DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU BEDAH FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR 2014
BAB I PRESENTASI KASUS I. Identitas Nama : Nn. S Umur : 16 tahun Jeniskelamin : Perempuan Pekerjaan : Pelajar Alamat : Jl. Sirajuddin Rani, Kab. Gowa No. RM : 37 52 19 Tanggal Masuk RS : 14/09/2014 Tanggal Pemeriksaan : 14/09/2014
II. Anamnesis a. Keluhan utama : Benjolan pada lipat paha kanan
b. Riwayat Penyakit Sekarang : Terdapat benjolan di lipat paha kanan yang sudah dialami sejak 8 tahun yang lalu. Benjolan tersebut hilang timbul. Munculnya benjolan terutama saat pasien berdiri lama ataupun saat berjalan dan benjolannya rata dengan perut saat pasien sedang berbaring. Akhir-akhir ini pasien sering merasakan nyeri pada daerah benjolan, terutama saat pasien sedang kekenyangan, berdiri lama, dan saat pasien BAB. Pasien juga kadang merasa demam.
c. Riwayat Penyakit Terdahulu : (-) III. PemeriksaanFisis a. Keadaan Umum : Tampak lemah b. Status Kesadaran : E4V5M6, composmentis c. Keadaan Jiwa : Hypothym d. Tanda vital : TD : 120/70 mmHg N : 80 kali/menit P : 19 kali/menit S : 36.7 e. Status Generalis Kepala : Normocephal Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sclera ikterik (-/-), RCL (+/+), RCTL (+/+) Hidung : deformitas (-) Mulut : Sianosis (-), lidahkotor (-) Tenggorok : faring hiperemis (-), tonsil T1-T1 Telinga : normotia, deformitas (-), sekret (-/-) Leher : pembesaran KGB (-), deviasitrakea (-) Thorax : simetris D=S, sonor (+/+), Rh (-/-), Wh (-/-) Bentuk : normochest, retraksi (-), gerakan dinding dada simetris
Cor : Inspeksi : iktus kordis tidak tampak Palpasi : iktus kordis tidak kuat angkat Perkusi : batas jantung kesan tidak melebar Auskultasi : BJ I-II intensitas normal, reguler, bising (-)
Pulmo : Inspeksi : Pengembangan dada kanan = kiri Palpasi : Fremitus raba dada kanan = kiri Perkusi : Sonor di seluruh lapang paru Auskultasi : Suara dasar vesikuler (+/+) Suara tambahan (-/-)
Abdomen : Inspeksi : Dinding Perut sejajar Dinding Dada Auskultasi : bising usus (+) normal Perkusi : Timpani Palpasi : Supel, nyeri tekan (-), hepar/lien tak teraba Ekstremitas superior : udem (-/-), gerak (+/+), kekuatan (5/5) Ekstremitas Inferior : udem (-/-), gerak (+/+), kekuatan (5/5)
f. Status lokalis : Regio Inguinal Dextra - Inspeksi : OS. Baring : Tidak tampak kelainan OS Berdiri : Tampak benjolan berbentuk lonjong dengan warna sama dengan kulit sekitar - Palpasi : Teraba benjolan dengan 4 x 5 x 2 cm, batas tegas, konsistensi lunak, tepi regular, permukaan rata, Mobile (+), dan Nyeri tekan (-)
V. Diagnosa : Hernia Inguinalis Lateralis Dextra Reponibilis VI. Penatalaksanaan : a. Konservatif : - Pasien dipuasakan - IVFD RL - Inj. Cefotaxim/12 Jam IV - Inj. Ranitidin/12 Jam IV - Inj. Ketorolac/8 Jam IV
b. Operatif : - Konsul Anastesi - Hernioraphy (Hernitomi dan Herniplasti)
VII. Prognosis Quo ad vitam : dubia ad bonam Quo ad sanam : dubia ad bonam Quo ad sanationem : dubia ad bonam
BAB II TINJAUAN PUSTAKA I. Definisi Hernia Hernia didefinisikan sebagai penonjolan sebagian dari organ maupun jaringan melewati pembukaan abnormal pada dinding sekitarnya. Hernia paling sering terjadi pada dinding abdomen, tepatnya pada daerah yang aponeurosis dan fasianya tidak dilindungi oleh otot. Bagian tersebut terutama pada region inguinal, femoral, umbilical, linea alba, dan bagian bawa linea semilunaris.
II. Epidemiologi dan faktor risiko Tiga dari empat kasus herniasi dinding abdomen terjadi pada inguinal, dengan perbandingan hernia indirek dan direk 2:1. Herniasi juga lebih sering terjadi pada bagian kanan dibandingkan bagian kiri. Terjadi pada pria 7 kali lebih sering dibandingkan wanita. Hernia femoral lebih sering terjadi pada usia lanjut dan pada pria yang telah dilakukan operasi hernia sebelumnya. Faktor risiko terjadinya hernia inguinal dengan komplikasi lebih berat diantaranya usia yang sangat muda, laki-laki, proses perjalanan penyakit yang lebih cepat, dan hernia pada sisi kanan.
III. Etiologi Hernia terjadi ketika terjadi keterlambatan penurupan prosesus vaginalis setelah penurunan testis ke dalam skrotum selama perkembangan fetal. Penyebab terjadinya hernia belum sepenuhnya dipahami, namun diketahui terdapat perbedaan antara hernia pada anak dengan dewasa. Pada anak, penyebab tersering adalah gangguan kongenital kelainan jaringan ikat (misalnya anak dengan dislokasi panggul). IV. Anatomi Seperti dijelaskan pada bagian embriologi, testis turun melalui kanalis inguinalis. Kanalis inguinalis sendiri terbentuk dari aponeurosis m. oblikus abdominis eksternus, m. oblikus abdominis internus dan m. transversus abdominis. Pada bagian eksternal oleh aponeurosis m. oblikus abdominis eksternus (Pouparts ligamen); bagian cefal oleh ligamentum inguinale propria yang merupakan gabungan ligamen m.oblikus abdominis internus dan m. transversus abdominis; pada bagian posterior dibentuk oleh fasia transversalis dan aponeurosis m.transversus abdominis. Pada bagian superfisial, keluar korda spermatis, pada cincin inguinal eksternal yang berbentuk oval di sebelah lateral tuberkulum pubic. (Potongan parasagitalis Canalis Inguinalis) Kanalis inguinalis sendiri merupakan kanal sepanjang 4 cm yang terletak 2-4 cm bagian cefal dari ligamen inguinal. Kanalis ini menghubungkan cincin inguinal internal dengan cincin inguinal eksternal yang berisi korda spermatikus dan ligamen melingkar dari uterus. Korda spermatikus terdiri dari serat m.cremaster, pembuluh limfe, dan prosesus vaginalis. M.cremaster sendiri merupakan perpenjangan m.oblikus internal. Pada perbatasan dinding kanal inguinal terdapat daerah segitiga Hesselbach, dengan batas superolateral a.vasa epigastrica inferior, batas medial m.rectus abdominis, dan bagian inferior ligamen inguinal. Selain itu terdapat pula kanal femoral, dengan batas anterior traktus illiopubic, batas posterior ligamen cooper, batas lateral v. femoral. Segitiga femoral terletak dengan apeks tuberkulum pubic. Bagian ini merupakan lokasi terbentuknya hernia femoralis, di sebelah medial pembuluh darah femoral.
V. Klasifikasi hernia Hernia dapat digolongkan melalui beberapa pembagian, diantaranya: Reducible vs irreducible. Hernia reducible dimana isi hernia dapat dikembalikan ke posisi seharusnya, sedangkan irreducible atau inkarserata jika tidak dapat dikembalikan. Hernia eksternal vs hernia internal. Hernia eksternal meliputi seluruh lapisan dinding abdomen, sedangkan hernia internal dimana bagian usus yang menonjol hanya pada defek di rongga peritoneum. Kasus khusus dimana kantung hernia berada di dalam lapisan muskuloaponeurotik disebut hernia interparietal. Hernia inguinal dapat dibagi menjadi hernia indirek dan hernia direk. Pada hernia indirek kantung hernia melalui kanalis inguinal (melalui cincin inguinal internal secara oblik ke cincin inguinal eksternal, menuju skrotum); sedangkan pada hernia direk, kantung hernia menonjol keluar melalui bagian medial cincin inguinal internal dan di bagian inferior pembuluh darah epigastrik (tepa tepatnya pada segitiga hesselbach). Dua dari tiga kasus hernia inguinal merupakan hernia indirek.
(Lokasi hernia indirek vs direk, gambaran dari struktur preperitoneal sisi inguinal kanan)
VI. Komplikasi Hernia inguinal perlu mendapat perhatian, dan tidak dapat ditunda terlalu lama karena dapat menyebabkan komplikasi serius, berupa inkarserata, obstruksi usus, dan strangulasi. Inkarserata didefinisikan sebagai hernia yang tidak dapat direduksi, hal ini terjadi karena ukuran leher hernia relative dengan peningkatan ukuran usus yang melewatinya, maupun akibat terjadinya adesi dengan kantung hernia. Inkarserata bukan sebuah kondisi emergency, karena tidak membahayakan nyawa. Gejala yang ditunjukan mirip dengan gejala obstruksi, yakni muntah warna hijau, rasa penuh, dan konstipasi. Strangulasi dapat menyebabkan iskemia pada usus, dan terjadi nekrosis (gangrene) yang dapat menyebabkan sepsis dan membahayakan jiwa. Maka dari itu, tindakan pembedahan segera dibutuhkan setelah resusitasi cairan, antibiotik dan dekompresi. Strangulasi lebih sering terjadi pada hernia yang lebih besar dengan lubang yang lebih kecil, dengan angka 1- 3%. Gejala terjadinya strangulasi berupa gejala obstruksi yang khas dengan hernia yang tegang, dengan kuliat permukaan yang merah hingga kebiruan, serta kehilangan bising uysus pada bagian tersebut. Klinis pasien tampak sakit berat, dehidrasi dan demam disertai leukositosis, dan asidosis metabolik. VII. Penegakan Diagnosis Anamnesis Pasien dengan hernia memiliki variasi gejala dari asimtomatik hingga nyeri hebat pada daerah kelamin. Pada pasien yang asimtomatik, biasanya diketahui memiliki hernia ketika melakukan pemeriksaan fisik rutin atau pun karena keingintahuan akan benjolan pada daerah kelamin yang tidak terasa sakit. Deskripsi gejala yang timbul pada pasien dengan hernia dapat berupa rasa berat atau tertarik pada daerah kelamin yang semakin memberat seiring berjalannya hari, muncul secara intermiten dan menjalar ke testis; keluhan nyeri tajam dapat dirasakan local atau difus namun jarang. Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan fisik merupakan cara terbaik dalam menyingkirkan diagnosis-diagnosis banding benjolan pada daerah kelamin, serta menentukan ada atau tidaknya hernia inguinalis. Diagnosis dapat ditegakan hanya dengan inspeksi adanya tonjolan pada daerah inguinal, namun pada hernia yang tidak kasat mat, diperlukan pemeriksaan lanjutan pada kanalis inguinalis. Hernia dapat terjadi baik pada bagian femoral maupun inguinal, sehingga pada inspeksi, bagian-bagian tersebut perlu diperhatikan lebih teliti, dan untuk meyakinkan bahwa pasien benar memiliki hernia, pasien diminta mengedan untuk menambah tekanan intraabdominal yang memastikan diagnosis hernia pada pasien. Palpasi hernia inguinalis dilakukan dengan menggunakan jari telunjuk tangan sesuai sisi yang diperiksa. Lakukan invaginasi kulit skrotum hingga menyentuh bagian kanalis inguinalis eksternal yang jika terjadi pelebaran cincin kanalis, jari telunjuk akan dapat memasuki kanalis tersebut. massa hernia akan menyentuh jari ketika pasien batuk atau mengedan ketika tengah dilakukan pemeriksaan. Pada hernia indirek, ujung jari akan dapat menahan sehingga tidak terjadi penonjolan hernia, sedangkan pada hernia direk tidak berpengaruh terhadap maneuver ini.
(Teknik Pemeriksaan Hernia Inguinalis) Setelah dipastikan benjolan merupakan sebuah hernia, lakukan penekanan dengan menggunakan jari terhadap benjolan sebagai upaya mengembalikan massa ke rongga abdomen. Pada hernia inkarserata, massa tidak dapat dikembalikan ke dalam rongga abdomen, sedangkan pada hernia strangulate terjadi compromised terhadap supply darah pada bagian organ yang terjebak dan ditandai dengan adanya tenderness, mual, muntah, dan hal ini membutuhkan tatalaksana bedah. VIII. Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan penunjang yang digunakan dalam membantu menegakkan diagnosis adalah USG. USG diketahui memiliki derajat sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi dalam mendeteksi adanya hernia direk, indirek, dan femoral. CT scan dari abdomen dan pelvis dapat dilakukan untuk mendiagnosis bentuk hernia lain atau pun massa di daerah kelamin yang atipikal. IX. Tatalaksana Mayoritas surgeon berpendapat bahwa tatalaksana hernia yang paling baik adalah dengan operasi. Hal ini dikatakan karena kecenderungan hernia pada bagian kelamin akan menghasilkan pembesaran daerah yang mengalami hernia secara progresif dan akan menimbulkan kelemahan otot yang akan berpotensi menjadi hernia inkarserata ataupun strangulate. Teknik operatif laparoskopik herniorafi banyak digunakan sebagai tatalaksana untuk hernia inguinalis berdasarkan pada kelebihannya yaitu lebih minimalnya rasa tidak nyaman atau nyeri setelah dilakukan tindakan operatif, waktu penyembuhan yang dibutuhkan lebih singkat sehingga akan lebih cepat kembali menjalankan aktivitas seperti biasa, kemampuan untuk menatalaksana hernia bilateral lebih baik dibandingkan dengan metode lain, dapat dilakukan simultan dengan laparoskopi diagnostik, paling mudah untuk melakukan ligasi pada kantung hernia, dan fungsi kosmetik lebih baik dibandingkan dengan metode lain. Namun, perlu diperhatikan komplikasi-komplikasi yang masih dapat terjadi pada penggunaan metode laparoskopi ini, antara lain adanya kemungkinan perforasi usus atau cedera vascular, adanya potensi timbulnya perlengketan pada daerah peritoneum yang renggang, atau pada lokasi ditempatkannya alat prostetik, dan dibutuhkannya anestesi umum dalam melakukan tindakan ini.
Saat ini, terdapat 3 indikasi utama dilakukannya laparoskopi herniorafi, yaitu : 1. hernia rekuren setelah dilakukannya open repair 2. hernia bilateral 3. adanya hernia inguinalis pada pasien yang membutuhkan laparoskopi untuk prosedur lain.