DAN KARDIOVASKULAR
HIPERTENSI
Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Praktek Farmakoterapi saraf, renal
dan kardiovaskular
Oleh:
Resta Daniel Muiz : 17113323A
Ing Janurabes Kase : 17113324A
Dominika Palang Sili : 17113325A
Biratika Dewi Karlina D. : 17113326A
Umi Anita : 17113330A
PROGRAM STUDI S1 FARMASI
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SETIA BUDI
SURAKARTA
2014
I. PENDAHULUAN
a. Epidemologi
Hipertensi adadlah suatu gangguan pada system peredaran darah, yang
cukup banyak mengganggu kesehatan masyarakat. Pada umumnya, terjadi pada
manusia yang sudah berusia setengah umur (usia lebih dari 40 tahun). Namun,
banyak orang yang tidak menyadari bahwa dirinya menderita hipertensi. Hal ini
disebabkan gejalanya tidak nyata padastadium awal belum menimbulkan
gangguan yang serius pada kesehatannya.
Di Amerika, data statistic pada tahun 1980 mununjukan bahwa sekitar
20% penduduk menderita hipertensi. Di Indonesia belum ada penelitiadn nasional
yang menyeluruh, namun diperkirakan angka statistic di Indonesia tidak jauh
berbeda dengan di Amerika.
Boedi Darmoyo dalam penelitianya, menemukan bahwa antara 1,8%-
28,6% penduduk dewasa adalah penderita hipertensi. Adngka 1,8% berasal dari
penelitian di Desa Kalirejo, Jawa Tengah, sedangkan angka 28,6% dilaporkan dari
hasil penelitian di Sukabumi, Jawa Barat.
b. Klasifikasi
Beberapa klasifikasi hipertensi:
a. Klasifikasi Menurut Joint National Commite 7
Komite eksekutif dari National High Blood Pressure Education
Program merupakan sebuah organisasi yang terdiri dari 46
professionalm sukarelawan, dan agen federal. Mereka mencanangkan
klasifikasi JNC (Joint Committe on Prevention, Detection, Evaluation,
and Treatment of High Blood Pressure) pada tabel 1, yang dikaji oleh
33 ahli hipertensi nasional Amerika Serikat (Sani, 2008).
Tabel 1
Klasifikasi Menurut JNC (Joint National Committe on Prevention,
Detection, Evaluatin, and Treatment of High Blood Pressure)
Kategori
Tekanan Darah
menurut JNC 7
Kategori
Tekanan Darah
menurut JNC 6
Tekanan
Darah Sistol
(mmHg)
dan/
atau
Tekanan
Darah Diastol
(mmHg)
Normal Optimal < 120 dan < 80
Pra-Hipertensi 120-139 atau 80-89
- Nornal < 130 dan < 85
- Normal-Tinggi 130-139 atau 85-89
Hipertensi: Hipertensi:
Tahap 1 Tahap 1 140-159 atau 90-99
Tahap 2 - 160 atau 100
- Tahap 2 160-179 atau 100-109
Tahap 3 180 atau 110
(Sumber: Sani, 2008)
Data terbaru menunjukkan bahwa nilai tekanan darah yang
sebelumnya dipertimbangkan normal ternyata menyebabkan
peningkatan resiko komplikasi kardiovaskuler. Data ini mendorong
pembuatan klasifikasi baru yang disebut pra hipertensi (Sani, 2008).
b. Klasifikasi Menurut WHO (World Health Organization)
WHO dan International Society of Hypertension Working Group
(ISHWG) telah mengelompokkan hipertensi dalam klasifikasi optimal,
normal, normal-tinggi, hipertensi ringan, hipertensi sedang, dan
hipertensi berat (Sani, 2008).
Tabel 2
Klasifikasi Hipertensi Menurut WHO
Kategori Tekanan Darah
Sistol (mmHg)
Tekanan Darah
Diatol (mmHg)
Optimal
Normal
Normal-Tinggi
< 120
< 130
130-139
< 80
< 85
85-89
Tingkat 1 (Hipertensi Ringan)
Sub-group: perbatasan
140-159
140-149
90-99
90-94
Tingkat 2 (Hipertensi Sedang) 160-179 100-109
Tingkat 3 (Hipertensi Berat) 180 110
Hipertensi sistol terisolasi 140 < 90
(Isolated systolic
hypertension)
Sub-group: perbatasan
140-149
<90
(Sumber: Sani, 2008)
c. Klasifikasi Menurut Chinese Hypertension Society
Menurut Chinese Hypertension Society (CHS) pembacaan tekanan
darah <120/80 mmHg termasuk normal dan kisaran 120/80 hingga
139/89 mmHg termasuk normal tinggi (Shimamoto, 2006).
Tabel 3
Klasifikasi Hipertensi Menurut CHS
Tekanan Darah
Sistol (mmHg)
Tekanan Darah
Diastol (mmHg)
CHS-2005
< 120 < 80 Normal
120-129 80-84 Normal-Tinggi
130-139 85-89
Tekanan Darah
Tinggi
140-159 90-99 Tingkat 1
160-179 100-109 Tingkat 2
180 110 Tingkat 3
140 90 Hypertensi Sistol
Terisolasi
(Sumber: Shimamoto, 2006)
d. Klasifikasi menurut European Society of Hypertension (ESH)
Klasifikasi yang dibuat oleh ESH adalah:
1. Jika tekanan darah sistol dan distol pasien berada pada kategori
yang berbeda, maka resiko kardiovaskuler, keputusan pengobatan,
dan perkiraan afektivitas pengobatan difokuskan pada kategori
dengan nilai lebih.
2. Hipertensi sistol terisolasi harus dikategorikan berdasarkan pada
hipertensi sistol-distol (tingkat 1, 2 dan 3). Namun tekanan diastol
yang rendah (60-70 mmHg) harus dipertimbangkan sebagai resiko
tambahan.
3. Nilai batas untuk tekanan darah tinggi dan kebutuhan untuk
memulai pengobatan adalah fleksibel tergantung pada resiko
kardiovaskuler total.
Tabel 4
Klasifikasi menurut ESH
Kategori Tekanan
Darah Sistol
(mmHg)
Tekanan
Darah Diastol
(mmHg)
Optimal < 120 dan < 80
Normal 120-129 dan/atau 80-84
Normal-Tinggi 130-139 dan/atau 85-89
Hipertensi tahap 1 140-159 dan/atau 90-99
Hipertensi tahap 2 160-179 dan/atau 100-109
Hipertensi tahap 3 180 dan/atau 110
Hipertensi sistol
terisolasi
140 Dan < 90
(Sumber: Mancia G, 2007)
e. Klasifikasi menurut International Society on Hypertension in Blcks
(ISHIB) (Douglas JG, 2003)
Klasifikasi yang dibuat oleh ISHIB adalah:
1) Jika tekanan darah sistol dan diastole pasien termasuk ke dalam dua
kategori yang berbeda, maka klasifikasi yang dipilih adalah
berdasarkan kategori yang lebih tinggi.
2) Diagnosa hipertensi pada dasarnya adalah rata-rata dari dua kali
atau lebih pengukuran yang diambil pada setiap kunjunga.
3) Hipertensi sistol terisolasi dikelompokkan pada hipertensi tingkat 1
sampai 3 berdasarkan tekanan darah sistol ( 140 mmHg) dan
diastole ( < 90 mmHg).
4) Peningkatan tekanan darah yang melebihi target bersifat kritis
karena setiap peningkatan tekanan darah menyebabkan resiko
kejadian kardiovaskuler.
Tabel 5
Klasifikasi Hipertensi Menurut ISHIB
Kategori Tekanan
Darah Sistol
(mmHg)
Tekanan
Darah Diastol
(mmHg)
Optimal < 120 dan < 80
Normal < 130 dan/atau < 85
Normal-Tinggi 130-139 dan/atau 85-89
Hipertensi Tahap 1 140-159 dan/atau 90-99
Hipertensi Tahap 2 160-179 dan/atau 100-109
Hipertensi Tahap 3 180 dan/atau 110
Hipertensi Sistol
terisolasi
140 dan < 90
(Sumber: Douglas JG, 2003)
f. Klasifikasi berdasarkan hasil konsesus Perhimpunan Hipertensi
Indonesia (Sani, 2008).
Pada pertemuan ilmiah Nasional pertama perhimpunan hipertensi
Indonesia 13-14 Januari 2007 di Jakarta, telah diluncurkan suatu
konsensus mengenai pedoman penanganan hipertensi di Indonesia
yang ditujukan bagi mereka yang melayani masyarakat umum:
1) Pedoman yang disepakati para pakar berdasarkan prosedur standar
dan ditujukan untuk meningkatkan hasil penanggulangan ini
kebanyakan diambil dari pedoman Negara maju dan Negara
tetangga, dikarenakan data penelitian hipertensi di Indonesia yang
berskala Nasional dan meliputi jumlah penderita yang banyak
masih jarang.
2) Tingkatan hipertensi ditentukan berdasarkan ukuran tekanan darah
sistolik dan diastolik dengan merujuk hasil JNC dan WHO.
3) Penentuan stratifikasi resiko hipertensi dilakukan berdasarkan
tingginya tekanan darah, adanya faktor resiko lain, kerusakan
organ target dan penyakit penyerta tertentu.
Tabel 6
Klasifikasi Hipertensi Menurut Perhimpunan Hipertensi Indonesia
Kategori Tekanan
Darah Sistol
(mmHg)
dan/atau Tekanan
Darah Diastol
(mmHg)
Normal <120 Dan <80
Prehipertensi 120-139 Atau 80-89
Hipertensi Tahap
1
140-159 Atau 90-99
Hipertensi Tahap
2
160-179 Atau 100
Hipertensi Sistol
terisolasi
140 Dan <90
(Sumber: Sani, 2008)
Klasifikasi hipertensi menurut bentuknya ada dua yaitu hipertensi
sistolik dan hipertensi diastolik (Smith, Tom, 1986:7). Pertama yaitu
hipertensi sistolik adalah jantung berdenyut terlalu kuat sehingga dapat
meningkatkan angka sistolik. Tekanan sistolik berkaitan dengan tingginya
tekanan pada arteri bila jantung berkontraksi (denyut jantung). Ini adalah
tekanan maksimum dalam arteri pada suatu saat dan tercermin pada hasil
pembacaan tekanan darah sebagai tekanan atas yang nilainya lebih besar.
Kedua yaitu hipertensi diastolik terjadi apabila pembuluh darah
kecil menyempit secara tidak normal, sehingga memperbesar tahanan
terhadap aliran darah yang melaluinya dan meningkatkan tekanan
diastoliknya. Tekanan darah diastolik berkaitan dengan tekanan dalam
arteri bila jantung berada dalam keadaan relaksasi diantara dua denyutan.
Sedangkan menurut Arjatmo T dan Hendra U (2001) faktor yang
mempengaruhi prevalensi hipertensi antara lain ras, umur, obesitas, asupan
garam yang tinggi, adanya riwayat hipertensi dalam keluarga.
Klasifikasi hipertensi menurut sebabnya dibagi menjadi dua yaitu
sekunder dan primer. Hipertensi sekunder merupakan jenis yang penyebab
spesifiknya dapat diketahui (Lanny Ssustrani, dkk, 2004).
Klasifikasi hipertensi menurut gejala dibedakan menjadi dua yaitu
hipertensi Benigna dan hipertensi Maligna. Hipertensi Benigna adalah
keadaan hipertensi yang tidak menimbulkan gejala-gejala, biasanya
ditemukan pada saat penderita dicek up. Hipertensi Maligna adalah
keadaan hipertensi yang membahayakan biasanya disertai dengan keadaan
kegawatan yang merupakan akibat komplikasi organ-organ seperti otak,
jantung dan ginjal (Mahalul Azam,2005).
A. Patofisiologi
Aktivitas kedua adalah menstimulasi sekresi aldosteron dari
korteks adrenal. Aldosteron merupakan hormon steroid yang memiliki
peranan penting pada ginjal. Untuk mengatur volume cairan
ekstraseluler, aldosteron akan mengurangi ekskresi NaCl (garam)
dengan cara mereabsorpsinya dari tubulus ginjal. Naiknya konsentrasi
NaCl akan diencerkan kembali dengan cara meningkatkan volume cairan
ekstraseluler yang pada gilirannya akan meningkatkan volume dan tekanan
darah (Anggraini, 2008).
Gambar 1. Patofisiologi hipertensi.
(Sumber: Rusdi & Nurlaela Isnawati, 2009)
Renin
Angiotensin I
Angiotensin II
Sekresi hormone ADH rasa haus Stimulasi sekresi aldosteron dari
korteks adrenal
Urin sedikit pekat & osmolaritas
Mengentalkan
Menarik cairan intraseluler ekstraseluler
Volume darah
Tekanan darah
Ekskresi NaCl (garam) dengan
mereabsorpsinya di tubulus ginjal
Konsentrasi NaCl
di pembuluh darah
Diencerkan dengan volume
ekstraseluler
Volume darah
Tekanan darah
Angiotensin I Converting Enzyme (ACE)
Tekanan yang dibutuhkan untuk mengalirkan darah melalui sistem
sirkulasi dilakukan oleh aksi memompa dari jantung (cardiac output/CO)
dan dukungan dari arteri (peripheral resistance/PR). Fungsi kerja masing-
masing penentu tekanan darah ini dipengaruhi oleh interaksi dari berbagai
faktor yang kompleks. Hipertensi sesungguhnya merupakan abnormalitas
dari faktor-faktor tersebut, yang ditandai dengan peningkatan curah
jantung dan / atau ketahanan periferal. Selengkapnya dapat dilihat pada
bagan.
Gambar 3: Beberapa faktor yang mempengaruhi tekanan darah
(Sumber: Kaplan, 1998 dalam Sugiharto, 2007)
c. Faktor Resiko
Berhubung lebih dari 90% penderita hipertensi digolongkan atau
disebabkan oleh hipertensi primer, maka secara umum yang disebut hipertensi
adalah hipertensi primer.
Meskipun hipertensi primer belum diketahui dengan pasti penyebabnya,
data-data penelitian telahmenemukan beberapa factor yang sering menyebabkan
terjadinya hipertensi. Faktor-faktor tersebut antara lain adalah factor keturunan,
ciri perseorangan, dan kebiasaan hidup.
1. Faktor Keturunan
Dari data statistic, terbukti bahwa seseorang akan memiliki kemungkinan
lebih besar untuk menderita hipertensi jika orangtuanya adalah penderita
hipertensi.
2. Ciri Perseorangan
Ciri perseorangan yang mempengaruhi timbulnya hipertensi adalah umur,
jenis kelamin dan ras. Umur yang bertambah akan menyebabkan
terjadinya kenaikan tekanan darah. Tekanan daran pria juga umumnya
lebih tinggi dibandingkan dengan wanita. Juga, statistic di Amerika
menunjukanprevalensi hipertensi pada orang kulit hitam hamper duakali
lebihbanyak dibandingkan dengan orang kulit putih.
3. Kebiasaan Hidup
Kebiasaan hidup yang sering menyebabkan timbulnya hipertensi dalah
konsumsi garam yang tinggi, kegemukan atau makan berlebihan, stress,
dan pengaruh lain.
Faktor-faktor tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
Konsumsi garam yang tinggi.
Dari data statistic ternyata dapat diketahui bahwa hipertensi jarang diderita
oleh suku bangsa atau penduduk dengan konsumsi garam yang rendah.
Dunia kedokteran juga telah membuktikan bahwa pembatasan konsumsi
garam dapat menurunkan tekanan darah; dan pengeluaran garam (natrium)
oleh obat diuretic akan menurunkan tekanan darah lebih lanjut
Kegemukan atau makan berlebihan
Dari penelitian kesehatan yang banyak dilaksanakan, terbukti bahwa ada
hubungan antara obesitas dan hipertensi. Meskipun mekanisme bagaimana
kegemukan dapat menyebabkan hipertensi belum jelas, tetapi sudah
terbukti baha penurunan berat badan dapat menurunkan tekanan darah.
Stress atau ketegangan jiwa
Sudah lama diketahui bahwa stress atau ketegangan jiwa (rasa
tertekan,murung, rasa marah, dendam, rasa takut, rasa bersalah) dapat
merangsang kelenjar anak ginjal melepaskan hormone adrenalin dan
memacu jantung berdenyut lebih cepat serta lebih kuat, sehingga tekanan
darah akan meningkat.
II. PATOFISIOLOGI
a. Patogenesis
b. Etiologi
c. Gejala
d. Manifiestasi Klinik
e. Diagnosis
III. SASARAN TERAPI
a. Sdasd
b. Asdas
c. Dasda
d. sdasdadsa
IV. TUJUAN TERAPI
a. Dasda
b. Dasdadsa
c. Dsadasdsa
d. Dasda
e. asdas
V. STRATEGI TERAPI
VI. PENYELESAIAN KASUS
a. Kasus
E.P is a 67 years old man referred to cardiology for intermitten chest pain.
The patient has a medical history significant for CKD, type 2 dibetes
mellitus , a hypertension. Medications include Enalapril, HCT 12 mg/dL ,
and pioglitazone. Laboratory values include SCr 1,8 mg/dL, glucose 189
mg/dL, hemoglobin 12 mg/dL,and hematocrit 36 %. His physical
examination is normal. The plan is to undergo elective cardiac
catheterization. What approaches is the best choice for hydration? In
addition to intravenous fluid, what therapies is best to use in E.P to
decrease his likelihood of developing contrast- induce nephrophat?
b. Analisis Kasus
Dalam menganalisis kasus ini kami menggunakan metode PAM yaitu
yang didasarkan pada aspek Problem, Action dan Monitoring.
Problem
Seorang laki- laki (67 thn) mengalami gangguan kardiovaskular
yaitu nyeri di dada . Pasien tersebut mempunyai riwayat
pengobatan yaitu pada gagal ginjal kronik, diabetes tipe 2, dan
hipertensi.
Hasil Lab menunjukan: SCr 1,8 mg/dL (normalnya 0,5 1.2
mg/dL , glucose 189 mg/dL, hemoglobin 12 mg/dL ( (normal: )and
hematocrit 36 % (normal: 40-48%).
Riwayat pengobatan: Medications include Enalapril,
Hydrochlorthiazide 12 mg/dL , and pioglitazone .
Action
Terapi Farmakologi
Enalapril maleate:
Indikasi: Hipertensi esensial semua tingkatan, hipertensi
renovaskuler, gagal jantung kronik.
Kontra Indikasi: Riwayat angioedema, berhubungan dengan terapi
ACE Inhibitor sebelumnya.
Interaksi Obat: Obat anti hipertensi lain, suplemen K, Diuretik
hemat K.
Efek Samping: Pusing, sakit kepala, patinggue, astemia, hipotensi
ortostatik, sinkop, mual, diare, keram otot, ruam kulit batuk
Dosis: 5 mg, 1 kali sehari (dosis awal yang dianjurkan)
HCT:
Indikasi: Diuretika, edema, terapi tambahan pada hipertensi.
Kontra Indikasi: Anuria, terapi bersama litium, dekompensasi
ginjal.
Interaksi Obat: dapat meningkatkan toksisitas dari glikosida
digitalis, efek hambatan neuromoskular dari pelemas otot, efek anti
hipertensi. Peningkatan resiko hipotensi, postural dengan alcohol,
barbiturate, opioit. Efek menekan K ditingkatkan oleh
kortikosteroid, ACTH, karbenoksolan.
Efek Samping: Gangguan metabolic, ketidakseimbangan elektrolit,
anoreksia, gangguan GGI, sakit kepala, pusing, hipotensi postural,
paresthesia, impotensi, penglihatan menjadi kuning, reaksi hiper
sensitive. Jarang ikterik kolestatik, pankreatitis, diskrasia darah.
Dosis: 50-200mg/ hari
Pioglitazone:
Indikasi: DM Tipe 2 sebagai monoterapi atau kombinasi dengan
sulfonylurea atau metformin, dimana diet olahraga dan monoterapi
tidak menghasilkan control glukosa darah yang ade kuat.
Kontra Indikasi: Hipersensitif terhadap pioglitazon atau golongan
tiazolidindion lainnya; Gagal jantung, karena dapat memperberat
edema;Riwayat pembengkakan/edema pada lengan, paha, tungkai,
atau bagian-bagian tubuh lain;Gangguan fungsi hati; Ketoasidosis
diabetic; Penurunan Hb, hematokrit dan bilirubin; Hamil;
Menyusui Interaksi Obat: dapat meningkatkan toksisitas dari
glikosida digitalis, efek hambatan neuromoskular dari pelemas
otot, efek anti hipertensi. Peningkatan resiko hipotensi, postural
dengan alcohol, barbiturate, opioit. Efek menekan K ditingkatkan
oleh kortikosteroid, ACTH, karbenoksolan.
Efek Samping: Edema ringan sampaidengan sedang.
Dosis: 15 mg atau 30 mg / hari
Monitoring:
Dari berbagai terapi yang telah dianjurkan tersebut, maka kami akan
melakukan monitoring sebagai berikut:
1. Seminggu kemudian pasien disuruh kembali untuk di cek kadar
darahnya dan perkembangan penyakitnya serta dipantau tekanan
darahnya secra berkala.
2. Setelah seminggu ditanyakan kembali mengenai keluhan
penyakitnya setelah diberikan pengobatan.
c. Evaluasi Pemilihan Obat
Enalapril (Golongan ACE inhibitor )
ACE membantu produksi angiotnsin II berperan penting dalam regulasi
tekanan darah arteri ) , inhibitor ACE menurunkan aldosteron dan dapat
meningkatkan konsentrasi serum kalium . Hiperkalemia terutama pada
penderita penyakit gagal ginjal kronik atau diabetes, maka penangannya
menggunakan ARB , AINS , suplemen kalium ,atau diuretik hemat
kalium.
Hydrochlortiazide ( Golongan Thiazide )
Golongan yang dipilih untuk menangani hipertensi , golongan lainnya
efektif juga untuk menurunkan tekanan darah . Penderita dengan fungsi
ginjal yang kurang baik laju filtrasi glomerulus diatas 30 ml/menit,
thiazide merupakan agen yang paling efektif untuk menurunkan tekanan
darah .
Pioglitazone ( Golongan thiazolidindion)
Di metabolisme di CYP2C8 dan 3A4 ; 2 metabolit memiliki waktu paruh
lebih panjang dibandingkan senyawa utama.
d. Farmakoekonomi
Enalopril maleate:
Rp. 1.650,- / tablet + PPN 10% + Margin 15% = Rp. 3.900/tablet
Rp. 3.900/tablet x 7 tablet = Rp. 27.300,-
HCT:
Rp. 72,- / tablet + PPN 10% + Margin 15% = Rp. 90,- / tablet
Rp. 90/tablet x 7 tablet = Rp. 210,-
Pioglitazone:
Rp. 6.400,- / tablet + PPN 10% + Margin 15% = Rp. 8000,- / tablet
Rp. 8000/tablet x 7 tablet = Rp. 56.000,-
Total: Rp. 27.300,- + Rp. 210,- + Rp . 56.000,- = Rp. 83.500,-
VII. KIE
Enalopril maleate dan HCT diminum 15 menit setelah makan 1 kali sehari.
Pioglitazone diminum 30 menit setelah atau sebelum makan. Selama
minum obat ini pasien tidak diperkenankan mengkonsumsi fenugreek,
ginseng, dan gymnema.
Perbanyak latihan fisik ringan.
Diet sehat. Tidak mengandung gula, kolestrol dan lemak yang berlebih.
VIII. KESIMPULAN
IX. DAFTAR PUSTAKA