pembesaran tonsil dapat mengakibatkan terjadinya obstruksi
sehingga timbul gangguan menelan, obstruksi sleep apneu dan gangguan suara. Kebanyakan
anak tidak ditemukan adanya keluhan di antara episode, dengan gambaran maupun ukuran
tonsil yang kembali normal. Secara klinis pada tonsilitis di dapatkan gejala berupa nyeri
tenggorokan atau nyeri telan ringan, mulut berbau, badan lesu, sering mengantuk, nafsu
makan menurun, nyeri kepala dan badan terasa meriang. Pada gejala tonsilitis yang umum
pada anak adalah mendengkur sewaktu tidur, sering mengantuk, gelisah, perhatian berkurang
dan prestasi belajar menjadi kurang baik.

Pemeriksaan
Dari pemeriksaan dapat dijumpai:
1. Tonsil dapat membesar bervariasi.
Kadang-kadang tonsil dapat bertemu di tengah.Standart untuk pemeriksaan tonsil
berdasarkan pemeriksaan fisik diagnostik diklasifikasikan berdasarkan ratio tonsil terhadap
orofaring (dari medial ke lateral) yang diukur antara pilar anterior kanan dan kiri. T0: Tonsil
terletak pada fosa tonsil, T1: <25%, T2: >25%<50%, T3:>50%<75%, T4: >75% . Sedangkan
menurut Thane dan Cody menbagi pembesaran tonsil atas T1: batas medial tonsil melewati
pilar anterior sampai jarak pilar anterior uvula. T2: batas medial tonsil melewati jarak
pilar anterior-uvula sampai jarak pilar anterior-uvula. T3: batas medial tonsil melewati
jarak pilar anterior-uvula sampai jarak pilar anterior-uvula. T4: batas medial tonsil
melewati jarak pilar anterior-uvula sampai uvula atau lebih.
2. Dapat terlihat butiran pus kekuningan pada permukaan medial tonsil.
3. Bila dilakukan penekanan pada plika anterior dapat keluar pus atau material
menyerupai keju.
4. Warna kemerahan pada plika anterior bila dibanding dengan mukosa faring,
merupakan tanda penting untuk menegakkan infeksi kronis pada tonsil.
Dari hasil penelitian yang melihat hubungan antara tanda klinis dengan hasil pemeriksaan
histopatologis dilaporkan bahwa tanda klinis pada Tonsilitis Kronis yang sering muncul
adalah kripta yang melebar, pembesaran kelenjar limfe submandibula dan tonsil yang
mengalami perlengketan. Tanda klinis tidak harus ada seluruhnya, minimal ada kripta yang
melebar dan pembesaran kelenjar limfe submandibula. Disebutkan dalam penelitian lain
bahwa adanya keluhan rasa tidak nyaman di tenggorokan, kurangnya nafsu makan, berat
badan yang menurun, palpitasi mungkin dapat muncul. Bila keluhan-keluhan ini disertai
dengan adanya hiperemi pada plika anterior, pelebaran kripta tonsil dengan atau tanpa debris
dan pembesaran kelenjar limfe jugulodigastrik maka diagnosa Tonsilitis Kronis dapat
ditegakkan. Untuk menegakkan diagnosa penyakit Tonsilitis Kronis terutama didapatkan
berdasarkan hasil anamnesa dan pemeriksaan fisik diagnostik yang didapatkan dari penderita.



Penatalaksanaan
Penatalaksanaan dibagi menjadi penatalaksanaan dengan:

Medikamentosa
Jika penyebabnya adalah bakteri, diberikan antibioti per oral selama 1 hari. Pada
pasien yang masih anak-anak dan mengalami kesulitan untuk menelan dapat diberikan melalu
injeksi. Golongan Pensilin masih merupakan pilihan pertama. Dapat pula diberikan
antipiretik dan pengencer dahak untuk pasien yang disertai demam dan batuk.

Operatif
Dengan tindakan tonsilektomi.
Indikasi Tonsilektomi
Indikasi tonsilektomi dulu dan sekarang tidak berbeda, namun terdapat perbedaan
prioritas relatif dalam menentukan indikasi tonsilektomi pada saat ini. Dulu tonsilektomi
diindikasikan untuk terapi tonsilitis kronik dan berulang. Saat ini, indikasi yang lebih utama
adalah obstruksi saluran napas dan hipertrofi tonsil. Untuk keadaan emergency seperti adanya
obstruksi saluran napas, indikasi tonsilektomi sudah tidak diperdebatkan lagi (indikasi
absolut). Namun, indikasi relatif tonsilektomi pada keadaan non emergency dan perlunya
batasan usia pada keadaan ini masih menjadi perdebatan. Sebuah kepustakaan menyebutkan
bahwa usia tidak menentukan boleh tidaknya dilakukan tonsilektomi.

1. Indikasi Absolut
a. Pembengkakan tonsil yang menyebabkan obstruksi saluran napas, disfagia berat,
gangguan tidur dan komplikasi kardiopulmoner
b. Abses peritonsil yang tidak membaik dengan pengobatan medis dan drainase
c. Tonsilitis yang menimbulkan kejang demam
d. Tonsilitis yang membutuhkan biopsi untuk menentukan patologi anatomi
2. Indikasi Relatif
a. Terjadi 3 episode atau lebih infeksi tonsil per tahun dengan terapi antibiotik adekuat
b. Halitosis akibat tonsilitis kronik yang tidak membaik dengan pemberian terapi medis
c. Tonsilitis kronik atau berulang pada karier streptokokus yang tidak membaik dengan
pemberian antibiotik -laktamase resisten


Kontraindikasi Tonsilektomi
Terdapat beberapa keadaan yang disebut sebagai kontraindikasi, namun bila sebelumnya
dapat diatasi, operasi dapat dilaksanakan dengan tetap memperhitungkan imbang manfaat dan
risiko. Keadaan tersebut yakni: gangguan perdarahan, risiko anestesi yang besar atau
penyakit berat, anemia, dan infeksi akut yang berat.

Komplikasi
1,2
Komplikasi yang dapat terjadi:
a) Abses peritonsil. Infeksi dapat meluas menuju kapsul tonsil dan mengenai jaringan
sekitarnya. Abses biasanya terdapat pada daerah antara kapsul tonsil dan otot-otot yang
mengelilingi faringeal bed. Hal ini paling sering terjadi pada penderita dengan serangan
berulang. Gejala penderita adalah malaise yang bermakna, odinofagi yang berat dan trismus.
Diagnosa dikonfirmasi dengan melakukan aspirasi abses.
b) Abses parafaring. Gejala utama adalah trismus, indurasi atau pembengkakan di sekitar
angulus mandibula, demam tinggi dan pembengkakan dinding lateral faring sehingga
menonjol kearah medial. Abses dapat dievakuasi melalui insisi servikal.
c) Abses intratonsilar. Merupakan akumulasi pus yang berada dalam substansi tonsil.
Biasanya diikuti dengan penutupan kripta pada Tonsilitis Folikular akut. Dijumpai nyeri lokal
dan disfagia yang bermakna. Tonsil terlihat membesar dan merah. Penatalaksanaan yaitu
dengan pemberian antibiotika dan drainase abses jika diperlukan; selanjutnya dilakukan
tonsilektomi.
d) Tonsilolith (kalkulus tonsil). Tonsililith dapat ditemukan pada Tonsilitis Kronis bila kripta
diblokade oleh sisa-sisa dari debris. Garam inorganik kalsium dan magnesium kemudian
tersimpan yang memicu terbentuknya batu. Batu tersebut dapat membesar secara bertahap
dan kemudian dapat terjadi ulserasi dari tonsil. Tonsilolith lebih sering terjadi pada dewasa
dan menambah rasa tidak nyaman lokal atau foreign body sensation. Hal ini didiagnosa
dengan mudah dengan melakukan palpasi atau ditemukannya permukaan yang tidak rata pada
perabaan.
e) Kista tonsilar. Disebabkan oleh blokade kripta tonsil dan terlihat sebagai pembesaran
kekuningan diatas tonsil. Sangat sering terjadi tanpa disertai gejala. Dapat dengan mudah
didrainasi.
e) Fokal infeksi dari demam rematik dan glomerulonefritis. Dalam penelitiannya Xie
melaporkan bahwa anti-streptokokal antibodi meningkat pada 43% penderita
Glomerulonefritis dan 33% diantaranya mendapatkan kuman Streptokokus beta hemolitikus
pada swab tonsil yang merupakan kuman terbanyak pada tonsil dan faring. Hasil ini
megindikasikan kemungkinan infeksi tonsil menjadi patogenesa terjadinya penyakit
Glomerulonefritis.

Prognosa
Tonsilitis biasanya sembuh dalam beberapa hari dengan beristrahat dan pengobatan
suportif. Menangani gejala-gejala yang timbul dapat membuat penderita Tonsilitis lebih
nyaman. Bila antibiotika diberikan untuk mengatasi infeksi, antibiotika tersebut harus
dikonsumsi sesuai arahan demi penatalaksanaan yang lengkap, bahkan bila penderita telah
mengalami perbaikan dalam waktu yang singkat. Gejala-gejala yang tetap ada dapat menjadi
indikasi bahwa penderita mengalami infeksi saluran nafas lainnya, infeksi yang sering terjadi
yaitu infeksi pada telinga dan sinus. Pada kasus-kasus yang jarang, Tonsilitis dapat menjadi
sumber dari infeksi serius seperti demam rematik atau pneumonia.

Pencegahan
Bakteri dan virus penyebab Tonsilitis dapat dengan mudah menyebar dari satu
penderita ke orang lain. Tidaklah jarang terjadi seluruh keluarga atau beberapa anak pada
kelas yang sama datang dengan keluhan yang sama, khususnya bila Streptokokus pyogenase
adalah penyebabnya. Risiko penularan dapat diturunkan dengan mencegah terpapar dari
penderta Tonsilitis atau yang memiliki keluhan sakit menelan. Gelas minuman dan perkakas
rumah tangga untuk makan tidak dipakai bersama dan sebaiknya dicuci dengan menggunakan
air panas yang bersabun sebelum digunakan kembali. Sikat gigi yang talah lama sebaiknya
diganti untuk mencegah infeksi berulang. Orang-orang yang merupakan karier Tonsilitis
semestinya sering mencuci tangan mereka untuk mencegah penyebaran infeksi pada orang
lain.

PEMBAHASAN

Teori Kasus
Terasa ada yang mengganjal di tenggorokan Ada
Terasa kering -
Nyeri menelan Ada
Nafsu makan berkurang Ada sejak nyeri tenggorokan kambuh
Badan lesu -
Batuk pilek yang kambuh-kambuhan Ada
Mendengkur saat tidur Ada
Sering mengantuk -
Nyeri pada telinga -

Pada pemeriksaan fisik yang dilakukan dengan bantuan alat endoskopi, pada pasien
ditemukan kedua tonsil yang membesar yaitu T3-T3 dengan terlihat banyak dedritus
disekitaran tonsil. Tonsil terlihat berlekuk-lekuk tidak bulat licin, dan hiperemis. pada
pemeriksaan daerah nasofaring melalui hidung dengan endoskopi ditemukan adenoid terlihat
meradang.
Pada pemeriksan telinga dan hidung pasien tidak ditemukan adanya kelainan.

Teori Kasus
Hipertrofi tonsil dengan permukaan tidak rata Tonsil hipertrofi T3-T3 dengan permukaan
tidak rata
Kripta melebar Kripta melebar
Adanya dedritus Adanya dedritus
Arkus anterior dan posterior hiperemis Arkus anterior dan posterior hiperemis
Pembesaran kelenjar submandibula -
Jaringan granulasi Sedikit terdapat jaringan granulasi
Mengkerut -


Pada saat anak datang ke poli THT, anak dalam keadaan demam, batuk dan nyeri pada
tenggorokan. Medika mentosa yang dapat diberikan :
- Antibiotik
- Antipiretik
- Mukolitik
Sesuai dengan teori pada indikasi tonsilektomi, pasien termasuk dalam salah satu indikasi
yaitu sering kambuh lebih dari 3 kali dalam setahun dan pada pasian langsung direncanakan
program ATE setelah 3 hari diberikan obat untuk meredakan demam dan nyeri
tenggorokannya.


.











DAFTAR PUSTAKA
1. Rusmarjono, Efiaty AS. Faringitis, tonsilitis, dan hipertrofi adenoid. Dalam: Buku
Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala & Leher Edisi Keenam.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2007. h. 217-25.
2. Higler, Adams B. Boies. Buku ajar penyakit THT. Edisi 6. Jakarta: ECG; 2002.
3. Lauro, Joseph. Tonsilitis emergency medicine lautheran medical cente. 28 November
2011. Di unduh dari : http//www.emedicinehealth.com/tonsilitis/article_em.htm.2013

Anda mungkin juga menyukai