Anda di halaman 1dari 13

TUGAS MATA AJARAN KONSTRUKSI PERKERASAN JALAN I

SEJARAH PERKEMBANGAN JALAN RAYA



DI INDONESIA




















oleh

Nama : Harri Ismunandar

Nim : 32101101050

Jurusan / Kelas :Teknik Sipil D3/ 4A



JURUSAN TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN
PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL
POLITEKNIK NEGERI PONTIANAK
2011 / 2012



Adisty Lirasha A. P. 0706265983
Bunga Fadhliyah 0706266134
Monika Kristyana Putri 0706266443
Tri Sutrisno 0706266714


Sejarah Perkembangan Pembangunan Jalan Raya di Indonesia


Perkembangan J alan dalamPeradaban Manusia
Jalan raya yang pada hakikatnya dibangun untuk memenuhi kebutuhan manusia, mulai
dibangun seiring dengan keberadaan manusia sendiri. Jalan pada awalnya hanya berupa jejak
manusia yang berkeliling ke daerah sekitar untuk mencari kebutuhan hidup. Jejak ini
berfungsi sebagai penuntun arah bagi manusia. Seiring dengan bertambahnya jumlah
manusia, manusia melakukan aktivitas untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya secara
berkelompok. Perpindahan secara berkelompok ini kemudian menghasilkan jejak dengan
jumlah yang lebih banyak. Selain itu, jalan yang juga berfungsi sebagai petunjuk arah
membuat jejak-jejak kaki lebih sering dilalui oleh orang, sehingga jejak-jejak kaki ini
kemudian berubah menjadi jalan setapak, yang belum rata. Seiring dengan berkembangnya
sarana transportasi sederhana, seperti kuda, mulai dibuat jalan yang lebih rata.
Sementara bangsa Romawi mulai membangun jalan dengan pengaturan lapisan yang
lebih baik dan perencanaan yang lebih matang, pembangunan jalan di Indonesia berkembang
sedikit demi sedikit walaupun belum dibangun dengan perkerasan dan perencanaan yang baik
seperti bangsa Romawi.
Pada ranah internasional, pada tahun 1595, ditemukan danau aspal Trinidad oleh Sir
Walter Religh. Bahan temuan ini mengawali sejarah teknologi perkerasan yang digunakan
untuk lapisan permukaan jalan. Pada tahun 1764, Pierre Marie Jereme Tresaquet dari
Perancis memperkenalkan konstruksi jalan dengan pendekatan ilmiah. Konstruksi jalan yang
direncanakan meliputi lapisan bawah berupa batuan besar yang dilapisi oleh kerikil sebagai
lapisan atas. Lapisan bawah ini didasarkan pada teori bangsa Romawi, yaitu lapisan bawah
tersebut digunakan untuk mentransfer berat jalan itu sendiri dan berat beban yang melaluinya
ke permukaan tanah. Selain itu, lapisan bawah ini dapat melindungi tanah dari deformasi
karena berat yang dibebankan padanya dibuat merata.







Sejarah Perkembangan Jalan Raya di Indonesia 1



J alan Raya Pos (DeGrootePostweg)
Pembangunantepatnya pelebaran
1
Jalan Raya Pos (De Groote Postweg) oleh
perintah Gubernur-Jenderal (Maarschalk en Gouverneur Generaal) Herman Willem
Daendels merupakan salah satu karya yang paling fenomenal di Indonesia. Jalan raya yang
panjangnya lebih kurang mencapai 1.000-km ini melintasi berbagai kota penting di pulau
Jawa, terutama pusat-pusat pemerintahan maupun kerajaan di masa itu, yaitu dari Anyer di
Banten hingga Panarukan di Jawa Timur. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa jalan ini
menjadi jalan raya nasional pertama di Indonesia. Melalui sistem kerja paksa, seluruh rute
jalan raya tersebut dapat diselesaikan dalam tempo 1 (satu) tahun saja, yaitu pada tahun
1809.
1
Pembangunan dilaksanakan dengan membagi seluruh ruas jalan ke dalam berpuluh-
puluh segmen, yaitu dengan cara menugaskan setiap kepala pemerintahan setempat untuk
bertanggung jawab atas keterbangunnya Jalan Raya Pos itu di wilayah mereka. Pengerahan
besar-besaran jumlah tenaga kerja dilakukan karena terdapat ancaman dari Daendels untuk
membunuh para pekerja maupun mandor termasuk kepala pemerintahan setempat bila target
pembangunan tidak tercapai.
Tujuan pembangunan jalan ini lebih ditekankan pada fungsi strategi militer pemerintah
Hindia-Belanda yaitu mempertahankan pulau Jawa dari serangan Inggris Raya. Dengan
adanya jalur transportasi ini, pemerintah Hindia-Belanda berharap:
1) mobilisasi bantuan militer saat musuh menyerang menjadi lebih cepat;
2) dapat mengontrol pergerakan orang-orang pribumi dengan adanya patroli-patroli militer;
3) mempersingkat waktu tempuh komoditas perkebunan hasil sistem tanam paksa (cuultur-
stelsel) dari tempat produksi hingga pelabuhan ekspor, sehingga barang ekspor tidak
rusak dan tidak jatuh harganya di pasaran; dan
4) perkembangan informasi yang terjadi begitu cepat dapat diketahui dengan segera melalui
jasa pengiriman kabar/surat.








Sumber: Wikimedia (Koleksi Museum Tropen)
2

Gambar-1. Suasana Jalan Raya Pos di
Kampung Cibabat, Jawa Timur.

1
Toer, P. A. (2005). Dari Lentera Dipantara. Dalam P. A. Toer, Jalan Raya Pos, Jalan
2
http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/2/2a/COLLECTIE_TROPENMUSEUM_De_Groot
e_Postweg_bij_Kampong_Tjibabat_West-Java_TMnr_10007756.jpg
Sejarah Perkembangan Jalan Raya di Indonesia 2















Sumber: Wikimedia
3

Gambar-2. Jalur Jalan Raya Pos (De Groote Postweg) saat dibangun pada tahun 1809.
Tidak banyak literatur yang menulis secara rinci sejarah pembuatan berikut spesifikasi
teknis Jalan Raya Pos. Akan tetapi bila menilik dari fungsi dan waktu pembuatan, dapat
diperkirakan jalan tersebut menggunakan metode Telford-Macadam atau paling tidak
mendekati teknik tersebut. Metode tersebut ditemukan pada akhir abad ke-18 di Eropa.
Beberapa literatur menyatakan, jalan ini dibangun tanpa perencanaan yang terlalu teknis, baik
secara geometris maupun metode perkerasan yang akan digunakan.
Thomas Telford (1757-1834) yang berkebangsaan Inggris menciptakan konstruksi
perkerasan jalan dengan menggunakan prinsip berdesak-desakannya batu seperti pada
jembatan lengkung karena ia memang ahli jembatan lengkung dari batu. Kemiripan jalan
yang ia rancang dengan jembatan lengkung adalah penampang jalan bila dilihat secara
melintang. Saat jalan (lengkungan) menerima beban, maka konstruksi lengkung (seolah)
melendut searah gaya/beban. Saat itu terjadi, batu-batu menjadi terdesak dan saling merapat
sehingga konstruksi menjadi lebih kokoh. Namun, perkerasan ini dirasakan kurang praktis
dan memakan waktu yang cukup banyak karena batu-batu yang digunakan harus disusun
dengan tangan satu per-satu.







Gambar-3. Bentuk penampang melintang perkerasan metode Telford.
Pada saat yang bersamaan, tepatnya pada tahun 1815, pria Skotlandia, John London
McAdam (1756-1836) memperkenalkan konstruksi perkerasan jalan dengan prinsip tumpang
tindih menggunakan batu-batu pecah. Konstruksi ini terdiri dari gradasi ukuran tumpukan
batuan, yang berada di dasar perkerasan adalah batu dengan ukuran yang terbesar

3
http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/thumb/f/f7/Java_Great_Post_Road.svg/2000px-
Java_Great_Post_Road.svg.png
Sejarah Perkembangan Jalan Raya di Indonesia 3


berukuran 3dan batu dengan ukuran terkecil berada di permukaan perkerasan. McAdam
juga membuat permukaan jalan lebih tinggi dari lingkungan sekelilingnya, sehingga air dapat
mengalir dan tidak merusak permukaan jalan. Keunggulan perkerasan jalan metode ini
adalah dapat dibuat dengan bantuan dengan mesin sehingga metode ini dianggap sangat
berhasil. Kedua metode perkerasan tersebut selanjutnya lazim digunakan bersamaan pada
sebuah konstruksi jalan raya. Oleh karena itu, kemudian dikenal metode perkerasan jalan
Telford-Macadam seperti tersebut di atas. Kata Macadam berasal dari nama McAdam.







Gambar-4. Bentuk penampang melintang perkerasan metode Macadam.
Dengan sistem perkerasan jalan seperti ini, pengguna jalan seperti para penunggang
kuda, kereta kuda, kendaraan militer, maupun gerobak pengangkut barang dapat bergerak
dengan lebih leluasa. Setelah terbangunnya Jalan Raya Pos yang juga terkadang dikenal
dengan Jalan Daendels ini, perjalanan darat Surabaya-Batavia yang sebelumnya harus
ditempuh dalam waktu 40 (empat puluh) hari bisa dicapai dalam waktu 7 (tujuh) hari saja.


Era Baru MetodePerkerasan J alan Raya
Sejak tahun 1830-an dimana kereta api dan infrastrukturnya dibangun dimana-mana
termasuk di Pulau Jawa (lihat gambar-2)sistem perkerasan jalan raya dengan metode
perkerasan ini tetap dikenal hingga ditemukannya kendaraan seperti sepeda maupun
kendaraan bermotor pada akhir abad ke-19.













Gambar-4. Jalur kereta api (warna merah) Hindia-Belanda di Pulau Jawa yang berkembang pesat
pada tahun 1893 yang menghubungkan kota Jakarta/Batavia-Bogor/Buitenzorg-Bandung-Cilacap-
Yogyakarta-Surakarta-Surabaya-Probolinggo.



Sejarah Perkembangan Jalan Raya di Indonesia 4



Pada awal abad ke-20 saat kendaraan bermotor mulai banyak dimiliki masyarakat, timbul
pemikiran untuk membangun jalan raya yang lebih menyamankan dan aman. Kendaraan
dengan mesin yang dapat melaju lebih kencang memberikan guncangan yang lebih keras dan
ini sangat tidak nyaman bagi para pengendara saat berjalan pada jalan raya yang ada, hal ini
yang kemudian melahirkan metode perkerasan baru. Di Barat, konstruksi jalan raya telah
dikaji secara mendalam dimana mereka mulai memperhatikan seperti:
1) perhitungan tebal perkerasan;
2) konstruksi perkerasan dan lapisan penutup;
3) perencanaan geometris.
Teknologi ini segera menyebar ke seluruh dunia bersamaan dengan penjajahan maupun
kolonialisme yang terjadi di sebagian besar wilayah dunia, termasuk Indonesia di bawah
penjajahan Belanda. Bentuk konstruksi perkerasan jalan raya yang lazim bahkan hingga saat
ini adalah seperti gambar di bawah ini.

A1

A2

B1


B2

C
Keterangan:
A : Lapisan Penutup/Aspalan
A1 : Lapisan Penutup (Surface)
A2 : Lapisan Pengikat (Binder)
B : Perkerasan
B1 : Perkerasan Atas (Base)
B2 : Perkerasan Bawah (Sub-Base)
C : Tanah Dasar (Sub-Grade)


Konstruksi perkerasan berlapis-lapis seperti ini dikenal dengan konstruksi sandwich atau
kue lapis, merupakan suatu konstruksi plaat elastis yang terletak pada suatu landasan yang
elastis pula (tanah dasar). Konstruksi seperti ini termasuk sistem konstruksi statis tak tentu



Sejarah Perkembangan Jalan Raya di Indonesia 5



(statisch onbepaald) bertingkat banyak. Perbedaan kondisi tersebut dengan konstruksi statis
tertentumisalnya pada jembatan gelagaradalah:
a) pada konstruksi statis tertentu pembagian kekuatan-kekuatan (momen-momen dan gaya-
gaya) dari muatan pada bagian-bagian konstruksi dan pandemen tidak bergantung pada
kekuatan dan ukuran (E dan I) bagian/batang konstruksi tersebut, sehingga perhitungan
menjadi lebih sederhana; sementara
b) pada konstruksi statis tidak tertentu pembagian kekuatan dari muatan pada bagian
konstruksi dan pandemen tergantung pada kekuatan dan ukuran (E dan I) dari bagian
konstruksi tersebut, sehingga perhitungan menjadi rumit.

















Sumber: Wikipedia
Gambar-5. Contoh potongan melintang
perkerasan jalan tipikal di Amerika Serikat

Perkembangan MetodePerkerasan J alan Raya di I ndonesia
Selanjutnya, perkembangan cara perhitungan tebal konstruksi perkerasan di Indonesia
dapat dibagi dalam tiga tahap, yaitu
Tahap ke-1 : menitikberatkan kepada pengalaman-pengalaman di lapangan, sehingga
rumus/perhitungan yang diperoleh adalah rumus-rumus empiris;
Tahap ke-2 : menitikberatkan kepada teori dan analisis meski hanya merupakan teori
pendekatan yang dilengkapi dengan pengalaman; rumus yang diperoleh
adalah rumus-rumus teoretis yang dilengkapi dengan koefisien-koefisien
hasil pengalaman untuk keperluan praktik disertai pula dengan grafik atau
nomogram;





Sejarah Perkembangan Jalan Raya di Indonesia 6



Tahap ke-3 : mengembangkan rumus-rumus teoretis tersebut di atas dengan percobaan
yang intensif di laboratorium sehingga menghasilkan rumus/persamaan
analitis yang dilengkapi dengan rumus empiris laboratorium.
Pada tahun 1980-an diperkenalkan perkerasan jalan dengan aspal emulsi dan butas, tetapi
dalam pelaksanaan atau pemakaian aspal butas terdapat permasalahan dalam hal variasi kadar
aspalnya yang kemudian disempurnakan pada tahun 1990 dengan teknologi beton mastik.
Perkembangan konstruksi perkerasan jalan menggunakan aspal panas (hot mix) mulai
berkembang di Indonesia pada tahun 1975, kemudian disusul dengan jenis yang lain seperti
aspal beton (asphalt concrete/AC) dan lain-lain. Teknik-teknik tersebut kebanyakan hanya
mengembangkan jenis lapisan penutup tempat dimana muatan/beban langsung
bersinggungan. Perkembangan dan inovasi tersebut dilakukan demi menjaga keamanan dan
kenyamanan pengguna jalan sekaligus diharapkan dapat mereduksi biaya pembuatan maupun
perawatan (maintenance).
Konstruksi perkerasan menggunakan semen sebagai bahan pengikat telah ditemukan
pada tahun 1828 di London tetapi konstruksi perkerasan ini baru mulai berkembang pada
awal 1900-an. Konstruksi perkerasan menggunakan semen atau concrete pavement mulai
dipergunakan di Indonesia secara besar-besaran pada awal tahun 1970 yaitu pada
pembangunan Jalan Tol Prof. Sediyatmo. Metode ini selain menghasilkan jalan yang relatif
tahan terhadap airmusuh utama aspaljuga dapat dikerjakan dalam waktu yang cukup
singkat.
Secara umum perkembangan konstruksi perkerasan di Indonesia mulai berkembang pesat
sejak tahun 1970 dimana mulai diperkenalkannya pembangunan perkerasan jalan sesuai
dengan fungsinya. Sementara perencanaan geometrik jalan seperti sekarang ini baru dikenal
sekitar pertengahan tahun 1960 dan baru berkembang dengan cukup pesat sejak tahun 1980.
Klasifikasi J alan: Kelas dan Fungsi J alan
Dalam perkembangannya pada abad ke-21 ini, jalan tidak hanya dipandang sebagai
prasarana distribusi dan komunikasi. Jalan memiliki andil yang sangat besar dalam
mengantarkan manusia ke keadaan yang kita sebut era modern ini. Studi khusus mengenai
jalan berikut perlindungannya diatur dalam peraturan-peraturan maupun perundang-undangan
resmi pemerintahan sehingga dapat berfungsi sebagaimana mestinya.
Jalan-jalan yang ada, tentu saja tidak memiliki fungsi dan spesifikasi yang sama antara
jalan yang satu dengan yang lainnya. Masing-masing memiliki fungsi dan spesifikasi
tersendiri. Tiap jalan diklasifikasi menurut ketentuan klasifikasi tertentu.



Sejarah Perkembangan Jalan Raya di Indonesia 7
Berikut Tabel Pengelompokan Kelas Jalan berdasarkan seluruh klasifikasi.





































A. Kelas jalan berdasarkan peruntukannya:
Pengelompokan ini dapat diklasifikasi ke dalam dua sistem, yaitu
1) Jalan Umum: jalan yang dapat digunakan oleh publik
2) Jalan Khusus: jalan yang hanya dapat digunakan oleh pihak dengan kriteria tertentu
sesuai dengan yang ditetapkan oleh pemilik jalan tersebut.
Selanjutnya, jalan umum sendiri masih dapat diklasifikasikan ke dalam empat kriteria
berikut seperti tersebut dalam tabel di atas.
B. Kelas jalan berdasarkan sistemnya
Pengelompokan ini dapat diklasifikasi ke dalam dua sistem, yaitu Sistem jaringan
jalan primer dan Sistem jaringan jalan sekunder.
Sistem Jaringan Jalan Primer: Sistem jaringan yang memiliki peranan pelayanan
distribusi barang dan jasa yang berguna meningkatkan pengembangan semua
wilayah tingkat nasional dengan menghubungkan semua simpul jasa distribusi atau
dengan kata lain pusat kegiatan.


Sejarah Perkembangan Jalan Raya di Indonesia 8
No. Pembagian Klasifikasi
A. berdasarkan Peruntukannya (2) 1. Jalan Umum
2. Jalan Khusus
B. berdasarkan Sistem (2) 1. Sistem Jaringan Jalan Primer
2. Sistem Jaringan Jalan Sekunder
C. berdasarkan Fungsi (4) 1. Jalan Arteri
2. Jalan Kolektor
3. Jalan Lokal
4. Jalan Lingkungan
D. berdasarkan Status (5) 1. Jalan Nasional
2. Jalan Provinsi
3. Jalan Kabupaten
4. Jalan Kota
5. Jalan Desa
E. berdasarkan Kelas Jalan (5) 1. Jalan Bebas Hambatan (Freeway)
2. Jalan Raya (Highway)
3. Jalan Sedang (Road)
4. Jalan Kecil (Street)
Berikut tabel pengelompokannya:
Catatan:


Sistem Jaringan Jalan Sekunder: Sistem jaringan yang berperan melayani distribusi
barang dan jasa untuk masyarakat di kawasan perkotaan.


C. Kelas jalan berdasarkan fungsinya
Klasifikasi ini dikelompokkan ke dalam empat bagian, yaitu kelas jalan I, kelas jalan
II, kelas jalan III, dan kelas jalan khusus.


*Dalam keadaan tertentu daya dukung jalan (MST) kelas III dapat ditetapkan lebih
rendah dari 8 ton (ps 19 ayat (3) RUU LL & AJ.

Berikut merupakan definisi dan fungsi dari pengelompokan jalan di atas:
Jalan Arteri: Jalan umum yang berfungsi melayani angkutan utama yang memiliki ciri
perjalanan jarak jauh, kecepatan rata-rata tinggi dan jumlah jalan masuk dibatasi
secara berdaya guna.
Jalan Kolektor: Jalan umum yang berfungsi melayani angkutan pengumpul dengan
ciri perjalanan jarak sedang, kecepatan rata-rata sedang dan jumlah jalan masuk
dibatasi.
Jalan Lokal: Jalan umum yang berfungsi melayani angkutan setempat dengan ciri
perjalanan jarak dekat, kecepatan rata-rata rendah dan jumlah jalan tidak dibatasi.
Jalan Lingkungan: Jalan umum yang berfungsi melayani angkutan lingkungan dengan
ciri perjalanan jarak dekat, dan kecepatan rata-rata rendah.



Sejarah Perkembangan Jalan Raya di Indonesia 9

Kelas Jalan

Fungsi Jalan
Dimensi maksimum dan MST kendaraan bermotor yang
harus mampu ditampung
Lebar Panjang Tinggi MST
(mm) (mm) (mm) Ton
Draft RUU final tentang LALU-LINTAS dan ANGKUTAN-JALAN ps. 19 (Mei 2009)

I
Arteri dan
Kolektor

2.500

18.000

4.200

10

II

Arteri,
Kolektor,
Lokal, dan
Lingkungan

2.500

12.000

4.200

8

III

2.100

9.000

3.500

8*

Khusus

Arteri
Melebihi
2.500
Melebihi
12.000

4.200

Melebihi 10
Berikut tabel pengelompokannya



D. Kelas jalan menurut statusnya
Klasifikasi ini dapat dikelompokkan ke dalam lima jalan, yaitu Jalan Nasional, Jalan
Provinsi, Jalan Kabupaten, Jalan Kota, dan Jalan Desa.
Jalan Nasional: Jalan arteri dan jalan kolektor yang ada dalam sistem jaringan jalan
primer yang menghubungkan antar-ibukota provinsi, dan jalan strategis nasional, serta
jalan tol.
Jalan Provinsi: Jalan kolektor dalam sistem jaringan jalan primer yang
menghubungkan ibukota provinsi dengan ibukota kabupaten/kota, atau antar ibukota
kabupaten/kota, dan jalan strategis provinsi.
Jalan Kabupaten: Jalan lokal dalam sistem jaringan jalan primer yang tidak termasuk
Jalan Nasional maupun Jalan Provinsi, yang menghubungkan ibukota kabupaten
dengan ibukota kecamatan, antar-ibukota kecamatan, ibukota kabupaten dengan pusat
kegiatan lokal, antarpusat kegiatan lokal, serta jalan umum dalam sistem jaringan
jalan sekunder dalam wilayah kabupaten, dan jalan strategis kabupaten.
Jalan Kota: Jalan umum dalam sistem jaringan jalan sekunder yang menghubungkan
antarpusat pelayanan dalam kota, menghubungkan pusat pelayanan dengan persil,
menghubungkan antar-persil, serta menghubungkan antarpusat permukiman yang
berada di dalam kota.
Jalan Desa: Jalan umum yang menghubungkan kawasan dan atau antar permukiman
di dalam desa, serta jalan lingkungan.



E. Kelas jalan dan spesifikasinya berdasarkan penyediaan prasarana jalan.
Pengaturan jalan dalam pengelompokan kelas jalan ini mengikuti peraturan LLAJ.



Sejarah Perkembangan Jalan Raya di Indonesia 10

Kelas
J alan
Spesifikasi J alan

Diperuntukkan
bagi lalu lintas

Pengendalian
akses

Persimpangan
sebidang
J umlah
Lajur
Minimum
Lebar
lajur atau
jalur
minimum

Median

Pagar
J alan
Bebas
Hambatan

Umum,
menerus,
berjarak jauh

Terkontrol
penuh

Tidak ada

2 lajur per
arah

3,50 m
per lajur

Median

Pagar
Rumija
J alan
Raya

Terbatas

Ada
2 lajur per
arah
3,50 m
per lajur

Median

-

J alan
Sedang

Umum,
berjarak sedang

Tidak diatur

Ada
2 lajur
untuk 2
arah

Jalur Min
7,00 m

-

-




Pengaturan Kelas J alan oleh Pemerintah
Ketentuan lebih lanjut mengenai pengelompokan kelas jalan sudah diatur oleh
pemerintah. Tata cara pengaturan kelas jalan ini terdapat di dalam perundang-undangan, yaitu
pada UU No. 22 Tahun 2009 tentang lalu lintas dan angkutan jalan. Ini terdapat pada bagian
kedua mengenai ruang lalu lintas, paragraf satu, pasal 19 dan pasal 20 yang berbunyi:
Pasal 19
1) Jalan dikelompokkan dalam beberapa kelas berdasarkan:
a. Fungsi dan intensitas Lalu Lintas guna kepentingan pengaturan penggunaan Jalan dan
Kelancaran Lalu Lintas dan Angkutan Jalan; dan
b. Daya dukung untuk menerima muatan sumbu terberat dan dimensi Kendaraan
Bermotor.
2) Pengelompokan Jalan menurut kelas Jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri
atas:
a. Jalan kelas I, yaitu jalan arteri dan kolektor yang dapat dilalui Kendaraan Bermotor
dengan ukuran lebar tidak melebihi 2.500 (dua ribu lima ratus) milimeter, ukuran
panjang tidak melebihi 18.000 (delapan belas ribu) milimeter, ukuran paling tinggi
4.200 (empat ribu dua ratus) milimeter, dan muatan sumbu terberat 10 (sepuluh) ton;
b. Jalan kelas II, yaitu jalan arteri, kolektor, lokal, dan lingkungan yang dapat dilalui
Kendaraan Bermotor dengan ukuran lebar tidak melebihi 2.500 (dua ribu lima ratus)
milimeter, ukuran panjang tidak melebihi 12.000 (dua belas ribu) milimeter, ukuran
paling tinggi 4.200 (empat ribu dua ratus) milimeter, dan muatan sumbu terberat 8
(delapan) ton;
c. Jalan kelas III, yaitu jalan arteri, kolektor, lokal, dan lingkungan yang dapat dilalui
Kendaraan Bermotor dengan ukuran lebar tidak melebihi 2.100 (dua ribu seratus)
milimeter, ukuran panjang tidak melebihi 9.000 (sembilan ribu) milimeter, ukuran
paling tinggi 3.500 (tiga ribu lima ratus) milimeter, dan muatan sumbu terberat 8
(delapan) ton;



Sejarah Perkembangan Jalan Raya di Indonesia 11

Kelas
J alan
Spesifikasi J alan

Diperuntukkan
bagi lalu lintas

Pengendalian
akses

Persimpangan
sebidang
J umlah
Lajur
Minimum
Lebar
lajur atau
jalur
minimum

Median

Pagar

J alan
Kecil

Umum,
setempat

Tidak diatur

Ada
2 lajur
untuk 2
arah

Jalur Min
5,50 m

-

-



d. Jalan kelas khusus, yaitu jalan arteri yang dapat dilalui Kendaraan Bermotor dengan
ukuran lebar melebihi 2.500 (dua ribu lima ratus) milimeter, ukuran panjang melebihi
18.000 (delapan belas ribu) milimeter, ukuran paling tinggi 4.200 (empat ribu dua
ratus) milimeter, dan muatan sumbu terberat lebih dari 10 (sepuluh) ton.
3) Dalam keadaan tertentu daya dukung jalan kelas III sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
huruf c dapat ditetapkan muatan sumbu terberat kurang dari 8 (delapan) ton.
4) Kelas jalan berdasarkan spesifikasi penyediaan prasarana jalan diatur sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang jalan.
5) Ketentuan lebih lanjut mengenai jalan kelas khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
huruf d diatur dengan peraturan pemerintah.


Pasal 20
1) Penetapan kelas jalan pada setiap ruas jalan dilakukan oleh:
a. pemerintah, untuk jalan nasional;
b. pemerintah provinsi, untuk jalan provinsi;
c. pemerintah kabupaten, untuk jalan kabupaten; atau
d. pemerintah kota, untuk jalan kota.
2) Kelas jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dinyatakan dengan Rambu Lalu Lintas.
3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengelompokan kelas jalan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 19 dan tata cara penetapan kelas jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat
(2) diatur dengan peraturan pemerintah.


Referensi
Siregar, M. L. (2010). Fungsi dan Peranan Jalan Klasifikasi Jalan. Kuliah II Mata Ajaran
Teknik Jalan Raya. Depok: Departemen Teknik Sipil, FTUI.
Soedarsono. (1993). Sejarah dan Fungsi Jalan. Dalam Soedarsono, Konstruksi Jalan Raya
(hal. 1-9). Jakarta: Badan Penerbit Departemen Pekerjaan Umum.
Toer, P. A. (2005). Dari Lentera Dipantara. Dalam P. A. Toer, Jalan Raya Pos, Jalan
Daendels (hal. 5). Jakarta: Lentera Dipantara.
Wikipedia, T. (2010, Desember 28). History of Road Transport: New construction methods in
the 18th and 19th centuries. Dipetik Februari 11, 2010, dari Wikipedia:
http://en.wikipedia.org/wiki/History_of_road_transport
Wikipedia, T. (2009, November 12). Klasifikasi Jalan. Dipetik Februari 5, 2010, dari
Wikipedia: http://en.wikipedia.org/wiki/Klasifikasi_jalan
Wikipedia, T. (2010, Februari 7). Road: Construction. Dipetik Februari 11, 2010, dari
Wikipedia: http://en.wikipedia.org/wiki/Road


Sejarah Perkembangan Jalan Raya di Indonesia 12

Anda mungkin juga menyukai