Kondisi fisiologis domba dapat diketahui diantaranya dengan melihat beberapa faktor, seperti
suhu tubuh, laju respirasi, profil darah.
Suhu Rektal Suhu rektal, suhu permukaan kulit dan suhu tubuh meningkat dengan meningkatnya suhu lingkungan (Purwanto et al. 1994). Suhu rektal adalah salah satu indikator yang baik untuk menggambarkan suhu internal tubuh ternak. Suhu rektal harian rendah pada pagi hari dan tinggi pada siang hari (Edey 1983). Suhu lingkungan yang sangat rendah, di bawah tingkat kritis minimum, dapat mengakibatkan suhu tubuh (suhu rektal) menurun tajam diikuti pembekuan jaringan dan kadang diikuti kematian akibat kegagalan mekanisme homeothermis (Ensminger et al. 1990). Suhu rektal sedikit bervariasi pada kondisi fisik dan pada suhu lingkungan yang ekstrim, laju pembentukan panas dalam tubuh lebih tinggi daripada laju hilangnya panas dalam tubuh maka temperatur tubuh akan meningkat (Guyton dan Hall 1997). Suhu rektal domba di daerah tropis berada pada kisaran 38,2 - 40 o C (Smith dan Mangkoewidjojo 1988), Williamson dan Payne (1993) menyatakan suhu tubuh ternak domestik domba 38,3 - 38,9 o C.
Laju Respirasi
Laju respirasi merupakan konsentrasi O2, CO2, dan H+ dalam cairan tubuh, pH darah, volume darah, dan kondisi pembuluh darah (Subronto 1985), ada dua fungsi utama dari sistem respirasi adalah menyediakan oksigen untuk darah dan mengambil CO2 dari dalam darah (Frandson 1992). Hewan ternak memerlukan energi yang didapatkan dari hasil oksidasi bahan-bahan makanan, sehingga oksigen mempunyai peran yang sama dengan bahan-bahan makanan dalam mempertahankan kehidupan hewan. Respirasi meliputi semua proses baik fisik maupun kimia, dimana hewan mengadakan pertukaran gas-gas dengan lingkungan sekitarnya, khususnya gas-gas O2 dan CO2 (Widjajakusuma dan Sikar 1986). Respirasi juga sangat mempengaruhi kebutuhan tubuh dalam keadaan tertentu, sehingga kebutuhan akan zat-zat makanan, O2 dan panas dapat terpenuhi serta zat-zat yang tidak diperlukan dibuang. Peningkatan jumlah beban panas yang hilang dari saluran pernapasan dapat diketahui dari frekuensi laju respirasi per menit atau selisih tekanan gradien uap air antara udara dan mulut ternak serta mukosa saluran pernapasan (Yousef 1985). Pada keadaan istirahat frekuensi rata-rata atau kecepatan respirasi domba adalah 19 kali tiap menit dalam (Frandson 1992). Domba tropis mempunyai frekuensi laju respirasi berkisar 15-25 hembusan per menit (Smith dan Mangkoewidjojo 1988). Bersamaan dengan peningkatan suhu lingkungan, reaksi pertama ternak dalam menghadapi keadaan ini ialah dengan panting (terengahengah) dan sweating (berkeringat berlebihan) (Edey 1983). Panting merupakan mekanisme evaporasi melalui saluran pernapasan, sedangkan sweating melalui permukaan kulit. Evaporasi adalah cara efektif untuk menghilangkan beban panas tubuh, setiap gram uap air evaporasi dapat menghilangkan 0,582 kalori panas tubuh pada suhu lebih dari 25 o C (Yousef 1985).
Cekaman panas terjadi pada siang hari dimana panas tubuh ternak meningkat akibat dari suhu lingkungan yang meningkat. Pada keadaan suhu lingkungan 30 o C, ternak mempunyai beban panas yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan ternak yang berada pada suhu lingkungan 20 o C (Sudarman dan Ito 2000). Saat suhu lingkungan meningkat juga dapat terjadi peningkatan suhu tubuh, laju pernafasan dan laju denyut jantung sebagai respon utama pada ternak, sedangkan respon kedua ialah proses metabolik, endokrin dan enzimatik (Smith dan Mangkoewidjojo 1988).
Edey, T. N. 1983. The genetic pool sheep and goats. In : Goat and Sheep Production in the Tropics. ELBS. Longman Group Ltd. England. Esminger, M. E., J. E. Oldfield and W.W. Hammeman. 1990. Feed and Nutrition. The Ensminger Publishing Company, California. Frandson, R. D. 1992. Anatomi dan Fisiologi Ternak. Gajah Mada University Press. Yogyakarta. Guyton, A.C. and J.E. Hall. 1997. Fisiologi Kedokteran. Terjemahan : I. Setiawan. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta. Purwanto, B.P., M. Harada and S. Yamamoto. 1994. Effect of enviromental temperature on heat production and its energy cost thermoregulation in dairy heifers. Asian-Aus. J. Animal Science 7(2):179-182. Smith, J.B. dan S. Mangkoewidjojo. 1988. Pemeliharaan, Pembiakan dan Penggunaan Hewan Percobaan di Daerah Tropis. UI Press. Jakarta. Subronto. 1985. Ilmu Penyakit Ternak Jilid II. Gajah Mada University Press. Yogyakarta. Sudarman, A. and T. Ito. 2000. Heat production and thermoregulatory response of sheep fed roughage proportion diets and intake level when exposed to a high ambient temperature. Asian-Aus. J. Animal Science 13(5): 1523-1528. Widjajakusuma, R. dan S.H.S. Sikar. 1986. Fisiologi Hewan Jilid II. Kumpulan Materi Kuliah. Fakultas Kedokteran Hewan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Williamson, G. dan W.J.A. Payne. 1993. Pengantar Peternakan di Daerah Tropis. Terjemahan : Adiono. UGM Press. Yogyakarta. Yousef, M.K. 1985. Stress Phsiology in Livestock. Vol. I. CRC Press Inc. Boca Raton. Florida.