Anda di halaman 1dari 9

1

Pembiayaan Komersial sebagai Upaya


Mempercepat Penyelenggaraan Infrastruktur Berkelanjutan
Oleh:
Zulkifli Zaini, B.Sc., M.B.A
Presiden Direktur PT Bank Mandiri Tbk

Overview Sektor Infrastruktur
Pembangunan infrastruktur merupakan keharusan bagi setiap negara, karena menjadi landasan
dan pendorong bagi pertumbuhan ekonomi nasional. Pembangunan infrastruktur diharapkan
dapat menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar, meningkatkan konsumsi pemerintah dan
masyarakat, dan dapat menstimulasi sektor riil (multiplier effect).
China dan India termasuk pada negara yang giat membangun infrastruktur antara lain seperti
jalan tol, kereta api, pelabuhan, bandar udara, jaringan telekomunikasi, dan pembangkit listrik.
Pembangunan infrastruktur yang intensif tersebut, secara langsung maupun tidak langsung
memberikan efek multiplier dalam pertumbuhan, sehingga kedua negara tersebut masuk
dalam kelompok BRIC (Brazil, Russia, India & China), yaitu negara yang memiliki pertumbuhan
ekonomi yang cepat dan diperkirakan akan menjadi kekuatan ekonomi dunia pada tahun
mendatang.
Masalah utama pembangunan infrastruktur di negara emerging market saat ini adalah
keterbatasan sumberdaya yang dimiliki Pemerintah dibandingkan jumlah infrastruktur yang
akan dibangun pada periode waktu yang sudah direncanakan. Pada umumnya, proyek
infrastruktur membutuhkan dana dan effort yang besar, expertise yang khusus serta jangka
waktu penyelesaian proyek yang panjang.
Belajar dari pengalaman pembangunan infrastruktur di negara-negara maju, dikenal istilah
Kemitraan Pemerintah Swasta (KPS) atau dalam bahasa Inggris disebut sebagai Public Private
Partnership (P3). KPS adalah suatu perjanjian kontrak kerjasama antara Pemerintah, baik Pusat
maupun Daerah dengan mitra swasta dalam menyediakan pelayanan kepada masyarakat.
Kedua belah pihak tersebut saling berbagi aset dan keahlian serta berbagi manfaat dan risiko
dalam menyediakan pelayanan publik dimaksud.
Berdasarkan data yang diperoleh dari Bappenas yang dikutip harian Bisnis Indonesia tanggal 5
September 2011, kebutuhan pendanaan bidang infrastruktur Indonesia tahun 2010 2014
sebesar Rp918.132 Miliar, sebagaimana disajikan dalam Tabel 1 di bawah ini. Jumlah tersebut
terdiri dari pembiayaan Pemerintah sebesar Rp511.022 Miliar dan pembiayaan swasta sebesar
Rp407.110 Miliar, yang akan digunakan untuk membangun infrastruktur seperti jalan raya,
jembatan, pelabuhan, bandar udara, rel kereta api, energi, jaringan komunikasi dan informatika
serta infrastruktur terkait perumahan rakyat.
2

Tabel 1. Kebutuhan Pendanaan Bidang Infrastruktur 2010 - 2014 (Rp. Miliar)

Sumber : Bappenas (dipublikasikan oleh Bisnis Indonesia)

Peluang perbankan komersial membiayai skema pembangunan infrastruktur, khususnya
dengan menggunakan skema KPS terbuka luas, mengingat kebutuhan dana infrastruktur di
Indonesia yang begitu besar sehingga membutuhkan lembaga pembiayaan dan penjaminan
khusus infrastruktur.

Pembiayaan Infrastruktur
Selama ini pendanaan pembangunan infrastruktur diidentikkan dengan anggaran APBN,
sehingga pihak swasta belum berperan optimal dalam pengembangan infrastruktur. Sementara
terkait pendanaannya, anggaran negara tidak mencukupi kebutuhan pembangunan
infrastruktur. Oleh karena itu, Pemerintah memerlukan skema alternatif pembiayaan
infrastruktur di dalam negeri. Pemerintah masih terus mengembangkan skema-skema alternatif
untuk pembiayaan pembangunan infrastruktur, seperti Bank Infrastruktur dan penerbitan
Obligasi Infrastruktur.
Pembiayaan pembangunan infrastruktur di Indonesia terbagi dalam dua pendekatan. Pertama,
pembangunan infrastruktur dibiayai Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Kedua,
pemerintah mengundang pihak swasta untuk bermitra dalam pembangunan infrastruktur, salah
satunya melalui pola Kemitraan Pemerintah Swasta (KPS) dimana pihak perbankan dapat
berpartisipasi dalam pembiayaan infrastruktur tersebut.



Keterangan Pemerintah Swasta Total
Kementrian PU 268,802 209,173 477,975
- Sumber Daya Air 59,949 59,949
- Bina Marga 148,418 201,438 349,856
- Cipta karya 50,000 7,735 57,735
- Lainnya 10,435 10,435
Kementrian Perumahan Rakyat 13,694 13,694
Kementrian Perhubungan 117,762 150,986 268,748
- Perhubungan Darat 11,851 1,228 13,079
- Perhubungan Kereta Api 33,792 133,935 167,727
- Perhubungan Laut 33,044 5,455 38,499
- Perhubungan Udara 19,535 10,368 29,903
- Lainnya 19,540 19,540
Kementrian ESDM 80,821 46,950 127,771
Kementrian Komunikasi dan Informatika 18,250 18,250
4,477
Badan SAR Nasional 4,477 4,477
Penanggulangan Lumpur Sidoarjo 7,210 7,210
Total 511,022 407,110 918,132
3

1) Skema KPS
Kebutuhan berbagai fasilitas infrastruktur ekonomi dan sosial memberikan tekanan
terhadap APBN untuk keperluan meningkatkan, merehabilitasi, dan mengoperasikan
fasilitas yang ada. Sementara anggaran Pemerintah yang tersedia untuk memenuhi
kebutuhan pembangunan infrastruktur 2005-2009 hanya 38% dari kebutuhan total
investasi. Salah satu alternatif solusi adalah Kemitraan Pemerintah Swasta (KPS).
a. Pengertian KPS
KPS adalah penyediaan pelayanan oleh sektor swasta atas pelayanan yang secara
tradisional biasanya disediakan oleh Pemerintah;
Sektor swasta mendisain, membiayai, membangun, dan mengoperasikan aset dan
sebagai imbalannya memperoleh pembayaran yang dikaitkan dengan pelayanan
yang disediakan;
Arus kas proyek KPS dapat berasal dari End Customer (seperti tarif tol untuk jalan
tol) atau pembayaran yang berasal dari pemerintah berdasarkan ketersediaan
pelayanan (seperti tarif listrik untuk pembangkit listrik swasta).
b. Manfaat KPS
Manfaat KPS antara lain mencakup efisiensi dan transfer risiko. Dengan KPS, masing-
masing pihak fokus pada kegiatan yang sesuai dengan keahliannya. Pemerintah fokus
kepada pengembangan kebijakan atas kebutuhan pelayanan di setiap sektor. Sedangkan
sektor swasta menyediakan pelayanan yang dibutuhkan Pemerintah/masyarakat
dengan cara yang paling efisien:
KPS memungkinkan Pemerintah untuk membiayai pembangunan infrastruktur tanpa
menggunakan APBN (off balance sheet) sehingga anggaran yang tersedia dapat
digunakan untuk keperluan lainnya;
KPS memungkinkan Pemerintah tetap memegang kendali strategis atas proyek dan
pelayanan secara keseluruhan;
KPS dapat meningkatkan kuantitas, kualitas dan efisiensi proyek dan pelayanan,
dengan melibatkan keahlian swasta;
KPS menawarkan nilai uang (value for money) dibandingkan jika fasilitas yang sama
diadakan secara konvensional, karena swasta memiliki insentif dan keahlian yang
dapat menurunkan biaya, memperpendek waktu penyediaan, dan peningkatan
proses manajemen konstruksi dan fasilitas.
c. Regulasi KPS
Pelaksanaan KPS diatur dalam Keppres No. 7/1998. Pada tahun 2005, Pemerintah
mendefinisikan ulang substansi pelaksanaan KPS dengan Perpres No. 67/2005, yang
menggantikan Keppres No. 7/1998, dan disusul dengan Peraturan Menteri Keuangan
(PMK) No. 38/2006 tentang manajemen risiko dalam proyek infrastruktur.
KPS diatur dalam Perpres 67/2005 tentang Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha
dalam Penyediaan Infrastruktur. Perpres 67/2005 mengatur tentang prinsip, jenis,
identifikasi dan proses pengadaan, tarif dan resiko, perjanjian dan ijin pengusahaan.
Peraturan Presiden No. 67/2005 merupakan peraturan yang secara khusus mengatur
ketentuan penyediaan infrastruktur yang dilakukan melalui mekanisme KPS. Keppres ini
diperlukan sebagai salah satu alat penciptaan iklim investasi yang mendorong
keikutsertaan badan usaha dalam penyediaan infrastruktur. Perpres No. 67/2005 telah
disempurnakan melalui Perpres No. 13/2010 yang banyak membahas mengenai
dukungan Pemerintah dan jaminan Pemerintah.
4

d. Struktur Transaksi dan Proses Pelaksanaan KPS

Gambar 1. Struktur transaksi Proyek Kemitraan Pemerintah Swasta

Gambar 2. Proses Pelaksanaan Proyek Kemitraan Pemerintah Swasta
Infrastructure
Guarantee
Fund
Lembaga
Asuransi
Financial
Close
Departemen Teknis
/ Lembaga
Departemen
Keuangan
c.q. PPRF
Bank/
Penyandang Dana
Konsultan
Transaksi antara:
Konsultan
Kontrak
Kerjasama
Penjaminan
Investor
Infrastructure
Guarantee
Fund
Analisis
kebutuhan
(need
analysis)
Identifikasi
dan
penetapan
prioritas
proyek
Ananlisis
value for
money
Studi
Kelayakan
Identifikasi
kebutuhan
dukungan
pemerintah
Analisis risiko
Pemilihan
bentuk KPS
Penetapan
untuk dapat
ditenderkan
Penyiapan
dok. lelang
Penetapan
cara evaluasi
Pembentukan
panitia lelang
Pelaksanaan
proses lelang
Evaluasi
tender
Penetapan
calon
pemenang
Checklist
negosiasi
Pembentukan
Tim negosiasi
Negosiasi
draft
perjanjian
Negosiasi
alokasi risiko
Penetapan
pemenang
Financial
Closing
Konstruksi
Commissioning
Operasi
Monitoring
Pengalihan di
akhir masa
konsesi
(jika ada)
Seleksi &
prioritisasi
proyek
Studi
Kelayakan &
Uji Tuntas
Proses
Tender
Negosiasi
Kontrak
Manajemen
5

e. Pembiayaan Bank pada Proyek KPS
Berdasarkan pengalaman di berbagai negara untuk proyek KPS yang memiliki
potensi untuk dapat memperoleh pembiayaan Bank /pihak lain adalah sbb:
1. Operate and Maintenance, merupakan aset Pemerintah yang dioperasikan dan
dirawat oleh pihak swasta. Contohnya di Indonesia adalah Jembatan Tol
Suramadu;
2. Design, Built and Transfer, merupakan proyek yang didesain, dibangun oleh
swasta untuk selanjutnya diserahkan kepada Pemerintah sebagai turn key
project;
3. Build, Finance, Operate and Transfer (BOT), merupakan bentuk kerjasama yang
paling populer dilakukan saat ini, di mana proyek dibangun, dibiayai oleh swasta,
setelah selesai dioperasikan dan dirawat selama masa konsesi selesai
diserahkan kepada Pemerintah. Contohnya jalan tol dan pembangkit listrik.

2) Peran Perbankan dalam Pembiayaan Infrastruktur
Dilihat dari sudut pandang Perbankan, sampai saat ini sektor Infrastruktur termasuk dalam
kelompok sektor industri yang memiliki tingkat risiko maupun return pada level moderat.
Sesuai data perkreditan sektoral yang dipublikasikan BI, sektor infrastruktur tidak disajikan
tersendiri, sehingga data yang disajikan untuk menggambarkan adalah data sektor
Konstruksi serta sektor Listrik, Gas dan Air.
Dalam tabel di bawah, Portfolio kredit perbankan (Bank Umum) sektor Konstruksi dan
Listrik, Gas & Air menunjukkan trend yang meningkat dari tahun ke tahun dengan
pertumbuhan portfolio rata-rata 28,5% per tahun.


Sumber: Statistik Perbankan Indonesia
Gambar 3. Portfolio Kredit Sektor Konstruksi dan Listrik Gas, Air (Bank Umum) (Rp Miliar)

Kredit pada sektor Konstruksi dan sektor Listrik, Gas dan Air dapat dikelola dengan baik
oleh perbankan, hal tersebut tercermin dari tingkat Non Performing Loan (NPL) yang relatif
kecil dengan trend menurun. Data NPL perbankan (Bank Umum) kredit sektor Konstruksi
dan sektor Listrik, Gas dan Air, dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
4,352 4,475
5,986
5,376
7,224
7,920
18,475
24,560
34,116
9,376
12,543
19,972
26,986
33,088
44,088
58,753
64,225
63,500
2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010
Listrik, Gas dan Air Konstruksi
6



Sumber: Statistik Perbankan Indonesia
Gambar 4. NPL Kredit Sektor Konstruksi dan Listrik Gas, Air (Bank Umum)

Adapun portfolio kredit sektor infrastruktur di Bank Mandiri menunjukkan perkembangan
yang cukup baik pasca krisis tahun 2008, dengan pertumbuhan portfolio kredit sebesar
rata-rata 19% per tahun. Share portfolio kredit sektor infrastruktur di Bank Mandiri relatif
kecil yaitu sebesar 1,7% dari total portfolio kredit bank Mandiri. Sedangkan gambaran
komposisi pembiayaan infrastruktur di Bank Mandiri adalah sebagai berikut:











Gambar 5. Komposisi Pembiayaan Infrastruktur di Bank Mandiri
Kapasitas pembiayaan Bank Mandiri untuk proyek infrastruktur mencapai 12,5% dari total
seluruh portfolio.
890
758
851
2860
1698
1642
1856
2316
2237
0.0%
5.0%
10.0%
15.0%
20.0%
0
500
1000
1500
2000
2500
3000
3500
2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010
Konstruksi (Rp. Milyar) Konstruksi (%)
568
328
306
390
266
96
22 18
193
0.0%
5.0%
10.0%
15.0%
20.0%
0
100
200
300
400
500
600
2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010
Listrik, Gas dan Air (Rp. Milyar) Listrik, Gas dan Air (%)
7

3) Pembiayaan Infrastruktur oleh Perbankan
Dalam melakukan pembiayaan infrastruktur, perbankan mempertimbangkan berbagai
aspek secara komprehensif antara lain :
a. Karakteristik Proyek Infrastruktur
Dalam memberikan pembiayaan, Bank harus memahami karakteristik pembiayaan
proyek infrastruktur antara lain :
Cost of Project yang relatif sangat besar sehingga memerlukan skema sindikasi/joint
financing;
Tenor kredit secara umum berjangka panjang sehingga memiliki tingkat risiko yang
tinggi;
Kebutuhan self-financing yang besar, sehingga hanya investor tertentu yang mampu
memenuhi persyaratan tersebut;
Ketentuan tarif jasa infrastruktur termasuk penyesuaiannya harus jelas diatur dalam
perjanjian kerjasama/kontrak;
Potensi terjadinya risiko overrun cost, sehingga pada umumnya perbankan
mensyaratkan adanya jaminan dari pemilik proyek untuk menanggung risiko
tersebut;
Potensi terjadinya risiko inkonsistensi kebijakan di bidang infrastruktur (antara lain
kebijakan tarif, kebijakan penjaminan dari Pemerintah).
Sesuai karakteristik proyek tersebut di atas, maka diperlukan komitmen Pemerintah
dan/atau pemegang saham dalam hal :
Pembebasan lahan, diperlukan komitmen Pemerintah untuk menyelesaikan
pembebasan lahan sesuai jadwal;
Komitmen/kepastian dari Pemerintah atas implementasi ketentuan/Undang
undang yang ada (misalnya kepastian kenaikan tarif tol);
Adanya komitmen/jaminan dari pemegang saham untuk menyelesaikan proyek
(termasuk dalam hal terjadi cost over run) dan pemenuhan kewajiban/
pengembalian pinjaman kepada bank (termasuk dalam hal terjadi cash deficiency).
b. Jenis Pembiayaan Proyek
Corporate finance
Corporate finance adalah pembiayaan proyek jangka menengah sampai panjang
dengan agunan proyek yang dibiayai, dan sumber pelunasan berasal dari cash flow
yang dihasilkan oleh perusahaan baik dari proyek yang dibiayai maupun proyek
lainnya. Ukuran feasibility proyek ditentukan oleh seluruh instrumen yang ada dalam
korporasi.
Project finance
Project finance adalah pembiayaan proyek jangka menengah sampai panjang
dengan agunan proyek yang dibiayai, dan sumber pelunasan berasal dari cash flow
yang dihasilkan oleh proyek yang dibiayai. Ukuran feasibility proyek ditentukan oleh
instrumen yang terdapat dalam proyek itu sendiri.
Public Private Partnership :
Publicprivate partnership (PPP) merupakan government service/private business
venture yang dibiayai dan dilaksanakan melalui kerjasama antara Pemerintah dan
sektor swasta. Ukuran feasibility Proyek ditentukan oleh instrumen yang terdapat
dalam Proyek itu sendiri. Prakarsa Proyek dapat berasal dari Pemerintah atau
8

Swasta. Proyek dapat dilakukan dengan atau tanpa Jaminan Pemerintah atau
Subsidi Pemerintah.
c. Feasibility Proyek
Beberapa metode finansial yang lazim digunakan dalam mengevaluasi feasibility proyek
adalah:
a) Metode Payback Period
Payback Period menunjukkan berapa lama waktu yang diperlukan untuk
mengembalikan suatu investasi. Payback Period diperoleh dengan cara
membandingkan initial invesment dengan cash inflow.
Berdasarkan Metode Payback period, proyek yang dinilai feasible adalah :
Apabila payback period lebih pendek dari suatu periode yang telah ditentukan,
maka proyek tersebut diterima;
Apabila payback period lebih panjang dari suatu periode yang telah ditentukan,
maka proyek tersebut ditolak.
b) Metode Internal Rate of Return
Internal rate of return (IRR) merupakan rate of return yang digunakan untuk
mengevaluasi kelayakan suatu investasi atau membandingkan profitabilitas suatu
investasi dengan investasi lain.
Evaluasi kelayakan investasi dilakukan dengan cara membandingkan IRR dengan
tingkat bunga/pengembalian yang disyaratkan (required rate of return).
Apabila IRR lebih besar dari tingkat bunga/pengembalian yang disyaratkan, maka
proyek tersebut diterima;
Apabila IRR lebih kecil dari tingkat bunga/pengembalian yang disyaratkan, maka
proyek tersebut ditolak.
c) Metode Net Present Value
Net present value (NPV) merupakan selisih antara nilai sekarang dari arus kas di
masa datang (present value of future cash flow) suatu investasi dengan jumlah
investasi awal (initial investment).
Berdasarkan Metode Net Present Value, proyek yang dinilai feasible adalah:
Jika NPV adalah positif, maka proyek diterima;
Jika NPV adalah negatif, maka proyek ditolak .
d) Cashflow Projection
Cashflow projection memberikan gambaran atas seluruh rencana penerimaan (cash
inflow) dan pengeluaran (cash outflow) uang kas suatu proyek sejak masa
pembangunan proyek hingga proyek beroperasi. Dengan menyusun proyeksi
cashflow, Bank akan dapat mengevaluasi profitabilitas proyek dan kemampuan
proyek dalam memenuhi kewajiban yang berkenaan dengan pembiayaan proyek,
seperti pembayaran kembali pokok pinjaman maupun bunga, dari pendapatan
setelah proyek mulai beroperasi ataupun dari sumber lainnya.
d. Cakupan Pembiayaan Infrastruktur
Proyek infrastruktur yang dibiayai oleh perbankan mencakup antara lain sektor-sektor
sebagai berikut :
Sektor Pembangkit Listrik: pembangunan pembangkit listrik, transmisi, dan
distribusi;
9

Sektor energi: pembangunan kilang migas, pipa/jaringan distribusi migas, rig/alat
pengeboran migas;
Sektor Transportasi: pembangunan jalan tol, jembatan, pelabuhan laut, dan bandara
udara;
Sektor Komunikasi: pembangunan jaringan komunikasi, Tower BTS;
Sektor Sosial: pembangunan rumah sakit, perumahan, dan sekolah.
e. Jasa Perbankan
Pada umumnya jasa perbankan yang dapat diberikan pada proyek infrastruktur antara
lain: Bank Garansi/Counter Guarantee, Standby L/C, Kredit Investasi, Kredit Modal Kerja,
Forex Line, dan untuk pembiayaan kredit sindikasi jasa yang diberikan adalah: Arranger,
Agen Fasilitas (Facility Agent), Agen Jaminan (Security Agent), Escrow Agent, Agen
Pembayar (Paying Agent).

Anda mungkin juga menyukai